Literasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk merumuskan, mengunakan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks masalah kehidupan sehari-hari secara efisien. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena. Hal ini menuntun individu untuk mengnali peranan matematika dalam kehidupan dan membuat penilaian yang baik dan pengambilan keputusan yang dibutuhkan oleh penduduk yang konstruktif, dan reflektif. Pengertian ini mengisyaratkan literasi matematika tidak hanya pada penguasaan materi saja akan tetapi hingga kepada pengunaan penalaran, konsep, fakta dan alat matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari.
Literasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk merumuskan, mengunakan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks masalah kehidupan sehari-hari secara efisien. Matematika yang dimaksudkan mencakup seluruh konsep, prosedur, fakta dan alat matematika baik dari sisi perhitungan, angka maupun keruangan. Dari segi proses, kemampuan ini tidak hanya terbatas pada kemampuan menghitung saja akan tetapi juga bagaimana mengkomunikasikan, menalar dan proses berfikir matematis lainnya[1]. Proses-proses tersebut terangkum dalam proses matematisasi. Pengertian lain literasi matematika, sebagaimana dalam laporan PISA 2015 adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks [2]. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena. Dengan literasi matematika menjadikan individu mampu membuat keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstruktif[3].
Secara sederhana matematisasi dapat dimaknai sebagai proses penerjemahan dan pemecahan masalah sehari-hari. Masalah sehari-hari direpresentasikan kedalam masalah matematis untuk kemudian di selesaikan. Proses penyelesaian masalah ini melibatkan segenap objek dalam matematika. Setelah diperoleh solusi, solusi tersebut ditafsirkan kedalam konteks atau situasi nyata. Proses yang demikian akan meningkatkan kepekaan seseorang terhadap kegunaan matematika dalam pemecahan masalah sehari-hari. Kepekaan ini akan membantunya untuk menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien[4]. Hal ini tidak hanya berlaku pada permasalahan dunia kerja yang kompleks saja akan tetapi juga mencakup masalah yang dihadapi sehari-hari. Dengan demikian diharapkan akan terwujud masyarakat yang siap menghadapi berbagai tantangan abad ini. Literasi matematika merupakan kapasitas individu untuk memformulasikan, mengunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks[5]. Hal ini meliputi penalaran matematik dan pengunaan konsep, prosedur, fakta dan lat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan mempresiksi fenomena. Hal ini menuntun individu untuk mengnali peranan matematika dalam kehidupan dan membuat penilaian yang baik dan pengambilan keputusan yang dibutuhkan oleh penduduk yang konstruktif, dan reflektif.
Mengingat pentingnya kemampuan literasi matematika, diperlukan usaha dalam rangka mengembangkan kemampuan tersebut. Pendidikan dalam hal ini pendidikan matematika memiliki peranan penting dalam mewujudkannya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembelajaran matematika hendaknya memberikan kesempatan atau pengalaman kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai situasi. Melalui cara ini siswa akan mengaktifkan kemampuan literasinya sekaligus mengembangkannya[6].
Dengan menggunakan pembelajaran yang tepat, maka semakin tepat pula proses kemampuan literasi matematika berjalan. Menurut penelitian terdahulu pembelajaran PAR (Preparation-Assistance-Reflection) menawarkan lebih banyak keuntungan. Bahkan, kendala mengajar berbagai struktur penulisan dalam konteks sering melebihi manfaatnya baik untuk menulis atau pemahaman. Implikasinya termasuk mempertahankan instruksi disiplin khusus ketika diperlukan untuk memastikan siswa memenuhi tujuan ilmu pengetahuan.Implementasi pembelajaran PAR (Preparation-Assistance-Reflection) akan merujuk pada setiap proses kemampuan literasi matematika siswa. Setiap satu proses kemampuan literasi matematika siswa akan melibatkan PAR (Preparation-Assistance-Reflection) dalam setiap tahapannya. Tahapan proses maupun tahapan pembelajaran pada materi. Hasil temuan dari peneliti sebelumnya menjelaskan, bahwa materi yang dipilih, saat pengerjaan siswa hanya mampu menyelesaikan soal yang sering diberikan, sehingga sangat berpengaruh pada tingkatan kemampuan literasi matematika siswa[7].
Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan studi literatur. Pendekatan studi literaatur yakni suatu rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data pustaka, kegiatan membaca dan mencacat, serta mengelolah bahan yang digunakan dalam penelitian. Studi literatur juga dikenal sebagai studi pustaka, dimana studi pustaka atau riset pustaka ini batasan pada kegiatan ini hanya mengarah pada artikel, jurnal, serta koleksi dari perpustakaan saja tanpa memerlukan riset di lapangan.
Strategi dalam mengumpulkan dan menganalisis data yakni dengan beracuan jangka waktu terbit artikel, jurnal, buku, serta prosiding dalam waktu sepuluh tahun terakhir. Meskipun ada yang bukan sepuluh tahun terakhir jangka waktu terbit, hal tersebut sebagai pembanding ataupun pendukung akan data-data yang ditemukannya. Adapun tahapan dalam penelitian ini, yaitu:
Pada keempat tahapan dalam melakukan penelitian tersebut dalam bukunya yang mana menyebutkan empat langkah dalam melakukan penelitian kepustakaan atau studi literatur, yaitu: pertama mempersiapkan alat serta bahan yang diperlukan, kedua mempersiapkan akan bibliografi kerja, ketiga membagi waktu dengan baik, dan yang keempat melakukan aktivitas membaca serta mencatat hal-hal penting yang diperoleh dari bahan penelitian tersebut[1]
Sebagai penelitian studi literatur maka data yang diambil dari data skunder. Dalam penelitian skunder terdapat 5 literatur yakni:
Adapun teknik pengumpulan data dalam pebelitian studi literatur sebagai berikut :
Gambar 1. Alur Penelitian Studi Literatur
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif. Analisis data deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memeberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.
Menelaah pengetahuan siswa terkait dengan konsep bilangan, Menelaah tentang perkembangan siswa, Menelaah tentang tahapan konsep bilangan,
Mencari referensi literatur yang terkait dengan fokus penelitian. Memahami referensi literatur yang terkait dengan fokus penelitian.
Membaca berbagai literatur yang sesuai dengan fokus penelitian , Mencatat hal-hal dalam literatur yang diperlukan dalam penelitian, Mengkaji, menganalisis serta membandingkan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan fokus penelitian,
Dalam penelitian ini, peneliti menyusun laporan yang meliputi pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta penutup.
Pembelajaran PAR (Preparation-Assistance-Reflection) merupakan suatu pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan menulis yang terintegrasi dengan konten dan kegiatan membaca. Implikasinya termasuk mempertahankan instruksi disiplin khusus ketika diperlukan untuk memastikan siswa memenuhi tujuan pembelajaran. Aulia Nurutami, mengemukakan bahwa hasil analisis bedasarkan kemampuan literasi matematika siswa bedasarkan konten space and shape memiliki skor terendah dibandingkan dengan konten change and relationship pada saat mengerjakan soal tes yang diberikan. Sejalan dengan Ahmad Khoirudin, Dkk, siswa yang memiliki kemampuan berfikir matematis rendah, hanya dapat menyelesaikan soal sampai pada level 1 saja. Hal tersebut bertentangan dengan penelitian oleh Milah Nurkamilah, langkah pembelajaran dalam PMRI secara langsung memfasilitasi literasi matematika siswa sekolah dasar yang esensinya adalah mampu mengetahui, memahami dan menggunakan konsep dasar matematika untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pendidikan yang lebih lanjut. Guru dapat mengimplemetasikan PMRI untuk mengembangkan literasi matematika siswa melalui proses pembelajaran[8].
Dari jawaban siswa di samping, analisis proses literasi matematika yang peratama yaitu merumuskan atau formulate dalam tahap preparation siswa mampu mengidentifikasi aspek-aspek matematika dari sebuah masalah dalam konteks dunia nyata dan variable-variabel signifikan yang berkaitan dengannya. Siswa sudah mengenali struktur matematika (meliputi keteraturan, hubungan dan pola) dari situasi dan masalah.
Pada tahap assistance, siswa mampu menyederhanakan sebuah situasi atau masalah untuk dapat diterima dalam analisis secara sistematis dan mengidentifikasi batasan dari asumsi dibalik penyederhanaan dan permodelan matematika yang diperoleh. Pada tahap reflection, siswa mampu mempresentasikan sebuah situasi secara sistematis, menggunakan variable, symbol, diagram dan model standar yang sesuai. Pada proses matematika yang kedua atau menerapkan (employ), dalam tahap preparation siswa merancang dan menerapkan strategi untuk menemukan solusi dengan membuat sketsa. Dalam tahap assistance, siswa mampu menerapkan fakta, aturan, algoritma dan struktur matematika ketika menemukan solusi dengan menjelaskan untuk menentukan luas apartemen harus mengetahui dua sisi horizontal dan dua sisi vertical (tampilan di soal). Pada tahap reflection siswa mampu membuat generalisasi bedasarkan hasil penerapan prosedur matematis untuk mencari solusi.Pada proses matematika yang ketiga yaitu menafsirkan atau interpret. Pada tahap preparation siswa mampu memahami bagaimana dunia nyata berdampak pada hasil dan perhitungan dari prosedur atau model matematis untuk dapat membuat penilaian konstektual tentang bagaimana hasil tersebut harus disesuaikan atau diterapkan, dengan membuat coretan dan memberikan jawban alternative. Dalam tahap assistance siswa mampu menjelaskan mengapa hasil atau kesimpulan matematis yang diperoleh termasuk dalam kategori masuk akal atau tidak bedasarkan kontes yang diberikan, dengan menaksir luas apartemen bedasarkan ukuran dan skala. Pada tahap reflection, siswa mampu mengkritisi dan mengidentifikai batas-batas model yang digunakan untuk memecahkan masalah[9].
Dari jawaban siswa dari soal disamping, analisis proses literasi matematika yang peratama yaitu merumuskan atau formulate dalam tahap preparation siswa mampu mengidentifikasi aspek-aspek matematika dari sebuah masalah dalam konteks dunia nyata dan variable-variabel signifikan yang berkaitan dengannya. Dengan membuat representasi baru untuk mendekati bentuk tumpahan minyak. Pada tahap assistance, siswa mampu menyederhanakan sebuah situasi atau masalah untuk dapat diterima dalam analisis secara sistematis dan mengidentifikasi batasan dari asumsi dibalik penyederhanaan dan permodelan matematika yang diperoleh. Pada tahap reflection, siswa mampu mempresentasikan sebuah situasi secara sistematis, menggunakan variable, symbol, diagram dan model standar yang sesuai.
Pada proses matematika yang kedua atau menerapkan (employ), dalam tahap preparation siswa merancang dan menerapkan strategi untuk menemukan solusi dengan membuat sketsa yang mendekati segiempat. Dalam tahap assistance, siswa mampu menerapkan fakta, aturan, algoritma dan struktur matematika ketika menemukan solusi dengan membuat sketsa. Menurut wawancara siswa dengan peneliti terdahulu Pada tahap reflection siswa mampu membuat generalisasi bedasarkan hasil penerapan prosedur matematis untuk mencari solusi. Pada proses matematika yang ketiga yaitu menafsirkan atau interpret. Pada tahap preparation siswa mampu memahami bagaimana dunia nyata berdampak pada hasil dan perhitungan dari prosedur atau model matematis untuk dapat membuat penilaian konstektual tentang bagaimana hasil tersebut harus disesuaikan atau diterapkan, dengan membuat coretan dan memberikan jawban alternative. Dalam tahap assistance siswa mampu menjelaskan mengapa hasil atau kesimpulan matematis yang diperoleh termasuk dalam kategori masuk akal atau tidak bedasarkan kontes yang diberikan, dengan membuat taksiran panjang dan lebar dalam satuan cm, kemudian mengubah ukuran tersebut bedasarkan skala yang diberikan pada soal. Pada tahap reflection, siswa mampu mengkritisi dan mengidentifikai batas-batas model yang digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan rumus luas persegi panjang didapatkan hasil taksiran luas sama dengan 2400 km2.
Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa siswa mempunyai literasi matematika dalam menyelesaikan soal PISA konten ruang dan bentuk. Kemampuan merumuskan (formulate) nampak dari hasil kerja dan penjelasan siswa dalam menyelesaikan soal Pembelian Apertemen (soal PISA 2012 kode : PM00FQ01 – 019). Siswa mampu menjelaskan sisi-sisi minimal yang harus diketahui untuk menentukan luas apartemen tersebut. Kemampuan menerapkan (employ) nampak dari hasil kerja dan penjelasan siswa dalam menyelesaikan soal Tumpahan Minyak (soal PISA 2012 kode : PM00RQ01 – 019). Siswa mampu menentukan taksiran luas minyak dengan pendekatan luas persegipanjang. Kemampuan menafsirkan (interpret) nampak dari hasil kerja dan penjelasan siswa dalam menjelaskan soal Tumpukan Dadu (soal PISA 2012 kode : PM937Q01 – 0129). Siswa mampu menafsirkan dan menentukan jumlah titik yang nampak dari atas dengan cara mengaitkan dengan konteks kehidupan nyata[10].