Abstract

This study aims to describe the implementation of the elderly family development program in Mulung Village, Driyorejo District, Gresik Regency. The method used in this research is descriptive qualitative through interviews, observation and documentation. The determination of the informants was carried out using a purposive sampling method which involved the midwife in charge at the Puskesmas, implementing nurses, village officials, cadres, and the community. Data analysis techniques using Miles and Huberman through data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. This study shows that the communication of the elderly family development program runs in accordance with the policies that have been determined by the PP and PA KB Office in collaboration with the Driyorejo Health Center to implement the program in each village. By using Edward III's theory which focuses on the communication dimension consisting of transmission, regular socialization needs to be improved so that the public can know the existence of the program, clarity of understanding can be accepted by policy implementers and consistency is proven by setting an examination schedule so that the health of the elderly can run well.

Pendahuluan

Dalam meningkatkan perbaikan kualitas harapan hidup pemerintah membuat suatu kebijakan untuk mensejahterakan lansia melalui program bina keluarga lansia. Bina keluarga lansia merupakan sebuah program yang ditujukan oleh para lansia maupun keluarga yang didalamnya memiliki lansia [1]. Dalam pelaksanaanya pogram ini memiliki dua kegiatan yaitu pemeriksaan fisik dan psikis lansia [2]. Sehingga diterbitkannya peraturan pemerintah (PP) No. 87 Tahun 2014 Tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, KB dan sistem informasi keluarga pada pasal 7 ayat (1) dikatakan bahwa kebijakan Nasional pembangunan keluarga dimaksudkan untuk memberdayakan keluarga agar dapat melaksanakan peran keluarga secara optimal. Terbukti di Kabupaten Gresik mengalami peningkatan jumlah lansia setiap tahunnya. Pada tahun 2018 persentase lansia sebesar 9.12% [3]. Disusul pada tahun 2019 sebesar 9.45% [4]. Jika perbaikan kualitas kesehatan lansia tidak mendapatkan penanganan secara tepat maka akan menjadi beban bagi individu, keluarga, lingkungan dan pemerintah. Berikut tabel persentase penduduk lansia di Kabupaten Gresik.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam tiga tahun terakhir penduduk lansia di Kabupaten Gresik mengalami peningkatan. Hal ini menjadi faktor acuan pemerintah untuk bergulat melalui Dinas KB PP dan PA di Kabupaten Gresik dengan bekerja sama di Puskesmas Kecamatan Driyorejo dalam mengembangkan program Bina Keluarga Lansia (BKL) untuk menerapkan program tersebut pada setiap desa. Agar dapat mengatasi kesenjangan kesejahteraan kesehatan guna meningkatkan peran lansia terhadap kemajuan daerah. Dalam melaksanaan program bina keluarga lansia khususnya Desa Mulung memiliki kendala yaitu kurangnya sosialisasi menyebabkan masyarakat kurang mengetahui keberadaan program. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lansia, hal ini menjadikan masyarakat beranggapan bahwa penyakit yang diderita lansia hanya karena fakor usia. Padahal jika keluhan kesehatan tidak segera mendapatkan penanganan maka akan timbul penyakit yang lebih berat. Ditambah kurangnya perhatian dari dalam keluarga, apalagi hidup sendiri jauh dari keluarga. Maka dari itu penelitian ini menggunakan teori implementasi Edward III dalam dimensi komunikasi yang terdiri dari transmisi, kejelasan serta konsistensi. Maka dari itu penulis melakukan penelitian dengan judul komunikasi dalam program bina keluarga lansia di Kabupaten Gresik untuk dapat mengatasi kesejahteraan lansia.

Implementasi

Implementasi kebijakan merupakan proses maupun tahapan setelah ditetapkannya undang-undang. Implementasi mempunyai arti penarapan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur secara bersama melaksanakan kebijakan sebagai upaya menggapai tujuan kebijakan maupun program [5] . Implementasi kebijakan pada prinsipnya cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Melalui bentuk program yang akan menjadi solusi pemecahan masalah. Keberhasilan dan kegagalan suatu kebijakan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi salah satunya dimensi komunikasi.

Komunikasi

Komunikasi sebagai proses penyampaian komunikator kepada komunikan. Pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan guna mencapai tujuan sasaran kebijakan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk menghasilkan implementasi yang baik para pembuat keputusan sebaiknya sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Sehingga implementasi dapat dikomunikasikan secara tepat dan akurat. Komunikasi memiliki beberapa dimensi antara lain dimensi transmisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency).

  1. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik dapat menciptakan suatu implementasi yang baik pula. Jika dalam penyaluran informasi terjadi kesalahan mengakibatkan (miskomunikasi).
  2. Kejelasan, penyampaian komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan saat menjalankan program.
  3. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksana suatu komunikasi haruslah tidak berubah-ubah dan berisfat tetap (untuk diterapkan dan dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebimbangan bagi pelaksana dilapangan.

Metode Penelitian

Untuk mengetahui lebih dalam program bina keluarga lansia penulis menggunakan pendekatan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif berguna menyelidiki, menggambarkan, dan menghasilkan sampai mengupas keistimewahan dari pengaruh sosial yang tidak bisa dipaparkan, diukur ataupun dijelaskan melalui pendekatan kualitatif [6]. Penelitian ini berfokus pada salah satu dari empat dimensi Edward III yaitu komunikasi yang terdiri dari transmisi, kejelasan serta konsistensi. Penelitian kualitatif dipilih dalam komunikasi bina keluarga lansia agar dapat mengetahui keberlangsungan informasi mengenai pelaksanaan program bina keluarga lansia. Informan dalam penelitian ini yaitu bidan penanggung jawab di Puskesmas, perawat pelaksana, perangkat desa, kader, serta masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara secara mendalam untuk menggali informasi kepada para pelaksana kebijakan di desa. Serta dokumentasi berupa foto saat pelaksanaan kegiatan BKL maupun undangan yang diberikan kepada masyarakat. Observasi secara langsung untuk mengetahui keadaan sebenarnya supaya mendukung data penelitian agar semakin relevan. Teknik analisis data menggunakan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan [7].

Hasil dan Pembahasan

Komunikasi Program Bina Keluarga Lansia di Kabupaten Gresik

Implementasi merupakan pelaksanaan dari sebuah kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah agar dapat mencapai sasaran tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam melaksanakan implementasi membutuhkan komunikasi sebagai jembatan pemberian informasi kepada pelaksana kebijakan agar dapar melaksanakan program secara tepat dalam menyampaikan informasi. Di Kabupaten Gresik memiliki program yang diperuntukkan bagi keluarga yang memiliki lansia maupun keluarga yang di dalamnya lansia itu sendiri. Dengan adanya komunikasi dapat mempermudah memberikan informasi mengenai pelaksanaan program BKL agar dapat tersampaikan oleh semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu dimensi komunikasi dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan program bina keluarga lansia, dikarenakan melalui informasi dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang berkaitan dengan program bina keluarga lansia.

Dimensi Komunikasi

Transmisi

Transmisi dalam dimensi komunikasi memiliki pengertian agar informasi mengenai kebijakan suatu program dapat disampaikan melalui penyaluran informasi oleh pelaksana yang terlibat agar tepat sasaran supaya tidak terjadi miskomunikasi. Terkait pelaksanaan program bina keluarga lansia di Desa Mulung dilakukan oleh bidan penanggung jawab di Puskesmas Driyorejo, perawat pelaksana di Desa Mulung, perangkat desa serta peran kader yang menghandle jalannya program dalam menyampaikan informasi. Penyaluran Informasi yang disampaikan mengenai pentingnya program bina keluarga lansia untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup para lansia. Penyaluran informasi ini dilakukan secara langsung dan tidak langsung sebelum pelaksanaan, melalui undangan dan media whatapps. Akan tetapi, tidak semua masyarakat di Desa Mulung mengetahui adanya program bina keluarga lansia dikarenakan jarang ada di rumah karena kesibukan bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup. Jika keluarga yang di dalamnya lansia itu sendiri berkendala lupa ditambah kondisi kesehatan fisik yang menurun mengakibatkan tidak bisa mengikuti pelaksanaan kegiatan program. Berikut gambar mengenai pelaksanaan sosialisasi secara langsung dari Puskesmas Driyorejo.

Gambar 1. Sosialisasi Kesehatan Lansia di Desa Mulung

Kejelasan

Kejelasan dalam memberikan kejelasan informasi harus jelas dan tidak membingungkan agar penerima informasi dapat memahami maupun melaksanakannya secara tepat [8]. Mengenai program bina keluarga lansia sudah berjalan serta dilakukan usaha secara maksimal oleh penanggung jawab program BKL di Puskesmas kemudian disampaikan kepada perawat pelaksana di Desa Mulung dan diteruskan oleh para kader. Penyampaian informasi mengenai kejelasan program BKL dapat diterima oleh penanggung jawab program di Puskesmas, tenaga medis pelaksana dilapangan. Dengan diberikannya informasi secara jelas, kader dapat mengetahui dan paham apa yang harus dikerjakan dalam mengatasi permasalahan kesehatan lansia [9]. Seperti memberikan penanganan kesehatan dasar, wawasan pola hidup sehat hingga mengatasi permasalahan emosional lansia. Kegiatan ini untuk melakukan pencegahan, pengobatan, perawatan hingga pembinaan kepada lansia [10].

Konsistensi

Konsistensi merupakan proses komunikasi bersifat tetap sehingga berjalannya kegiatan dan komunikasi yang diberikan tidak beruba-ubah agar pelaksana kebijakan mampu melaksanakan secara tepat [11] . Para pelaksana program bina keluarga lansia berusaha konsisten dalam menyampaikan informasi maupun memberikan pelayanan secara optimal terbukti dengan adanya penetapan jadwal agar terselenggarakannya kegiatan secara teratur. Selain itu tenaga medis dan kader dapat melakukan pemeriksaan melalui kunjungan rumah untuk memberikan pengobatan hingga perawatan [12]. Dalam hal ini, konsisten program bina keluarga lansia dalam pelaksanaanya jika ditemukan pasien terkena penyakit komplikasi yang lebih serius, dirujuk ke Puskesmas Driyorejo. Untuk diberikannya penanganan yang membutuhkan alat lebih canggih. Pemeriksaan untuk lansia yang dirujuk ke Puskesmas tidak di pungut biaya, hanya membawa KTP sebagai ketentuannya. Setelah itu, para lansia melakukan perawatan kesehatan melalui ponkesdes atau kunjungan rumah hingga sembuh. Berikut gambar pemeriksaan kesehatan lansia melalui perawatan pada saat kunjungan rumah yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Gambar 2. Perawatan Lansia di Desa Mulung

Kesimpulan

Kondisi kesehatan para lansia di Desa Mulung dengan adanya program bina keluarga lansia berupaya melaksanakan perbaikan. Dengan adanya program BKL dapat membantu para lansia dan keluarga yang memiliki lansia tidak merasa membebani dan terbebani. Selain itu dengan adanya program ini dapat meningkatkan rasa kemanusiaan bagi masyarakat Desa Mulung. Hal ini sesuai dengan indikator yang digunakan oleh penulis yaitu dimensi komunikasi terdiri dari proses transmisi yang dilakukan oleh perawat pelaksana dan kader kepada masyarakat serta para lansia sudah sesuai, yakni ditransmisikan kepada keluarga yang memiliki lansia dan keluarga yang seluruhnya lansia itu sendiri. Melalui penyampaian secara langsung dan tidak langsung. Sedangkan kejelasan informasi disampaikan serta dimengerti oleh penanggung jawab di puskesmas, tenaga medis pelaksana di desa dan para kadernya. Konsistensi para pelaksana program BKL dapat melaksanakan secara tepat sesuai dengan jadwal yang ditentukan hingga memberikan penanganan secara tuntas. Apabila menemukan lansia yang mengalami permasalahan cukup berat maka akan dirujuk ke puskesmas.

Adapun saran yang diberikan penulis yaitu dibutuhkan sosialisasi secara rutin setiap satu bulan sekali diruang lingkup terkecil setiap (RT). Agar program BKL bisa tepat sasaran untuk menjadikan keluarga yang memiliki lansia lebih termotivasi untuk menciptakan suasana nyaman di dalam keluarga. Selain itu masyarakat bisa lebih meningkatkan kesehatan sejak dini untuk mempersiapkan kondisi di masa tua agar tidak membebani keluarga.

References

  1. BBKBN, Modul Bina Keluarga Lansia, Medan : Jakarta, 2010.
  2. BKKBN, Pedoman Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia, Medan : Jakarta , 2010 .
  3. B. P. S. P. J. Timur, Profil Penduduk Lanjut Usia Provinsi Jawa Timur, Jawa Timur : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur , 2019.
  4. B. P. S. J. Timur, Profil Penduduk Lanjut Usia Provinsi Jawa Timur, Jawa Timur : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2018 .
  5. B. Winarno, Kebijakan Publik : Teori, Proses dan Studi Kasus, Yogyakarta: CAPS, 2014.
  6. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Bandung: CV. Alfabeta, 2018.
  7. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2009.
  8. A. Azrul, pengantar administrasi kesehatan kedua, Jakarta: PT Binarupa Aksara, 1998.
  9. E. Z. L. A. d. T. Winarni, “Mendorong Partisipasi Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam Mewujudkan Tujuh Dimensi Lansia Tangguh di Desa Sumbersari, Moyudan, Sleman,” Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, Vol. 3, No. 2, Maret 2018, p. 131, 2018.
  10. D. A. T. S. Muhayati, “Aktivity Daily Living : Studi Lanjut Usia Di Bina Keluarga Lansia Posyandu Cempaka Kabupaten Ngawi,” ISBN : 978-602-5612-35-4, p. 223, 2018.
  11. D. Mulyadi, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik : Konsep dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik, Bandung: Alfabeta, 2015.
  12. R. S. Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Sleman: Salemba Medika , 2008.