Abstract

Street vendors in the Gading Fajar housing area are increasingly crowded, making the atmosphere of Sidoarjo Regency increasingly narrow and hot. Taking into account these conditions, the Sidoarjo Government has taken action in the form of temporary transfers for street vendors which are expected to overcome these problems. This study aims to describe the implementation of street vendors' policies in Sidoarjo Regency. This research is a qualitative descriptive study using purposive sampling technique in determining informants. The economic impact of the presence of street vendors in the Gading Fajar Residential Area in terms of income, the majority decreased by almost 50% if selling on weekdays for street vendors in the field. In terms of business development, because the location has not been designated as a relocation location by the government, the empowerment of the Gading Fajar street vendors is still not possible. Meanwhile, in terms of business capital, the government has also not been able to provide assistance or loan recommendations to street vendors who need additional capital for businesses or wholesalers because they are still considered as illegal street vendors.

Pendahuluan

Setiap negara akan melaksanakan usaha-usaha pembangunan terutama oleh negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Usaha-usaha pembangunan tersebut dilakukan dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya, memperbaiki taraf hidup sehingga mendapat tempat di antara negara-negara yang ada di dunia serta dapat sejajar dengan kedudukan negara-negara maju. Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan tentunya bersifat ekonomi.Dimana pembangunan ekonomi ini dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi dan non-ekonomi (Suryana, 2000:6).

Beberapa tahun terakhir ini, sektor informal di daerah perkotaan Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Menurut para ahli, membengkaknya sektor informal mempunyai kaitan dengan menurunnya kemampuan sektor formal dalam menyerap pertambahan angkatan kerja di kota. Sedangkan pertambahan angkatan kerja di kota yaitu sebagai akibat imigrasi dari desa ke kota lebih pesat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya, terjadi pengangguran terutama di kalangan penduduk usia muda dan terdidik dengan membengkaknya sektor informal di kota (Manning & Effendi, 1995:87).

PKL di kawasan Perumahan Gading Fajar sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Selain tanpa memperhatikan tingkat pendidikan, kemunculan PKL disini dilakukan tanpa mengurus izin atau membayar pajak pada awal berdagang. Kemudahan tersebut juga merupakan faktor penyebab banyaknya PKL di Sidoarjo. PKL menurut penjelasan UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa: Usaha kecil (termasuk PKL) merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam undang – undang.

Bahkan PKL di kawasan Perumahan Gading Fajar, secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Usaha PKL dalam memajukan usahanya terlihat jelas dengan kegigihan mereka dalam mengembangkan usahanya. Jenis usaha PKL yang tergolongdalam jenis usaha kecil sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil seharusnya bisa lebih berkembang dengan tidak mengganggu kelangsungan kegiatan publik. Pada Kenyataannya, keberadaan PKL di Kabupaten Sidoarjo kerap menimbulkan masalah baik bagi pemeritah setempat, para pemilik toko, dan pengguna jalan. Tidak sedikit para pemilik toko dan pengguna jalan, merasa terganggu dengan banyaknya PKL. Hal ini disebabkan karena semakin melebarnya tempat yang digunakan para PKL di kawasan Perumahan Gading Fajar untuk menjajakan dagangannya.

Dalam hal ini pemerintah sudah menghimbau agar sebelah luar trotoar diberi ruang untuk taman, resapan air dan sekaligus sebagai kawasan berdagang PKL dan pada akhirnya semua kesalahan ditujukan kepada PKL di kawasan Perumahan Gading Fajar yang telah memakan ruas jalan dalam usaha menggelar jajanannya. Pedagang Kaki Lima di kawasan Perumahan Gading Fajar yang semakin hari semakin bertambah banyak jumlahnya, tentunya membutuhkan tempat yang memadai untuk menampung semua pedagang kaki lima tersebut. Keberadaan pedagang kaki lima tersebut dipandang masyarakat sangat mengganggu ketertiban dan kebersihan kota.

Adanya PKL di kawasan Perumahan Gading Fajar yang semakin berjubal membuat suasana Kabupaten Sidoarjo semakin sempit dan gerah. Memperhatikan kondisi tersebut, Pemerintah Sidoarjo sudah mengadakan tindakan berupa pemindahan sementara untuk Pedagang Kaki Lima yang diharapkan bisa mengatasi permasalahan PKL tersebut. Keputusan pemerintah untuk memindahkan para Pedagang Kaki Lima di kawasan Perumahan Gading Fajar ke tanah Mahkamah Agung Provinsi Jawa Timur tersebut direspon negatif oleh PKL. Mereka (PKL) merasa cukup dirugikan atas keputusan pemerintah yang dirasa kurang adil untuk mereka. Terbukti dengan tidak seriusnya pemerintahan Sidoarjo dalam menata dan memberdayakan para PKL di wilayah Gading Fajar, Lahan Relokasi yang bermasalah dan tidak strategis sehingga banyak PKL harus gulung Tikar, Penggusuran ke Tempat Relokasi yang belum jelas itu juga tidak di iringi surat pemberitahuan dan Sosialisasi kepada PKL.

Ini juga telah menciderai perda yang telah dibuat tentang penataan dan pemberdayaan PKL pada BAB III Tentang HAK PKL, Pasal 19 (c) mengatakan Mendapatkan Informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan masih berbuat semenah-menah dan tidak memperhatikan nilai kemanusiaan. (Pelaksana, Redaktur. “Penggusuran PKL Gading Fajar, Penerapan Perda Atau Pelangaran HAM?”. (Berita Lima, 2017).

Namun, kebijakan tersebut sudah dibuat dan harus dijalankan oleh para Pedagang Kaki Lima tersebut meskipun sampai saat ini mereka (PKL) belum mendapatkan tempat yang layak untuk berdagang dan belum mendapatkan kepastian yang lebih jelas dari pemerintah kota. Kebijakan pemerintah Sidoarjo tersebut tidak akan berbuah pada isapan jari semata jika seluruh komponen, baik PKL, masyarakat maupun pemerintah berkerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama dan dapat mendatangkan suatu keuntungan bagi PKL, masyarakat maupun pemerintah.

Timbulnya berbagai macam permasalahan yang dihadapi PKL di Kabupaten Sidoarjo tersebut, maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo membuat sebuah kebijakan baru berupa Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan PKL, menjaga ketertiban umum, dan kebersihan lingkungan. Guna mengetahui apakah Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo tentang PKL sudah sesuai dengan konsep kesejahteraan sosial, kebanyakan yang menjadi pedagang di sekitar gading fajar ini adalah para masyarakat urban atau tidak asli berasal dari kota sidoarjo ini. maka dalam penelitian ini, penulis mengambil judul “Analisis Dampak Sosial Ekonomi Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Studi di Kawasan Perumahan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo)”.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ini mengambil studi Analisis Dampak Sosial Ekonomi Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Studi di Kawasan Perumahan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan secara mendalam dengan informan yang sudah ditentukan sebelumnya dan dianggap paling memahami permasalahan yang terjadi pada PKL di Kawasan Perumahan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, sedangkan informan tambahan yaitu Ketua paguyuban pedagang kaki lima (PKL) di Kawasan Gading Fajar, dan masyarakat PKL. Teknik penganalisisan data menggunakan teknik menurut Miles dan Huberman (2014) yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

Kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL yang tertuang pada Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 dan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 23 Tahun 2014. Sebenarnya, lebih memberikan hasil yang positif kepada para PKL karena mereka sudah ada yang mengatur, jika ada ketidaksesuaian antara peraturan dan realitanya, maka Pemerintah bersikap transparan dan terbuka untuk menerimanya. Akan tetapi, dalam penelitian ini menunjukkan bahwasanya PKL yang di Kawasan Gading Fajar belum bisa diimplementasikan kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL, karena adanya izin lokasi yang masih ilegal. Sehingga, pemerintah masih dalam progrma relokasi tempat yang tepat untuk para PKL dan nantinya dapat diimplementasikan kebijakan tersebut. Para PKL tidak menuntut hak yang tinggi kepada Pemerintah, asalkan mereka mendapatkan tempat yang layak, strategis dan banyak pengunjung, karena mereka mencari rezeki sama halnya orang lain pada umumnya.

Keberadaan pedagang kaki lima di sepanjang jalan Perumahan Gading Fajar 2 membuat kawasan menjadi kotor dan macet. Jalanan kawasan perumahan Gading Fajar menjadi tidak tertata atau semrawut. Buktinya adanya kesulitan para warga perumahan untuk sekedar jalan-jalan di sekitar jalan Perumahan dan akses keluar masuk perumahan terhambat karena adanya PKL yang mengelar dagangan di area yang seharusnya bukan tempat untuk berjualan sehingga dapat menggangu. Dampak berikutnya adalah masalah kebersihan. Meskipun sudah diadakan penarikan untuk kebersihan setempat, tetapi hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Pemerintah. Tidak hanya sampah dari bekas makanan saja, tetapi juga peralatan untuk berjualan yang diletkkan di tempat yang tidak semestinya. Disisi lain PKL ini menjadi favorit warga di Sidoarjo untuk berbelanja murah sekaligus hiburan rakyat.

Keuntungan yang diberikan PKL terhadap warga selain harga yang diberikan sangat terjangkau dibanding dengan harga diluaran, jarak dengan rumah dekat sehingga memudahkan dalam hal pemenuhan kebutuhan untuk warga sekitar dan warga dapat pula menghemat bbm. Ternyata warga Gading Fajar ada juga yang ikut serta dalam berjualan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Mereka tidak perlu mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membuka usaha. Oleh karena itu, sektor ini di anggap dapat menciptakan pekerjaan dan mengurangi angka penggangguran saait ini khususnya di Kabupaten Sidoarjo.

Dalam konsep Penataan PKL menurut Sutrisno, et.al (2007:170) berdasarkan tinjauan aspek sosial dan aspek ekonomi yang meliputi pengaturan tentang bertanggung jawab atas kerapian, ketertiban, keindahan, kebersihan, kebersihan dan kesehatan lingkungan, dan keamanan tempat usaha serta adanya kerjasama permodalan. Dalam pandangan ini, PKL yang dipindahkan sementara ke dalam lapangan atau tanah milik MA memiliki kewajiban untuk menjaga tempat dipergunakan tersebut, serta memiliki hak untuk mendapatkan pemberdayaan dari pemerintah. Bahwasanya pemberdayaan PKL diharapkan membawa dampak yang positif terhadap aspek sosial dan perekonomian PKL. Sinaga (2004:134) menjelaskan bahwa dampak sosial ekonomi dapat dilihat dari sisi positif dan negatif. Dari pandangan ini, pemindahan sementara dari PKL di kawasan Gading Fajar ini dapat dirasa lebih nyaman untuk PKL karena dapat terlihat lebih rapi karena stand mereka sudah tertata dengan baik. Tetapi dampak negatifnya untuk masyarakat sekitar perumahan Gading Fajar mereka tidak dapat menggunakan fasum yang seharusnya bisa mereka gunakan.

Dari segi keamanan, pembeli juga dikenakan retribusi parkir yang sebelumnya tidak ada di lokasi tersebut. Terlebih lagi lahan yang digunakan untuk parkir masih dipinggir jalan dan rawan terjadinya kecelakaan. Lahan parkir yang belum memadai membuat pembeli yang singgah dilokasi tersebut masih menggunakan bahu jalan. Faktor keamanan juga sangat berpengaruh pada minat pengunjung yang hendak singgah ke lokasi tersebut. Apabila parkir dikelola dengan baik akan memberikan rasa aman terhadap pembeli. Memanfaatkan lahan parkir yang ada akan mengurangi resiko terjadinyak ecelakaan akibat parkir di bahu jalan.

Dampak ekonomi akibat pemindahan sementara meliputi tingkat pendapatan, pengembangan usaha dan termasuk modal usaha PKL. Dalam segi pendapatan, setelah dipindahkan pendapatan PKL yang mereka peroleh masih belum maksimal didapatkan dan mayoritas pendapatannya dapat menurun. Dalam pandangan ini, lokasi yang saat ini ditempati oleh PKL kurang adanya pengelolaan dari pemerintah. Dalam temuan di lapangan, terlihat pada musim hujan masih nampak genangan air bahkan banjir karena saluran pembuangan air yang masih tersumbat dan tidak lancar sehingga para PKL banyak yang mengeluh dengan keadaan ini. Selain itu, menyebabkan para PKL kembali berdagang di trotoar dan bahu jalan sehingga dapat mengakibatkan kemacetan bagi pengguna jalan yang akan melewati jalan lingkar barat.

Perbedaan peningkatan pendapatan antara PKL ini jelas mengidikasikan bahwa masyarakat/pembeli masih lebih senang, lebih enak membeli secara praktis pada PKL. Padahal PKL yang berjualan di bahu jalan jelas sudah dilarang dalam Peraturan daerah Nomor 10 Tahun 2013 Kabupaten Sidoarjo. Untuk itu, pemeritah juga diharapkan mampu mensosialisasikan pembeli agar tidak membeli ditempat-tempat yang dilarang oleh peraturan. Sehingga masyarakat juga ikut serta dalam menjaga ketertiban dan tatanan kota secara berkala.

Untuk modal usaha, tawaran bantuan permodalan belum pernah PKL Gading Fajar dapatkan dari Diskoperindag Sidoarjo. Penyebabnya adalah para PKL di Gading Fajar masih banyak yang belum memiliki Tanda Daftar Usaha sebagai syarat untuk mengajukan bantuan modal usaha. Padahal bantuan permodalan ini sangat diharapkan oleh PKL untuk dapat lebih mengembangkan usahanya seta kemampuan yang mereka miliki untuk membuat sesuatu, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Dampak Sosial Ekonomi Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Studi di Kawasan Perumahan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo) adalah Dampak sosial dari keberadaan PKL di Kawasan Perumahan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo dari segi keamanan masih belum sepenuhnya terjaga dan aman bagi para pembeli. Dalam segi kenyamanan PKL lebih senang berjualan di luar lapangan atau trotoar karena mereka merasa disana pengunjungnya lebih banyak. Dalam segi kebersihan masih terlihat kumuh karena lokasi yang secara pandangan mata harus indah, meskipun ada retribusi untuk kebersihan dari RW sekitar perumahan.tetapi hal itu tidak dapat menjamin PKL bisa ikut merawat dan menjaganya karena masih banyaknya tanaman sekitar perumahan yang rusak akibat adanya PKl tersebut. Dampak Ekonomi dari keberadaan PKL di kawasan Perumahan Gading Fajar dari segi pendapatan mayoritas menurun hampir 50% jika berjualan di hari kerja untuk para PKL yang ada di dalam lapangan. Dalam segi pengembangan usaha, dikarenakan lokasi tersebut belum ditetapkan sebagai lokasi relokasi oleh pemerintah sehingga pemberdayaan terhadap PKL Gading Fajar masih belum dapat dilakukan. Sedangkan dari segi modal usaha pemerintah juga belum dapat memberikan bantuan atau rekomendasi pinjaman kepada para PKL yang membutuhkan tambahan modal untuk usaha atau kulakan karena mereka masih dianggap sebagai apara PKL yang liar.

References

  1. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah
  2. Tanto. (2017). Penggusuran PKL Gading Fajar, Penerapan Perda Atau Pelangaran HAM. https://beritalima.com/penggusuran-pkl-gading-fajar-penerapan-perda-atau-pelangaran-ham/
  3. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2016 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL
  4. Miles,M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press, 2014.
  5. Peraturan Bupati No. 23 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL
  6. Sutrisno, B. et al. (2007). Pola penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Surakarta Berdasar Paduan Kepentingan PKL, Warga Masyarakat, dan Pemerintah Kota. Jurnal Penelitian Humaniora: 8(2)
  7. Sinaga, S. (2004). Dampak sosial kebijakan pemda dki jakarta tentang relokasi pedagang kaki lima di lokasi binaan studi kasus di lokasi binaan paal merah jakarta pusat. Jakarta: Universitas Indonesia.
  8. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 10 Tahun 2013 tentang Ketentraman dan Ketertiban umum