Abstract

This study aims to analyze and describe the role of the Village Government in the management of Coban Binangun tourism objects in Plintahan Village, Pandaan District, Pasuruan Regency.  This research is a qualitative descriptive research using purposive sampling informant determination technique.  Data collection techniques through interviews, observation and documentation.  The data analysis technique uses the Analysis Interactive Model from Miles and Huberman which consists of four components, namely data collection, data reduction, data presentation and drawing conclusions. The Village Government plays a good role in providing facilities to all parties (Pokdarwis and the Community) in mutual cooperation activities to improve the infrastructure needed for Coban Binangun such as parking lots for motorbikes, toilets and for the benefit of tourists who come to visit Coban Binangun tourism objects, the Village Government only  providing facilities in the form of funds only, there is no provision of facilities such as guidance and training on tourism, both its development and management for Pokdarwis and the Plintahan Village Community. The village government also invites the community and all related parties to participate in cooperation in the management of the Coban Binangun tourism object, but so far there has been no private party or private investor who has participated in the management of this tourism object

Pendahuluan

Sebuah Negara pasti memiliki potensi sumber daya alam mulai dari keanekaragaman hayati, peninggalan sejarah, budaya atau pariwisata. Menurut Wahab[1], pada negara berkembang seperti Indonesia memiliki potensi pariwisata yang baik, pariwisata dapat dijadikan sebagai kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan likuiditas keuangan Negara dalam waktu yang lebih singkat daripada sektor produksi lain seperti pertanian dan industri. Melimpahnya sumber daya alam dapat dikelola dengan baik sehingga dapat berdampak positif bagi semua pihak baik dari pemerintah maupun juga masyarakat sekitar. Dengan banyaknya potensi wisata alam atau buatan ini seharusnya mampu menarik minat wisatawan baik dari wisatawan lokal dan mancanegara untuk berwisata di Indonesia. Peningkatan sektor pariwisata ini harus juga diimbangi dengan kenaikan perekonomian masyarakat di sekitar area wisata tersebut. Pengembangan potensi wisata yaitu dengan strategi atau kebijakan yang mendukung kearah kemajuan sektor pariwisata yang telah ditentukan agar bisa menjadi tolak ukur keberhasilan pariwisata indonesia seperti halnya pembangunan desa pada sektor wisata, Pemerintah Desa bisa melakukan pembangunan pada sektor pariwisata jika wilayah tersebut mempunyai obyek wisata. Begitu juga didukung dengan adanya Peraturan menteri dalam negeri nomor 114 tahun 2014 tentang pedoman pembangunan Desa[2], yaitu pelaksanaan pembangunan Desa menutamakan pemanfaatn sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat. Contohnya seperti di Desa Plintahan terdapat Coban Binangun yang terletak di Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.

Sebelumnya kondisi obyek wisata Coban Binangun belum dikelola secara mandiri ataupun formal institusional dari Pemerintah Desa Plintahan sehingga potensi ini belum banyak dikenali wisatawan. Dalam Undang – Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa[3], memiliki poin penting yaitu Desa mempunyai hak – hak lokal berskala desa, artinya Desa memiliki kewenangan mengelola potensi wilayahnya seperti obyek wisata alam untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini Pemerintah Desa sangat berperan penting dalam pengelolaan obyek wisata yang optimal. Menurut I Gede dan Ketut [4], tujuan pengelolaan pariwisata adalah untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pendapatan ekonomi dengan pelayanan kepada wisatawan serta perlindungan terhadap lingkungan dan pelestarian keberagam budaya. Sejauh ini Pemerintah Desa Plintahan sudah berperan memberikan fasilitas penunjang lain dalam mengembangkan dan mengelola obyek wisata coban Binangun seperti melakukan revitalisasi area Coban Binangun dengan melakukan kegiatan pembersihan di sekitar area, serta membuat fasilitas penunjang yang dibutuhkqn seperti akses jalan, meskipun akses jalannya belum optimal, lahan parkir untuk sepeda motor, kamar mandi untuk bilas, gazebo untuk tempat duduk wisatawan dan papan penunjuk jalan, Pada tahun 2020, Pemerintah Desa Plintahan juga sudah menyediakan dana untuk melakukan kegiatan revitalisasi Coban Binangun, tetapi ditengah perjalanan terkendala dengan adanya pandemi Covid-19 yang membuat dana tersebut difokuskan untuk penanganan Covid-19 di Desa Plintahan, jadi ada beberapa sarana dan prasarana yang belum ada serta belum terpenuhi. Kemudian pada tahun 2021, Pemerintah Desa Plintahan kembali memberikan anggaran untuk pembangunan Coban Binangun, seperti yang tercantum ada APBDes tahun 2021.

BIDANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA 540.023.000
Sub Bidang Pendidikan 76.500.000
Sub Bidang Kesehatan 132.527.500
Pembangunan Pavingisasi Ngadilegi Utara 104.672.600
Pembangunan Gorong-Gorong Mlaten 12.821.300
Pembangunan TPT Kwangen 33.509.300
Pembangunan TPT Ngadilegi Utara 26.967.200
Pembangunan TPSS Ngadilegi Utara 35.289.000
Pembangunan Pipanisasi Ngadilegi Selatan 67.932.000
Pembangunan Infra Coban Binangun 49.704.100
Table 1.APBDes Plintahan tahun 2021Sumber : Pemerintah Desa Plintahan , 2021

Berdasarkan tabel diatas, pada bidang pelaksanaan pembangunan Desa terdapat pembangunan infra Coban Binangun, artinya Pemerintah Desa Plintahan sudah menyediakan anggaran untuk infrastruktur yang dibutuhkan pada obyek wisata tersebut, tetapi dana yang disediakan masih kurang untuk pembangunan coban binangun, bukan tanpa alasan dengan adanya Dana ini semua kegiatan atau keberlangsungan Coban Binangun dapat berjalan. Peran dari Pemerintah Desa Plintahan terhadap pengelolaan obyek wisata sangat dibutuhkan karena Pemerintah Desa Plintahan mempunyai kedudukan atau status untuk mengelola potensi yang ada sebagaimana tugasnya dalam melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Semua peranan ini sangat diperlukan agar dapat menggerakkan kemandirian, Pemerintah Desa diharapkan mampu memaksimalkan potensi yang ada sebagaimana sesuai dengan kedudukannya atau tugasnya, seperti potensi pasar Desa, Pengelolaan tanah Desa dan Pariwisata Desa. Hal ini dapat menumbuhkan sumber pendapatan Desa sehingga kesejahteraan masyarakat bisa

meningkat. Sedangkan pada pengelolaan anggaran, Pemerintah Desa memiliki kebebasan untuk mengalokasikan anggaran penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan Desa sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatan Operasional dalam pengelolaan obyek wisata Coban Binangun sangat diperlukan adanya peran dari Pemerintah Desa dan keterlibatan masyarakat sekitar untuk memajukan pembangunan Desa, terkait adanya infrastruktur Desa secara tidak langsung juga akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perekonomian masyarakat Desa.

Namun pada kenyataannya Pemerintah Desa Plintahan belum berperan secara optimal karena belum melakukan pemerataan pembangunan terhadap obyek wisata coban binangun seperti akses jalan yang belum sempurna dan lahan parkir untuk mobil dan bus belum ada kemudian Keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan belum ada seperti jaminan asuransi jika terjadi kecelakaan dilokasi tersebut, di setiap tempat wisata alam keamanan dan kenyamanan wisatawan selalu diutamakan. Seharusnya dalam hal ini, peran pemerintah Desa Plintahan sebagai Fasilitator yaitu menyediakan segala fasilitas yang mendukung bagi pelaksanaan pembangunan, fasilitasi tidak hanya dapat di artikan sebagai pemberian dana atau sarpras, namun juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara berkelanjutan contohnya seperti pelatihan. Sejauh ini Pemerintah Desa Plintahan memberikan pelatihan terkait obyek wisata kepada Pokdarwis hanya sekali saja kemudian tidak ada lanjutan lagi misalnya tentang pelatihan terkait pengembangan dan pengelolaan obyek wisata. Kemudian Pemerintah Desa Plintahan harus berperan memberikan pendampingan kepada Pokdarwis selaku pihak pengelola obyek wisata agar kedepannya dapat melakukan evaluasi untuk menentukan arah kegiatan yang akan di ambil selanjutnya, contohnya promosi melalui pemanfaatan teknologi. Namun yang terjadi tidak ada promosi melalui media sosial, seharusnya kegiatan ini harus berjalan agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang obyek wisata coban binangun.

Metode

Judul Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong [5], mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Fokus Penelitian ini yaitu Peran Pemerintah Desa Plintahan sebagai Fasilitator dalam pengelolaan obyek wisata Coban Binangun di Desa Plintahan, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini berpacu apda Indikator peran Pemerintah menurut Pitana dan Gayatri [6] sebagai Fasilitator, Motivator dan Dinamisator. Lokasi penelitian ini di Desa Plintahan terkait dengan peran Pemerintah Desa dalam pengelolaan obyek wisata Coban Binangun. Teknik penentuan informan yang digunakan yaitu teknik Purposive Sampling, menurut Sugiyono [7], Purposive sampling adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini sebagai informan yaitu Kepala Desa Plintahan, Sekretaris Desa Plintahan, Pokdarwis Desa Plintahan dan Masyarakat Desa Plintahan. Jenis data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Analysis Interactive Model dari Miles dan Huberman yang terdiri pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi.[8]

Hasil dan Pembahasan

Desa Plintahan terdapat obyek wisata alam yaitu coban atau air terjun yang hanya ada satu – satunya di Kecamatan Pandaan, coban tersebut bernama Coban Binangun yang di kelola oleh Pemerintah Desa Plintahan. Sejauh ini Pemerintah Desa Plintahan telah melakukan pembangunan yaitu dengan revitalisasi obyek wisata Coban Binangun seperti melakukan pembersihan disekitar area dan membentuk Pokdarwis atau Kelompok Sadar Wisata yang terdiri dari warga-warga desa Plintahan serta melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Coban Binangun. Pengelolaan obyek wisata ini merupakan salah satu usaha memanfaatkan potensi pariwisata untuk kepentingan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat agar bertujuan untuk meenciptakan pertumbuhan ekonomi dan menaikkan pendapatan ekonomi bagi masyrakat sekitar, jika dibiarkan begitu saja maka akan terbengkalai dan tidak terurus. Coban binangun memiliki ketinggian sekitar 45 meter dari puncak bukit, kemudian terdapat juga beberapa fasilitas yang bisa digunakan oleh wisatawan seperti kamar mandi, ruang ganti atau bilas, warung makanan dan minuman. Untuk menuju ke lokasi Coban Binangun harus melalui jalan setapak yang curam kurang lebih 400 meter dari pintu masuk. Peran dari Pemerintah terhadap pengelolaan obyek wisata sangat dibutuhkan karena Pemerintah mempunyai kedudukan atau status untuk mengelola atau membangun potensi yang ada di wilayahnya sebagaimana tugasnya dalam melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Menurut Rahardjo Adisasmita [9], pembangunan Desa menerapkan prinsip-prinsip transparansi, partisipatif, dapat dinikmati masyarakat, dapat dipertanggungjawabkan dan berkelanjutan.

Peran Sebagai Fasilitator

Dalam hal ini peran Pemerintah Desa sebagai fasilitator yaitu pihak yang memberikan bantuan dan menjadi narasumber yang baik untuk berbagai permasalahan yang dihadapi serta memberikan fasilitas terkait obyek wisata Coban Binangun dengan memberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses pelaksanaannya sehingga pengelolaan obyek wisata Coban Binangun dapat berjalan dengan lancar, seperti menyediakan segala fasilitas yang mendukung bagi pelaksanaan pembangunan obyek wisata, fasilitasi tidak hanya dapat di artikan sebagai pemberian sarana dan prasarana, namun Pemerintah Desa harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara berkelanjutan kepada Pokdarwis yang sifatnya mendorong agar mereka dapat merencanakan, membangun dan mengelola sendiri. Pemerintah Desa juga perlu mendorong pihak lain yang berkompeten dalam pembangunan pariwisata serta memberikan fasilitas koordinasi, namun belum ada pihak swasta atau pihak lain yang ikut terlibat atau turut serta. Menurut Bambang Sunaryo [10], prinsip dari penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik pada intinya adalah koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan yang ada antara Pemerintah, swasta atau industri pariwisata dan masyarakat setempat. Pemerintah Desa juga memfasilitasi dengan membentuk Pokdarwis yang merupakan salah satu unsur pemangku kepentingan yang berasal dari masyarakat yang memiliki peran strategis dalam mengembangkan serta mengelola potensi kekayaan alam yang dimiliki suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata. Peran dari Pokdarwis adalah sebagai penggerak sadar wisata dan Sapta Pesona di lingkungan daerah wisata, Berikut ini merupakan dokumentasi acara pembentukan Pokdarwis Desa Plintahan.

Gambar 3.1 Rapat Pembentukan Pokdarwis

Sumber : Hasil olah Penulis (2021)

Berdasarkan gambar 3.1, acara pembentukan Pokdarwis di selenggarakan oleh Pemerintah Desa Plintahan pada tanggal 23 Januari 2020 bertempat di Balai Desa Plintahan dan dihadiri oleh perwakilan – perwakilan dari lembaga yang berada dibawah Pemerintah Desa. Kemudian Pemerintah Desa juga memberikan fasilitas berupa dana pembangunan dan sarana prasarana yang di butuhkan untuk Coban Binangun, awalnya Dana tersebut difokuskan itu pengembangan dan pengelolaan obyek wisata, tetapi kemudian muncul covid-19, jadi sarana prasana yang tersedia atau sedang dibangun belum sepenuhnya selesai karena dana tersebut digunakan untuk penangganan covid-19 di Desa Plintahan. Beberapa sarana dan prasarana yang sudah dibangun di antaranya yaitu lahan parkir untuk sepeda motor, toilet umum atau kamar bilas, gazebo untuk tempat duduk wisatawan dan akses jalan menuju lokasi Coban Binangun. Berikut ini merupakan gambar sarana dan prasarana fisik pada obyek wisata Coban Binangun

Gambar 3.2 Toilet Coban Binangun

Sumber : Hasil olah Penulis (2021)

Berdasarkan gambar 3.2, toilet ini dibangun secara gotong royong oleh Pokdarwis dan masyarakat Desa Plintahan dan terletak di area Coban Binangun. Dana atau anggaran yang digunakan untuk membangun toilet ini berasal dari Pemerintah Desa Plintahan, Kemudian ada juga loket masuk Coban Binangun, seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3.3 Loket Masuk Coban Binangun

Sumber : Hasil olah Penulis (2021)

Berdasarkan gambar 3.3 loket masuk ini terletak di pintu masuk Coban Binangun yang digunakan untuk menarik biaya tarif masuk kepada wisatawan dengan biaya masuk 5000 rupiah untuk satu orang pengunjung. Selanjutnya ada juga gazebo yang terletak di area Coban Binangun

Gambar 3.4 Gazebo Coban Binangun

Sumber : Hasil olah Penulis (2021)

Berdasarkan gambar 3.4, pembangunan gazebo diharapkan dapat digunakan oleh wisatawan untuk tempat duduk atau tempat berteduh sembari menikmati pemandangan keindahan alam di Coban Binangun. Selain fasilitas – fasilitas tersebut, ada salah satu fasilitas yang belum terselesaikan yaitu kondisi jalan menuju Coban Binangun karena untuk saat ini akses jalan sangat membahayakan terutama saat musim hujan karena licin. Kemudian lahan parkir untuk mobil dan bus belum ada, saat ini yang tersedia hanya parkiran motor. Pada dasarnya peran Pemerintah Desa Plintahan sebagai fasilitator yaitu telah membangun dan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana dalam hal pengembangan dan pengelolaan Coban Binangun. Beberapa sarana dan prasarana yang dibangun di antaranya yaitu :

No Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Tempat Parkir Sepeda Motor 1
2 Kamar Mandi 2
3 Kamar Bilas 1
4 Warung Makanan dan Minuman 4
5 Gazebo 2
6 Loket Masuk 1
7 Tempat Parkir Mobil dan Bus -
Jumlah 11
Table 2.Daftar Sarana dan Prasarana Fisik Obyek Wisata Coban BinangunSumber : Hasil Olah Penulis, 2021

Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan bukti adanya peran Pemerintah Desa sebagai fasilitator dalam memberikan fasilitas terkait sarana dan prasarana fisik untuk mendukung pengembangan obyek wisata Coban Binangun, tetapi masih terdapat beberapa sarana dan prasarana fisik yang belum ada yaitu lahan parkir untuk mobil dan bus. Kemudian upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dalam memaksimalkan masing-masing fasilitas fisik tersebut yaitu dengan menjaganya atau memelihara bersama-sama dengan Pokdarwis dan masyarakat Desa Plintahan.

Hasil penelitian di lapangan, menunjukkan bahwa peran Pemerintah Desa sebagai fasilitator telah dijalankan, namun hanya berupa pemberian dana saja, padahal masih banyak peran yang harus dilakukan oleh Pemerintah Desa seperti Pokdarwis mengharapkan adanya bimbingan, pelatihan, pendampingan terkait pengembangan dan pengelolaan obyek wisata. Hal ini membuat Pokdarwis binggung hal apa saja yang akan di lakukan selanjutnya untuk pengelolaan obyek wisata ini. Kemudian belum adanya regulasi yang keluarkan oleh Pemerintah Desa terkait Coban Binangun, seharusnya hal ini sangat di perlukan karena dalam otonomi daerah, Pemerintah Desa diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya atau wilayahnya sendiri. Maka dari itu diperlukan Peraturan Desa untuk memaksimalkan implementasi kewenangan tersebut, penyusunan Peraturan Desa bukanlah sebuah kegiatan yang dilaksanakan sekedar untuk memenuhi tugas yang diemban oleh Kepala Desa tetapi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada serta bermanfaat. Kemudian fasilitas tidak hanya dapat di artikan sebagai pemberian sarpras ataupun dana, namun juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara berkelanjutan contohnya seperti pelatihan kepada Pokdarwis. Pemerintah Desa Plintahan memberikan pelatihan tentang pengelolaan obyek wisata kepada Pokdarwis hanya sekali kemudian tidak ada lagi bimbingan pelatihan lanjututan misalnya tentang bimbingan teknologi terkait promosi tempat wisata melalui media sosial atau bimbingan pelatihan terkait kegiatan atau event. Pokdarwis ini sangat membutuhkan sekali adanya bimbingan teknis atau pelatihan terkait bagaimana cara pengembangan atau pengelolaan sebuah obyek wisata agar nantinya dapat di implementasikan pada obyek wisata Coban Binangun. Pemerintah Desa juga harus sering-sering berinteraksi degan masyarakat seperti halnya mengerakkan masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Menurut Luebben [11], pariwisata pedesaan menjadi tonggak bagi perkembangan dan penguatan aktivitas kerajinan dan basis perkembangan sektor jasa sehingga di kawasan pedesaan muncul mata pencaharian yang beragam.

Kesimpulan

Kesimpulan ini berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan Peran Pemerintah Desa sebagai fasilitator dalam pengelolaan obyek wisata Coban Binangun yaitu Pemerintah Desa berperan baik dalam memberikan fasilitas kepada semua pihak (Pokdarwis dan Masyrakat) dalam kegiatan gotong royong memperbaiki infrastruktur yang dibutuhkan untuk Coban Binangun seperti tempat parkir untuk sepeda motor, toilet, gazebo, warung makanan dan untuk kepentingan para wisatawan yang datang berkunjung ke obyek wisata Coban Binangun, Pemerintah Desa hanya memberikan fasilitas berupa Dana saja, tidak ada pemberian fasilitas seperti bimbingan dan pelatihan tentang pariwisata baik itu pengembangan dan pengelolaannya bagi Pokdarwis dan Masyarakat Desa Plintahan. Kemudian Pemerintah Desa juga berperan dalam mengajak masyarakat dan semua pihak yang terkait untuk berpartisipasi, bekerjasama, dan bersinergi dalam pengelolaan obyek wisata Coban Binangun, tetapi sampai saat ini belum ada pihak swasta atau investor swasta yang turut serta dalam pengelolaan obyek wisata ini.

References

  1. Wahab, S. (1996). Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: PT. Pertja.
  2. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa
  3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
  4. Pitana, I. G. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: CV Andi Offset.
  5. Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
  6. Pitana, I. G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Yogakarta: CV Andi Offset.
  7. Sugiyono. (2011). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
  8. Miles, M. B. (2007). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode Baru Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohisi. Jakarta: Universitas Indonesia.
  9. Adisasmita, Rahardjo. (2013). Pembangunan Perdesaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  10. Sunaryo, B. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
  11. Damanik, Phil Janianton. (2013). Pariwisata Indonesia antara Peluang dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.