Abstract
Direct Village Cash Assistance, hereinafter abbreviated as BLT Desa, is the provision of cash to poor or underprivileged families in the village to reduce the economic impact due to the Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) pandemic. 3 months. This study aims to analyze communication from the implementation of direct cash assistance. (BLT) in Lebo Village, analyze the obstacles to implementing the Covid-19 Cash Direct Assistance (BLT) policy in Lebo Sidoarjo Village. This research method is descriptive research using qualitative research, sampling technique using purposive sampling technique, data sources used in this study are primary and secondary data. Data analysis used descriptive qualitative analysis. The results of the study concluded that the indicators of Communication, Aspects of Transmission of the delivery of information directly through socialization. The aspect of clarity in the implementation of the Covid-19 BLT program in Lebo Village is the legal basis, among others, from the Instruction of the Minister of Home Affairs Number 3 of 2020, the Consistency Aspect is still not going well, in terms of the schedule for the distribution of the Covid 19 BLT in Lebo Village, it is not consistent with the existing regulations. Apply.
Pendahuluan
Tujuan pertama Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensi harus diakhiri dengan memberantas kemiskinan ekstrim di tahun 2030. Hal ini merupakan tantangan global terbesar dan persyaratan yang sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan. Target SDGs yang terkait kemiskinan antara lain bertujuan mengakhiri kemiskinan ekstrem bagi semua orang di manapun mereka berada. Pada tahun 2030 setidaknya mengurangi separuh proporsi laki-laki, perempuan, dan anak-anak segala usia yang hidup dalam kemiskinan, serta menerapkan sistem perlindungan sosial nasional yang berlaku untuk semua orang, termasuk yang miskin dan rentan [1].
Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan menjadi salah satu agenda utama Pemerintah dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Hal ini telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Menjalankan agenda tersebut, memerlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha (sektor swasta), dan masyarakat. Kemudian Pemerintah menghadirkan program salah satunya bantuan langsung tunai (BLT) bantuan sosial hingga subsidi untuk membantu warga di tengah pandemi Covid-19.
Kasus positif COVID-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai provinsi paling terpapar virus corona di Indonesia. Sampai tanggal 3 November 2020, Indonesia telah melaporkan 418.375 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia dengan 14.146 kematian. Namun, angka kematian diperkirakan jauh lebih tinggi dari data yang dilaporkan lantaran tidak dihitungnya kasus kematian dengan gejala COVID-19 akut yang belum dikonfirmasi atau dites. Sementara itu, diumumkan
349.497 orang telah sembuh, menyisakan 54.732 kasus yang sedang dirawat (Kompas.com, 2 November 2020). Covid ini tidak hanya berdampak pada kesehatan tapi juga berdampak pada perekonomian yang ditandai dengan runtuhnya beberapa perusahaan besar dan pengangguran atau pemutusan hubungan kerja yang dialami oleh banyak masyarakat.
Terhambatnya aktivitas perekonomian secara otomatis membuat pelaku usaha melakukan efisiensi untuk menekan kerugian, Akibatnya, banyak pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya.
Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal adalah sebanyak 34.453 perusahaan dan 189.452 orang pekerja. Dampak lain terkait pandemi Covid 19 yaitu meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2020, padahal dalam kurn waktu 2015 hingga 2019 mengalami penurunan, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik batang dibawah ini :
Berdasarkan gambar 1 perkembangan angka kemiskinan di Indonesia dari tahun 2016-2020 di atas. Dapat dilihat terdapat peningkatan jumlah angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun pada tahun 2016 di Indonesia angka kemiskinan sejumlah 28,01 juta jiwa angka kemiskinan mulai sedikit menurun 0,24 juta jiwa di tahun 2017 menjadi
22,77 % jiwa. Pada tahun 2018 jumlah angka kemiskinan sejumlah 25,95 juta jiwa mulai menurun di tahun 2019
menjadi 24,79 % jiwa, kemudian pada tahun 2020 bertambah 1,63 juta jiwa menjadi 26,42 % jiwa di tahun 2020 dan perkembangan terakhir angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2021 sebesar naik menjadi 27,55 juta jiwa [2]
Berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona. Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus ini menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Sebelumnya, pada kuartal I 2020, BPS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen, turun jauh dari pertumbuhan sebesar 5,02 persen pada periode yang sama 2019 lalu. (Kompas.com. 2 November 2020)
Upaya peningkatan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam penanggulangan Covid 19 yaitu mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan dan melalui Mendagri yaitu Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 3 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Desa melalui APBDes
Dengan adanya desakan ekonomi, maka BLT Dana Desa harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sasaran sehingga perlu didukung data yang valid dan akurat. Oleh karena itu, Buku Panduan Pendataan BLT-Dana Desa ini disusun dengan mengonsolidasikan berbagai regulasi yang menjadi dasar hukum pelaksanaan BLT-Dana Desa untuk membantu desa memahami langkah-langkah teknis pendataan calon penerima bantuan sesuai peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya, proses pendataan pun harus mengikuti protokol kesehatan [3].
Bantuan Langsung Tunai Desa yang selanjutnya disingkat BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di desa untuk mengurangi dampak ekonomi akibat adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) aspek anggaran yaitu Besaran BLT Rp600.000/KPM/bulan selama 3 bulan. Kemudian dianggarkan dalam APBDesa maksimal sebesar 35% dari Dana Desa yang diterima desa atau lebih dari 35% dengan persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota. Pada aspek kriteria penerima yaitu keluarga miskin atau tidak mampu yang berdomisili di Desa bersangkutan; dan tidak termasuk penerima Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja dan yang terakhir aspek Mekanisme BLT Desa yaitu Pendataan calon penerima BLT Desa memperti mbangkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial. Pendataan calon penerima BLT Desa dilakukan oleh Kepala Desa/Tim Relawan Desa dengan pendampingan dari Pemda.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 memerintahkan bupati kepada kepala desa untuk menggeser dana padat karya desa digunakan untuk bantuan sosial covid-19 dan masalah sosial. Karena antara SE Nomor 8 tahun 2020 dari Menteri Desa dan Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 2020 dari menteri dalam negeri berbeda. Selang beberapa minggu kemudian muncul Surat Edaran Menteri Desa Nomor 11 tahun 2020 yang berisi tentang memperkuat Surat Edaran No 8 tahun 2020 tentang padat karya dan dana desa yang bisa digunakan untuk BLT (Bantuan langsung tunai), tetapi yang membuat bingung adalah pada kriteria BLT, dimana dalam poin 1 ada kriteria miskin tetapi bukan karena dampak Covid-19.
Menurut Publikasi CNN Indonesia (9 Oktober 2020) Permasalahan terkait BLT Covid 19 antara lain Rentang kendali pintu antara pemerintah pusat dengan masyarakat masih terlalu jauh. Seharunya pemerintah daerah yang terdekat dari masyarakat diberi kewenangan kendali jangan langsung dari kementerian kepada penduduk, karena itu berbeda dampaknya, seperti yang di desa ada yang dapat dana desa, dan ada yang dapat dana kemensos, padahal hal tersebut berbeda. Karenanya kepala desa menjadi bingung membagikannya, apakah si A dapat dana Kemensos ataukah si A dapat dana desa, karena pilihannya sangat banyak. Data yang diberikan pun tidak valid, seperti data warga yang sudah meninggal, tetapi masih terdaftar mendapatkan bantuan sosial. Selain itu juga ada warga yang sudah pindah rumah, tetapi KTP masih menggunakan alamat yang lama. Karena itu, Kemensos menggunakan data lama, sehingga tidak tepat sasaran kepada warga yang terdampak covid-19. Selain itu adanya pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat setempat yang semula mendapatkan bantuan sosial 250.000 per kepala keluarga dipotong 25.000 menjadi 225.000 perkepala keluarga. Adapun dana BLT yang dikucurkan pemerintah pusat untuk program pengentasan kemiskinan dan pembangunan daerah tertinggal, dijelaskan pada tabel dibawah ini :
Tahun | Dana |
2016 | 47,4 trilliun |
2017 | 58,2 trilliun |
2018 | 64,8 trilliun |
2019 | 67,2 trilliun |
2020 | 77,6 trilliun |
Berdasarkan tabel 1. diatas dapat dijabarkan bahwa penyaluran dana BLT dalam lima tahun terakhir mencapai Rp 315 triliun. Dimulai pada tahun 2016 sebesar 47,4 triliun kemudian selalu mengalami peningkatan hingga tahun 2020 menjacapi 77,6 triliun, meningkat cukup tinggi sebesar 10,4 triliun, hal ini diakibatkan penambahan dana untuk BLT Covid 19.
Adapun permasalahan mengenai Bantuan Langsung Tunai bagi masyarakat terkena dampak covid 19 yaitu sejumlah desa di banyak daerah di Indonesia menghadapi konflik antar pemerintah desa dan masyarakat desa. Bahkan kantor desa menjadi salah satu korban pembakaran masyarakat. Seperti dirilis oleh media online sindonews.com (13 Oktober 2020). Sejumlah warga melakukan aksi demonstrasi di depan kantor desa. Masalah yang diangkat pun terkait tidak tepat sasarannya BLT. Di tengah pandemi Covid-19 ini, permasalahan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin atau diskusi. Salah satu penyebab dua kejadian di atas iyalah kurangnya komunikasi antar pihak pemerintah desa dan masyarakat desa. Padahal, masyarakat seharusnya tidak boleh berkumpul atau melakukan kegiatan ramai-ramai di tengah pandemi ini.
Hal ini lah yang menjadi ancaman bagi ekonomi di Negara Indonesia dimana pertumbuhan ekonomi yang telah mengalami pelambatan ditambah kurangnya laju investasi serta banyaknya pengangguran dan penuhnya kebutuhan medis dalam rangka menanggulangi dampak permasalahan Covid 19 membuat sebuah masalah bari di negeri ini. Sebagai negara yang mendapatkan bonus demografi di tahun ini seharusnya Indonesia mampu membangun ekonomi dengan baik akan tapi bagaimana proses pembangunan tersebut dapat terjadi.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu provinsi yang memiliki penduduk yang padat di Indonesia mengalokasikan bantuan sosial untuk warga Jawa Timur. Untuk lebih jelasnya data keluarga penerima dan dana BLT Jawa Timur tahun 2016-2020 dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini :
Tahun | Keluarga penerima | Dana |
2016 | 1.286.374 | 7,654 trilliun |
2017 | 1.042.382 | 7,552 trilliun |
2018 | 1.055.811 | 7,398 trilliun |
2019 | 1.065.845. | 7,210 trilliun |
2020 | 1.286.374 | 7,644 trilliun |
Berdasarkan data kemenkeu (2020) keluarga penerima BLT pada tahun 2016 di Provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 1.286.374 dengan total dana sebesar 7,654 trilliun, kemudian turun pada tahun 2017 dengan keluarga penerima sebanyak 1.042.382 dengan dana total yang disalurkan sebesar 7,552 trilliun, pada tahun 2018 mengalami penurunan kenaikan sebesar 1.055.811 dengan total dana sebesar 7,398 trilliun, kemudian pada tahun 2019 juga mengalami kenaikan menjadi 1.065.845 keluarga penerima dengan dana sebesar 7,210 trilliun dan terakhir pada tahun 2020 melonjak cukup drastis yaitu 1.286.374 jumlah keluarga penerima dengan dana BLT sebesar 7,644 trilliun.
Penyaluran Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari Dana Desa (BLT-DD) diperpanjang selama 3 bulan hingga September 2020. Perpanjangan waktu BLT DD tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Desa (Permendes) PDTT No. 7 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Permendes PDTT no. 11 tahun 2019. Rincian Kriteria penerima BLT itu di antaranya, belum terdata DTKS dan belum dapat JPS sebanyak 18.967 KPM, lalu kehilangan mata pencaharian sebanyak 10.677 KPM dan mengidap penyakit kronis sebanyak 2.641 KPM.
Menurut Dinsos Kabupaten Sidoarjo, akibat adanya pandemi Covid 19 Sebanyak 5.000 orang warga Sidoarjo yang terkena PHK dan dirumahkan mendapatkan bantuan langsung tunai sebesar 600.000 tiap orang, lebih rinci anggaran yang disiapkan sebesar Rp 3 miliar untuk 5.000 pekerja yang di PHK. Para penerima Datanya sudah dikirim ke Dinsos. Data itu berupa by name by address, KTP Sidoarjo, dan surat Pernyataan Korban PHK/dirumahkan dari Perusahaan/Serikat. Adapun data keluarga penerima dan dana BLT Kabupaten Sidoarjo tahun 2016-2020 dapat dijabarkan pada tabel dibawah ini :
Tahun | Keluarga penerima | Dana |
2016 | 30.000 | 18 milliar |
2017 | 33.000 | 19,8 milliar |
2018 | 35.000 | 21 milliar |
2019 | 39.000 | 23 milliar |
2020 | 48.000 | 28 milliar |
Berdasarkan tabel 4. diatas data keluarga penerima BLT pada tahun 2016 di Kabupaten Sidoarjo yaitu sebanyak 30 ribu keluarga penerima dengan total dana sebesar 18 milliar, kemudian naik pada tahun 2017 dengan keluarga penerima sebanyak 33 ribu dengan dana total yang disalurkan sebesar 19,8 milliar, pada tahun 2018 kembali mengalami kenaikan sebesar 35 ribu keluarga penerima dengan total dana sebesar 21 milliar, kemudian pada tahun 2019 juga mengalami kenaikan menjadi 39 ribu keluarga penerima dengan dana sebesar 23 milliar dan terakhir pada tahun 2020 melonjak cukup drastis yaitu 48 ribu jumlah keluarga penerima dengan dana BLT sebesar 28 milliar. Sejalan dengan pemerintahan daerah kabupaten sidoarjo, salah satu desa yaitu desa Lebo, dana BLT mulai dari 2016-2020 mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat ditampilkan pada tabel dibawah ini
Tahun | Keluarga penerima | Dana (juta) |
2019 | 36 | 48,6 |
2020 | 42 | 120,6 |
Berdasarkan tabel 5 diatas, data keluarga penerima BLT desa Lebo tahun 2019-2020 mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Hal ini dapat dijelaskan pada tahun 2019 sebanyak 36 penerima hingga pada tahun 2020 melonjak menjadi 42 keluarga penerima, khusus pada tahun 2020. Dana BLT diperuntukan juga demi masyarakat yang terdampak selama pandemi Covid -19 ( Virus Corona) Selama 3 Bulan, yaitu sebanyak Rp 600.000/ Bulan/ kepala keluarga ( KK)
Dalam implementasi kebijakan BLT untuk Covid 19 bagi masyarakat warga Desa Lebo yang menerima sebanyak 55 KK yang telah di data oleh pemerintah setempat dan layak untuk menerima bantuan tersebut. Kegiatan penyaluran Bantuan langsung Tunai ( BLT) Dana Desa Tahap 1 di berikan kepada masyarakat yang terdampak selama pandemi Covid -19 ( Virus Corona) Selama 3 Bulan, yaitu sebanyak Rp 600.000/ Bulan/ kepala keluarga (KK), Penerima BST merupakan data yang diperoleh dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Penerima BST syaratnya tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial lain dari pemerintah pusat, seperti Kartu Sembako, Pakat Semabako, BPNT (Bantun Pangan Non Tunai) dan juga tidak terdaftar sebagai penerima program kartu Prakerja.
Adapun perbedaan yang mendasar dari BLT Covid 19 dibandingkan dengan BLT atau bantuan sosial tunai lainnya yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid 19 adalah bantuan yang berasal dari alokasi dana desa pada Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APB Desa) yang akan diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang kehilangan mata pencaharian karena pandemik virus corona atau Covid-19. Jadi ada beberapa keluarga yang memiliki penghasilan, namun terdampak pandemi sehingga menurunkan tingkat perekonomian keluarga tersebut, maka layak mendapatkan BLT ini.
Berdasarkan hasil observasi, permasalahan implementasi penyaluran Bantuan dana desa BLT di Desa Lebo antara lain, masih banyak warga yang belum terdaftar padahal sangat layak mendapatkan bantuan, kemudian pihak verifikasi dan validasi data salah dalam penentuan orang yang menerima bantuan sehingga penerima bantuan tidak tepat sasaran.
Hasil publikasi dari kompas.com (02/07/2020) antara lain, masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan untuk penyaluran BLT dan Bansos. Di antaranya yaitu proses penyaluran masih terlambat, minimnya informasi terhadap penerima bantuan, penerima bantuan tidak tepat sasaran, timbulnya potensi konflik di desa, dan lain sebagainya, hal ini juga dipengaruhi status kepala desa masih sebagai pelaksana tugas (Plt.), sehingga pemerintahan desanya masih kosong atau belum efektif. Padahal salah satu syarat Dana Desa dapat disalurkan ke RKDes adalah desa telah memiliki kepala desa yang definitif. Lebih lanjut masalah verifikasi penerima bantuan yang dilakukan Kemensos juga tak lazim. KPM Program Keluarga Harapan dan Program Sembako perluasan ditetapkan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diberikan ke Dinas Sosial dan Pelaksana Program di daerah serta bank penyalur. Padahal, biasanya verifikasi dan validasi dilakukan sebelum penentuan KPM. Sebelum penentuan KPM akan ada proses data cleansing, pembukaan rekening kolektif di bank penyalur, dan pencetakan Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS).
Masih banyak masyarakat yang memiliki pekerjaan dan penghasilan yang cukup, namun mereka mendapatkan bagian bantuan langsung tunai ini, sedangkan yang tidak berpenghasilan tidak mendaptkan bantuan tersebut membuktikan bahwa adanya ketidak tepatan pemerintah dalam menentukan masyarakat yang berhak menerima bantuan. Selain itu masyarakat yang dapat dikatakan benar-benar sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah malah tidak mendapatkan bantuan. Ini seharusnya menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dan dicarikan solusinya agar bagaimana caranya bantuan dari pemerintah dapat tepat sasaran dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya
Salah satu persoalan klasik adalah soal database. Soal siapa penerima KPM dari dana BLT ini. Baik di level desanya. Kabupaten/kota bahkan sampai ke pusat. Kemudian yang kedua adalah harus dibuat berdasarkan APB-Des. Kita lihat ada beberapa fenomena bahwa ada keterlambatan penetapan APBDes ini. Kemudian yang kedua adalah, ini kan disalurkan secara bulanan Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “AnalisisKomunikasi Dari Implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT)Covid-19 Di Desa Lebo Sidoarjo”
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian deskriptif ialah penelitian yang dilaksanakan untuk mencari tahu nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih dari satu variabel independen tanpa adanya sebuah perbandingan, ataupun mengkaitkan dengan variabel yang lain[4]. Dipilihnya jenis deskriptif ini sebab lebih memberi paparan yang jelas tentang suatu permasalahan yang sedang diteliti
Penelitian kualitatif yaitu Penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah [5]. Penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini agar data yang diperoleh lebih akurat dengan perolehan data melalui wawancara mendalam, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen, alasan lain penggunaan penelitian kualitatif yaitu untuk menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-dalamnya dengan cara pengumpulan data yang sedalam-dalamnya pula, yang menunjukkan pentingnya kedalaman dan detail suatu data yang diteliti terkait Implementasi Kebijakan Program Bantuan Langsung (BLT) Covid-19 di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo.
Terdapat empat variabel yang saling mempengaruhi dalam implementasi kebijakan publik yang meliputi aspek-aspek komunikasi.
Lokasi penelitian ialah suatu tempat atau wilayah dimana penelitian berlangsung atau dilakukan serta untuk mendapatkan sumber informasi ataupun data yang dicari berkenaan dengan rumusan masalah. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo, kemudian situs penelitian ini di Kecamatan Sidoarjo terkait implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19, alasan mengambil lokasi penelitian di Desa Lebo yaitu adanya indikasi permasalahan terkait penyaluran BLT Covid 19 yaitu Masih banyak warga yang belum terdata pada program BLT dan Petugas kurang melakukan pemutakhiran data calon penerima program BLT.
Penentuan informan merupakan hal yang penting, karena menentukan informan yang tepat dapat menghasilkan data yang optimal. Dalam penelitian ini untuk menentukan informan digunakan teknik purposive sampling. Informan dipilihberdasarkanpenilaianyang palingmengetahuiinformasi-informasi dalam permasalahan penelitian. syarat sampling yang penting ialah bagaimana penentuan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi [6]. Dalam menentukan sampel, key informan atau situasi sosial dengan sengaja atau bertujuan lebih tepat dilakukan,yaitu melalui purposive sampling, peneliti. Yang akan menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah para elit pemerintahan itu sendiri, dan pihak terkait Informan-informan terkait sebagai pendukung dalam penelitian ini, antara lain:
No | Informan | Keterangan | Jumlah |
1 | Kepala Desa desa Lebo | Key informan | 1 orang |
2 | Kepala Dinas Sosial Sidoarjo | Informan | 1 orang |
3 | Sekretaris Desa Lebo | Informan | 1 orang |
4 | Kepala Urusan (KaUr) Keuangan Desa Lebo | Informan | 1 orang |
Pada penelitian kualitatif sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain,. Hal ini dikarenakan pada penelitian kualitatif cenderung mengutamakan wawancara dan pengamatan langsung (observasi) dalam memperoleh data [7]. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui dua sumber yakni: Data primer ialah informasi yang didapatkan dari sumber-sumber primer, yaitu informasi yang didapat dari tangan pertama atau narasumber atau informan. Pada penelitian ini, data primer berupa hasil wawancara yang dilakukan kepada informan penelitian terkait yaitu Kepala Dinas Sosial Sidoarjo, Kepala Desa desa Lebo, Perangkat Desa Lebo, dan penerima BLT. Dan Data sekunder Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh tidak secara langsung dari narasumber, tetapi pihak ketiga,. Pada penelitian ini, dara sekunder diperoleh dari data pribadi dan dokumen-dokumen dari lokasi yang diteliti yang meliputi, catatan lapangan hasil observasi pembagian BLT di desa Lebo dan beberapa sumber referensi lainnya.
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data diantaranya wawancara, observasi dan dokumentasi.
a. Wawancara
b. Pengamatan Lapangan (Observasi Lapangan)
c. Dokumentasi
- Jenis Penelitian
- Fokus Penelitian
- Lokasi Penelitian
- Teknik Penentuan Informan
- Jenis dan Sumber Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe analisis kualitatif. dalam analisis kualitatif, data yang ada tidak berbentuk rangkaian angka melainkan berbentuk kata-kata. Data tersebut terdiri dari bermacam-macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, rekaman), namun dalam menganalisis kualitatif yang digunakan ialah kata-kata, yang tersusun kedalam tulisan dengan pemahaman yang luas. Dalam menganalisis data di lapangan ada beberapa tahapan, yaitu [8]:
- Pengumpulan data
- Reduksi data
- Penyajian data
- Penarikan kesimpulan dan verifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bantuan Langsung Tunai Covid 19 adalah bantuan uang kepada keluarga miskin di desa yang bersumber dari Dana Desa untuk mengurangi dampak pandemi COVID-19. Adapun nilai BLT Covid 19 adalah Rp600.000 setiap bulan untuk setiap keluarga miskin yang memenuhi kriteria dan diberikan selama 3 (tiga) bulan dan Rp300.000 setiap bulan untuk tiga bulan berikutnya.
BLT- Covid 19 ini bebas pajak. Jika kebutuhan desa melebihi ketentuan maksimal yang dapat dialokasikan oleh desa, maka Kepala Desa dapat mengajukan usulan penambahan alokasi Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai kepada Bupati/ Wali Kota. Usulan tersebut harus disertai alasan penambahan alokasi sesuai keputusan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus).
Program BLT Covid 19 Desa Lebo bagi yang terdampak Covid-19 yang diserahkan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa. Masing-masing akan mendapatkan Rp600 ribu selama tiga bulan, yaitu April, Mei dan Juni hingga total menjadi Rp1,8 juta.
Dalam implementasi kebijakan BLT untuk Covid 19 bagi masyarakat warga Desa Lebo yang menerima sebanyak 55 KK yang telah di data oleh pemerintah setempat dan layak untuk menerima bantuan tersebut. Kegiatan penyaluran Bantuan langsung Tunai ( BLT) Dana Desa Tahap 1 di berikan kepada masyarakat yang terdampak selama pandemi Covid -19 ( Virus Corona) Selama 3 Bulan, yaitu sebanyak Rp 600.000/ Bulan/ kepala keluarga (KK), Penerima BST merupakan data yang diperoleh dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Penerima BST syaratnya tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial lain dari pemerintah pusat, seperti Kartu Sembako, Pakat Semabako, BPNT (Bantun Pangan Non Tunai) dan juga tidak terdaftar sebagai penerima program kartu Prakerja.
Kriteria penerima BLT- Covid -19 adalah keluarga miskin baik yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun yang tidak terdata (exclusion error) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Tidak mendapat bantuan PKH/BPNT/ pemilik Kartu Prakerja;
- Mengalami kehilangan mata pencaharian (tidak memiliki cadangan ekonomi yang cukup untuk bertahan hidup selama tiga bulan ke depan);
- Mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis;
Implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Terdampak Covid-19 di Desa Lebo Sidoarjo
Implementasi merupakan realisasi dari sebuah kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencapai sasaran kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi yang menjadi faktor keberhasilan dan kegagalan suatu kebijakan. Menurut Edward III dalam Winarno (2016:156) terdapat empat dimensi yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi
Komunikasi menentukan keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan karena melalui komunikasi informasi mengenai kebijakan maupun aksi-aksi dapat tersampaikan kepada semua pihak yang terlibat. Komunikasi sangat menentukan keberhasilan implementasi penyaluran program Bantuan Langsung Tunai Covid 19 hal ini dimulai dari prosedur pemberian bantuan program Bantuan Langsung Tunai Covid 19 yang dimulai dari pendataan yang dilakukan oleh ketua RT masing masing, sosialisasi, validasi sampai pemberian bantuan. Data yang diambil untuk penunjukan warga kurang mampu didapat dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang berada di database pusat yang kemudian diperbarui oleh desa. Maka dari itu, para ketua RT yang memilih dan observasi langsung kepada para warganya yang terdampak secara perekonomian akibat pandemi Covid 19 ini. Data kemudian akan dimusyawarahkan, terus divalidasi dan yang diundang dalam pertemuan awal ini adalah hasil dari koordinasi desa. Agar komunikasi dalam implementasi kebijakan dapat berjalan dengan efektif maka diperlukan adanya transformasi, kejelasan, dan konsistensi dalam proses komunikasi.
Proses penyampaian informasi mengenai penyaluran program Bantuan Langsung Tunai Covid 19 mulai dari komunikasi sebelum program BLT Covid 19 dilaksanakan Pemerintah Desa melaksanakan Musdesus diadakan rapat 2 forum yaitu rapat kerja dan rapat koordinasi bersama instansi, organisasi pemerintah/non pemerintah dan juga adanya sosialisasi ketika program ini dijalankan namun sosialisasi dilakukan hanya terbatas perwakilan masyarakat saja atau tokoh masyarakat mengingat kondisi pandemi Covid-19 tidak mengumpulkan banyak massa. untuk mempublikasikan nama-nama yang terdaftar dalam calon penerima BLT Covid 19 ini lewat pengeras suara, papan informasi di Kantor Desa.
Aspek komunikasi dimulai dengan sosialisasi, yang kali ini dibuka oleh Sekdes dan Kepala Desa. warga yang mendapat undangan pada sosialisasi kali ini sifatnya adalah baru sebagai calon KPM, dan itu artinya selanjutnya akan ada verikasi. Sosialisasi Bantuan Langsung Tunai Covid 19 Desa Lebo yang diadakan di balai desa Lebo dihadiri oleh sekitar 42 peserta. Kami Dengan memberikan bantuan dana untuk masyarakat terdampak secara perekonomian akibat pandemic Covid 19. Sasaran dari program ini yakni keluarga yang terkena dampak langsung usaha maupun pekerjaannya akibat covid ini.
AspekKomunikasi yang terjalin antara ketua RT, RW, sebagai yang mendata warga yang terdampak, kemudian BPD bertugas membahas dan menyepakati melalui musyawarah, perangkat desa pada dasarnya sudah baik dan lancar. Implementasi penyaluran program Bantuan Langsung Tunai Covid 19 di Desa Lebo telah bekerjasama dengan berbagai pihak. Sejak awal implementasi kebijakan penyaluran program Bantuan Langsung Tunai Covid 19 sudah dilibatkan dalam musyawarah, rapat koordinasi, dan sosialisasi. Proses inilah yang merupakan bentuk komunikasi yang dibangun dengan baik dalam implementasi penyaluran program Bantuan Langsung Tunai Covid 19 desa Lebo
Temuan diatas sesuai dengan pernyataan [9] menyatakan bahwa transmisi dalam dimensi komunikasi memiliki pengertian agar informasi mengenai kebijakan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kabijakan namun juga kepada masyarakat. Diperkuat dengan pernyataan [10] menjelaskan bahwa sangat penting untuk menyampaikan ukuran dasar dan tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi. Selain penyampaian informasi, kejelasan juga sangat penting dalam proses komunikasi. Komunikasi yang dilakukan oleh pelaksana maupun kelompok sasaran haruslah jelas agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi antara pembuat kebijakan dengan pelaksana. Sehingga sudah dengan jelas bahwa komunikasi antar pelaksana implementasi berjalan dengan baik
Dimensi komunikasi lainnya yaitu Kejelasan program ini yaitu sudah memiliki dasar hukum antara lain dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Desa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kemudian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/ atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang
BLT Covid 19 ini yaitu bantuan berupa uang kepada sesorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial akibat pandemi Covid 19 sesuai dengan dasar hukum Instruksi Menteri Dalam Negeri kemudian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19).
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa kejelasan bantuan langsung Covid 19 ini diukur dari undang-undang atau peraturan bahwa administrasi kependudukan warga masyarakat yang menerima bantuan, lamanya proses pencairan dana BLT Covid 19 serta prosedur pencairan dana desa telah jelas birokrasinya. Dari proses mekanisme pemutahiran data diatas, telah dijalankan dengan baik sehingga diharapkan dari program ini masyarakat miskin terdampak pandemi virus corona penyebab coronavirus disease 2019 (covid-19) tetap survive, dan senantiasa produktif.
Maka hal ini telah sesuai dengan pernyataan [9] menyatakan bahwa kejelasan dalam komunikasi sangatlah penting agar para pelaksana memahami sasaran kebijakan sehingga menjadi efektif dan efisien. Dalam mencapai keberhasilan implementasi kebijakan, informasi yang disampaikan harus konsisten dan tidak berubah-ubah. Konsistensi dalam proses komunikasi dibutuhkan agar kebijakan yang diambil tidak simpang siur sehingga dapat membingungkan pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terlibat. Dinas sosial berusaha konsisten dalam penyampaian informasi mengenai Program Keluarga Harapan dalam memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat
Selain itu konsistensi informasi juga dilakukan. Instruksi yang diberikan dalam implementasi harus jelas dan konsisten. Jika instruksi yang diberikan sering berubah-ubah maka dapat mengakibatkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. Konsistensi dari implementasinya yaitu Pemerintah Desa Lebo selalu membagikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid 19. Proses pencairannya bertahap dan dimulai dari bulan Juli 2020 hingga desember 2021 atau jika masih berlarut maka sampai selesainya pandemi Covid 19 menurut Dinkes setempat. Setiap bulan kepala keluarga miskin masing-masing mendapatkan Rp.300 ribu
Pada kegiatan Musdesus akan diverifikasi jika terjadi tumpang tindih dengan Bansos lain, baik PKH, Non PKH, BPNT, BST Provinsi, BST Pusat, Bantuan Kabupaten KMS Reguler maupun KMS terdampak pandemi Covid-19. Sehingga yang diajukan bukan karena inisiatif dari desa saja. Lewat forum tersebut, pasti dipikirkan secara matang KPM yang akan menerima. Jangan sampai ada dobel penerima, kemudian dilakukan verifikasi, sebelum ditetapkan dalam Musdesus, Karena Musdesus sebagai salah satu alat kontrolnya. Setiap penyaluran tetap melibatkan Babinsa, Bhabinkamtibmas, BPD, DPMD, dan teknis penyaluran tetap mematuhi protokol kesehatan. terdapat Sembilan tahapan penyaluran BLT Covid 19 di Desa Lebo, dimulai pada bulan juni tahun 2020 hingga data terakhir pada bulan November 2021, Adapun dalam penyalurannya tidak sebulan sekali sesuai yang tercantum pada Peraturan dari Kementrian desa, namun dari dana yang cair dari pusat
Berdasarkan temuan diatas dapat diketahui bahwa konsistensi komunikasi implementasi penyaluran BLT Covid 19 di Desa Lebo masih belum berjalan dengan baik, dari segi jadwal penyaluran BLT Covid 19 di Desa Lebo tidak konsisten dengan peraturan yang berlaku. untuk penyaluran BLT Covid di Desa Lebo ini semestinya tiap bulan, namun pada kenyataannya memang menurut dana cair dari kementrian desa, hal ini yang menjadikan penyaluran tidak bisa dilakukan tiap bulan tapi kadang 2 -3 bulan sekali baru cair menunggu dana turun dari pusat
Hal ini tidak sesuai dengan teori implementasi [9] menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mendukung implementasi kebijakan yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsung efektif, maka informasi selama pelaksanaan harus disampaikan dengan konsisten dan jelas. Diperkuat dengan pernyataan Meter dan Horn dalam Winarno (2016:144) menjelaskan bahwa implementasi akan berjalan efektif bila komunikasi mengenai tujuan dan sasaran disampaikan dengan konsisten.
Masalah yang berhubungan implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 di Desa Lebo Sidoarjo antara lain:
Proses seleksi masyarakat yang didasarkan kepada kriteria yang telah disusun oleh pemerintah desa Lebo dilakukan secara transparan sehingga masyarakat dapat memahami dan memberikan kepercayaan kepada pemerintah desa bahwasanya proses seleksi atau penetapan masyarakat sasaran telah dan akan terus dilakukan secara profesional dan tanpa adanya unsur nepotisme atau keberpihakan kepada sekelompok tertentu.
Sikap yang ditujukan oleh pemerintah desa tersebut disikapi dengan berbeda oleh sebagian masyarakat yang mana adanya masyarakat yang merasa dirinya layak untuk mendapatkan bantuan sosial akan tetapi tidak terdata sebagai masyarakat yang menerima bantuan sosial Covid 19. Hal ini menjadi masalah yang terus berulang berdasar kepada pelaksanaan kebijakan serupa sebelumnya, pemerintah desa Lebo dihadapkan oleh keluhan dan protes dari masyarakat mengenai dirinya yang tidak masuk kedalam masyarakat yang berhak menerima bantuan sosial
Protes masyarakat mengenai pelaksanaan BLT Covid 19juga salah satunya dikarenakan tidak adanya mekanisme pengaduan masyarakat yang mana masyarakat selama ini akan langsung mendatangi Kepala Desa atau aparatur desa, sedangkan dalam aturan pelaksanaan kebijakan BLT Covid 19 belum diatur bagaimana prosedur pengaduan masyarakat dan kepada siapa saja masyarakat dapat mengadukan permasalahan yang ada dalam pelaksanaan BLT Covid 19 sehingga pengaduan tersebut dapat diproses sebagaimana mestinya. Atas dasar tersebut, sikap antisipatif harus terus diupayakan baik itu oleh pemerintah desa yang menyelenggarakan kebijakan BLT Dana Desa.
Berdasarkan beberapa pernyataan dari informan diatas, dapat diketahui bahwa kendala yang belum terselesaikan yaitu masih ada warga yang belum terdata pada program BLT, hal ini diindikasikan karena kurang koordinasi dari RT/RW kepada pihak perangkat desa maupun kurangnya observasi di keluarga-keluarga yang layak mendapatkan bantuan tapi belum terdata
Hasil temuan dilokasi penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh [12] kendala implementasi penyaluran BLT yaitu masih banyak warga yang belum terdata pada program BLT
- Masih banyak warga yang belum terdata pada program BLT
- Proses pencairan dana BLT Covid 19 dari pusat yang terlambat
Lambannya penyaluran BLT Covid 19 disebabkan oleh persoalan data hingga koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Persoalan penyaluran bantuan juga terjadi pada program lain yang termasuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Salah satunya BLT Covid 19 faktor penyebab keterlambatan penyaluran BLT Dana Desa. Padahal, percepatan penyaluran penting untuk perbaikan ekonomi Kalau kita melihat karakter, terutama dari segi kewilayahan, ini juga berpengaruh realisasi ini. Ini yang perlu diperhatikan terutama kenapa BLT ini berjalan lambat. Padahal di situasi sekarang, pandemi ini, akselerasi ini berpengaruh pada program PEN itu sendiri terkait dengan pemulihan ekonomi terutama masyarakat di desa Lebo,.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan uraian diatas mengenai implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT)Covid-19 di Desa Lebo Sidoarjo dan menyandingkan dengan kenyataan di lapangan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
-
Implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT)Covid-19 di Desa Lebo Sidoarjo menurut teori Edward III yaitu
- Indikator komunikasi, Aspek Transmisi penyampaian informasi secara langsung melalui sosialisasi dan. Aspek kejelasan dalam pelaksanaan program BLTCovid-19 di Desa Lebo adalah dasar hukum antara lain dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Di Desa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, hal ini berjalan sesuai dengan prosedur. Aspek Konsistensi implementasi penyaluran BLT Covid 19 di Desa Lebo masih belum berjalan dengan baik, dari segi jadwal penyaluran BLT Covid 19 di Desa Lebo tidak konsisten dengan peraturan yang berlaku. untuk penyaluran BLT Covid di Desa Lebo ini semestinya tiap bulan, namun pada kenyataannya memang menurut dana cair dari kementrian desa.
- Kendala implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 di Desa Lebo Sidoarjo antara lain Masih banyak warga yang belum terdata pada program BLT, kendala yang belum terselesaikan yaitu masih ada warga yang belum terdata pada program BLT, hal ini diindikasikan karena kurang koordinasi dari RT/RW kepada pihak perangkat desa maupun kurangnya observasi di keluarga-keluarga yang layak mendapatkan bantuan tapi belum terdata, kemudian Proses pencairan dana BLT Covid 19 dari pusat yang terlambat
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselesaikannya penulisan skripsi penelitian ini saya sangat mengucapkan terima kasih banyak kepada:
- Seluruh Ibu/Bapak Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang turut memberikan bimbingan serta pengarahan selama penulis sedang melakukan penelitian skripsi dan menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
- Kedua orang tua penulis dan keluarga yang telah memberikan doa, nasihat serta memberikan dukungan terhadap penulis.
- Seluruh teman penulis yang turut memberikan dukungan serta motivasi terhadap penulis selama penulis sedang melakukan penelitian skripsi dan menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
References
- Suharno. (2010). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.
- Agustino, L. (2016). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta.
- Imawan, W, (2008), Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2008, Bappenas, Jakarta
- Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
- Moleong, (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan dua puluh (edisi revisi) Oktober 2007 Remaja Rosdakarya, Bandung
- Bungin. B. (2010). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta
- Sugiarto, E. (2017). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif : Skripsi dan Tesis. Yogyakarta : Suaka Media
- Miles,M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. (2014). Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press.
- Edward III, George C. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional Quarterly Press
- Winarno, B. (2017). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo
- Sihura, Hendrik Kuasa (2021) Analisis Dampak Pemberian Bantuan Langsung Tunai Kepada Masyarakat Dalam Menunjang Perekonomian Akibat Covid 19 ( Studi Kasus Masyarakat Desa Hilizihono, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan). Jurnal Inovasi Penelitian. Vol. 02 No. 4 September 2021
- Paat, Refendy, dkk. 2021. Implementasi Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Tahun 2020 Di Desa Tokin Baru Kecamatan Motoling Timur Kabupaten Minahasa Selatan Jurnal Jurusan Ilmu PemerintahanVolume 1No. 1Tahun 2021Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulang