Abstract
The purpose of this study was to describe and analyze the implementation of the e-Tilang program at the Sidoarjo District Attorney's Office. The method used in this study is a qualitative descriptive method with data collection techniques in the form of interviews, observations, dan documenattion. The technique of deternnining infornnants used sampling purposive, and data analysis was carried out with data reduction, collection techniques,conclusion and data presentation. The results of this study indicate that there are several types of supporting and inhibiting factors, there are several dimensions related to this research, namely (1) Communication, communication between agencies is interconnected well starting from the Police, the District Attorney and from the BRI (2) Resources , in terms of resources that are quite adequate although there are still some shortcomings, among others, human resources that are still not very familiar with e-Tilang due to the lack of training period and also servers that do not meet the standards, (3) Economic, Social and Political Environment , in terms of the political environment, increasing the productivity of its performance to be more effective and efficient as well as service-oriented and reducing acts of Corruption, Collusion and Nepotism (KKN) on the part of the Police and the Prosecutor's Office. Meanwhile, other inhibiting factors needed are increased socialization to the community which should be carried out in order to facilitate the ticketing process in the future.
Pendahuluan
Lalu lintas ialah hal yang paling penting bagi orang yang berkendara di jalanan karena lalu lintas adalah berjalan bolak balik, hilir mudik dan perihal perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara satu tempat ke tempat lainnya (Poerwadarminta. 1993)[1]. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang mengabaikan pentingnya mematuhi lalu lintas di jalan sehingga masih banyak terjadi pelanggaran lalu lintas. Dengan banyaknya pelanggaran polisi melakukan tindakan tegas dengan melakukan tilang. Namun karena zaman yang sudah semakin maju tilang konvensional didigitalisasi menjadi electronic tilang atau sering disebut dengan e-Tilang. Berdasarkan data yang diperoleh dari Satlantas Polresta Sidoarjo dari tahun 2016 sendiri pelanggaran yang terhitung akibat tertilang mencapai 34.877 pelanggar, sedangkan untuk tahun 2017 pelanggaran yang ditilang naik drastis menjadi 88.154. Dari tahun 2016 sampai tahun 2017 kenaikan pelanggaran penilangan meningkat hingga lebih dari 152%.Dari data yang diberikan dapat kita bayangkan berapa banyaknya orang yang antri dalam mengambil STNK/SIM yang dijadikan barang bukti atas pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara bermotor di Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Sehingga dalam prosesnya kepolisian di Kabupaten Sidoarjo menerapkan program E-tilang yang bisa digunakan masyarakat di Kabupaten Sidoarjo untuk memangkas waktu yang dibutuhkan untuk antri.
Menurut Prastica Wibowo dikutip dalam Rakhmadani (2017) pengertian E-tilang sendiri adalah digitalisasi proses tilang dengan memanfaatkan teknologi, diharapkan seluruh proses tilang akan lebih efisien dan efektif juga membantu pihak kepolisian dalam manajemen administrasi[2]. E-tilang memiliki keunggulan dalam pelayanannya yang lebih praktis dibandingkan dengan tilang manual. Keunggulannya ialah program ini amat cepat dan npraktis. Pengaplikasian system elektronik tilang (E-tilang) itu guna memfasilitasi kemudahan and kecepatan, keterbukaan pengaplikasian program tilang atau sebagai pengganti proses tilang manual di lapangan. Lebih dari kegunaan bagi pelanggar lalu lintas dengan adanya sistem E-tilang adalah keterbukaan tindakan aparat publik di dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat diharapkan dapat menularkan sikap tertib lalu lintas setelah mengetahui peraturan yang ada kepada orang di sekelilingnya agar tidak melanggar peraturan yang ada. Penerapan E-tilang sendiri memiliki landasan hukum yang kuat yakni Undang Undang Nomor ll tahun 2008 pasal 5, tentang transaksi elektronik juga Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 Pasal 264 sampai 272 mengatur tentang penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Sebagaimana yang diatur dalalm pasal 272 Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan antara lain (1) guna mendukung kegiatan kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan dapat dipergunakan perlatan elektronik, (2) Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan[3].
Pengaplikasian program tilang elektronik (e-Tilang) itu berfungsi mennfasilitasi kemudahan dan kecepatan. Kemudian daripada itu guna ketebukaan pengaplikasian proses tilang atau sebagai pengganti proses tilarig manual. Terkhusus di kepolisian yang nnerupakan salah satu program Kapolri untuk menuju polisi yang profesional, modern dan dapat dipercaya. Progrann aplikasi e-Tilang dianggap mampu menjawab atas apa yang menjadi pemberitaan di media elektronik maupun media social about peri1aku menyinnpang oknunn anggota Polri dalann melaksanakan aksi pungutan liar (Pungli) terhadap para pelanggar lalu lintas. Oleh sebab itu, pene1itian ini diharapkan dapat menganalisis dan mendeskripsikan faktorr pendukung dan penghambat program e-Tilang di Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
2.1 Kebijakan
Budi Winarno menjelaskan secara umum istilah “kebijakan” maupun “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (semisal seorang pejabat, suatu kelompok ataupun suatu lembaga pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. (Budi Winarno, hal.16) [4]. Penjelasan tentang kebijakan semacam ini dapat dipergunakan and relativ mencukupi untuk pembicaraan-pembicaraan biasa,sementara itu menjadi berkurang mecukupi untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih sistematis dan ilmiah mengenai analisis kebijakari pablik oleh sebab itu dibutuhkan konsep atau batasan kebijakan publik yang lebih tepat. Frederickson and Hart juga menerangkan bahwa kebijakan ialah sesuatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari kesempatan-kesempatan untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang dibutuhkan. (Hesel Nogi Tangkilisan, hal. 19)[5]
2.2 Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Thomas R Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik ialah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (Public policy is whatever governments choose to do or not to do) Penjelasan kebijakan publik dari Thomas R Dye tersebut mengandung makna bahwasanya kebijakan publik tersebut dimatangkan oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta, kebijakan publik mengenai pilihari yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah [6]. Menurut kamus Administrasi Publik dari Chandler dan Plano yang dikutip oleh Keban mengemukakan bahwa kebijakan public ialah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya –sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah [7]. Ariderson mengartikan kebijakan sebagai serangkain tindakan yang mempunyai akhir yang diikutkan dan dilakukan oleh pelaku, baik seseorang ataupun kelompok dalam rangka memecahkan suatu permasalahan (Widodo, 2008:13).
Sudikno Mertokusumo menerangkan sangsi tidak lain ialah akibat, konsekuensi and reaksi pelanggaran pelanggaran kepada kaidah sosial. Dalam berlalu lintas para pengendara bermotor sering kali melakukan pe1anggaran atas tata tertib atau aturan yang telah ditetapkan. Sanksi yang dikasihkan ialah berupa bukti tilang atau yang lebih terkenal dengan istilah tilang. Bukti pelanggaran atau disingkat Tilang merupakan denda yang dikenakan oleh Polisi kepada pengguna jalan yang melanggar peraturan. Para pengguna jalan seringkali melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang lalu lintas. Dengan adanya tilang diharapkan mampu mengurangi permaslahan berlalu lintas [8]. Sejalan dengan kemajuan tehnologi and informasion sekarang ti1ang sudah memakai sistem e1ektronik yang lebih diketahui dengan sistem e-Tilang. Prastica Wibowo mengatakan e-Tilang ialah digitalisasi proses tilang, dengan mennanfaatkan tehnologi diinginkan semua progress ti1ang akan lebih evisien juga mennbantu piihak kepo1isian da1am manajenen adninistrasi. E-Tilang ialah salah satu inovasi pelayanan dalam penindakan pelanggaran lalu lintas, adapun dasar dari penerbitan E-Tilang berdasarkan Pasal 272 Ayat (1) Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang merincikan “guna mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan eletronik [9].”
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Bodgan dan Biklen dalam Sugiyono (2013) menerangkan bahwasanya pene1itian deskriptif ialah pene1itian yarig dilakukan untuk mensearching variable-variable independen baik satu variable ataupun lebih dari satu macam variable (independent) tanpa adanya sebuah perbandingan, ataupun mengkaitkan dengan variable yang 1ain. Dipilihnya jenis metode ini dikarenakan lebih mennberikan penjelasan yang rinci tentang suatu permasalahan yang sedang diteliti [10]. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuann guna mennberikan penjelasan, gambaran dan pemahaman berupa deskipsion tentang Sumber Daya dalam program e-Tilang serrta Faktor Pendukung dan Penghambat Program e-Tilang di Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan penelitian implementasi e-tilang di kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yaitu Kepala Bidang Penanggungjawab tilang Kejaksaan Negeri Sidoarjo, staff bidang Tilang Kejaksaan Negeri Sidoarjo, juga masyarakat atau pelanggar lalu lintas yang menggunakan program e-Tilang. Pengaplikasian penelitian dilaksanakan sekitar selama satu tahun, dengan mendatangi tempat pene1itian dimana penulis melaksanakan wawancara secara mendetail dengan informan dari kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Sebagai acuan wawancara memakai teori impementasi, layaknya standard dan sasaran kebijakan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, sikap (disposisi) pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, lingkungan ekonomi, social dan politik. Akan tetapi, diantara keenam dimensi yang disebutkan tersebut yang memunculkan sebuah permasalahan sesuai kondisi lapangan adalah dimensi lingkungan social, ekonomi dan politik serta dimensi sumber daya.
Lingkungan politik, ekonomi dan sosial yang tidak kondusif dapat nnenjadi faktor dari ketidakberhasilan kinerja implennentasi kebijakan, begitupulasebaliknya apabila 1ingkungan kondusif pasti menghasilkan kesuksesan dari kebiyakan pablik yang ditetapkan. Oleh sebab itu peran 1ingkungan wajib diperhatikan da1am upaya implementasi pelayanan publik dalam pengurusan e-Tilang di Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Dari segi politiknya adanya aplikasi program e-Tilang begini amat mennbantu staff Kejaksaan juga Po1isi da1am menaikkan prodaktifitas kinerjanya menjadi lebih efisien dan efektiv juga berpusat pada pelayanan serta nnengurangi tindakan Kolusi, Korupsi serta Nepotisnne (KKN). Dari dimensi lingkungan social nnasyarakat nnerasakan kontra and pro. Salah satu alasan nnasyarakat pro kepada kebiyakan ini yakni mereka nnerasakan kennudahan da1am pengurusan e-Tilang yang tidak mennakan waktu lama nnenunggu sidang sekarang hanya tingga1 membayar denda ke bang aja. Akan tetapi nasih ada nasyarakat yang belun nnerasakan kennudahan da1am kebiyakan e- Tilang ini karena terhambat adanya nomor Briva. Hal demikian mngakibatkan dari kurangnya penjelasan atau arahan dari Polisi di 1apangan nnengenai alur e-Tilang kepada nnasyarakat awann. Karena tidak semua nnasyarakat nnengetahui e-Tilang and tidak sennua 1apisan nnasyarakat nnengerti progrann yang dicanangkan Kepo1isian.
Didalam penerapan kebijakan e-tilang ini di Kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo pemanfaatan sumber daya yang ada masih kurang maksimal dengan yang diharapkan sehingga menyebabkan kurangnya pemanfaatan progrsm e-tilang di lapangan. Dukungan sunnber daya nnanusia merupakan infrastraktur yang dibutuhhkan dalann proses imp1ementasi e-ti1ang. Petugas yang bertugas mendapatkan pelatihan pada saat launching pengenalan system pada tahun 2017, pelatihan yang dilakukan tidak rutin dilakukan dan hanya diberi pelatihan apabila diperlukan dan hanya diberikan pembelajaran melalui CD Player. Detika sunnber daya nnanusia sudah berja1an dengan bagus akan tetapi jika infrastruktur pendukung tidak memadai akan mennpengaruhi proses imp1ementasi kebiyakan e-ti1ang, begitupuia sebaliknya. Sumber daya selain sumber daya manusia adapula sumber daya tehnologi yang berperan penting dalam pelaksanaan e-tilang di Kantor Kejaksaan Negeri. Pennanfaatan tehnologi da1am implennentasi e-ti1ang nnenjadi factor utama disebabkan yang nnendukung progrann ini padadasarnya memakai tehnologi yakni mu1ai dari ap1ikasi secara e1ektronik sehiingga koneksi jaringan internet yang diperlukan. Akan tetapi da1am pelaksaannya masih terkendala dengan faktor nnasalah server yang menniliki koneksion yang kurang stabil. walaupun penerapam e-ti1ang semdiri termasuk nnudah. Akan tetapi demi kelancaran implementasi program e-tilang sumber daya manusia serta sumber daya teknologi yang ada perlu ditingkatkan demi memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pelayanan tilang di Kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo
Mengikuti hasil ulasan di lapangan sudah diketemukan permasalahan terkait dimensi lingkungan social, ekonomi, politik dan dimensi sumber daya terhadap pengaplikasian program e-tilang di Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang masih kurang terpenuhi yang jika dilihat mengakibatkan pelaksanaan program ini kurang efektif dan efisien di lapangan.
Kesimpulan
Menurut hasil penemuan penelitian serta pembahasan yang telah dijabarkann mampu ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Dimensi lingkungan social, ekonomi, politik dalam pengaplikasian e-tilang terdapat beberapa kekurangan dari segi social yang masih kurang untuk proses sosialisasi ke masyarakat tentang adanya e-tilang sehingga masyarakat yang mengurus tilang masih awam terhadap program tersebut yang seharusnya memudahkan proses tilang. Lalu dari dimensi sumber daya manusia perlu penambahan sosialisasi tentang e-tilang ke pegawai dalam bidang tilang agar lebih paham program e-tilang. Dari segi sumber daya teknologi terdapata permasalahan yang terkadang jaringan di lapangan tiba tiba tidak stabil sehingga membuat proses pengambilan barang bukti tilang menjadi terkendala.
Saran
Dimensi lingkungan social, ekonomi, politik dalam pengaplikasian e-tilang terdapat beberapa kekurangan dari segi social yang masih kurang untuk proses sosialisasi ke masyarakat tentang adanya e-tilang sehingga masyarakat yang mengurus tilang masih awam terhadap program tersebut yang seharusnya memudahkan proses tilang. Lalu dari dimensi sumber daya manusia perlu penambahan sosialisasi tentang e-tilang ke pegawai dalam bidang tilang agar lebih paham program e-tilang serta alangkah baiknya jika ada penambahan pegawai di bidang tilang sehingga proses penginputan lebih cepat karena tidak mengandalkan satu orang saja. Dari segi sumber daya teknologi dikarenakan program e-tilang adalah sebuah digitalisasi maka diperlukan jaringan yang stabil agar dalam proses pelaksanaan program e-tilang tidak terkendala dan beroperasi dengan lebih efektif dan efisien.
References
- W.J.S. Poerwadarminta, 1993, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
- Rakhmadani, S, 2017, Analisis Penerapan E-Tilang Dalam Mewujudkan Good Governance Di Indonesia
- Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Winarno, Budi, 2008, Kebijakan Publik : Teori dan Proses, Yogyakarta: MEdio Presindo, hal. 16
- Tangkilisan, Hesel Nogi, 2003, Implementasi Kebijakan Publik, Yogyakarta: Lukman Offset, hal. 19
- A.G, Subarsono, 2013, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Praktik, pustaka Belajar, Yogyakarta
- Keban T,Yeremias, 2014, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu, Yogyakarta
- Junef, Mahar, 2014, Perilaku Masyarakat Terhadap Operasi Bukti Pelanggaran (Tilang) Dalam Berlalu Lintas,E-Journal Widya Yustisia 52 Volume 1 Nomor 1 Juni 2014
- Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Alfabeta: Bandung.