Environmental Policy
DOI: 10.21070/ijppr.v20i0.1256

Community Empowerment through the Bestari Waste Bank Program in Sidoarjo Regency


Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Bank Sampah Bestari di Kabupaten Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Community Empowerment Waste Bank Environmental Policy

Abstract

The purpose of this study was to describe and analyze community empowerment through the Bestari Waste Bank program in Lebo Village, Sidoarjo District, Sidoarjo Regency. This research method uses qualitative, data collection is done by in-depth interviews, observation and review of relevant literature. The technique of determining the informants used purposive sampling. The informants of this research include the Head of Lebo Village, Sidoarjo District, Chair of the Lebo Village Bestari Garbage Bank, Lebo Village Secretary and members or customers of the Lebo Village Bestari Garbage Bank. The data analysis technique in this study is a qualitative analysis type (referring to the theory of Miles and Huberman. The results show that Community Empowerment through the Bestari Waste Bank Program in Lebo Village, Sidoarjo District, Sidoarjo Regency) seen from human development, including: increasing public knowledge on the knowledge aspect carried out by way of socialization related to waste sorting, on the aspect of attitude by fostering an entrepreneurial, professional and independent attitude and on the skill aspect by providing training to create recycled waste so that it can increase the economic value of increasing the Bargaining Position of the Community by synergizing with various parties, ranging from bureaucracy, academics, community leaders and business actors. Obstacles in community empowerment through the Bestari Waste Bank program in Lebo Village, Sidoarjo District, Sidoarjo Regency, among others, lack of public understanding regarding waste sorting, low community participation in waste management, lack of community skills in waste management

Pendahuluan

Kehidupan manusia tidak lepas dengan berbagai permasalahan dan salah satunya permasalahan sampah. Setiap orang pasti menghasilkan sampah. Menurunnya kualitas lingkungan hidup yang dikarenakan oleh permasalahan sampah terkait dengan adanya hubungan dan timbal balik antara jumlah penduduk, nilai dan pola bermasyarakat terhadap perwujudan sampah, organisasi atau badan pengelola sampah, serta sistem pengelolaan yang diterapkan. Permasalahan sampah telah menjadi permasalahan yang serius terutama di kota-kota besar. Tidak hanya di Indonesia saja, melainkan di seluruh dunia. Negara-negara maju telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Pada sebagian kota-kota besar dunia, pengelolaan sampah dikelola secara terpadu. Sampah yang dikelola berupa limbah atau sampah rumah tangga, kantor, pertokoan, industri dan daerah industri. Pengelolaan tersebut menghasilkan produk yang memilik nilai ekonomis serta mengurangi sisa sampah yang memiliki tingkat pencemaran tinggi dan dapat diterima oleh lingkungan hidup [1].

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada pasal 1 disebutkan bahwa sampah merupakan hasil sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alamiah yang berwujud padat. Selanjutnya yang dimaksud dengan sampah spesifik adalah sampah yang berdasarkan sifat, tingkat konsentrasi, dan volumenya memerlukan pengelolaan lebih lanjut, Sumber sampah merupakan asal timbulan sampah, Penghasil sampah adalah setiap orang dan akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah [2].

Data Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2017 menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan 2 (dua) kilogram sampah per orang per hari. Artinya dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 sebesar 276 juta maka sebanyak 552 ribu ton sampah dihasilkan setiap hari. Sampah tidak hanya mengakibatkan bau tidak sedap dan mengganggu pandangan, namun juga dapat menimbulkan permasalahan kesehatan secara masif. Selain itu gas metan yang dihasilkan dari proses dekomposisi secara anaerob berkontribusi pada pemanasan global melalui peningkatan suhu 1,30 C per tahun jika berada pada atmosfer selama kurun waktu 7-10 tahun. Timbunan sampah di Indonesia dari tahun 2016 sejumlah 44,3 juta ton dan mengalami peningkatan pada tiap tahunnya hingga pada tahun 2020 sebesar 67,8 juta ton sampah, hal ini terkait dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan kesadaran dalam pengelolaan sampah masyarakat Indonesia.

Salah satu solusi dalam pengelolaan sampah yaitu dibentuknya bank sampah. Bank Sampah dapat berperan sebagai dropping point bagi produsen untuk produk dan kemasan produk yang masa pakainya telah usai. Berdasarkan data dari BPS (2019) statistik perkembangan pembangunan Bank Sampah di Indonesia pada bulan Februari 2019 jumlah Bank Sampah sebanyak 471 unit (aktif) dengan jumlah nasabah sebanyak 47.125 orang dengan jumlah sampah yang terkelola adalah 755.600 kg/bulan dengan nilai perputaran uang sebesar Rp. 1.648.320.000 perbulan. Angka statistik ini meningkat berdasarkan data bulan Mei 2018 dimana jumlah Bank Sampah menjadi 886 unit (aktif), dengan jumlah nasabah sebanyak 84.623 orang dan jumlah sampah yang terkelola sebesar 2.001.788 kg/bulan serta menghasilkan uang sebesar Rp. 3.182.281.000 perbulan.

Menurut Penjelasan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dan Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan, pertambahan jumlah volume sampah berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk, artinya jumlah sampah yang dihasilkan meningkat (baik sampah organik maupun anorganik). Sampah yang sangat dominan dihasilkan oleh rumah tangga dan perkantoran yang jumlahnya terus meningkat. Selain pertambahan volume sampah akibat pertambahan jumlah penduduk, fakta empiris menunjukkan bahwa jenis sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat semakin beragam seiring dengan kehidupan masyarakat yang semakin konsumtif. Volume sampah anorganik semakin bertambah seiring dengan pola konsumtif kehidupan masyarakat yang terus berkembang. Pengelolaan sampah yang dilakukan sampai saat ini adalah memandang sampah sebagai sumber daya yang tidak mempunyai manfaat dan bertumpu pada pendekatan hilir [3].

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu Kabupaten dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. Pada tahun 2014 jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo sebanyak 2.127.043 jiwa, di tahun 2015 sebanyak 2.161.659 jiwa, tahun 2016 sebanyak 2.222.996 jiwa dan di tahun 2017 sebanyak 2.207.600 jiwa, sedangkan tahun 2018 sebanyak 2.219.581 jiwa (BPS Sidoarjo), dan biasanya meningkatnya pertumbuhan penduduk diikuti dengan meningkatnya volume sampah.

Di Kabupaten Sidoarjo telah banyak tumbuh industri dan pengembang perumahan, sehingga berdampak pada timbulnya masalah sampah. Kondisi pengolahan sampah di Kabupaten Sidoarjo saat ini sudah mulai dilakukan, terutama baik dilokasi perumahan maupun desa atau kelurahan. Namun untuk kawasan pemukiman selain perumahan, pengelolaan sampah belum berjalan secara optimal, masyarakat masih membuang sampah di pekarangan sendiri dengan cara dibakar dan ditimbun karena halaman rumah masih luas.

Pengelolaan sampah yang bertumpu pada pada hilir ini sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru yaitu pengelolaan sampah dari hulu sampai ke hilir. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat, sedangkan pengelolaannya bertumpu pada pendekatan sumber (pendekatan hulu-hilir). Paradigma baru pengelolaan sampah meliputi seluruh siklus-hidup sampah mulai dari hulu (sejak sebelum dihasilkan) sampai ke hilir (pada fase produk sudah digunakan dan menjadi sampah) yang kemudian dikirim ke TPA. Sentral TPA di salah satu lokasi di Kabupaten Sidoarjo sudah overload , sehingga Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) berencana untuk membangun TPA Kawasan di setiap kecamatan untuk mengolah sampah. Keberadaan TPA Kawasan ini diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang dibuang di sentral TPA. Sentral TPA difokuskan untuk sampah-sampah yang tidak bisa dimanfaatkan saja. Salah satu rencana pembangunan sampah dengan menggunakan Metode Sanitary Landfill gagal dilaksanakan karena terhambat masalah jarak yang terlalu jauh dan perlu biaya mahal untuk membangun infrastruktur di lokasi tersebut.

Saat ini volume sampah di Kabupaten Sidoarjo mencapai 4.000 m3 per hari. Atau 575 Ton per hari jumlah sampah ditimbun TPA, kemudian jumlah sampah yang tidak dikelola sebesar 227 Ton/hari (Sistem Infomasi Pengelolaan Sampah Nasional. 2019). Masalah sampah yang tak tertangani dengan baik mengakibatkan banyak lokasi di Sidoarjo yang terlihat kumuh akibat tumpukan sampah sehingga tidak jarang meresahkan warga yang tinggal di sekitarnya. Jumlah ini dari tahun ke tahun semakin meningkat seiiring jumlah penduduk. volume sampah di Kabupaten Sidoarjo yang berkisar 544 ton perhari dari tahun 2016 mengalami kenaikan hingga 575 ton perhari pada tahun 2019, dengan semakin banyaknya jumlah atau volume sampah tiap harinya. Kabupaten Sidoarjo mencanangkan Program Sidoarjo Bersih Dan Hijau yang tertuang dalam Surat Keputusan Bupati No 188 Tentang Tim Sidoarjo Bersih Dan Hijau (Studi Pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo). SBH (Sidoarjo Bersih dan Hijau) merupakan sebuah program yang dirancang oleh pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2008 dan mulai aktif pada tahun 2010 sebagai salah satu cara mengatasi permasalahan lingkungan.

Fenomena saat ini yaitu salah satu upaya dalam menanggulangi permasalahan sampah, yaitu bank sampah. Secara hukum, praktek bank sampah sudah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank Sampah.. Dalam peraturan menteri tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu tidak berlebihan jika bank sampah dianggap sebagai salah satu alternatif cara untuk mengelola permasalahan lingkungan terutama yang berkaitan dengan penanggulan masalah sampah dan proses pemberdayaan masyarakat secara sekaligus.

Di tengah rendahnya kesadaran masyarakat untuk malaksanakan program 3R, bank sampah merupakan salah satu solusi. Konsep pengembangan Bank bersifat social engineering yang mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengolahan sampah secara bijak dan pada gilirannya akan mengurangi sampah yang diangkut ke TPA. Pengembangan bank sampah harus menjadi momentum awal membina kesadaran kolektif masyarakat untuk memulai memilah, mendaur-ulang, dan memanfaatkan sampah, karena sampah mempunyai nilai jual yang cukup baik, sehingga pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan menjadi budaya baru Indonesia [4].

Salah satu desa di Kabupaten Sidoarjo yang memiliki bank sampah yaitu Desa Lebo yang bernama Bestari (bersih dan lestari), bank sampah ini didirikan pada tahun 2018, awal mula program melalui sosialisasi oleh Tim Penggerak PKK Kabupaten Sidoarjo dengan mengundang kader PKK Desa Lebo untuk diundang dalam pelatihan yang diselenggarakan di Pendopo Alun-alun Sidoarjo, kemudian dari kader PKK ini akan membentuk bank sampah di Desa Lebo dengan nama Bestari, langkah awal yang paling sederhana yaitu dengan menjadikan sampah sebagai kompos. Dalam skala bisnis, sampah dapat dikelola dan dimanfaatkan melalui bank sampah. Penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau mengurangi, menggunakan kembali serta mendaur ulang sampah dapat diterapkan dalam pengelolaan bank sampah. Dengan begitu sampah akan bernilai ekonomis. bank sampah ini didirikan pada tahun 2018, pembentukan bank sampah di Desa Lebo atas dasar volume sampah yang cukup banyak di desa tersebut. dapat dijabarkan bahwa volume sampah di Desa Lebo pada tahun 2017 sebesar 35,44 m3/ per hari, mengalami kenaikan pada tahun 2018 menjadi 38,51 m3/ per hari, adanya bank sampah pada awal tahun 2019 berdampak pada menurunnya volume sampah di Desa Lebo menjadi 34,62 m3/ per hari, namun mengalami peningkatan pada tahun 2020 sebesar 35,75 m3/ per hari.

Pemberdayaan masyarakat adalah proses pemberian dan atau optimasi daya (yang dimiliki dan atau dapat dimanfaatkan oleh masyarakat), baik daya dalam pengertian kemampunan dan keberanian maupun daya dalam arti kekuasanaan atau posisi tawar [5]. Terkait dengan ragam materi pemberdayaan masyarakat, lingkup kegiatan pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari : Bina Manusia, Bina Usaha, Bina Lingkungan dan Bina Kelembagaan

Pemberdayaan masyarakat pada bank sampah Bestari Desa Lebo mencakup semua aspek, namu pada penelitian ini fokus pada bina manusia yang pada awalnya berjalan cukup baik, hal ini dibuktikan dengan animo dari masyarakat yang tinggi meliputi pengumpulan sampah kertas dan sejenisnya, kemudian pengumpulan minyak jelantah sisa penggorengan, dan sampah plastik, namun untuk sampah rumah tangga masih belum terkoordinir, hanya petugas kebersihan yang mengangkut setiap 2 hari. Pemberdayaan bank sampah ini dikelola dengan terstruktur oleh pengurus bank sampah Bestari, yang setiap harinya selalu standby di lokasi yang telah ditentukan. Kader PKK Desa Lebo melakukan sosialisasi pengelolaan sampah dan pelatihan memilah sampah, sosialisasi dilakukan beberapa tahap atau pertemuan, pertemuan pertama bertujuan untuk sosialisasi, pertemuan kedua dan berikutnya bertujuan untuk pembentukan pengurus sekaligus pelatihan pemilahan sampah. Kegiatan Bank Sampah Bestari di Desa Lebo antara lain, memberdayakan masyarakat melalui ibu-ibu PKK untuk memilah sampah rumah tangga, penerapan 3R dan membuat kerajinan dari sampah daur ulang, kemudian pengumpulan buku bekas, dan minyak jelantah. Hasil bank sampah ini akan menjadi modal usaha atau kerajianan untuk pemberdayaan bank sampah kembali.

Namun permasalahan yang dihadapi dalam Pemberdayaan Masyarakat terkait bina manusia yaitu, masyarakat di Desa Lebo yang tergabung di bank sampah Bestari masih rendah, dalam hal ini pengetahuan dalam pengelolaan sampah yang masih kurang, hal ini dibuktikan fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat belum semuanya memahami dengan baik cara memilah sampah dengan baik kemudian sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah yang masih rendah, sikap masyarakat yang kurang baik ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat hal ini dibuktikan dengan sebagian besar masyarakatnya melakukan pembakaran sampah dan sebagian lainnya membuang sampah di tempat pembuangan sampah sebagai upaya pengelolaan sampah dan kegiatan warga masyarakat yang melakukan pengelolaan sampah yaitu dengan memilah sampah-sampah seperti kaleng atau botol bekas untuk dijual kembali jumlahnya masih sangat sedikit, kemudian permasalahan lain yaitu keterampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah masih bersifat sederhana, belum adanya sikap kewirausahaan dan daya tawar masyarakat hal ini dibuktikan dengan memilah sampah rumah tangga, mulai dari memilah sampah plastik, botol dan kertas, minyak jelantah yang kemudian dikumpulkan di bank sampah Bestari

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kendala Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Bank SampahBestari (StudiKasus: DesaLeboKecamatanSidoarjoKabupatenSidoarjo)”.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian deskriptif ialah penelitian yang dilaksanakan untuk mencari tahu nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih dari satu variabel independen tanpa adanya sebuah perbandingan, ataupun mengkaitkan dengan variabel yang lain [6]. Dipilihnya jenis deskriptif ini sebab lebih memberi paparan yang jelas tentang suatu permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini agar data yang diperoleh lebih akurat dengan perolehan data melalui wawancara mendalam, pengamatan, mengenai kendala pemberdayaan masyarakat melalui program Bank Sampah Bestari (Studi Kasus: Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo). Fokus penelitian ini merujuk pada rumusan masalah yaitu Kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo.. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo kemudian situs penelitian ini di Bank Sampah Bestari (Bersih dan Lestari) di Desa Lebo Kecamatan sidoarjo, karena adanya permasalahan terkait masih minimnya kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam mengikuti program bank sampah.

Dalam penelitian ini untuk menentukan informan digunakan teknik purposive sampling. Informan dipilihberdasarkanpenilaianyang palingmengetahuiinformasi-informasi dalam permasalahan penelitian. Syarat sampling yang penting ialah bagaimana penentuan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi [7]. Dalam menentukan sampel, key informan atau situasi sosial dengan sengaja atau bertujuan lebih tepat dilakukan,yaitu melalui purposive sampling.

Informan-informan terkait sebagai pendukung dalam penelitian ini, antara lain: Kepala Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo selaku Key informan, Ketua Bank sampah Bestari Desa Lebo, Sekretaris Desa Lebo, dan Nasabah Bank sampah Bestari Desa Lebo

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe analisis kualitatif. dalam analisis kualitatif, data yang ada tidak berbentuk rangkaian angka melainkan berbentuk kata-kata. Data tersebut terdiri dari bermacam-macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, rekaman), namun dalam menganalisis kualitatif yang digunakan ialah kata-kata, yang tersusun kedalam tulisan dengan pemahaman yang luas [8], meliputi :

A. Pengumpulan data

Diawali dengan mencari data dari beberapa sumber melalui wawancara, pengamatan atau observasi mengenai pemberdayaan masyarakat dalam program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo, lalu dituangkan dalam tulisan berupa catatan lapangan serta mencari dokumentasi berupa dokumen yang sifatnya resmi, dokumen pribadi maupun gambar, foto atau lain sebagainya. gambar, foto dan sebagainya.

B. Reduksi data

Reduksi data artinya merangkum semua data mengenai pemberdayaan masyarakat dalam program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo, hal yang pokok dipilih ataupun penting untuk difokuskan, pola maupun temanya dicari. Sehingga data yang sudah tereduksi mampu memberikan paparan yang lebih jelas

C. Penyajian data

Merupakan kumpulan dari susunan informasi yang disusun yang mampu menarik sebuah kesimpulan serta tindakan yang akan diambil. Penyajian data dapat disajikan dalam bentuk suatu uraian singkat, bagan, dan lain-lain. Dengan menyajikan data dapat mempermudah dalam memahami kendala pemberdayaan masyarakat dalam program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo.

D. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Pada langkah ini kesimpulan awal yang dikemukakan dalam sebuah penarikan kesimpulan mengenai pemberdayaan masyarakat dalam program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo ini sifatnya masih sementara, dapat berubah apabila bukti yang dianggap kuat tidak diketemukan. Namun jika kesimpulan pada langkah awal dinyatakan terdapat bukti valid yang mendukung dan terbilang konsisten pada saat Penulis di lapangan maka kesimpulan yang dikemukakan tersebut sifatnya kredibel.

Hasil dan Pembahasan

1. Kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo

Adapun kendala yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat melalui program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo antara lain :

a. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait pemilahan sampah

Masyarakat Desa Lebo memiliki pemahaman terkait pemilahan sampah yang rendah tentang sampah sehingga mereka tidak mempedulikan bagaimana sampah akan diolah dan tidak lagi menjadi masalah bagi masyarakat setempat. Sampah yang setiap hari dihasilkan namun tidak ada pengelolaan akan menjadi pemandangan kumuh di Desa Lebo. Masyarakat masih terbiasa membuang langsung sampah rumah tangga di sungai, di tempat kosong, dan dibakar, tanpa dipilah dan diolah terlebih dahulu.

Seperti yang disampaikan oleh ketua bank sampah :

“Kesadaran dan kemauan masyarakat masih ada yang rendah mbak. Apalagi itu dalam sosialisasi kami masih belum bisa maksimal mbak. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait pemilahan sampah. Rendahnya sikap masyarakat terkait pengelolaan sampah yang masih rendah dan Kurangnya ketrampilan masyarakat terkait pengelolaan sampah dalam meningkatkan nilai ekonomis. Itu semua yang menjadi kendala atau permasalahan di Bank Sampah Bestari ini”

Hal ini memang menjadi sebuah masalah yang belum terpecahkan, karena kurangnya pemahaman masyarakat. Hasil penelitian yang menyimpulkan adanya kendala yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat melalui program bank sampah karena kurangnya pemahaman masyarakat terkait pemilahan sampah [9].

b. Rendahnya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sampah

Berdasarkan hasil temuan di lokasi penelitian, masyarakat belum semuanya memahami dengan baik cara memilah sampah dengan baik, sikap masyarakat yang kurang baik ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat hal ini dibuktikan dengan sebagian besar masyarakatnya melakukan pembakaran sampah dan sebagian lainnya membuang sampah di tempat pembuangan sampah sebagai upaya pengelolaan sampah dan kegiatan warga masyarakat yang melakukan pengelolaan sampah yaitu dengan memilah sampah-sampah seperti kaleng atau botol bekas untuk dijual kembali jumlahnya masih sangat sedikit.

Keberadaan Bank Sampah Bestari di Desa Lebo hanya diikuti oleh 1 Rt saja yaitu RT 16 hal ini menjadikan keberadaan bank sampah harus diperluas cakupannya. Seperti dikemukakan oleh ketua Bank Sampah Bestari :

“Kendala kita yaitu masih rendahnya sikap masyarakat disini, karena memang yang ikut bank sampah hanya satu RT saja, sehingga ini menjadi tantangan buat kita agar kedepannya lebih bisa merangkul dari RT yang lain sehingga masalah sampah di Desa Lebo ini bisa terselesaikan lebih baik lagi”

Kemudian dikuatkan oleh sekretaris bank sampah :

“tingkat partisipasi anggota memang sedang turun mbak. Biasanyanya tiap kegiatan seperti rapat atau kegiatan pelatihan itu hanya 10 orang saja yang ikut. Lalu anggota atau nasabah bank sampahnya juga menurun juga. Dari awal pembentukan dulu itu sekitar 70 kk yang nyetor atau nabung sampah. Sekarang jadi cuma 27 kk. ya mungkin karena malas ya masyarakat sekarang ini. Kalau kegiatan disini memang semua itu swadaya masyarakat. kita iuran tiap pengurus. Misal untuk kegiatan pelatihan daur ulang yang kita iuran untuk makan dan minum. Haarapannya sih ada alokasi anggaran dari pemerintah Batu lewat DLH, agar para anggota semangat ikut kegiatan bank sampah.”

Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya kendala yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat melalui program bank sampah karena Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah [10]

c. Kurangnya ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah

Adapun penyebab ketrampilan masyarakat yang masih rendah yaitu kebanyakan masyarakat hanya menyaksikan kegiatan proyek yang dilakukan oleh bank sampah bestari, hal ini dibuktikan masih sedikit warga yang ikut menjadi nasabah. Kemudian, minat yang kurang dalam pengolahan sampah sehingga tidak ikut serta menjadi nasabah bank sampah serta pengetahuan yang minim.

Seperti pemaparan ketua bank sampah yaitu :

“Ketrampilan masyarakat khususnya nasabah terkait pengelolaan sampah dalam meningkatkan nilai ekonomis masih perlu ditingkatkan, karena kegiatan saat ini apalagi di masa pandemi hanya berupa pengolahan sampah saja tanpa adanya pertemuan dalam rangka peningkatan pelatihan untuk kerajian-kerajian daur ulang sampah. Terakhir kami menyelenggarakan atas dasar ada lomba di tingkat kecamatan pada tahun 2019 dahulu. Itu pun hanya beberapa nasabah saja yang mampu terampil, selebihnya masih belum bisa.”

Hal ini dikuatkan oleh Kepala Desa Lebo

“Setahu saya pengurus bank sampah sudah mengadakan beberapa kegiatan pelatihan-pelatihan untuk mengkreasi daur ulang sampah, mungkin hasilnya kurang memuaskan sehingga masih dirasa kurang untuk meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah”

Hasil penelitian menyimpulkan adanya kendala yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat melalui program bank sampah Kurangnya ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah karena pendampingan dan pelatihan yang kurang maksimal.[11]

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan uraian diatas mengenai Kendala Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Bank Sampah Bestari (Studi Kasus: Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo)” maka diperoleh kesimpulan yaitu Kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui program Bank Sampah Bestari di Desa Lebo Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo antara lain kurangnya pemahaman masyarakat terkait pemilahan sampah, rendahnya kemampuan masyarakat dalam pengelolaan sampah, kurangnya ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

References

  1. Suwerda, B. 2012. Bank Sampah. Yogyakarta: Pustaka Rihama
  2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
  3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  4. Tangkilisan, H S. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:Yayasan Pembaruan Aministrasi Publik Indonesia (YPAPI) & Lukman Offset
  5. Suharto, E (2010). Analisis Kebijakan Public. Bandung: CV. Alfabeta
  6. Bungin. B. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta
  7. Moleong, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan dua puluh (edisi revisi) Oktober 2007 Remaja Rosdakarya, Bandung
  8. Miles,M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. (2014). Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press
  9. Kharis, Santosa, P. I., dan Winarno, W. W. (2019). “Evaluasi User Experience pada Sistem Informasi Pasar Kerja Menggunakan User Experience Questionnare (UEQ)”. The 10th National Conference on Information Technology and Electrical Engineering, (hlm.24–25).
  10. Suardi, M., Armenia, & Maryawati, A., 2008, Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil Peroksida-HPMC, Fakultas Farmasi FMIPA Universitas Andalas, Padang, 1-3.
  11. Useva (2019), Pemberdayaan Masyarakat Melalui Bank Sampah Berkah Jaya V Kampung Gaya Baru Iii Kecamatan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah, Skripsi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negri Raden Intan lampung.