Abstract

This study aims to analyze and explain the management of privacy, social identity and communication interactions. The respondents of this study were 100 residents in the Porong and Gedangan sub-districts. The sampling technique in this study used simple random sampling. Primary data was obtained from the distribution of questionnaires according to the problem formulation and research objectives. The data analysis technique used is descriptive statistics. The results showed that privacy management has an effect on communication interactions in Porong and Gedangan sub-districts, which are in the good/high category (78.30%). This means that the privacy management of LDII congregations in Porong and Gedangan sub-districts in interacting communication is still very influential on the surrounding community. What makes the creation of distance between individuals and groups, is caused by the decision to close or open information, as well as the selection of other individuals in interacting communication. In addition to privacy management, social identity is also included in the good/high category (67.54%). this means, social identity has an effect on communication interactions in the Porong and Gedangan sub-districts which are manifested in everyday life.

Pendahuluan

Agama saat ini telah menjadi persoalan keyakinan yang sangat fundamental, rasa toleransi dan pemahaman atas posisi masing-masing penganut menjadi kunci penting bagi keselarasan dan keharmonisan kehidupan beragama. Apalagi, dalam berbagai aspek kehidupan di negara Indonesia, sudah sejak awal telah terlahir sebagai bangsa yang sarat dengan kemajemukan budaya, pluralitas aliran agama, keanekaragaman ajaran agama dan warna teologi sebagai penyelaras hubungan antara umat dengan Tuhannya. Pada dasarnya, wacana agama yang pluralis, toleran, dan inklusif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran agama itu sendiri. Sebab, pluralitas apa pun, termasuk pluralitas agama, dan semangat toleransi dan inklusivisme adalah hukum Tuhan dan Sunatulloh yang tidak dapat diubah, dihalang-halangi, dan ditutup-tutupi. Konsekuensi dari kemajemukan ini akan melahirkan sensitivitas, tak terkecuali dalam kehidupan beragama Islam. Perbedaan kerap menjadi pemantik konflik-konflik horizontal, jika tidak dikelola sebagaimana mestinya. Kehadiran sejumlah aliran dan keyakinan yang berbeda dengan mayoritas dari keumumannya, menyebabkan munculnya berbagai kegelisahan di kalangan sebagian masyarakat.

Bila keragaman aliran agama ini semakin menunjukkan identitas yang berbeda, akhirnya yang akan timbul adalah konflik horizontal antar sesama. Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh apa-apa di dalam akal umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan keluar ada di dalam fundamentalis, bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai kecuali setelah bergabung dengan fundamentalis. Lembaga Da’wah Islam Indonesia (LDII) merupakan organisasi islam yang pada awal kelahirannya tak lepas dari sosok Tokoh Utama pendiri pesantren Wali Barokah yakni Nur Hasan al-Ubaidah Lubis bin Abdul bin Tahrir bin Irsya pada tahun sekitar 1952. Dan di awal pergerakannya menamai perkumpulan tersebut dengan nama Darul Hadist yang ditetapkan di Kediri pada tanggal 2 Januari 1957 dan sah kan di Surabaya.

Dalam perjalanan Jemaah ini sempat mengalami banyak perubahan nama karena ajaran yang disampaikan oleh tokoh tokoh Darul Hadist banyak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran islam serta uraian pembelajarannya melanggar nilai kesopanan dan kesusilaan yang berujung pada kehebohan masyarakat saat itu, dan demi ketertiban umum akhirnya Gerakan ini secara resmi dilarang oleh Kementrian Pertahanan/ABRI. Setelah Darul Hadist dibekukan, para tokoh dari Gerakan Darul Hadist membuat wadah baru Pondok Jama’ah atau yang lebih popular dengan nama YPID (Yayasan Pendidikan Islam Jama’ah). Mereka juga pandai membuat wadah baru sebelum wadah lama mereka resmi dilarang oleh pemerintah pusat mereka telah terlebih dahulu membubarkan diri dan membentuk wadah serta membentuk pengurus yang juga baru.

Hingga pada tahun 1971 terjadi kehebohan di tengah-tengah masyarakat dan mengguncang keamanan, maka pada tanggal 29 Oktober 1971 dengan surat keputusan No. Kep./089/DA/10/1971 menegaskan kembali bahwa ajaran Darul Hadits yang berpusat di Kediri dan tersebar melalui pondok-pondok Jama’ah Qur’an Hadits, YPID, Yappenas dan lain-lainnya dibawah Amir Pusat Nurhasan al Ubaidah adalah terlarang. Larangan tersebut serupa dengan Surat Keputusan Panglima Angkatan Laut RI, Laksamana Laut Mulyadi pada tanggal 2 Desember 1968. Setelah YPID dilarang, Gerakan ini melakukan perbaikan hubungan dengan pemerintah dengan merubah nama Djama’ah Motor Club (DMC), melalui club motor inilah mereka melakukan pendekatan dengan pemeritah melalui kegiatan peringatan hari besar 17 Agustus dan Hari Besar Nasional lainnya yang didalam kegiatan tersebut melibatkan instansi pemerintahan. Hal ini merupakan upaya untuk mensyiarkan ajarannya. Setelah melakukan banyak upaya pendekatan dengan pemerintah, gerakan ini telah berhasil masuk kedalam tubuh Golkar, yang kala itu merupakan Partai yang memiliki pengaruh besar didalam pemerintahan.

Didalam tubuh Golkar inilah Islam Jama’ah hidup kembali dengan lancar, mereka mulai melancarkan penyebaran gerakannya sebagaimana sebelum mendapat larangan dari pemerintah dengan cara menyisipkan pidato kampanye dalam menghadapi pemilihan umum, hal tersebut membuat para Tokoh semakin harmonis dengan pemerintah, bahkan lebih baik dari pada sebelum dilarang oleh pemerintah. Hal ini juga berkaitan erat dengan eksklusivitas anggota di dalam LDII terhadap orang-orang di luar LDII. Hal tersebut yang mendasaari Jemaah LDII Memprivat identitas mereka ditengah tengah masyarakat sehingga hanya dapat di pahami berbagai persoalanya mengunakan Manajemen Privasi Identitas untuk menguraikan hambatan yang terjadi antara stigma negatif masyarakat dengan realita yang terjadi di dalam ajaran LDII itu sendiri.

Teori ini menawarkan sistem manajemen privasi yang mengindentifitasi cara-cara batasan privasi dikoordinasikan antar individu. Manajemen privasi komunikasi mencapai tujuan dengan mengajukan lima sumsi dasar yakni informasi privat, batasan privat, kontrol dan kepemilikan, sistem manajemen berdasakan aturan, dialektika. Setiap asumsi yang disajikan dalam teori ini menjelaskan langkah dan tahapan yang bias dilakukan seseorang dalam mengatur informasi privat mereka dalam ber interaksi sosial. [1]. Penelitian ini tertarik untuk menjelaskan proses-proses manajemen privasi yang dilakukan oleh jema’ah LDII di Kabupaten Sidoarjo dalam rangka merespon stigma negatif di Masyarakat yang menganggap LDII sebagai aliran sesat dan memiliki paham menyimpang ini. Di Desa Gedang Sendiri memiliki kelompok masyarakat yang cukup bervariasi dan majemuk. Tidak hanya didominasi satu organisasi islam tertentu, namun dari data Desa gedang sendiri tercatat ada sekitar 3 organisasi resmi yang berdiri dan aktif di Kelurahan Gedang dan Desa Sruni, salah satunya yakni LDII sendiri.

Dari penuturan Kepala Kelurahan Gedang, LDII telah resmi berdiri sekitar 11 tahun lamanya. Meskipun LDII memiliki stigma sebagai alarian menyimpang dibanyak khalyak masyarakat, Namun LDII di Kelurahan Gedang dan Desa Sruni masih dapat berdiri dan berkegiatan dengan semestinya, meskipun masyarakat sekitar memandang kegiatan-kegiatan LDII bersifat tertutup dari dari masyarakat sekitar. Sebab, kegiatan mereka tidak pernah melibatkan warga sekitar yang bukan anggota LDII sendiri. Selain itu, dari penuturan warga di sekitar kompleks LDII kehidupan pribadi dari jamaah LDII cenderung lebih tertutup dan jarang terlibat kegiatan masyarakat umum seperti berjaga di pos ronda, kerja bakti, peringatan hari besar nasional, dan kegiatan sosial lainnya. Di penelitian ini nantinya peneliti berusaha untuk mengurai persepsi-persepsi masyarakat terkait Jemaah LDII di Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, penelitian ini nantinya akan menyajikan fakta akademis terkait seberapa berpengaruh manajemen privasi dan identitas sosial jamaah LDII terhadap aktivitas interkasi komunikasi mereka dalam kehidupan dengan masyarakat sekitar sehari-hari.

Penelitian yang dilakukan oleh [2] yang menunjukkan hasil analisis dari penelitian ini didapatkan bahwa identitas sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan dan norma kelompok pada forum online. Tingginya tingkat identitas sosial mendorong seseorang untuk mendapatkan kepercayaan dan berinteraksi.

Hasil dari peenelitian yang dilakukan oleh [3]. Mengidentifikasi partisipan sebagai orang Madura terlihat jelas pada prinsip yang telah tertanam yaitu saklek, bermotivasi keras dan pemberani untuk mandiri dalam segala hal. Sejalan dengan Ellemers (1993) bahwa identitas sosial, mengacu pada sejauh mana seseorang mendefinisikan diri mereka sebagai kategori sosial tertentu.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh [4] dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam, menjelaskan dinamika identitas sosial yang terjadi di ukur melalui beberapa komponen yaitu nilai konotasi positif atau negatif yang melekat pada keanggotaan kelompok, kesadaran keangotaan seseorang dalam kelompok, dan rasa keterlibatan emosional/komitmen yang kemudian diakumulasikn dari nilai-nilai kelompok yang diinternalisasikan ke dalam konsep diri individu yang menjadikan suatu bentuk identitas sosial.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu langka penelitian dengan menggabungkan dua bentuk penelitian yang telah ada sebelumnya yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian cmpuran merupakan pendekatan penelitian ya ng mengkombinasikan antara penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Menurut pendapat [5] menyatakan bahwa metode penelitian kombinasi (mixed methods) adalah suatu metode penelitian yang mengkominasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan obyektif. Dengan menggunakan metode ini, dimana bertujuan untuk menjelaskan variabel-variabel (X) yang memiliki kecenderungan tertentu sebagai akibat adanya variabel bebas (Y). Variabel Manajemen Privasi (X1), Manajemen Identitas (X2), diuji pengaruhnya terhadap Interaksi Komunikasi(Y).

Lokasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini berada didua lokasi, yakni di Kelurahan Gedang Kecamatan Porong dan Desa Sruni Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo. Karena pada saat observasi terbukti memiliki warga yang beranggotakan Jama’ah LDII dan juga aktif dalam kegiatan di organisasinya. Tercatat sekitar 573 anggota LDII yang terdata di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Kabupaten Sidoarjo, sehingga sesuai dijadikan sebagai objek penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang teridir atas objek/subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya [6]. Populasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah jumlah penduduk desa gedang dang desa seruni yang menjadi lokasi penelitian. Jumlah populasinya 10.540 penduduk. Selain itu, penetuan informan dilakukan dengan purposive sampling, yaitu informan yang memahami dan merupakan anggota Jama’ah LDII. Ada 6 orang informan yang akan menjadi sampel penelitian secara kualitatif nanti.Selanjutnya, Penelitian ini akan menggunkan simple random sampling untuk penelitian kuantitatif, karena pengambilan dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi [7]. Sedangkan pada penelitian kualitatif akan menggunakan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan informan yang memahami dan merupakan anggota Jama’ah LDII pada populasi yang telah ditentukan.

Hasil dan Pembahasan

A. Manajemen Privasi Terhadap Interaksi Komunikasi

Manajemen privasi terhadap interaksi komunikasi memiliki signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05, ini menunjukkan bahwa manajemen privasi memliki pengaruh secara positif terhadap interaksi komunikasi. Penduduk Kec. Porong dan Gedangan khususnya yang berada di Desa Gedang, Desa Seruni, dan Desa Wadungasih dalam mengimplementasi manajemen privasi berdasarkan data empiris dari hasil analisis statistik menunjukkan kategori tinggi, yaitu 78,30%. Dalam variabel Manajemen privasi, dapat dipahami bahwa setiap individu dapat dipastikan melakukan pengelolaan terhadap proses komunikasi dalam hal-hal yang bersifat pribadi. Seperti dalam penelitian [8], Hal ini menunjukan bahwa privasi adalah hal yang seutuhnya adalah milik individu dan merupakan hal terpenting di dalam diri seorang individu dalam melakukan interaksi komunikasi. Dalam penelitian [9] juga menunjukkan bahwa dengan membuka dan menutup informasi, serta melakukan seleksi terkait siapa saja yang dapat mengakses informasi privat tersebut, merupakan bagian upaya dalam mengklarifikasi sebuah kesalah pahaman.

Dan dalam penelitian [10] menguatkan bahwa individu atau kelompok akan menavigasi kriteria budaya dalam lingkungan sosial, gender, risiko manfaat, dan kriteria motivasi untuk memutuskan apakah mereka mengungkapkan atau menyembunyikan informasi privat dalam lingkungan sosialnya. Kesulitan individu atau kelompok dalam memutuskan apakah mengungkapkan atau menyembunyikan informasi privat membuat seorang individu atau kelompok untuk melakukan beberapa strategi yang dipilihnya. Beberapa strategi yang dipilih adalah strategi avoidance, deflection, dan reciprocity. Strategi tersebut dipilih karena individu atau kelompok hanya ingin mengungkapkan informasi privatnya kepada individu atau kelompok lain yang memiliki paham yang sama juga.

Sedangkan kepada individu atau kelompok yang berbeda paham atau bertentangan akan menyembunyikan informasi privat mereka. Hasil penelitian ini, menunjukkan beberapa manajemen privasi yang dilakukan jamaah LDII di Desa sruni dan Kelurahan Gedang dalam berinteraksi komunikasi, yaitu pada saat pelaksanaan kegiatan Kajian Silaturahim yang dilaksanakan oleh PC LDII Porong. Dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menjalin silaturahim dengan tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan Porong dengan harapan PC LDII Porong dapat bersinergi dengan masyarakat di Kawasan Porong. Pada kegiatan tersebut, dihadiri beberapa tamu undangan di luar anggota jamaah LDII, seperti Kapolsek Porong dan Camat Porong dalam kegiatan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, tidak turut diundang jamaah atau ormas keagamaan lainnya seperti pengurus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Porong yang notabenya termasuk kelompok masyarakaat yang mendominasi di Kecamatan Porong.

Hal tersebut menujukan perilaku manajemen privasi terhadap interaksi komunkasi yang dilakukan jamaah LDII, yang merupakan bagian dari membuka dan menutup, serta melakukan seleksi terkait siapa saja yang dapat mengakses informasi privat jamaah LDII. Andi Arifin (26) salah satu warga kelurahan Gedang mengungkapkan “jamaah LDII memang dalam setiap melaksankan kegiatan keagaman maupun sosial, jarang atau hampir tidak pernah melibatkan warga sekitar selain anggota jamaah mereka. Selain itu, kegiatan para pemudanya juga terkesan ekslusif atau tertutup untuk jamaah mereka sendiri, seperti kegiatan akhir tahun kemarin yang hanya diikuti jamaah mereka sendiri tanpa ada niatan untuk merangkul atau mengajak pemuda dari lain golong”. Bentuk eksklusif nya jamaah LDII merupakan bagian dari manajemen privasi, yang bahkan diluar konteks keagamaan pun terkadang masih memiliki batasan-batasan terhaadapa kelompok lain. Bentuk pembatasan privasi atau aktivitas privat inilah yang menjadikan terkadang berdampak pada interaksi komunikasi dengan masyarakat sekitar. Tentu disebab oleh jarangnya interkasi terbangun antara jamaah LDII dengan masyarakat sekitar melalui kegiatan-kegiatan non formal karena kegiatan tersebut masih terbilang privat untuk jamaah mereka sendiri.

Identitas Sosial Terhadap Interaksi Komunikasi

Identitas Sosial berdasarkan data empiris dari hasil analisis statistik menunjukkan kategori baik/tinggi, yaitu 67,54%. Namun pada pengujian hipotesis (Uji T) menyatakan bahwa variabel identitas sosial berpengaruh terhadap interaksi komunikasi tidak dapat diterima. Karena nilai siginifikansi variabel (X2) Identitas sosial > 0,05 yaitu 0,098. Ini artinya bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara individual variabel identitas sosial terhadap interkasi komunikasi jamaah LDII di Kecamatan Porong dan Gedangan. Namun, berbeda dengan hasil penelitian menggunakan metode kualitatif dengan wawancara, identitas sosial terhadap interkasi komunikasi yang dilakukan jamaah LDII justru nampak sangat berpengaruh, seperti mempertanyakan dari golongan jamaah mana peneliti berasal. Hal tersebut diungkapkan secara jelas ketika peneliti hendak mewawancarai beberapa responden di Kelurahan Gedang. Dari informan bernama Eriyana Mahmuda (24 tahun) dalam wawancara mengatakan “Dididikan orang tua saya memang harus taat dan setia terhadap jamaah (LDII), terlebih lagi dalam memimilih pendamping hidup, wajib dan mutlak bagi keluarga kami harus menikah dengan sesama jamaah LDII, hal tersebut terbukti ketika kakak perempuan saya menikah dengan selain jamaah, meski tidak mendapat restu, kakak saya nekat untuk melanjutkan pernikahan, imbasnya, orang tua saya sampai saat mengangap bahwa kakak saya telah memalukan keluarga. Karena menikah dengan selain jamaah LDII bagi keluarga kami adalah sebuah aib”. Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa LDII sangat mengatur jamaah mereka dalam memilih pasangan hidup, yang tentunya hal itu mempengarui interkasi komunikasi mereka dengan masyarakat diluar LDII karena dalam hal ini mereka sangat memandang identitas sosial seseorang yang akan menjadi calon pasangan hidup dari mereka.

Informan selanjutnya bernama Amaro Bagus (25 tahun) mengatakan “Bagi kami jamaah LDII melihat jamaah atau kelompok islam lain memiliki kekurangan dalam pemahaman dalam urusan Tahara atau bersuci, sehingga lumrah bagi kami apabila pakaian atau tempat ibadah kami tersentu jamaah selain LDII, maka harus segera kami bersihkan agar tetap suci, sebab jamaah lain masih belum terlepas dari najis karena cara bersucinya yang salah”. Penyataan ini tentunya selaras dengan fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, bahwa ketika melakukan ibadah di Masjid ata Musholla milik LDII akan dibersihkan atau dipel, sehingga menyebabkan ketidak nyamanan masyarakat terhadap cara pandang identitas sosial yang dilakukan jamaah LDII. Risco Dwi Herlambang (24 tahun) mengatakan “Kami sekeluarga hampir tidak pernah bertegur sapa dengan masyarakat sekitar atau tengga kami diluar LDII, sebab kami kurang familiar atau enggan untuk mengenal orang-orang diluar forum kajian yang dilaksanakan LDII”.Pernyataan ini menunjukan bahwa jamaah LDII merasa kurang familiar dan memilih menjauh dari orang-orang diluar jamaah LDII. Hal ini merupakan bentuk dari identitas sosial yang mempengaruhi interaksi komunikasi jamaah LDII dengan masyarakat sekitar.

Informan bernama Winarto (54 tahun) juga mengakatakan “Kami lebih memiliki rasa kedekatan dengan jamaah LDII dibandingkan dengan diluar jamaah LDII, meskipun itu dengan saudara atau kerabat dekat, apabila mereka bukan dari jamaah LDII kami tetap merasa kurang memiliki kedekatan dengan mereka”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perasaan tidak nyaman dari anggota LDII ketika mereka berkumpul atau berkegiatan sosial, hal tersebut menunjukan pengaruh dari identitas sosial terhadapa interaksi komunikasi. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh dua informan berikutnya bernama Fachri Ahmad (24 tahun) dan Siswadi (53 tahun).

Dalam wawancara Fachri (24 tahun) mengatakan “Saya kurang suka terlibat dengan kegiatan di luar LDII, sebab kami cenderung berbeda pendapat dengan masyarakat diluar LDII. Meskipun kegiatan tersebut dalam rana sosial, kami jamaah LDII memandang pendapat atau usulan orang-orang diluar LDII kurang bisa dipercaya dan kami menganggap mereka (diluar LDII) kurang bertanggung jawab atas apa yang mereka ucapkan”

Dari pernyataan tersebut, jamaah LDII memiliki pandangan bahwa diluar jamaah LDII merupakan orang-orang yang kurang dapat dipercaya sehingga jamaah LDII enggan untuk memberikan pendapatnya pada saat kegiatan sosial.

Serupa dengan pernyataan Siswadi (53 tahun) yang mengatakan “kami cenderung memilih sebuah kegiatan, terlebih kegiatan sosial masyarakat, kami jauh lebih nyaman berkegiatan dan mengemukakan sebuah pendapat didalam forum atau dengan jamaah LDII sendiri”

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara kualitatif, jamaah LDII dalam melihat identitas sosial seseorang sangat mempengaruhi pola interaksi komunikasi mereka dengan masyarakat sekitar. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya banyak pandangan terhadap LDII bahwa organisasi tersebut sangat memandang identitas sosial selain anggota jamaahnya dalam rana berinteraksi komunikasi dengan masyarakat sekitar.

Kesimpulan

Manajemen Privasi yang dilakukan masayarakat di Kecamatan Porong dan Kecamatan Gedangan terahadap interaksi komunikasi, termasuk kategori baik/tinggi (78,30%). Artinya manajemen privasi jamaah LDII di Kecamatan Porong dan Gedangan dalam berinteraksi komunikasi masih sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitar. Yang menjadikan terciptanya jarak antar individu dan kelompok, disebabkan oleh keputusaan untuk menutup atau membuka informasi, serta seleksi terhadap individu lain dalam berinteraksi komunikasi .

Identitas sosial yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Porong dan Gedangan dalam berinteraksi komunikasi, termasuk kategori baik/tinggi (67,54%). Namun pada pengujian hipotesis, hubungan variable identitas social terhadap interaksi komunikasi tidak dapat diterima, karena nilai signifikansi variable (X2) Identitas sosial > 0,05 yaitu 0,098. Artinya, bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara individual variabel identitas sosial terhadap interkasi komunikasi. Meskipun dalam fakta dilapangan identitas social terhadap interaksi komunikasi sangat berpengaruh adanya sebagai mana yang telah dijabarkan pada pembahasan terkait penuturuan dari warga seketitar yang hidup berdampingan dengan jamaah LDII tersebut. Namun, berbeda dengan hasil penelitian menggunakan metode kualitatif dengan wawancara, identitas sosial terhadap interkasi komunikasi yang dilakukan jamaah LDII justru nampak sangat berpengaruh, seperti mempertanyakan dari golongan jamaah mana peneliti berasal. Hal tersebut diungkapkan secara jelas ketika peneliti hendak mewawancarai beberapa responden di Kelurahan Gedang. Dari fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara kualitatif, jamaah LDII dalam melihat identitas sosial seseorang sangat mempengaruhi pola interaksi komunikasi mereka dengan masyarakat sekitar.

References

  1. Syaoki, M. (2018). Manajemen Privasi Jemaat Ahmadiyah di Kota Semarang. Al-I'lam: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 1(2), 39-50.
  2. Kusumasondjaja, S. (2016). Identitas Sosial, Norma Kelompok, Kepercayaan Dan Online Helping Behavior Pada Komunitas Sosial Berbasis Facebook. MIX: Jurnal Ilmiah Manajemen, 6(2), 156734
  3. Sholichah, I. F. (2018). Identitas Sosial Mahasiswa Perantau Etnis Madura. PSIKOSAINS (Jurnal Penelitian dan Pemikiran Psikologi), 11(1), 40-52.
  4. Baharuddin, F., & Rachmah, E. N. (2019) Dinamika Identitas Sosial Pada Anggota Kelompok Reog Singo Mangku Joyo Di Surabaya
  5. Frina, R., Hadisiwi, P., & Setiaman, A. (2012). Hubungan Manajemen Privasi dengan Iklim Komunikasi Organisasi. Students e-Journal, 1(1), 26
  6. Sugiyono. (2018) Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2015.
  7. Arif, Sherly Amalia. 2019. Perilaku Komunikasi Dunia Maya Penggemar K-POP (Studi pada International Online K-POP Fandom). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang..
  8. Safitri, S. (2019). Hubungan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Mahasiswa Semester III Prodi BImbingan dan Konseling Pendidikan Islam UIN Raden Intan Lampung Tahun Akademik 2019/2020 (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
  9. Santoso, B. R. (2019). Manajemen Privasi Komunikasi Majlis Sema’an Al-Qur’ān Jantiko Mantab Dan Dzikrul Ghōfīlīn. Islamic Communication Journal, 4(1), 1-13.
  10. Shinta, E. Y., Kusuma, R. S., & Kom, M. I. (2017). Strategi Manajemen Privasi Komunikasi Pasangan Lesbi Dalam Lingkungan Kerja (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).