Abstract
The purpose of this study is to analyze the structuring policy of street vendors as well as the factors that inhibit and support the implementation of street vendor policies. This study refers to the theory of George C. Edwards III, namely: communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. This research method is a qualitative method with a technique of determining informants, namely purposive sampling. Data collection techniques using observation, interviews, and documents. The data analysis uses Miles and Hubberman analysis, namely data reduction, presentation and conclusion. Based on the results of this study, it is stated that the implementation of the policy of structuring street vendors in Gading Fajar, Sidoarjo Regency in terms of communication has been carried out well in a persuasive and repressive manner to Gading Fajar PKL, Sidoarjo Regency, the human resources of the policy implementing apparatus are adequate, the budget resources are adequate. obtained is in accordance with what is determined through the APBD. The authority resources of each government agency Disperindag and Satpol PP have carried out their duties and authorities. Facilities resources that support agencies in implementing the policy on structuring street vendors in Gading Fajar have been fulfilled while facilities for street vendors such as a permanent place for PKL Gading Fajar are not yet available, the disposition of the Disperindag and Satpol PP are committed to implementing the policy for structuring street vendors in Gading Fajar. Sidoarjo Regency in accordance with the existing rules, the SOP bureaucracy structure has been implemented in accordance with the existing rules. The supporting and inhibiting factors for the implementation of street vendor structuring policies in Gading Fajar, Sidoarjo Regency are supporting factors: the role of the Sidoarjo Regency Government, Budget Resources, Effective Policy Socialization, and the active role of street vendors. Inhibiting Factors of Land Availability and Lack of Awareness of Street Vendors
Pendahuluan
Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 banyak sekali kegiatan ekonomi yang cenderung beralih pada sektor informal. Kegiatan ekonomi sektor informal salah satunya pedagang kaki lima. Bisa dilihat hampir semua kota-kota besar di Indonesia berkembang sangat pesat. Terlebih selama krisis moneter menyebabkan banyak industri gulung tikar, sehingga banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Hal ini pada gilirannya menambah penggangguran baru, yang nantinya muncul fenomena-fenomena baru Pedagang kaki lima sebagai jalan keluarnya dari pengangguran.
Pedagang Kaki Lima atau biasa disebut dengan PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak. Pedagang Kaki Lima (PKL) salah satu alternatif mata pencaharian sektor informal yang termasuk ke dalam golongan usaha kecil. Usaha kecil adalah kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi. Menurut Financial Accounting Standart Board (FASB) Usaha kecil merupakan perusahaan kecil yang operasinya relative kecil, biasanya pendapatan total kurang dari $5 juta. kuatnya perkonomian di kota-kota besar ini mampu membuat penduduk desa mencari keuntungan atau mengadu nasib ke kota dalam rangka beralih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan atau pedagang kaki lima ( PKL ). Untuk Pedagang Kaki Lima tidak harus memiliki keahlian khusus atau membutuhkan pendidikan tinggi, dan tidak perlu membutuhkan modal besar atau lahan yang luas, namun terkadang penghasilan PKL ini bisa melebihi penghasilan sektor lainnya.
Namun Pertumbuhan PKL yang cukup tinggi ternyata banyak menimbulkan permasalahan bagi pemerintah maupun bagi masyarakat perkotaan dimana Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak mempunyai tempat tinggal permanen selalu mencari-cari tempat strategis dalam mengembangkan usahanya, seperti tempat-tempat hiburan, sekitar terminal, sekitar sekolah, sekitar rumah sakit, dan pusat keramaian lainnya. Para pedagang kaki lima tersebut mulai memanfaatkan fasilitas umum seperti trotoar dan pinggir- pinggir jalan sebagai tempat untuk menggelar dagangannya. Hal itu sangat mengganggu masyarakat terutama pejalan kaki, menyebabkan gangguan lalu lintas, menimbulkan masalah-masalah sampah, dan akibat sampingan lainnya. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan berupa Peraturan dan Peraturan . Peraturan tersebut sebagai pedoman untuk pemerintah Kota atau Kabupaten di indonesia dalam menata atau mengatur pedagang kaki lima.
Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu kota besar di Indonesia, juga memiliki permasalahan yang disebabkan Pedagang kaki lima ( PKL ), permasalah pun hampir sama dengan kota – kota besar di Indonesia yaitu permasalahan lingkungan yaitu kemacetan dan kebersihan. Keberadaan PKL semakin merajalela terutama di pusat - pusat kota atau fasilitas publik yang ada di Kabupaten Sidoarjo. PKL di Sidoarjo bermula atau dimulai dari pedagang yang berjualan di Alun-alun Sidoarjo, kemudian dikarenakan jumlahnya yang semakin banyak pada tahun 2010-2011, direlokasi ke GOR Sidaorjo namun karena Kawasan GOR tidak strategis kemudian perlahan-lahan sebagaian PKL tersebut berpindah ke kawasan Gading Fajar.
Gambaran pedagang kaki lima di Kawasan Gading Fajar Sidoarjo pada umumnya hampir sama dengan pedagang kaki lima di lokasi lain sekitar Kabupaten Sidoarjo. hanya saja ketika dilihat dari aspek penataanya maka kita temukan bahwa pedagang kaki lima di Gading Fajar Sidoarjo susah diatur dibandingkan lokasi pedagang kaki lima lain di Sidoarjo. Gading Fajar ini sejatinya bukanlah tempat untuk berdagang para PKL karena merujuk pada maupun , tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa seseorang diizinkan berdagang di area Jalan yang menimbulkan adanya sampah dan kemacetan. Namun melihat Kawasan Gading Fajar yang strategis yang banyak dilalui oleh masyarakat Sehingga kebanyakan PKL seakan tidak peduli tentang peraturan dan memilih untuk pindah kelokasi Kawasan Gading Fajar tersebut.
Gambar 1.1 Grafik peningkatan jumlah Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Sidoarjo
Dari Gambar grafik 1.1 di atas jumlah Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Sidoarjo mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2019 peningkatan pedagang kaki lima di Kawasan Gading Fajar 141% peningkatan pedagang kaki lima ini disebabkan karena adanya kelompok illegal yang selalu menerima atau mengizinkan kehadiran Pedagang kaki lima di luar Kawasan Gading Fajar atau di luar Kabupaten Sidoarjo untuk berjualan di Kawasan Gading Fajar. PKL Gading Fajar didominasi sebagian besar pedagang makanan atau minuman, ada juga PKL yang berjualan pakaian,asesoris, sandal, dan peralatan elektronik. tentu hal ini sangat mengganggu bagi penduduk setempat yang tinggal di kawasan Gading Fajar jika fasilitas umum sebagian besar digunakan Pedagang Kaki Lima. PKL di Gading Fajar ini harus segera ditangani, paling tidak karena tiga alasan. :Pertama karena PKL, di Gading Fajar yang merupakan tempat jalan umum yang meruakan tempat lewatnya kendaraan jika jalanya digunakan PKL pengendara mengalami kemacetan. Kedua dengan membiarkan perkembangan PKL yang terus bertambah di khawatirkan hal itu akan dapat menimbulkan langkah-langkah yang harus diambil untuk penataan secara keseluruhan menjadi semakin buruk. Ketiga keberadaan PKL di lingkungan Gading Fajar sudah kelewat banyak jumlahnya, melewati ambang batas toleransi kemampuan lokasi ini untuk menampungnya, sehingga dalam beberapa kasus akibatnya menjadi kontra produktif, Kawasan ini menjadi semrawut dan kerusakan tanaman disekitar sulit dikendalikan.
Adapun dalam pelaksanaan kebijakan penataan PKL, hal-hal yang menjadi permasalahan dalam Implementasi kebijakan pedagang kaki lima Gading Fajar Sidoarjo yaitu : pertama, pelaksanaan kebijakan yang bersifat sosialisasi oleh Pemkab Sidoarjo kurang intensif. Pelaksanaan waktu sosialisasi yang dilakukan pemerintah tidak menentu ada waktu pelaksanaan sosialisasi satu minggu sekali ada bahkan satu bulan sekali bahkan pemerintah tidak melakukan sosialisasi. Kendala tersebut akibat dari sangat minimnya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah sehingga sosisalisasi kurang intensif dan produktif. Kedua, kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam menekan laju perkembangan PKL. Petugas yang menekan dan mengawasi kebijakan PKL adalah petugas satpol pp namun pemerintah mengerahkan petugas satpol pp di lapangan hanya berjumlah 104 personil tentu jumlah ini sangat sedikit dalam menekan laju perkembangan PKL di Gading Fajar sidoarjo yang sudah mencapai 1000 PKL. Ketiga, adanya kelompok penekan pedagang kaki lima yang kontra dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Sidoarjo membuat kesulitan melakukan penertiban, karena kelompok ini cukup terorganisir dengan baik.
Metode Penelitian
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik penentuan informan menggunakan Purposive Sampling adalah cara pengambilan suatu sampel harus sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan dan berdasar pada tujuann penelitian. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penelitian pada: Untuk menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana Implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Sidoarjo. Dan Untuk menganalisis dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung Implementasi kebiijakan penataan pedagang kaki lima di Gading fajar Kabupaten Sidoarjo. Dengan menggunakan Teori Implementasi George C.Edwards Dalam dan pandangan Edwards, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:(1) komunikasi,(2) sumberdaya,(3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidoarjo Dan juga pada Kantor Satpol PP Kabupaten Sidoarjo. Teknik Pengumpulan Data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan secara menyeluruh data yang didapat selama proses penelitian. Miles dan Huberman dalam mengungkapkan bahwa dalam mengolah data kualitatif dilakukan melalui tahap reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Implementasi Kebijkan penataan pedagang kaki lima di Kawasan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo
Komunikasi ( communication )
Komunikasi memiliki beberapa dimensi antara lain, transmisi, kejelasan.dan konsistusi Dalam pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten sidoarjo. dimensi transmisi dapat dilihat dari komunikasi antar pelaksana yang dilakukan 2 hari sebelum pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima agar mengetahui dan memahami apa yang harus di lakukan. Sebagaimana Disperindag Kabupaten Sidoarjo akan melakukan pengawasan, pembinaan PKL dan Disperindag melaporkan kepada Satpol PP terkait hasil pengawasan jika ditemukan pelanggaran PKL. Kemudian satpol pp akan menindaki PKL yang melanggar tersebut dalam pelaksanaan kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo, Satpol PP Kabupeten Sidoarjo telah melakukan dua bentuk tindakan kepada PKL. Bentuk tindakan pertama adalah yang bersifat persuasif yang dilakukan dengan kegiatan pemberian sanksi 3 kali bagi PKL yang melanggar dan bentuk tindakan kedua yang dilakukan secara represif yang menggunakan pola-pola aksi seperti pencabutan TDU dan pembongkaran lapak atau kios para Pedagang Kaki Lima. Konsistensi mencapai kesepakatan dalam penyampaian informasi peraturan kepada pedagang kaki lima agar tidak terputus yaitu dengan cara menemui secara langsung ditempat mereka bekerja, Media penyampaian informasi peraturan PKL menggunakan media berupa surat edaran, pemasangan pamphlet atau benner. Dan informasi di dalam surat edaran atau pamfet tersebut sangat jelas dan mudah dimengerti oleh PKL.
Jika dilihat hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu dan yang mana kegiatan sosialisasi dari penelitian terdahulu yaitu komunikasi atau sosialisasi PKL dilakukan dengan persuasife dan represife dan juga media penyebaran informasi peraturan PKL menggunakan surat edaran, atau pemasangan pamflet yang mana petugas pengawas PKL menyerahkan surat edaran atau memasang pamflet untuk memberitahukan kepada PKL.
Sumber daya ( Resources )
Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia instansi pelaksana kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo berdasrkan hasil penelitian dapat dikatakan sudah mememadai, dalam pelaksanaan tugas dan kewenanganya,. Apabila Sumberdaya manusia yang tidak memadahi jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempuma karena mereka tidak bisa melaksanakan kebijakan PKL dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program.
Sumber daya anggara dalam implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di gading fajar kabupaten sidoarjo pemerintah kabupaten sidoarjo mendukung dan mengeluarkan dana dari APBD untuk pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima di gading fajar sidoarjo. Sedangkan sumber daya fasilitas yang mendukung pelaksana kebijakan seperti fasilitas peralatan dalam pembuatan pamphlet, rambu larangan berjualan yang sudah dipenuhi oleh pemerintah kabupaten sidoarjo sedangkan fasilitas untuk PKL Gading Fajar terutama berhubungan dengan penyediaan tempat bersifat tetap untuk usaha bagi Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo belum ada. Sedangkan fasilitas tempat sementara untuk PKL Gading Fajar berusaha yang disediakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo di lahan kosong milik MA dekat dengan SMAN 2 sidoarjo namun jika melihat lokasi tersebut tidak bisa menampung seluruh PKL di Gading Fajar yang jumlanya sangat banyak hal ini disebabkan karena anggaran yang dikeluarkan oleh APBD dalam penataan Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo masih terbatas
Hasil penelitian ini memiliki kesamaan juga dengan hasil penelitian terdahulu dan . Yang mana petugas pengawas kebijakan sudah memadai sedangkan fasilitas tempat usaha yang disediakan oleh pemerintah belum memadai seperti dari hasil penelitian terdahulu bahwa PKL tidak memiliki fasilitas tetap yang disediakan oleh pemerintah kabupaten sidoarjo. Lokasi sementara yang disediakan oleh pemerintah Kabupaten sidoarjo untuk PKL lokasinya tidak strategis yang membuat PKL tidak mau pindah ke lokasi tersebut.
Disposisi (D ispositions )
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap atau respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk atau arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program.
Dari hasil penelitian hal ini dapat dilihat dari komitmen dan kerja keras Disperindag dan Satpol PP untuk menjalankan tugas dan wewenangnya petugas Satpol PP Kabupaten Sidoarjo sebagai implementor kebijakan penertiban PKL sangat siap dalam menjalankan tugas yang diberikan. PKL yang tidak taat akan diberikan sanksi, dengan cara 3 kali diberi peringatan, dan jika masih melanggar maka akan dilakukan pencabutan TDU dan pengamanan barang dagangan di Satpol PP, dengan jangka waktu 7 hari baru bisa diambil lagi. Selain dilihat dari komitmen para pelaksana pemberian insentif juga mempengaruhi dalam keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Komitmen dari para pelaksana juga tidak lepas dari adanya insentif. Dimana pemberian insentif kepada petugas Disperindag dan Satpol PP yang dilakukan setiap 1 tahun sekali dengan beberapa reward maupun punishment Jika dilihat dari penelitian terdahulu dan . Disposisi atau sikap petugas pengawas PKL hasil penelitian terdahulu sikap yang dilakukan oleh petugas sama dengan hasil penelitian saat ini.
Struktur birokrasi (Bureaucratic Structure)
Struktur birokrasi merupakan standar operasional prosedur kebijakan dimana dalam hal ini akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya. Penyebaran wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Satpol PP agar dalam pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Wewenang dalam memberikan intruksi terkait pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo dalam melaksanakan pendataan jumlah PKL di Gading Fajar Kabupaten dilakukan oleh pihak Dinas perindustrian dan Perdaganga, Sedangkan pihak yang menertibkan PKL di Gading Fajar adalah pihak Satpol PP Kabupaten Sidoarjo. Fenomena dilapangan tersebut jika dikaitan dengan teori birokrasi dalam dan yang mengatakan bahwa birokrasi dijabarkan sebagai organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang diduduki oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat, disertai aturan tentanng kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandate. Tidak terlepas dari SOP yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk menjadi acuan kebijakaan penataan pedagang kaki lima.
Standar Operasional Prosedur dalam pendataan dalam pembuatan TDU pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo bahwa dalam persyaratan yang dilengkapi pemohon dalam kepengurusan kecamatan prosedur pelayanan yang diajukan oleh pemohon yaitu langkah awal yang dilakukan adalah menyerahkan berkas yang diajukan kepada petugas kecamatan Setelah berkas diserahkan kepada petugas. Petugas melakukan verifikasi berkas dilakukan guna mengidentifikasi kelengkapan persyaratan yang diajukan. Apabila terdapat salah satu berkas yang belum lengkap dan pengisian data yang salah. Maka berkas akan dikembalikan kepada pemohon. Begitu juga sebaliknya, berkas yang sudah lengkap dan data yang diisi juga benar. Maka berkas akan diproses dengan memberikan tanda terima oleh petugas. Prosedur selanjutnya yaitu petugas melakukan scanner pada berkas pemohon dan akan di entry untuk proses pencetakan surat atau kartu TDU. Sedangkan SOP penertiban PKL seperti hasil wawancara yang peneliti lakukan bahwa petugas satpol pp menjaga atau menertibkan kawasan gading fajar selama dua puluh empat jam. Menurut Edward struktur birokrasi adalah aspek-aspek yang mencakup struktur organisasi, pembagian wewenang, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Oleh karena itu struktur birokrasi mencakup standar operasional prosedur dimana dalam hal ini guna memudahkan dan menyelaraskan tindakan para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa teori tersebut jika dikaitkan dengan fenomena yang ada di lapangan sudah sesuai dalam SOP yang ditetapkan dan dimana dalam penyebaran wewenang dari struktur birokrasi telah dilakukan secara baik oleh masing-masing pelaksana kebijakan dengan batasan wewenang yang sudah ditentukan secara umum. struktur birokrasi dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo telah melibatkan berbagai intansi terkait yang berhubungan dengan Penataan dagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo Hal ini terlihat dari berbagai kegiatan koordinasi yang dilakukan. Rancangan proses kebijakan yang sudah di susun perlu di sosialisasikan kepada para pedagang kaki lima Langkah sosialisasi sengaja dilakukan sebelum rancangan menjadi lebih matang sebagai sebuah prosedur kebijakan penataan yang baku.
Hasil penelitian penulis jika dikaitkan dengan hasil penelitian terdahulu dan. Terdapat persamaan dari hasil temuan penulis dilapangan yang terlihat dari pelaksanaan pendataan PKL yang dilakukan kecamatan dan pelaksanaan penertiban PKL yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja kabupaten sidoarjo sudah berjalan sesuai dengan prosedur pelayanan yang sudah ditetapkan. Terlihat dari kesesuaian prosedur pelayanan dengan layanan actual.
Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan Penataan Pedagan kaki Lima Di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo
Faktor pendukung dan faktor penghambat akan muncul seiring dengan dilaksanakannya suatu kegiatan. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu implementasi kebijakan. Apalagi implementasi kebijakan adalah suatu kegiatan publik yang melibatkan pemerintah dengan masyarakat luas pada umumnya. Selanjutnya dalam implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo juga ditemukan adanya faktor pendukung dan factor penghambat, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
Faktor pendukung
Peran Pemerintah Berdasarkan teori model implementasi kebijakan menurut teori George C. Edwards dalam dan . Menekankan aspek komunikasi antar organisasi pelaksana menjadi syarat utama dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. adanya komitmen dari Bupati untuk mendukung terimplementasinya kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo yang kemudian Bupati Kabupaten Sidoarjo sebagai pejabat mempunyai kewenangan dan kekuasaan untuk mempengaruhi OPD-OPD yang terlibat dalam implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima ini . Hal ini menjadi bukti bahwa peran pemerintah Kabupaten Sidoarjo menjadi salah satu faktor pendukung Implementasinya kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Jika dilihat dari penelitian terdahulu dan ditemukan persamaan dengan penelitian saat ini yaitu peran pemerintah merupakan faktor pendukung Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima
Sumber Daya Anggaran Berjalannya implementasi kebijakan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo didukung dengan sumber daya pendanaan dari APBD Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara bahwa kalau Tidak ada anggaran dari APBD maka kebijakan tidak akan bisa diimplementasikan hal ini menjadi bukti bahwa dukungan sumber daya anggaran menjadi salah satu faktor pendukung implementasinya kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Jika dilihat dari penelitian terdahulu dan . Ditemukan persamaan dengan penelitian saat ini yaitu sumber daya anggaran merupakan faktor pendukung Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima.
Sosialisasi Kebijakan yang Efektif adanya sosialisasi kebijakan yang efektif. Sesuai dengan hasil wawancara sosialisasi dilakukan dengan cara persuasife dan represive dengan pedagang kaki lima yang kemudian akan dikoordinir, sosialisasipun dilakukan secara kontinu sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap penyebaran informasi mengenai implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo Sehingga tidak terjadi miskomunikasi antara pelaksana dan sasaran kebijakan dan terjadi pola komunikasi yang baik antara pemerintah dengan pedagang kaki lima maupun masyarakat. Hal ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu dan . Bahwa sosialisasi kebijakan yang efektif merupakan faktor pendukung Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima.
Peran Aktif Pedagang Kaki Lima dan Masyarakat peran aktif pedagang kaki lima dan masyarakat adalah Kesadaran PKL yang mau bekerjasama dengan pemerintah selaku pelaksana kebijakan dan sikap mereka yang menaati peraturan yang ada dan mau menempati tempat berjualan sementara yang sudah disediakan oleh pemerintah menjadikan peran aktif pedagang kaki lima dan masyarakat menjadi faktor pendukung akan berhasilnya implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Hal ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu dan . Bahwa peran aktif pedagang kaki lima dalam mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan merupakan faktor pendukung Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima.
Faktor Penghambat
Ketersediaan LahanUntuk menyediakan lokasi tetap untuk pedagang kaki lima yang terdapat pada kawasan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo sesuai dengan Peraturan . Rencana pembangunan tempat tetap PKL Gading Fajar belum karena keterbatasan lahan dan anggaran yang dikeluarkan terbatas disediakan sedangkan pemerintah telah melakukan pemanfaatan sementara seperti lahan kosong milik MA di depan SMAN 2 Sidoarjo untuk dijadikan PKL berjualan yang ada di kawasan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Oleh karena itu Keterbatasan lahan masih menjadi faktor penghambat implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Jika dilihat dengan penelitian terdahulu dan . Bahwa dalam penelitian terdahulu keterbatasan lahan merupakan faktor penghambat dalam hal relokasi PKL begitu pula dengan penelitian saat ini bahwa relokasi PKL di Kawasan Gading Fajar kelokasi tetap tidak bisa dilakukan karena pemerintah belum menemukan tempat strategis untuk PKL di Kawasan Gading Fajar menetap. Oleh karena itu keterbatasan lahan merupakan faktor penghambat Implementasi Kebijakan pedagang kaki lima.
Dan faktor penghambat lanya adalah Kurangnya Kesadaran Pedagang Kaki LimaFaktor implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo adalah kurangnya kesadaran pedagang kaki lima dalam mematuhi peraturan dan memanfaatkan fasilitas sementara yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk menata pedagang kaki lima yang terdapat di kawasan Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo. Hal ini disebabkan karena kurangnya rasa empati dari pedagang kaki lima atau PKL dan masyarakat dalam mematuhi peaturan dan memanfaatkan lahan kosong di depan SMAN 2 Sidoarjo oleh karena itu kurangnya kesadaran PKL dalam mematuhi peraturan dan memanfaatkan lahan kosong sementara yang disediakan oleh pemerintah kabupaten sidoarjo merupakan faktor penghambat implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di gading fajar kabupaten sidoarjo. Hal ini memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu dan . Bahwa kurangnya kesadaran pedagang kaki lima merupakan faktor penghambat Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima.
Kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan terkait Kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan yaitu Pelaksanaan Kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo ditinjau dari :
proses transmisi informasi yang dilakukan oleh pihak dinas perindustrian dan perdagangan dan satpol pp Kabupaten Sidoarjo sudah menunjukkan bahwa dalam proses transmisi komunikasi yang dilakukan melalui komunikasi internal dan eksternal dengan cara pengadaan rapat intern dengan pihak implementator sedangkan untuk komunikasi eksternal dilakukan dengan cara sosialisasi persuasive dan represife kepada PKL Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo dan juga penyebaran melalui media surat edaran, sosialisasi dan juga melalui pamplet yang biasanya dibuat oleh pihak pelaksana kebijakan yakni satpol PP.
dalam implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo sumber daya manusia aparatur pelaksana kebijakan telah memadai sedangkan sumber daya anggaran yang didapatkan telah sesuai dengan yang ditetapkan melalui APBD sebagai biaya operasional yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima pada gading fajar kabupaten sidoarjo. Selanjutnya sumber daya wewenang pada pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima setiap instansi pemerintah Disperindag serta Satpol PP sudah melaksanakan tugas serta wewenangnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. sumber daya fasilitas yang mendukung instansi dalam pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima di gading fajar sudah terpenuhi sedangkan fasilitas buat PKL seperti tempat tetap untuk PKL Gading Fajar belum tersedia hal ini disebabkan Ketersediaan anggaran yang dikeluarkan buat pembangunan tempat permanen PKL tidak ada .
bisa ditarik kesimpulan bahwa disposisi menunjukkan adanya komitmen dari mulai pihak pemerintah dalam hal ini yaitu Disperindag serta Satpol PP memiliki komitmen buat menjalankan kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo sesuai dengan hukum yang ada. Kebijakan apapun yang dirancang oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo semua pihak yang terlibat pasti mendukung adanya kebijakan tersebut. Selain ditinjau dari komitmen para pelaksana pemberian bonus atau instensif juga mempengaruhi dalam keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Komitmen asal para pelaksana juga tidak lepas berasal adanya bonus. Dimana pemberian bonus kepada petugas Disperindag serta Satpol PP yang dilakukan setiap 1 tahun sekali menggunakan beberapa reward maupun punishment.
Struktur birokrasi dalam perumusan kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo dapat dikatakan sudah baik hal ini terlihat dari dilaksanakannya koordinasi lintas instansi terkaityang berhubungan dengan Penataan Pedagang Kaki Lima di Gading Fajar KabupatenSidoarjo. SOP dalam pelaksanaan kebijakan penataan PKL telah diterapkan oleh pemerintah kabupaten Sidoarjo pada pendataan atau pembuatan TDU dan penertiban PKL instansi agen pelaksana telah menerapkan prosedur awal hingga hingga akhir dalam melaksanakan tugasnya.
Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan Penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo
Faktor Pendukung
Peran Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Komitmen dari Bupati untuk mendukung terimplementasinya kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo yang kemudian Bupati Kabupaten Sidoarjo sebagai pejabat mempunyai kewenangan dan kekuasaan untuk mempengaruhi OPD-OPD yang terlibat dalam implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima ini .
Sumber Daya Anggaran Berjalannya implementasi kebijakan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo didukung dengan sumber daya pendanaan dari APBD Kabupaten Sidoarjo. Jika tidak ada anggaran implementasi kebijakan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo tidak akan pernah berjalan
Sosialisasi Kebijakan yang Efektif adalah adanya sosialisasi kebijakan yang efektif. yang dilakukan dengan cara persuasife dan represive dengan pedagang kaki lima yang kemudian akan dikoordinir, sosialisasipun dilakukan secara kontinu sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap penyebaran informasi mengenai implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo Sehingga tidak terjadi miskomunikasi antara pelaksana dan sasaran kebijakan dan terjadi pola komunikasi yang baik antara pemerintah dengan pedagang kaki lima maupun masyarakat.
Peran aktif pedagang kaki lima dan masyarakat Peran aktif pedagang kaki lima dan masyarakat setempat untuk mau mematuhi peraturan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk menata pedagang kaki lima yang terdapat di daerah Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo akan menjadi factor pendukung terbesar buat keberhasilannya implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo.
Faktor Penghambat
Ketersediaan Lahan untuk menyediakan lokasi permanen buat pedagang kaki lima yang ada di daerah Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo sesuai dengan rencana lebih jelasnya rapikan Ruang di tempat strategis atau yang seringkali dilewati masyarakat pada daerah Kabupaten Sidoarjo belum tersedia. Hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan kosong di Kabupaten Sidoarjo.
Kurangnya Kesadaran Pedagang Kaki Lima Faktor penghambat terbesar pada implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Gading Fajar Kabupaten Sidoarjo merupakan kurangnya kesadaran pedagang kaki lima dalam mematuhi peraturan yang ada sehingga menyebabkan implementasi kebijakan Pemerintah tidak bisa terlaksana dengan baik.
References
- P. Presiden, NO 125 tentang koordinasi dan pemberdayaan PKL, 2012.
- p. menteri, No 41 tentang pedoman dan pemberdayaan PKL, 2012.
- U. UNDANG, No 22 tentang lalu lintas angkutan jalan, 2009.
- U. UNDANG, No 38 tentang jalan, 2004.
- Subarsono, Teori Implementasi Dalam Tiga Generasi, Bandung: Mandar Maju, 2011.
- Tarigan, Model Proses Implementasi Kebijakan, jakarta: jakarta, 2000.
- Sugiyono, Metode penelitian kuantitaif kualitatif dan R&D, Bandung: Cv Alfabeta, 2017.
- A. S. H. Kusuma, Problematika Penataan Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima Taman Pinang Sidoarjo”, Surabaya: Program Panca Sarjana Ilmu Politik, Universitas Airlangga Surabaya. , 2018.
- B. A. Ramadhan, Implementasi Penataan dan Pengendalian Pedagang Kaki Lima di Sidoarjo Dalam Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, Surabaya : Universitas Erlamgga, 2020.
- P. Daerah, no 3 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima, 2016.