Public Policy
DOI: 10.21070/ijppr.v20i0.1280

Implementation of Child Identity Card Policy through Resources at the Population and Civil Registration Office of Mojokerto Regency


Implementasi Kebijakan Kartu Identitas Anak Melalui Sumber Daya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Policy Implementation Population Administration Child Identity Card

Abstract

This study aims to analyze and describe the implementation of the child identity card policy as well as to analyze and describe the obstacles/barriers to the implementation of the child identity card policy at the Department of Population and Civil Registration of Mojokerto Regency. This study uses the theory of public policy implementation. The research method uses a qualitative descriptive approach using data collection techniques in the form of interviews, documentation, and observation. Data analysis techniques from Miles and Hurberman (2011: 247) are data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of this study indicate that the policy on child identity cards at the Department of Population and Civil Registration of Mojokerto Regency can be viewed from the resource indicators, namely there are still some that have not been implemented. Minimal human resources, facilities in the form of printing machines and computers for identity cards are minimal, information related to children's identity cards is not maximized. Keywords: Policy Implementation, Population Administration, Child Identity Cards.

Pendahuluan

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum, dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang pada dasarnya pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan atas peristiwa penting dalam kependudukan ataupun peristiwa lainnya yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Jumlah penduduk Indonesia dengan kelompok usia 0-19 tahun yang berjumlah 85.674.080, dari jumlah total keseluruhan penduduk Indonesia 270.203.917 pada tahun 2020 (BPS, 2020) [1]. Jika dibandingkan jumlah pada kelompok usia 0-19 tahun 23.122.992 sedangkan pada kelompok usia 20-75+ tahun 247.080.924. Jumlah pada kelompok usia 0-19 tahun terbilang besar maka dari itu pemerintah lebih meningkatkan terhadap anak-anak melalui Undang-Undang perlindungan anak dan kebijakan lainnya. Karena anak merupakan generasi penerus Bangsa dan Negara. Tidak hanya Negara dan Pemerintah saja yang memiliki kewajiban untuk melindungi anak, tetapi peran dari orangtua, keluarga, dan lingkungan. Salah satu hak anak yang wajib terpenuhi adalah masalah hak sipil anak. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak [2]. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan [3].

Demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Setiap anak berhak atas suatu haknya hal ini sudah diatur dalam Komite Hak Anak PBB yang mengelompokkan dalam Konvensi Hak-hak Anak menjadi lima kluster, yaitu: 1) Hak Sipil dan Kebebasan, 2) Lingkungan Keluarga dan Pengasuh Alternatif, 3) Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, 4) Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Rekreasi, 5) Perlindungan Khusus [4]. Bukti identitas yang dimiliki anak hanya bisa dibuktikan dengan adanya akta kelahiran saja, tetapi dengan seiring perkembangan zaman tidak hanya orang dewasa yang diatas usia 17 tahun saja yang wajib memiliki Kartu Identitas Penduduk (KTP), anak mulai dari usia 0-17 tahun diwajibkan memiliki kartu identitas yang disebut dengan Kartu Identitas Anak (KIA). Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak [5]. Kartu Identitas Anak dibagi menjadi 2 jenis diantaranya KIA untuk usia 0-5 tahun dan 6-17 tahun yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Pelaksanaan penerbitan KIA sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak yang termasuk dalam pelayanan publik dalam bidang Administrasi Kependudukan. Administrasi Kependudukan merupakan salah satu hal urgent. Karena di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan pasal 3 berbunyi “Setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil”. Dengan demikian, setiap penduduk wajib melaporkan mengenai setiap peristiwa kependudukan yang dialami [6].

Pada tahun 2016 Jawa Timur sudah menerapkan kebijakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak, salah satunya di Kabupaten/Kota Mojokerto. Pada tahun 2018 pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto belum mewajibkan tentang kepemilikan Kartu Identitas Anak dikarenakan blanko dari pusat yang terbatas. Oleh karena itu sosialisasi Kartu Identitas Anak di tahun 2018 belum terlaksana secara maksimal kepihak masyarakat dan berdampak pada jumlah kepemilikan Kartu Identitas Anak sedikit dari jumlah keseluruhan anak-anak usia 0-17 tahun. Pada tahun 2019 Dispendukcapil membuat inovasi dengan menggabungkan kepengurusan berkas administrasi kependudukan berupa identitas anak dengan Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan KIA yang bernama BALAPUTRA KITA (Bayi Lahir Pulang Terima Akta Kelahiran dan Kartu Identitas Anak) [7].

Tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang berdampak pada pelayanan publik yang mengharuskan kepengurusan berkar administrasi kependudukan media sosial dan websait yang tertera, hal ini membuat banyaknya masyarakat belum mengetahui aturan baru tersebut karena kurangnya sosialisasi dari pihak Dispendukcapil dengan masyarakat. Adapun permasalahan yang membuat implementasi kebijakan KIA di Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto belum berjalan secara optimal: a) Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat atas perubahan pelayanan kepengurusan administrasi kependudukan, b) Kurangnya Sumberdaya dalam staff dan fasilitas, SDM yang belum sebanding dengan jumlah pemohon kepemilikan KIA serta mesin cetak dan komputer yang yang terbatas sehingga mengalami keterlambatan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yang membuat masyarakat tidak tertarik untuk mengurus kepemilikan Kartu Identitas Anak.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menurut Nurwega (2015), metode analisis deskriptif adalah tahapan dalam mencari solusi dengan menyelidiki dan menggambarkan keadaan subyek atau berupa objek lain berdasarkan fakta-fakta yang terlihat dan apa adanya. Fokus untuk penelitian ini adalah Implementasi Kebijakan Kartu Identitas Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto, menggunakan teori menurut George C. Edward III (1980: 1) yakni Sumberdaya [8]. Lokasi dalam penelitian ini bertempat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini yakni teknik purposive sampling dan melibatkan Kepala Seksi Identitas Penduduk, Kepala Seksi Pengelolaan dan Penyajian Data, Sub Bidang Identitas Penduduk, Kepala Seksi Inovasi Pelayanan. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Miles & Huberman dalam Sugiyono (2011:247) yang terdiri dari pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan [9].

Hasil dan Pembahasan

Implementasi kebijakan merupakan proses yang krusial karena seberapa baiknya suatu kebijakan ika dipersiapkan dan direncanakan dengan baik, maka tujuan dari suatu kebijakan publik tidak terwujud (George Edward III, 1980:1). Salah satu kebijakan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak yang mewajibkan anak dibawah 17 tahun memiliki Kartu Identitas Anak sebagai identitas mereka dan hanya bisa didapatkan serta dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota [10]. Hal ini masuk dalam pelayanan publik dalam bidang Adinistrasi Kependudukan. Untuk dapat mengetahui Implementasi Kebijakan Kartu Identitas Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto, peneliti akan menyajikan data berdasarkan indikator sumberdaya dalam Edward III (1980:1).

Sumberdaya merupakan faktor utama dalam berjalannya suatu organisasi, karena sumberdaya mencakup pada staff, informasi, wewenang, dan fasilitas. Hal tersebut memiliki persamaan dengan penelitian dengan penelitian Muhammad Rizqi Haji Ega Firnanda yang mana indikator memakai dari Edward III. Maka untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kebijakan kartu identitas anak yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto sangat penting untuk mengetahui perubahan/atau terciptanya inovasi baru tentang hal tersebut di Dispendukcapil. Pada dasarnya, semua kegiatan kepengurusan surat/administrasi kependudukan khususnya dibagian pelayanan Kartu Identitas Anak memerlukan sumberdaya yang memumpuni untuk kebutuhan melayani masyarakat/pemohon berkas.

Petugas pelayanan kartu identitas anak diwajibkan memiliki kemampuan untuk mengoperasikan komputer karena data yang di input dari pemohon lansung masuk ke data SIAK(Sistem Informasi Administrasi Kependudukan). Tetapi Adapun beberapa permasalah yaitu keterbatasan dari staff yang mempengaruhi lamanya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat serta kurangnya sosialisasi tentang kebijakan ini ke lingkungan masyarakat. anggaran merupakan indikator yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan penerbitan kartu identitas anak. Baik secara kepengurusan melalui mandiri dan program BALAPUTRA KITA (Bayi Lahir Pulang Terima Akta Kelahiran dan Kartu Identitas Anak) di Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto. Anggaran tersebut sudah masuk dalam APBD pada kebutuhan Administrasi Kependudukan Kabupaten Mojokerto.

Informasi yang diberikan kepada masyarakat dari petugas Dispenduk melalui sosialisasi media sosial dan inovasi baru yang dibuat oleh petugas Dispendukcapil supaya masyarakat tau tentang adanya Kartu Identitas di Kabupaten Mojokerto dengan mengeluarkan BALAPUTRA KITA (Bayi Lahir Pulang Terima Akta Kelahiran dan Kartu Identitas Anak) serta secara mandiri yaitu untuk kepengurursan melalui BALAPUTRA KITA pihak dari Dispendukcapil bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (Rumah Sakit, Bidan, Klinik) serta Kolektif sekolah. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.2 berikut :

Supplementary Files

Gambar 1. Alur Prmohonan Melalui Kolektif Sekolah

Dari gambar 4.3 menunjukkan prosedur pelayanan KIA melalui Kolektif sekolah membutuhkan 4 proses dan lama waktu untuk proses jadinya KIA kurang lebih 1 minggu. Melalui program BALAPUTRA KITA, reformasi birokrasi pemerintah kabupaten Mojokerto adalah mengeluarkan inovasi yang beenama BALAPUTRA KITA sebagai solusi terhadap pelayanan Kartu Identitas Anak dan Akta Kelahiran supaya lebih praktis. Adapun beberapa prosedur pelayanan BALAPUTRA KITA, hal ini dapat dilihat dari gambar 4.3 berikut:

Supplementary Files

Gambar 2. Prosedur Pelayanan BALAPUTRA KITA

Dari gambar 4.3 pasien/pemohon melakukan proses melahirkan di Bidan/Klinik/RS setempat kemudian petugas dari instansi tersebut melaporkan ke pihak Dispendukcapil mealui wahtsaap dengan catatan semua persyaratan harus lengkap. Kemudian melalui proses mandiri, pemohon hanya menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan yaitu : 1) Fotocopy Akta Kelahiran Anak, 2) Fotocopy KK berdomisili Kabupaten Mojokerto, 3) pas Foto ukuran 3x4 bagi usia 6-17 tahun. Tetapi dari proses tersebut ,asih adanya kendala dalam pelaksanaan kebijikan kartu identitas anak ini yaitu keterbatasan media social yang khusus menginformasikan tentang KIA ke masyarakat. Pihak Dispendukcapil melakukan Kerjasama antara Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan hal ini membuat kebijakan kartu identitas anak berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang ada di Permendageri Nomor 2 tahun 2016 yang mewajibkan setiap anak usia 0-17 tahun memiliki KIA dan dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan memiliki wewenang dan kewajiban untuk memberikan sosialisasi tentang KIA ke masyarakat/wali.

Terkait dengan sarana dan prasarana yang diberikan pihak Dispenduk kepada masyarakat sudah baik tetapi ada kendala dalam proses pelayanan dan penerbitan KIA karena dari jumlah petugas pelayanan yang terbatas dan mesin cetak serta komputen untuk KIA yang terbatas. Hal ini membuat keterlambatan penerbitan KIA kepada pemohon kepelimikan KIA.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang Implementasi Kebijakan Kartu Identitas Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan ipil Kabupaten Mojokerto dapat disimpulkan bawa implementasi kebijakan kartu identitas anak di dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten Mojokerto jika ditinjau dari sumberdaya manusia/staff menunjukkan bahwa kuantitas dan kualitas belum sesuai dengan jumlah petugas pelayanannya serta jumlah mesin cetak dan komuter yang terbatas yang menyebabkan keterlambatan proses jadinya Kartu Identitas Anak sampai ke tangan masyarakat atau anak-anak. Untuk sumberdaya informasi belum maksimal karena belum ada media social khusus untuk menginformasikan Kartu Identitas Anak ke masyarakat luas. Pemerintah sebaiknya memperhatikan dalam pengadaan sumberdaya manusia dan sumberdaya fasilitas. Karena dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat Kabupaten Mojokerto dengan dibekali sumberdaya manusia dan staff yang memadai dalam proses berjalannya pelaksanaan pelayanan Kartu Identitas Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mojokerto.

References

  1. Jumlah Kelompok Usia Pada Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik 2020)
  2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
  3. Muhammad Rizqi Haji Ega Firnanda,dkk (2020). Implementasi kebijakan Kartu Identitas Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sidorajo
  4. Komite Hak Anak Yang Mengelompokkan Dalam Konvensi Hak-hak Anak
  5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak
  6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan
  7. Untung Sri Hardjanto, (2019). Kebijakan Penerbitan Kartu Identitas Anak di Kota Semarang
  8. Teori Menurut George C. Edward III (1980:1)
  9. Teknik Pengumpulan Data Menurut Miles & Huberman Dalam Sugiyono (2011:247)
  10. Ria Ratna Sari Pasaribu, (2018). Implementasi Kebijakan Dalam Pelayanan Pembuatan Kartu Identitas Anak (KIA) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batu