Abstract

This scientific article explores the communication patterns within the Sadar Wisata (Pokdarwis) group in Dusun Tlocor, Sidoarjo District, which was formed by the local government to develop tourism potential, particularly the emerging Pulau Lusi (Lumpur Sidoarjo). Using a qualitative descriptive approach, data was collected through informant interviews. The study reveals that the communication pattern within Pokdarwis exhibits a linear or continuous/chain communication style. The findings shed light on the dynamics of communication strategies employed by the group, enabling a deeper understanding of their efforts in developing tourism. These insights hold implications for fostering community participation and maximizing the economic benefits of tourism in the region.

Highlights:

  • Communication patterns: The study investigates the communication patterns within the Pokdarwis group in Dusun Tlocor, shedding light on how information and ideas flow among members and contribute to tourism development.

  • Tourism development: The research focuses on the efforts made by the Pokdarwis group in developing tourism potential in Dusun Tlocor, highlighting the importance of effective communication strategies in attracting visitors and generating economic benefits.

  • Community participation: The study emphasizes the significance of involving the local community in tourism development, as the formation of Pokdarwis demonstrates a collaborative approach to engage and empower residents in shaping the future of their region through effective communication.

Keywords: Pokdarwis, communication patterns, tourism development, Dusun Tlocor, Sidoarjo District

PENDAHULUAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsep pariwisata adalah berwisata bersama, bertamasya atau piknik. Tujuan traveling adalah untuk menimba ilmu, bersenang-senang, menyegarkan diri dan lain sebagainya. Wisata sendiri memiliki jenis dan jenis yang berbeda-beda. Meskipun konsep pariwisata biasanya dikaitkan dengan perjalanan waktu luang, pariwisata, perjalanan, dll. Pariwisata juga merupakan sebuah perjalaanan dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan dan lain-lain [1].

Menurut H. Kodhyat, pariwisata adalah suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya yang bersifat sementara, dilakukan oleh perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keserasian, kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi budaya, alam dan ilmu [2]

Awal terbentuknya Pulau Lusi yaitu akibat pembuangan lumpur lapindo yang berakhir dan bermuara di ujung sungai Porong lalu kemudian mengalami pengendapan. Hasil pengerukan endapan sedimen lumpur seluas +94 ha ini membentuk suatu hamparan lumpur yang mengering cukup luas. Keberadaan Pulau Lusi yang menawarkan pemandangan dengan suasana alam yang masih segar dan asri serta jauh dari kebisingan kota menawarkan suatu potensi besar untuk dapat dijadikan sebagai destinasi wisata baru di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Sidoarjo. Dan apabila potensi wilayah tersebut dikembangkan dan dikelola dengan optimal maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya Kecamatan Jabon.

Maka dari itu Pemkab Sidoarjo melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) untuk mengoptimalkan potensi wisata tersebut mengajak warga Desa setempat untuk ikut berpartisipasi dalam mengembangkan wisata [3]. Pihaknya membentuk suatu kelompok di Dusun Tlocor, yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Pokdarwis ini terbentuk pada tahun 2017. Pokdarwis merupakan kumpulan individu yang memiliki kesadaran atau kepedulian terhadap potensi alam di daerahnya. Pokdarwis merupakan salah satu bagian dari masyarakat yang memiliki peran dan kontribusi penting dalam pengembangan pariwisata di daerah.

Dengan adanya Pokdarwis yang dinaungi oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan peran masyarakat sebagi pemain kunci dalam pembangunan dan pengembangan destinasi wisata di Dusun Tlocor, maka terbentuklah Wisata Bahari Tlocor.

[4] Penelitian terdahulu yang relevan dengan judul ini adalah “Partisipasi Masyarakat Dalam PengembanganKampungWisata Dago Pojok, hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa syarat keikutsertaan yaitu kesempatan, keterampilan dan keinginan terpenuhi. Artinya partisipasi dalam berbagai acara dapat berlangsung dari dalam masyarakat. Berdasarkan jenis partisipasinya, warga mempresentasikan lima jenis partisipasi yang terdiri dari pemikiran, pekerjaan, keterampilan, barang dan uang. Meskipun masih terdapat kesenjangan dalam partisipasi finansial, hal ini disebabkan ketidakmampuan warga untuk berpartisipasi secara finansial dan belum adanya sistem yang mengatur pembiayaan program dana kependudukan.

[5] Penelitian terdahulu yang relevan dengan judul ini adalah StrategiPengembanganEko-Wisataberbasismasyarakat di KampungWisataRejowinangun, hasil dalam penelitian ini adalah Partisipasi masyarakat meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi masyarakat dan desa. Partisipasi masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan potensi lingkungan dan pertumbuhan masyarakat.

Berdasarkan RF Oshin, IRW Kusuma, dan DA Suryawati, hasil dalam penelitiannya menunjukkan strategi alternatif yang tepat dalam pengembangan tempat wisata di Desa adat Bena, yaitu pengembangan daya tarik wisata melalui penciptaan berbagai daya tarik dan daya tarik wisata baru, serta pelestarian keaslian Desa [6].

Berdasarkan Kristin Tri Lesatri,hasil dalam penelitiannya yaitu model komunikasi Pokdarwis yang menyebar ke segala arah, dengan orang-orang di semua posisi memungkinkan informasi diberikan dan diterima dari segala arah. Terlihat tak terkecuali Ketua Pokdarwis Pantai Kelapa selalu berkoordinasi dengan seluruh pengelola, pedagang dan pengunjung Pantai Kelapa maupun sebaliknya. Agar tidak ada yang disembunyikan saat mengirim dan menerima pesan ke segala arah, menjadi kepentingan bersama untuk mempromosikan wisata pantai di Kelapa Panyuran dengan mengedepankan dasar-dasar pengunduhan dan adat istiadat setempat [7].

Berdasarkan Siti Fadlinah, hasil dalam penelitiannya menunjukan penilaian komponen Desa Wisata memiliki modal dasar sebagai unggulan yang masih rendah yaitu 21,2%. Oleh karena itu, diperlukan dengan dukungan masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat menyempurnakan standarisasi Desa Wisata dan meningkatkan aspek pengembangan kepariwisataan, sehingga Desa Muara Enim dapat berkembang menjadi Desa Wisata [8].

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Dusun Tlocor.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kulitatif. Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian objek yang alamiah yang mana seorang peneliti sebagai instrumen kunci [9]. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif atau juga bisa dengan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan informan atau subjek yang diteliti sesuai dengan kriteria kebutuhan peneliti dengan pertimbangan tertentu [10]. Dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara kepada anggota Pokdarwis juga dokumentasi berupa foto dan video. Pengumpulan data melalui pengamatan Sanifah Faisal (1990) membagi observasi menjadi tiga kategori: observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang dilakukan secara terbuka dan tersamar (overt dan covert observation), dan observasi tak berstruktur (unstructured observation) [11].

Lokasi penelitian ini dilakukan di Dusun Tlocor, Desa Kedungpandan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Wawancara dilakukan kepada 10 informan yang tergabung dalam anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada informan anggota Pokdarwis sebagai berikut:

No. Nama Usia
1. ImamFajar 49
2. M. Basori 51
3. Said 50
4. Agus Supriyanto 48
5. Nur Kholis 47
6. Setiawan Adi 47
7. Joko 49
8. Sigit 51
9. Sunarto 50
10. Sugeng Bagio 52
Table 1.

[12] Menjelaskan bahwa Pola Komunikasi yang terbentuk pada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) adalah melalui inisiasi dari instansi terkait bidang kepariwisataan di daerah(Dinas Pariwisata Provinsi/Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota) dengan skema sebagai berikut:

  1. Dinas Pariwisata Provinsi berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota untuk membentuk Pokdarwis dengan menggerakan masyarakat desa untuk membentuk Pokdarwis, atau Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota untuk melakukan inisiatif ke masyarakat di tingkat Desa untuk membentuk Pokdarwis.
  2. Kepala Desa/Lurah mengatur pertemuan masyarakat dengan Dinas Pariwisata untuk membentuk Pokdarwis di wilayahnya.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pola Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) pada masyarakat Dusun Tlocor yaitu menggunakan Pola Komunikasi Linier. Linier di sini memiliki arti langsung yang berarti bergerak dalam garis lurus dari satu titik ke titik lainnya, yang berarti bahwa penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik akhir. Dalam proses komunikasi ini biasanya terdapat komunikasi personal (tatap muka), namun terkadang juga melakukan komunikasi lewat media [13].

Pola Komunikasi tersebut dapat juga disebut Pola Komunikasi Bersambung/Rantai (Chain), bersambung atau rantai adalah pola yang menawarkan aliran informasi yang lebih seimbang antar anggota meski dua individu (yang berada di kedua ujung rantai) hanya berinteraksi dengan satu orang lain. Pola ini menganut model hubungan komunikasi garis langsung (komando) tanpa terjadi suatu penyimpangan. Pola komunikasi bersambung ini biasanya berlaku ketika sebuah pekerjaan dalam kelompok lebih bersifat berkelanjutan [14].

Figure 1. Pola Komunikasi Bersambung/Rantai (Chain)

Syarat umum untuk menjadi anggota Pokdarwis adalah sebagai berikut:

  1. Bersifat sukarela.
  2. Berkomitmen terhadap pengembangan pariwisata.
  3. Masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tujuan wisata dan tertarik dengan wisata.
  4. Memiliki mata pencaharian atau pekerjaan yang berkaitan dengan kebutuhan wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penyediaan barang atau jasa.
  5. Jumlah anggota Pokdarwis minimal 15 orang.

Kepungurusan Pokdarwis terdiri atas Pembina,.Penasehat,.Pimpinan,.Sekretariat, Anggota,.dan.Seksi-seksi, antara lain: Keamanan dan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan, Daya Tarik Wisata dan Kenangan, Hubungan Masyarakat dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pengembangan Usaha. Besar kecilnya organisasi Pokdarwis ditentukan oleh jumlah anggota.

Pokdarwis dengan jumlah anggota yang besar dapat dilengkapi dengan:

  1. Beberapa seksi yang bertugas menangani bidang kegiatan yang lain.
  2. Acuan dan aturan anggota dalam bentuk Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Pokdarwis dengan jumlah anggota yang relatif kecil dapat dilengkapi dengan hanya dua seksi atau tanpa seksi-seksi dan tanpa Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Di bawah ini adalah uraian tentang unsur-unsur dari masing-masing pengurus Pokdarwis:

1. Pembina

Unsur Pembina dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu Pembina Langsung dan Pembina Tidak Langsung.

  1. Unsur Pembina Langsung Pokdarwis adalah Pembina di tingkat Lokal/Daerah yaitu: Pemerintah Daerah Dinas Kabupaten/Kota yang bertnggung jawab di bidang pariwisata.
  2. Unsur Pembina Tidak Langsung adalah Pembina di tingkat Pusat yaitu: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan atau Dinas di tingkat Provinsi yang bertanggung jawab di bidang pariwisata.

2. Penasehat

Penasehat dapat dipilih dan ditunjuk dari tokoh masyarakat setempat yang dipandang mampu dan dapat menjadi panutan.

3. Pimpinan

Unsur pimpinan terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara.

Seorang pimpinan Pokdarwis diutamakan seseorang yang memiliki kesadaran untuk memajukan dan mengembangkan pariwisata di daerahnya, membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap pariwisata dan berpartisipasi melaksanakan Sapta Pesona dalam kehidupan sehari-hari. Pemimpin dipilih dari para anggota itu sendiri atau yang ditunjuk oleh anggota.

4. Sekretariat

Setiap Pokdarwis memiliki ruang sekretariat yang berfungsi sebagai tempat kesekretariatan dan tempat pertemuan para anggota. Sekretariat Pokdarwis mencatat/memdokumentasikan setiap kegiatan organisasinya.

5. Anggota

Terdiri dari anggota masyarakat yang tinggal di sekitar destinasi wisata dan bersedia menjadi relawan sebagai anggotanya.

6. Seksi-seksi

Setiap seksi Pokdarwis terdiri dari ketua/koordinator yang didukung oleh beberapa anggota Pokdarwis lainnya.

Seksi-seksi yang dapat dibentuk meliputi:

a. Keamanan dan Ketertiban

Merupakan seksi yang bertanggung jawab untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib disekitar lokasi/destinasi wisata.

b. Kebersihan dan Keindahan

Merupakan seksi yang bertanggung jawab bagi terciptanya kondisi yang bersih dan asri disekitar lokasi/destinasi wisata.

c. Daya Tarik Wisata dan Kenangan

Merupakan seksi yang bertanggung jawab untuk mengembangkan berbagai potensi sumber daya wisata dan ciri khas/keunikan lokal sebagai daya tarik dan unsur tempat yang tidak terlupakan.

d. Hubungan Masyarakat dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Merupakan seksi yang bertanggung jawab untuk menyebarluaskan informasi tentang potensi wisata daerah serta kegiatan Pokdarwis dan pengembangan kualitas anggota Pokdarwis.

e. Pengembangan Usaha

Merupakan seksi yang bertanggung jawab untuk menjalin kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak terkait dalam mengembangkan usaha Pokdarwis.

Struktur Organisasi Pokdarwis dapat di gambarkan seperti berikut:

Figure 2.Struktur Organisasi Pokdarwis

Struktur Organisasi Pokdarwis terstruktur, cara kerja atau struktur yang cenderung tetap seorang individu atau kelompok dalam berkomunikasi akan terdapat suatu sistem dan langkah kerja yang mirip satu sama lain yang membentuk pola yang serupa [15].

SIMPULAN

Berdasarkan Pola Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang terjadi yaitu peran dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam membantu lembaga untuk membentuk, mengelola dan mengembangkan Pokdarwis guna mencapai terbentuknya destinasi wisata baru di Kabupaten Sidoarjo.

References

  1. JJ Spilliane, "Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Perkembangannya," 1991.
  2. H. Kodhyat, “Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia,” 1996.
  3. Effebdy, "Dinamika Komunikasi," dalam Dinamikas Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008.
  4. SAN d. HW Berry Choresyo, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Kampung Wisata Dago Pojok,” 2017.
  5. Tisnawati, "Strategi Pengembangan Eko-Wisata berbasis masyarakat di Kampung Wisata Rejowinangun," 2019.
  6. IKDS RF Oshin, "Strategi Pengembangan Objek Wisata kampung Tradisional Bena Kabupaten Ngada-Flores Nusa Tenggara Timur (NTT)," 2019.
  7. KT Lerstari, "Pola Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dalam menampilkan Pantai Kelapa Panyuran Tuban Sebagai Destinasi Wisata Berbasis Kearifan Lokal," 2020.
  8. S. Fadlina, "Pembangunan Destinasi Pariwisata di Kelurahan Muara Enim Melalui Pendekatan Pengembangan Kampung Wisata," 2021.
  9. Sugiyono, "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D," Bandung: Alfabeta, 2016.
  10. M. Nasrullah, "Eteknik Purposive Sampling Yaitu Pemilihan Informan Etnografi Virtual Riset Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi di Internet," dalam Etnografi Virtual Riset Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi di Internet, Bandung, Indonesia: Simbiosa Rekatama Media, 2019, Hlm. 107.
  11. SM Rahmadi, "Pengantar Metodologi Penelitian," Banjarmasin: Antasari Pers, 2011.
  12. D. RW Pace & Faules, "Komunikasi Organisasi," dalam Komunikasi Organisasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2018.
  13. Effendy, "Ilmu Komunikasi (Teori & Praktek)," dalam Ilmu Komunikasi (Teori & Praktek), Bandung, Remaja Rosdakarya, 2017, hlm. 257.
  14. JA Devito, "Komunikasi Antar Manusia," Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group, 2011.
  15. A. Purwasito, "Komunikasi Multikultural," dalam Komunikasi Multikultural, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015.