Social Policy
DOI: 10.21070/ijppr.v22i0.1308

The Level Of Dependence Of Sidoarjo Communities On Social Media Post Pandemi Covid-19


Tingkat Ketergantungan Masyarakat Sidoarjo terhadap Media Sosial Pasca Pandemi COVID-19

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Social media usage Virtual ethnography Motives Sidoarjo Regency Economic development

Abstract

This qualitative study employs virtual ethnography to investigate the motives underlying the use of social media among individuals in Sidoarjo Regency, a rapidly developing region in Indonesia. With the advent of modern technology and the influence of the COVID-19 pandemic, social media has become crucial for disseminating information and providing entertainment to society. The research involved five informants and primarily focused on WhatsApp as a substitute communication tool facilitating their daily activities. The study explores the goals, methods, results, and implications of social media usage in Sidoarjo, highlighting its significance in supporting regional economic development. The findings shed light on the wide reach, convenience, and cost-effectiveness of social media as a mass communication medium. This research contributes to the broader understanding of the role of social media in contemporary society and its implications for communication practices and socio-economic dynamics.

Highlights:

  • The study examines the motives underlying social media usage in Sidoarjo Regency, Indonesia, through virtual ethnography.
  • The research focuses on WhatsApp as a substitute communication tool and its impact on daily activities of individuals in Sidoarjo.
  • The findings highlight the significance of social media in supporting regional economic development, emphasizing its wide reach and cost-effectiveness.

Keywords: Social media usage, Virtual ethnography, Motives, Sidoarjo Regency, Economic development.

PENDAHULUAN

Pengguna sosial media selalu mengalami peningkatan di setiap tahunnya mulai dari tahunn 2012 hingga 2022 di seluruh dunia [1],, Melihat begitu besarnya jumlah pengguna sosial media di Indonesia, pemanfaatannya oleh pemimpin pemerintahan merupakan sebuah keharusan untuk menunjang hubungan public. Indonesia menampati posisi ke 4 dalam jumlah pengguna sosial media terbanyak di dunia dibawah China, India, dan United States, dengan jumlah 217.53 pengguna di tahun 2022. Namun dengan banyaknya pengguna sosial media di Indonesia tidak menjamin hubungan komunikasi politik dimasa pandemic menjadi lebih baik. respon publik terhadap sejumlah upaya penanganan yang pemerintah lakukan. Pelaku usaha mengeluhkan kebijakan PPKM Darurat yang mereka nilai memberatkan [2].

Dalam penggunaanya media sosial khususnya whatsapp amat sangat membantu kegiatan yang akan dilakukan oleh manusia. Banyak hal yang mampu memudahkan setiap kegiatan yang dilakukan, seperti kegiatan yang mengharuskan bertatap muka bisa dimudahkan dengan melakukan video call untuk mempersingkat waktu perjalanan yang harus ditempuh untuk saling bertemu, dan banyak hal lainnya yang mampu dipermudah dengan adanya aplikasi whatsapp.

Berkat teknologi baru seperti Internet, semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi. Mulai dari kebutuhan bersosialisasi, mendapatkan informasi hingga memenuhi kebutuhan hiburan. Sementara itu, kehadirannya semakin banyak digunakan di jejaring sosial [3]. Karena media sosial dapat mengubah kehidupan nyata menjadi dunia maya. Masyarakat memiliki kebebasan untuk berbagi informasi dan berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus memikirkan hambatan biaya, jarak dan waktu. Namun, selain kemudahan yang ditawarkan media massa, ada sisi lain yang dapat merugikan bagi yang menggunakannya maupun orang di sekitarnya. Seperti, tingkat ketergantungan yang akan ditimbulkan oleh media social yang semakin membuat penggunanya seperti enggan melepas gadget nya.

Di wilayah Kabupaten Sidoarjo penggunaan sosial media sangat meningkat secara signifikan seiring berjalan nya waktu khususnya pasca pandemic covid-19. Fenomena ini terjadi karena adanya kebijakan lock down yang diterapkan oleh pemerintah Kabupaten sidoarjo. Yang otomatis membuat masyarakat sekitar tidak bisa berjumpa dan bertemu dengan sanak saudara dan kolega, oleh sebab itu media sosial akan sangat membantu untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan mengganti dengan sosial media maka kegiatan bertatap muka menjadi lebih diminialisir dengan melakukan video call atau telefon.

Berbagai penelitian telah mengkonfirmasi peran positif media sosial sebagai alat informasi publik selama pandemi Covid-19. Bahkan jika tidak semua orang menolak mereka sepenuhnya [4], mereka memiliki perspektif yang berbeda. Mereka menyatakan bahwa media sosial meningkatkan kepercayaan publik terhadap keahlian ilmiah di satu sisi, tetapi juga menguranginya.

Pada penelitian ini akan membahas tentang perilaku ketergantungan masyarakat Sidoarjo tehadap media social. Yang memiliki arti perilaku ketergantungan merupakan perilaku yang mengharuskan seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk memuaskan keinginan nya tersebut. . Fenomena seperti ini muncul dikarenakan kondisi lingkungan sekitar masyarakat juga menggunakan media social .oleh sebab itu,timbulah kecwnderungan masyarakat lainya juga akan tertarik untuk menggunakan apps tersebut. yang menyebabkan masyarakat Sidoarjo mengunduh aplikasi whatshapp tersebut, sehingga dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah ketergantungan bila setiap waktu yang dimilikinya digunakan untuk memainkan media tersebut.

Di dalam aplikasi whatsapp tedabat beberapa fitur yang dapat diguunakan oleh penggunanya. Yaitu fitur chating, fitur whatsapp call, video call, dan lain sebagainya. Dalam penggunaanya aplikasi ini dapat digunakan untuk memudahkan seseorang dalam menjalin komunikasi, dengan fitur-fitur yang disediakan didalamnya penggunanya dapat dengan mudah melakukan perjanjian, atau hanya sekedar untuk berbagi kabar dengan orang yang berada jauh dengan lokasi penggunanya. Dan aplikasi semacam ini sangat mudah untuk di download oleh pengguna melalui playstore atau appstore secara gratis.

Teori ketergantungan, yang merupakan salah satu teori dari kelompok teori struktural, berasal dari dua sumber. Induk pertama adalah teori imperialisme dan kolonialisme baik dari Marxis maupun non-Marxis, dan induk kedua berasal dari studi empiris Marxis dan Paul Prebisch tentang pembangunan negara pinggiran [5].

Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana kehidupan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh perkembangan dan perluasan kehidupan ekonomi negara lain, dan negara tersebut hanya bertindak sebagai penerima akibat [6].

Selain itu, Santos membedakan tiga bentuk ketergantungan, yaitu:

1. Ketergantungan kolonial. Di sini ia mengambil bentuk dominasi penjajah (negara pusat) atas pinggiran. Cabang ekonomi terpenting negara-negara pinggiran adalah perdagangan ekspor dengan produk-produk pertanian yang dibutuhkan negara-negara jajahan. Penjajah memonopoli tanah, pertambangan dan tenaga kerja. Hubungan kolonial dengan pribumi bersifat eksploitatif.

2. Ketergantungan finansial. Di sini negara-negara pinggiran sudah merdeka secara politik, namun kenyataannya negara-negara pinggiran ini masih dikuasai oleh kekuatan ekonomi negara pusat. Seperti dalam ketergantungan kolonial, negara-negara pinggiran terus mengekspor bahan mentah untuk kebutuhan industri negara pusat. Keskimaa berinvestasi pada pengusaha lokal di negara yang jauh untuk memproduksi bahan baku tersebut. Jadi kontrol dilakukan melalui kekuatan ekonomi, dalam bentuk kekuatan ekonomi.

3. Ketergantungan industri teknologi. Ini adalah bentuk kecanduan baru. Kegiatan ekonomi negara-negara pinggiran tidak lagi menyediakan bahan baku untuk kebutuhan industri pusat. Korporasi multinasional negara-negara pusat mulai menginvestasikan modalnya dalam kegiatan industri negara-negara jauh, yang produknya ditujukan untuk pasar negara-negara.

Moch. Farhan Kamil menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kecanduan adalah perilaku ketergantungan pada sesuatu yang dinikmati. Dampak dari Perilaku Kecanduan yakni menurunnya semangat belajar, hilangnya budaya interaksi sosial, tindakan Desdruktif, lupa waktu, minim interaksi di dunia nyata.

Bermain media social Setiap hari dapat mengarah pada perilaku adiktif yang menjijikkan, dengan kecanduan judi media sosial yang sangat tinggi dan terkadang sulit dikendalikan. Peristiwa semacam itu terus mengiringi perkembangan aplikasi-aplikasi yang kian hari semakin banyak menawarkan konten atau fitur baru yang membuat penggunanya semakin betah untuk memainkan gadget nya.

Dalam unggahanya, gadget memiki sangat banyak dampak negative

1. Waktu terbuang sia-sia. Mereka sering lupa diri dengan menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak terlalu penting, padahal waktu bisa dicurahkan untuk kegiatan yang mendukung pematangan berbagai aspek perkembangan dalam diri mereka.

2. Perkembangan otak terganggu. Bermain gadget terlalu lama dalam sehari dapat mengganggu perkembangan otak, mengakibatkan kesulitan berbicara (tidak dapat berbicara dengan lancar) dan memengaruhi kemampuan untuk mengungkapkan pikiran.

3. Banyak fitur atau aplikasi yang tidak sesuai dengan umur, standar, pendidikan dan agama anak.

4. Masalah Kesehatan. Bermain di terlalu banyak perangkat bisa berbahaya bagi kesehatan, terutama kesehatan mata.

5. Menyendiri, kesepian, kehilangan minat pada permainan atau aktivitas lainnya.

6. Mengurangi rentang perhatian anak dan meningkatkan ketergantungan anak untuk dapat melakukan berbagai hal yang seharusnya mereka lakukan sendiri. 7. Semakin banyak koneksi internet terbuka pada perangkat yang menghadirkan segala sesuatu yang seharusnya tidak lagi dilihat oleh anak-anak.

8. Krisis Keyakinan. Banyak anak yang kecanduan gawai dan lupa berhubungan dengan lingkungan yang berdampak psikologis, terutama krisis kepercayaan diri dan perkembangan fisik anak.

9 Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh perangkat tidak terlihat. Efeknya tidak langsung terlihat.

Tak hanya dampak negative saja yang ditimbulkkan oleh gadget. Namun, banyak pula dampak-dampak positif yang mampu ditimbulkan

1. Komunikasi. Komunikasi informasi masyarakat semakin meluas dan berkembang. Dulu ada komunikasi internal, perkembangannya terjadi secara tertulis (melalui pos). Di era globalisasi, orang menggunakan ponsel dan perangkat untuk berkomunikasi dengan lebih mudah, cepat, nyaman dan efektif. Dengan bantuan gawai, kita dapat mengakses berbagai macam informasi dimanapun dan kapanpun untuk wawasan dan pengetahuan. Gadget memungkinkan Anda mengakses Internet untuk hiburan dan terlibat dalam berbagai cara dengan tugas sekolah, tugas kantor, bisnis, dan kebutuhan hidup lainnya di era global. Fungsi utama dari perangkat tersebut adalah untuk memberikan kesan bahwa seseorang sedang bertemu dengan orang yang ingin kita ajak bicara. Meskipun semua orang berada di tempat yang berbeda, kita dapat terhubung secara langsung dengan keluarga, teman, atau siapa pun melalui panggilan video langsung.

2. Sosial. Gadjet memiliki berbagai fitur dan aplikasi yang memungkinkan kita untuk berbagi informasi, berita, cerita, dan lainnya, memungkinkan kita untuk menjalin pertemanan dan membangun relasi dalam waktu singkat. 3. Pendidikan. Sekarang, belajar tidak harus fokus hanya pada buku. Belajar bisa dilakukan dengan perangkat. Kita dapat menggunakan berbagai informasi yang kita butuhkan. Tentang pendidikan, politik, ilmu umum, agama tanpa harus ke perpustakaan yang mungkin tidak bisa diakses. Penggunaan dan perkembangan gawai sering terjadi karena orang tua menciptakan gawai canggih yang dirancang sesuai dengan keinginan anak.

Figure 1. Grafik Pengguna Media Sosial Dari Tahun Ke Tahun

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif mengenai tingkat ketergantungan masyarakat Sidoarjo terhadap media sosial pasca pandemic covid-19. Menurut Sugiyono penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian objek yang alamiah yang mana seorang peneliti sebagai instrumen kunci. Metode pengumpulan data termasuk wawancara dan observasi. Pengumpulan data melalui pengamatan Sanifah Faisal (1990) membagi observasi menjadi tiga kategori: observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang dilakukan secara terbuka dan tersamar (overt dan covert observation), dan observasi tak berstruktur (unstructured observation) [7].

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian etnografi virtual dengan pendekatan media sosial. Metode ini memungkinkan peneliti untuk menggambarkan, menjelaskan, dan membangun hubungan berdasarkan kategori yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan tujuan komunikasi dan etnografi untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menjelaskan perilaku komunikasi suatu kelompok social [8].

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan informan atau subjek yang diteliti sesuai dengan kriteria kebutuhan peneliti dengan pertimbangan tertentu [9]. Kriteria informan yang terdapat dalam penelitian ini berdasarkan yaitu pertama masyarakat Sidoarjo yang menggunakan media sosial khususnya whatsapp, yang kedua berdomisili di Sidoarjo, dan ketiga yaitu segala usia.

Penelitian ini menjelaskan objek penelitian yaitu berupa tingkat ketergantungan terhadap media sosial, dan subjek dari penelitian ini yaitu masyarakat Sidoarjo yang menggunakan media sosial sebagai informan untuk menggali data.

Pada penelitian ini, media sosial berfungsi sebagai sumber data primer, dan sumber data sekunder adalah sumber yang memberi data kepada pengumpul data secara tidak langsung, seperti melalui dokumen atau orang lain. Sumber data sekunder untuk penelitian ini adalah orang-orang yang pernah dan sedang menggunakan media sosial, serta berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian untuk mempermudah pengumpulan data dan meningkatkan data di lapangan.

Pengumpulan data melalui wawancara. Apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui masalah apa yang perlu diketahui datanya, wawancara digunakan sebagai metode pengumpulan data. Terstruktur, semi-terstruktur, dan tidak terstruktur adalah beberapa jenis wawancara yang ditawarkan oleh Esterberg [10]. Dan dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur yang dilakukan secara online. Yang mana peneliti sebagai instrumen telah menyiapkan beberapa pertanyaan terkait tingkat ketergantungan masyarakat Sidoarjo terhadap media soaial pasca pandemic covid-19 yang fokus pada pertanyaan yang diberikan dengan konsisten.

Pengumpulan data dokumentasi

Sugiyono mengatakan bahwa dokumen adalah catatan peristiwa yang telah berlalu, baik dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya besar. Dalam penelitian kualitatif, penggunaan teknik observasi dan wawancara dilengkapi dengan studi dokumen [11]. Dokumentasi pada penelitian ini dilakukan dan diperoleh melalui daring(whatsapp) yaitu berupa hal yang akan ditanyakan melalui chatting atau bertukar pesan. Dengan bukti chat tersebut.

Pengumpulan data Observasi terus terang

Dengan begitu, ketika peneliti mengumpulkan data, mereka melakukan penelitian dengan transparan, sehingga orang yang diteliti mengetahui semua tentang tindakan peneliti dari awal hingga akhir[12]. Penelitian ini dalam data observasi dilakukan secara tidak langsung karena menggunakan media sosial, dan juga dilakukan dengan tidak terstruktur untuk mendapatkan data secara mendalam terkait tingkat ketergantungan masyarakat Sidoarjo terhadap media sosial.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini, peneliti telah mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi secara online. Wawancara secara online dilakukan dengan mewawancarai informan dengan melalui chat whatsapp dan observasi secara online ini peneliti mengunggah dokumen yang diisi oleh informan oleh karena itu, peneliti menggunakan nama panggilan dan samaran sesuai persetujuan informan. yaitu :

1. Robby ( 29 tahun, sidoarjo)

2. Renni (20 tahun, sidoarjo)

3. Safira (24 tahun, sidoarjo )

4. Rizky (24 tahun, sidoarjo)

5. Raditya (25 tahun, sidoarjo)

Jika dikaitkan dengan teori yang digunakan peneliti yakni ketergantungan, setelah melalui proses observasi dan hasil wawancara, peneliti menemukan bahwa cerita awal yang membuat masyarakat Sidoarjo menggunakan media sosial dapat dikatakan sebagai suatu ketergatungan dengan melihat tingkat ketergantungan masyarakat terhadap media sosial sebagai acuannya. Media sosial seperti whatsapp adalah sebuah teknologi untuk mepermudah dan membuat manusia menjadi lebih singkat dalam melakukan komunikasi. Dan inilah yang membuat orang-orang yang menggunakan aplikasi tersebut unutuk mempermudah kegiatan mereka dengan melakukkan whatsapp call atau video call.

Dengan adanya fenomena yang terjadi yaitu covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 hingga dinyatakan pandemic tersebut sudah mereda angka kenaikan pengguna media social semakin meningkat, terlihat dari semakin banyaknya jumlah pengguna media social.

Pertama yang peneliti dapat menemukan pada hasil penelitian ini yaitu motif reduksi. Hal ini menjadi patokan pertama oleh peneliti disebabkan dimana situasi ini merupakan tolak ukur informan mulai menggunakan media sosial whatsapp. Dan dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepadalima informan dalam penelitian ini, peneliti tidak menemukan sebuah ketergantungan yang kuat dalam hal ini yang mana dalam memperdalam jawaban informan tidak memperoleh kepuasaan dalam bercerita dan juga tidak mengurangi ketegangan dikarenakan terdapat maksud yang berbeda dengan arti reduksi.

Kedua, motif ekspresif berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada informan pada penelitian ini, kelima informan puas dalam mengespreiskan dirinya karen mereka dapat mempermudah kegiatan dan komunikasi mereka, karena berdasarkan penuturan mereka dengan menggunakan media sosial whatsapp mereka dapat mempersingkat waktu jikka inigin bertemu atau sekedar ingin berbagi kabar kepada sanak saudara atau teman-teman.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara kecanduan dan media sosial. Sehingga penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Caplan [13]. dengan kata lain bahwa media sosial secara teoritis merupakan faktor sebagai penyebab seseorang menjadi ketergantungan. dengan mengintegrasikan antara konsep tingkkat ketergantungan dan sosial media.Penggabungan diantara keduanya yakni tingkat ketergantungan sebagai variabel independen dan media sosial sebagai variable dependen telah menghasilkan hubungan yang positif dan signifikan.

Di bawah ini Anda akan menemukan gambaran tentang interaksi sosial dan pendekatan integrasi studi komunikasi di media sosial. Pendekatan interaksi sosial membedakan media berdasarkan seberapa dekat media dengan pola interaksi tatap muka. Sementara itu, melalui pendekatan integrasi media sosial tidak digambarkan dengan informasi, interaksi atau diseminasi, tetapi dengan ritual [14].

Media sosial memungkinkan individu untuk berinteraksi secara langsung satu sama lain. Berbagai kelebihan dan kekurangan media sosial, interaksi melalui media baru, dapat menawarkan waktu penggunaan yang fleksibel, namun juga menciptakan tuntutan waktu yang baru. Misalnya, pengguna media sosial dapat berinteraksi kapan saja, di mana saja melalui aplikasi panggilan video, tetapi cenderung menghabiskan banyak waktu untuk melakukan hal yang sama setiap hari.

Oleh sebab itu media sosial jika dilihat dari sudut pandang integrasi sosial tidaklah berbeda dengan media televise, media tersebut sama-sama menjadi salah satu bentuk ritual. Yang artinya, manusia tidak hanya mengunakan media sebatas sebagai pemberitahuan akan adanya informasi, akan tetapi karena mengguanakan media sudah menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Misalkan sebelum tidur seseorang pasti akan memeriksa telefon genggam dan membuka aplikasi media sosial yang sering diikuti sehari-hari mungkin tidak dilakukan dengan niat mencari informasi, tetapi sebagai refleks yang sudah menjadi kebiasaan. Model penggunaan ritual dari perspektif penelitian tindakan dan selektivitas yang dimaksud dengan penggunaan media adalah kebiasaan dan frekuensi penggunaan orang-orang yang terkait erat dengan media [15]. Turkle Dalam bukunya The Second Self dia meneliti keintiman antara pengguna dan teknologi baru. Telah diamati bahwa beberapa orang memperlakukan komputer seolah-olah itu adalah objek manusia yang kita hargai dan tempat untuk ledakan emosi [16]. Dengan kata lain, komunikasi online memberikan kemudahan pengguna dalam bentuk pengungkapan diri dan interaksi dengan media daripada langsung dengan orang lain.

Dari penjelasan di atas, media sosial dapat dimanfaaatkan sebagai salah satu media yang paling efektif untuk seseorang yang memmiliki kepribadian dengan ciri-ciri seperti rasa malu, gugup, diam, dan mengantisipasi untuk tidak berinteraksi demi menghindari pandangan negative dari orang lain kepada dirinya [17]. NeilPostmanmenyatakanbahwa kehadiran teknologi di masyarakat dapat membentuk budaya yang disebut teknopolis. Teknologi itu ilahi dan ditakdirkan untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia [18]. Seperti halnya media sosial dikatakan sebagaitransformasikebudayaan,khususnyadalaminteraksi sosial [19].

Seperti yang kita lihat saat ini, identitas, relasi, dan komunitas dapat dibentuk melalui media sosial, cara kita hidup dan bekerja sangat bergantung pada teknologi. Bagaimana media sosial telah mengubah gaya hidup kita. Kita bisa berbelanja online, terhubung dengan keluarga dan teman, dan bertemu orang baru. Oleh karena itu, sulit membedakan antara pengguna media sosial yang mandiri dan tergantung.

Kebiasaan konsumsi seperti itu mengarah pada penggunaan instrumental, yaitu menggunakan media dengan cara yang terarah dan tidak berasumsi bahwa media sosial adalah satu-satunya cara untuk berinteraksi dengan orang lain. Mereka tidak mudah terpengaruh oleh apa yang ditawarkan media kepada mereka. Individu membentuk pemahamannya sendiri tentang isi dan pentingnya media dan secara aktif memutuskan penggunaan media [20].

Dalam penelitiannya, Bessiere menunjukkan adanya perbedaan penggunaan internet dan pengaruhnya antara orang yang menerima dukungan sosial dan mereka yang tidak mendapat dukungan sosial di lingkungannya [21]. Seseorang yang aktif dalam jaringan sosial di kehidupan nyata cenderung akan memanfaatkan internet untuk komunikasi online dalam memperkuat komunikasi dunia nyata tanpa harus tergantung pada media tersebut, karena fungsinya hanya melengkapi saja.

Simpulan

Secara statistik terdapat pengaruh tingkat ketergantugan terhadap media sosial secara signifikan dengan arah positif. Artinya jika tingkat ketergantungan tinggi, maka tingkat penggunaan mediasosialnya pun tinggi. Namun dengan pengaruhyangkecil.Rata-rata responden dalam penelitian memiliki ketergantugan yang rendah,sehingga menyebab kan tingkat ketergantung mereka pada media sosial tergolong kecil. Mereka tidak Jadikan media sosial satu-satunya sarana untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika banyak yang mengatakan bahwa dunia maya menghubungkan orang di satu sisi dan memisahkan mereka di sisi lain, tidak demikian halnya dengan responden penelitian ini.

Penelitian ini sejalan dengan teori kecanduan yang menyatakan bahwa motif merupakan salah satu faktor yang memotivasi seseorang untuk menggunakan media dan selanjutnya dapat menimbulkan berbagai kecanduan media.

Penelitaian ini memberikan informasi yang sangat berguna untuk masyarakat mengenai upaya penanggulangan terhadap efek negative yang dihasilkan oleh teknologi baru. Berdasarkan hasil penelitian, khususnya para orang tua dapat memberikan himbauan kepada anak-anak dirumah maupun di lingkungan sekitar, sebagai salah satu upaya untuk menghindari tingkat ketergantungan anak terhadap media sosial. Agar anak tumbuh menjadi pribadi yang merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh orang-orang terdekat. Ketika ada dukungan sosial di masyarakat, kecenderungan untuk terjerumus ke dalam akibat kecanduan bisa diminimalkan

.Di sisi lain, menurut penelitian, mereka memiliki waktu akses yang tinggi di depan media sosial dan mereka juga semakin banyak menggunakan aplikasi chatting, yang diketahui dari penelitian sebelumnya, dapat mempengaruhi kualitas hubungan mereka di kehidupan nyata. Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk memperoleh interpretasi materi yang lebih mendalam. Dan disarankan untuk memilih sampel penelitian dengan menggunakan faktor psikologis berdasarkan tingkat kematangan sosial mereka pada kelompok usia tertentu. Artinya, semakin tinggi ketergantungan individu, maka semakin kuat pula pengaruh media sosial berupa ketergantungan atau kecanduan media.

Selain media sosial, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang dampak penggunaan media sosial yang lebih interaktif seperti game online. Karena menurut para ahli, semakin interaktif media tersebut maka semakin tinggi pula kecanduannya.

References

  1. Departemen SR, "Twitter: Kepala Negara dengan Pengikut Terbanyak Tahun 2020," Februari 2022.
  2. CPA Rabbi, "Mall tutup saat darurat PPKM pengusaha mengaku terpukul dua kali," 1 Juli 2021.
  3. Baidu, "Jelajah dunia mobile di Indonesia," dalam Baidu Indonesia, 2014.
  4. J. & AD van Dijck, "Media sosial dan kepercayaan pada keahlian ilmiah: Memperdebatkan pandemi COVID-19 di Belanda," Media Sosial dan Kepercayaan pada Keahlian Ilmiah: Memperdebatkan Pandemi COVID-19 di Belanda, vol. 4, tidak. 6, 2020.
  5. Nurhadi, "Teori ketergantungan dalam kajian geografi," Teori Ketergantungan dalam Kajian Geografi, vol. 5, hal. 80, 2007.
  6. T. Dos Santos, "Struktur Ketergantungan," Struktur Ketergantungan, vol. 60, tidak. 2 Mei 1970.
  7. NMA Moch Farhan Kamil, "Perilaku kecanduan game online pada remaja," perilaku Kecanduan Game Online pada Remaja, vol. 9, tidak. 7, 2021.
  8. Adminbabel, "Dampak positif dan negatif penggunaan gadget bagi penggunanya," 10 Juli 2019.
  9. PD Sugiyono, "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D," Bandung, Alfabet, 2019, hlm. 305-306.
  10. SM Rahmadi, "Pengantar Metodologi Penelitian," Banjarmasin, Antasari Press, 2011.
  11. NMA Riza Al-fakhuriziah, "Etnografi komunikasi orang tua - anak di Kampung Inggris," Etnografi Komunikasi Orang Tua - Anak di Kampung Inggris, vol. 4, hal. 150, 2016.
  12. M. Dr. Rulli Nasrullah, "Etnografi virtual riset komunikasi, budaya, dan sosioteknologi di internet," Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2019, hlm. 107.
  13. KS ad ACN Young, "Kecanduan internet - Buku pegangan dan panduan untuk evaluasi dan pengobatan," Kanada, John Wiley & Sons Inc, 2011.
  14. SW d. KAF Littlejohn, "Ensiklopedia Teori Komunikasi," Los Angeles, Sage Publications Inc, 2009.
  15. D. McQuail, "Teori komunikasi massa," edisi ke-6, Jakarta, Salemba Humanika, 2011.
  16. S. Turkle, "The Second Self: Computers and Human Spirit," London, The MIT Press, 2005.
  17. AK a. G. ms ,. AE Geçer, "Prediksi Mahasiswa Negeri dan Swasta," vol. 2, hlm. 3008-3014, 2010.
  18. JLR a. DL Straubhaar, "Media Sekarang: Memahami Media, Budaya, dan Teknologi," edisi ke-7, AS, Cengage Learning, 2010.
  19. CLL a. TA Thurlow, "Interaksi Sosial Komunikasi Mediasi Komputer dan Internet," London dan New Delhi, Publikasi Sage, 2004.
  20. RA Niekamp, ​​"Audience activity among users of the World Wide Web A," thesis, The Pennsylvania State University, 2003.
  21. KKSKRE & BB Bessiere, "Pengaruh penggunaan internet dan sumber daya sosial terhadap perubahan depresi," Masyarakat Informasi, Komunikasi, vol. 1, tidak. 11, 2010.