Abstract
This study investigates the critical role of coding accuracy in managing medical records, focusing on data completeness in healthcare services. Utilizing 30 medical records from two distinct hospitals, the research evaluates the completeness of diagnostic information. Results reveal significant differences between Hospital Bhayangkara Pusdik Porong, with 46.7% complete records, and Hospital 'Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan, presenting 73.3% completeness. The Non-Parametric Independent-Samples Mann-Whitney Test yields a significant value of p=0.037, indicating a noteworthy disparity between the two institutions. These findings emphasize the necessity of standardized coding practices to enhance data accuracy and consistency in healthcare, highlighting implications for improved record-keeping and information management strategies.
Highlights:
- Coding Accuracy: Highlighting the crucial role of precise coding in healthcare data management.
- Institutional Disparities: Signifying notable differences in data completeness between distinct hospitals.
- Standardization Need: Emphasizing the necessity for standardized coding practices to ensure consistent and accurate healthcare records.
Keywords: Healthcare, Data Coding, Medical Records, Completeness, Comparative Analysis
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria dengan gejala klinis akut dan kronis akibat dari produksi insulin yang tidak memadai dalam tubuh. Masalah utamanya adalah metabolisme karbohidrat meski ada juga masalah dengan metablisme lemak dan protein. Faktor penyebab metabolik ini terletak pada komplikasi yang disebabkan oleh penyakit diabetes [1]. Menurut American Diabetes Association(ADA), setiap 21 detik seseorang terkena diabetes. Sepuluh tahun lalu, diperkirakan akan ada 350 juta penderita diabetes di seluruh dunia pada tahun 2025. Asia adalah rumah bagi lebih dari separuh penderita diabetes dunia[2]. Pada tahun 2021, InternationalDiabetesMellitusFederationmencatat 537 juta orang dewasa (usia 20-79 tahun) atau 1/10 penderita diabetes mellitus di seluruh dunia. Saat ini penyakit diabetes mellitus menempati urutan kelima di indonesia dengan jumlah kasus 19,47 juta dan jumlah penduduk 179,72 juta, yang berarti prevalansi diabetes di indonesia sebesar 10,6% [3].
Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan merupakan rumah sakit tipe D dan merupakan salah satu badan usaha kesehatan milik Persyarikatan Muhammadiyah. Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong adalah rumah sakit tipe C yang dimiliki oleh pemerintahan. Masing-masing rumah sakit tersebut memiliki dua koder di instalasi rekam medis dengan pendidikan D-III Rekam Medis. Penyakit diabetes mellitus juga termasuk 10 penyakit teratas pada tahun 2022.
Rekam medis adalah suatu berkas yang berisi informasi tentang identitas pasien, hasil pemeriksaan pasien, alur pengobatan, tindakan yang dilakukan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien oleh tenaga medis [4].
Rekam medis dalam pelaksanaannya mempunyai tugas mengolah data pasien, salah satunya tugas koding atau pengkodean baik penyakit maupun tindakan [5]. Ketika seorang pasien dirawat di rumah sakit, kegiatan penyelenggaraan rekam medis dimulai, diikuti oleh dokter atau tenaga medis lainnya yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan langsung mendokumentasikan data medis pasien [6]. Rekam medis harus diselenggarakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dan pemerintah, jika tidak maka mutu pelayanan rekam medis akan menurun. Pengkodean merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan dalam memberikan kode diagnosa [7].
Pemberian kode adalah salah satu operasi pengelolaan data medis guna memberikan kode menggunakan huruf, angka atau campuran huruf dengan angka untuk mewakili komponen data [8]. Pemberian kode ini adalah salah satu tindakan kategorisasi penyakit yang mengelompokkan penyakit menurut standar yang didukung. Dalam pengkodean yang diterapkan, International Classification of Diseases and Related Health Issues, Reviset at The 10th(ICD-10) dapat digunakan untuk mengkode penyakit, sedangkan International Classification of Diseases 9 ClinicalMedicine (ICD-9-CM) digunakan untuk mengkode tindakan, dan computer (online) untuk mengkode penyakit dan tindakan. Sesuai dengan peraturan ICD yang telah ditetapkan, pengkodean rekam medis harus dilakukan dengan sangat lengkap dan tepat [9].
Ketepatan pengkodean mempunyai peran penting dalam pengelolaan data rekam medis. Kebenaran dan konsistensi data kode diperlukan untuk kualitas data dan informasi tentang pelayanan kesehatan [10]. Dampak ketidaktepatan kode penyakit bagi rumah sakit akan berpengaruh pada klaim pembiayaan asuransi, khususnya bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta kesalahan dalam pemberian obat yang tidak tepat. Sedangkan dampak bagi pasien mendapatkan tindakan medis yang tidak sesuai dan mengakibatkan kondisi pasien semakin buruk. Pengkodean bersifat lengkap dalam arti harus mencerminkan semua diagnosis dan prosedur yang diterima pasien [11]. Ketepatan koding penyakit diabetes mellitus sangat penting karena masih banyak kesalahan dalam menggunakan karakter keempat dan membuat pilihan yang tidak konsisten dengan diagnosis sekunder. Selain itu, masih banyak penyakit diabetes mellitus yang tidak dijelaskan secara lengkap, apakah diabetes mellitus tipe 1, tipe 2 atau diabetes mellitus tanpa komplikasi. Petugas koder menghasilkan kode diagnosis dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari menyelesaikan masalah yang sebelumnya terjadi dengan kebiasaan lama atau pengkodean diagnosis dilakukan secara berulang, menjawab karena sering muncul di dokumen rekam medis, sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingkat ketepatan pengkodean diagnosis [12].
Penilaian ketepatan koding diagnosis penyakit dapat menggunakan beberapa variabel meliputi reliability,completeness, timeliness, accuracy, dan definition [13]. Reliability merupakan kekonsistenan diagnosis dan tindakan yang dihasilkan oleh masing-masing petugas koder. Completeness adalah kode diagnosis lengkap yang meliputi diagnosa primer, sekunder dan tindakan. Timelines adalah penetapan kode diagnosa dilakukan maksimal 2x24 jam setelah pasien rawat inap dan sesudah diberikan pelayanan. Accuracymerupakan keakuratan kode yang mengacu pada kebenaran diagnosa yang diberikan oleh dokter dan tindakan yang ditetapkan oleh petugas koder sesuai dengan ICD- 10 dan ICD-9CM. Definition adalah memahami semua terminologi, simbol dan singkatan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
Berdasarkan data awal dari 10 rekam medis kasus diabetes mellitus, peneliti melakukan audit koding pasien rawat inap di rumah sakit swasta dan rumah sakit milik pemerintah. Hasil yang diperoleh di Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong berdasarkan variabel reliability kekonsistenan hasil setiap clinical koder sebanyak 7 (70%). Variabel completeness kelengkapan diagnosa penunjang sebanyak 6 (60%). Variabel timeliness ketepatan waktu koding 2x24 jam sebanyak 8 (80%). Variabel accuracy ketepatan koding sebanyak 2 (20%). Variabel definition kesesuaian singkatan baku sebanyak 9 (90%).
Hasil yang di dapat di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan berdasarkan variabel reliabilitykekonsistenan hasil setiap clinical koder sebanyak 7 (70%). Variabel completeness kelengkapan diagnosa penunjang sebanyak 5 (50%). Variabel timeliness ketepatan waktu koding 2x24 jam sebanyak 8 (80%). Variabel accuracyketepatan koding sebanyak 4 (40%). Variabel definitionkesesuaian singkatan baku sebanyak 10 (100%).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan faktor-faktor yang mempengaruhi koder terhadap ketepatan koding diagnosis penyakit diabetes mellitus di rumah sakit swasta dan milik pemerintah.
METODE
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dimana hasil pengkodean pasien rawat inap yang diperoleh coder dibandingkan dengan ICD-10 dan ICD-9CM pada penyakit diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan ketepatan kode antara Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan dan Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong. Penelitian ini menggunakan uji Test NonParametricIndependent-SamplesMan-Whitney[14]. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari reliabiliy, completeness, timeliness, accuracy, definition. Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, hasil pengkodean dokumen rekam medis dilakukan dengan pengamatan langsung, kemudian dibandingkan dengan ICD-10 dan ICD-9CM dan ditulis pada lembar observasi[15].
Data yang terkumpul dianalisis dengan membandingkan hasil koding pada variabel realibility,completeness,timeliness, accuracy, definition dari 30 rekam medis penyakit diabetes mellitus yang di ambil dari masing-masing rumah sakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini akan menguraikan beberapa hasil dan analisis data yang telah diperoleh dari kumpulan data sebelumnya berdasarkan hasil observasi data pada berkas rekam medis rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong dan Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan.
3.1 Distribusi Ketepatan Koding Pada Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong
Frequency | Percent | ValidPercent | CumulativePercent | ||
Valid | tidak konsisten | 12 | 40.0 | 40.0 | 40.0 |
konsisten | 18 | 60.0 | 60.0 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil reliabilityfrekuensi tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kekonsistenan diagnosa dan tindakan yang dihasilkan oleh setiap koder sebanyak 18 rekam medis (60%) konsisten dan yang tidak konsisten sebanyak 12 rekam medis (40%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidaklengkap | 16 | 53.3 | 53.3 | 53.3 |
Lengkap | 14 | 46.7 | 46.7 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil completenessfrekuensi tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kelengkapan diagnosa informasi penunjang sebanyak 14 rekam medis (46,7%) lengkap dan yang tidak lengkap sebanyak 16 rekam medis (53,3%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidak tepatwaktu | 13 | 43.3 | 43.3 | 43.3 |
Tepat waktu | 17 | 56.7 | 56.7 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil Timelinessfrekuensi tabel 3 dapat disimpulkan bahwa ketepatan waktu diagnosa dilakukan maksimal 2x24 jam setelah pasien mendapatkan pelayanan sebanyak 17 rekam medis (56,7%) tepat waktu dan yang tidak tepat waktu sebanyak 13 rekam medis (43,3%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidaksesuai | 19 | 63.3 | 63.3 | 63.3 |
Sesuai | 11 | 36.7 | 36.7 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil Accuracyfrekuensi tabel 4 dapat disimpulkan bahwa penambahan kode kombinasi, Dagger Asterisk sebanyak 11 rekam medis (36,7%) sesuai dan yang tidak sesuai sebanyak 19 rekam medis (63,3%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidaksesuai | 3 | 10.0 | 10.0 | 10.0 |
Sesuai | 27 | 90.0 | 90.0 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan Definition frekuensi tabel 5 dapat disimpulkan bahwa kesesuaiaan singkatan yang ditetapkan rumah sakit sebanyak 27 rekam medis (90%) sesuai dan yang tidak sesuai sebanyak 3 rekam medis (10%).
3.2 Distribusi Ketepatan Koding Pada Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidak konsisten | 16 | 53.3 | 53.3 | 53.3 |
Konsisten | 14 | 46.7 | 46.7 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil pada tabel 6 frekuensi reliabilitydi atas dapat disimpulkan bahwa kekonsistenan diagnosa dan tindakan yang dihasilkan oleh setiap koder sebanyak 14 rekam medis (46,7%) konsisten dan yang tidak konsisten sebanyak 16 rekam medis (53,3%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidak lengkap | 8 | 26.7 | 26.7 | 26.7 |
Lengkap | 22 | 73.3 | 73.3 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil pada tabel 7 frekuensi Completeness di atas dapat disimpulkan bahwa kelengkapan diagnosa informasi penunjang atau pendukung sebanyak 22 rekam medis (73,3%) lengkap dan yang tidak lengkap sebanyak 8 rekam medis (26,7%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidak tepatwaktu | 8 | 26.7 | 26.7 | 26.7 |
Tepatwaktu | 22 | 73.3 | 73.3 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil pada tabel 8 frekuensi Timeliness di atas dapat disimpulkan bahwa ketepatan waktu diagnosa dilakukan maksimal 2x24 jam setelah pasien mendapatkan pelayanan sebanyak 22 rekam medis (73,3%) tepat waktu dan yang tidak tepat waktu sebanyak 8 rekam medis (26,7%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidaktepat | 15 | 50.0 | 50.0 | 50.0 |
Tepat | 15 | 50.0 | 50.0 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil pada tabel 9 frekuensi Accuracy di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan kode kombinasi, Dagger Asterisk sebanyak 15 rekam medis (50%) tepat dan yang tidak tepat sebanyak 15 rekam medis (50%).
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Tidaksesuai | 2 | 6.7 | 6.7 | 6.7 |
Sesuai | 28 | 93.3 | 93.3 | 100.0 | |
Total | 30 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan hasil pada tabel 10 frekuensi Definitiondi atas dapat disimpulkan bahwa kesesuaiaan singkatan yang ditetapkan rumah sakit sebanyak 28 rekam medis (93,3%) sesuai dan tidak sesuai sebanyak 2 rekam medis (6,7%).
3.3 Perbandingan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koding Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong dan Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan
Total N | 60 |
Mann-Whitney U | 390.000 |
Wilcoxon W | 855.000 |
Test Statistic | 390.000 |
Standard Error | 58.455 |
Standardized Test Statistic | -1.026 |
Asymptotic Sig.(2-sided test) | .305 |
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, konsistensi merupakan unsur yang sangat penting dalam ketepatan pengkodean, pada penelitian ini konsistensi digunakan untuk mencari kesamaan antar petugas koding untuk menentukan kode diagnosis penyakit [16]. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh [17], diketahui bahwa ketidakakuratan kode disebabkan oleh faktor sumber daya manusia dalam menentukan diagnosa tidak mereview ulang berkas rekam medis yang akan dikode, hal ini menunjukkan petugas koder tidak konsisten dalam menetapkan kode diagnosa.
Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong kekonsistenan diagnosa dan tindakan yang dihasilkan oleh setiap koder didapatkan sebanyak 18 rekam medis konsisten (60%) dan sebanyak 12 rekam medis (40%) yang tidak konsisten. Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan didapatkan sebanyak 14 rekam medis (46,7%) konsisten dan sebanyak 16 rekam medis (53,3%) yang tidak konsisten. Dari hasil perhitungan yang dilakukan Test NonParametricIndependent-Samples Man-Whitney diperoleh hasil P= 0,305. Apablia P˃0,05 artinya tidak ada yang membedakan secara signifikan antara dua rumah sakit tersebut.
Total N | 60 |
Mann-Whitney U | 570.000 |
Wilcoxon W | 1035.000 |
Test Statistic | 570.000 |
Standard Error | 57.401 |
Standardized Test Statistic | 2.091 |
Asymptotic Sig.(2-sided test) | .037 |
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kelengkapan informasi penunjang sangat berpengaruh terhadap ketepatan pengkodean diagnosis penyakit dimana pengkodean memerlukan informasi pendukung untuk menegakkan kode diagnosis penyakit [18]. Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong kelengkapan diagnosa informasi penunjang ditemukan sebanyak 14 rekam medis lengkap (46,7%) dan yang tidak lengkap sebanyak 16 rekam medis (53,3%). Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan didapatkan kelengkapan informasi penunjang sebanyak 22 rekam medis (73,3%) lengkap dan 8 rekam medis (26,7%) tidak lengkap. Dari hasil perhitungan yang dilakukan Test NonParametricIndependent-SamplesMan-Whitneymenunjukkan lebih baik Rumah Sakit Aisyiyah Siti Fatimah dibandingkan dengan Rumah Sakit Pusdik Bhayangkara Porong dengan nilai signifikan P=0,037. Apabila P˂0,05 artinya terdapat perbedaan yang signifikan diantara dua rumah sakit tersebut. Sesuai dengan hasil tersebut maka kelengkapan informasi penunjang merupakan salah satu faktor yang berdampak pada ketepatan pemberian koding penyakit [19].
Kelengkapan informasi penunjang sangat mempengaruhi ketepatan kode penyakit dimana pada saat melakukan pengkodean perlu adanya informasi pendukung untuk memperkuat dalam menetapkan kode diagnosis penyakit. Dalam hal ini dapat membantu petugas koder untuk melakukan pengkodean penyakit apabila terjadi informasi yang kurang jelas atau tidak lengkap [20]. Hal ini juga sejalan dengan penelitian [21] yang menyatakan bahwa kelengkapan informasi pendukung dan keakuratan kode sangat penting, jika informasi pendukung lembar informasi pasien tidak lengkap, maka kode yang dihasilkan tidak akurat. Hal ini sesuai dengan penelitian [22] yang memperoleh nilai siginifikan P=0,004. Apabila P<0,05 maka menunjukkan adanya hubungan antara ketepatan koding dengan kelengkapan informasi pendukung.
Total N | 60 |
Mann-Whitney U | 525.000 |
Wilcoxon W | 990.000 |
Test Statistic | 525.000 |
Standard Error | 55.887 |
Standardized Test Statistic | 1.342 |
Asymptotic Sig.(2-sided test) | .180 |
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil pada Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong ketepatan waktu diagnosa dilakukan 2x24 jam setelah pasien mendapatkan pelayanan sebanyak 17 rekam medis (56,7%) tepat waktu dan yang tidak tepat waktu sebanyak 13 rekam medis (43,3%). Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan didapatkan ketepatan waktu diagnosa dilakukan 2x24 jam setelah pasien mendapatkan pelayanan sebanyak 22 rekam medis (73,3%) tepat waktu dan yang tidak tepat waktu sebanyak 8 rekam medis (26,7%). Dari hasil perhitungan yang dilakukan Test Non Parametric Independent-Samples Man-Whitney diperoleh hasil P=0,180. Apabalia P>0,05 artinya tidak ada yang membedakan secara signifikan diantara dua rumah sakit tersebut.
Timeliness merupakan ketepatan waktu yang berguna untuk menentukan kode diagnosa, apakah kode tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau tidak [16]. Berdasarkan hasil penelitian, penetapan pengkodean dilakukan sesegera mungkin setelah pengembalian berkas rekam medis, namun maksimal dilakukan 2x24 jam untuk berkas rekam medis rawat inap sudah dilakukan pengkodean diagnosa penyakit. Menurut [23] pengisian kode penyakit yang tepat waktu tentunya berkaitan dengan penulisan kode penyakit sesuai dengan klasifikasi ICD- 10.
Total N | 60 |
Mann-Whitney U | 510.000 |
Wilcoxon W | 975.000 |
Test Statistic | 510.000 |
Standard Error | 58.062 |
Standardized Test Statistic | 1.033 |
Asymptotic Sig.(2-sided test) | .301 |
Keakuratan kode diagnosa merupakan penentuan dan penulisan kode sesuai dengan standar klasifikasi yang ada dalam ICD-10. Kode dapat dinyatakan tepat dan akurat jika kode tersebut sesuai dengan keadaan pasien dan sesuai tindakan, pengobatan yang telah diberikan kepada pasien [24]. Ketidaktepatan ini adalah akibat dari ketidakmampuan petugas koder untuk menentukan kombinasi kode tambahan Dagger Asterisk dan tambahan digit ke 3 dan 4 [12]. Menurut penelitian [25] pembuat kode sering lalai dalam memberikan kode tambahan karakter digit ke 3 dan 4 atau menukarnya dengan karakter yang lain.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan peraturan pengkodean dalam menetapkan diagnosa penyakit diabetes mellitus. Rumah Sakit Pusdik Bhayangkara Porong pada penyakit diabetes mellitus tanpa komplikasi di kode menggunakan E14, sedangkan pada Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan penyakit diabetes mellitus tanpa komplikasi tidak diperbolehkan hanya menggunakan karakter ke tiga dalam artian harus menggunakan karakter ke empat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil pada Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong 11 rekam medis (36,7%) akurat dan 19 rekam medis (63,3%) tidak akurat. Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan didapatkan hasil 15 rekam medis (50%) akurat dan 15 rekam medis (50%) tidak akurat. Dari hasil perhitungan yang dilakukan Test Non Parametric Independent-Samples Man-Whitney diperoleh hasil P=0,301. Apabila P>0,05 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua rumah sakit.
Total N | 60 |
Mann-Whitney U | 465.000 |
Wilcoxon W | 930.000 |
Test Statistic | 465.000 |
Standard Error | 32.384 |
Standardized Test Statistic | .463 |
Asymptotic Sig.(2-sided test) | .643 |
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil pada Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong 27 rekam medis (90%) sesuai pedoman dan 3 rekam medis (10%) tidak sesuai pedoman. Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan didapatkan hasil 28 rekam medis (93,3%) sesuai pedoman dan 2 rekam medis (6,7%) tidak sesuai pedoman. Dari hasil perhitungan yang dilakukan Test Non Parametric Independent-Samples Man-Whitney diperoleh hasil P=0,643. Apabila P>0,05 artinya tidak ada yang membedakan secara signifikan diantara dua rumah sakit tersebut.
Simbol dan singkatan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, merupakan bahasa khusus dikalangan profesional kesehatan, sarana komunikasi antara mereka yang terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan, dan sumber informasi data dalam pengelolaan dan penyajian diagnosis dan tindakan medis [26]. Rumah sakit membuat ketetapan standar kode diagnosa, kode prosedur, simbol, singkatan, dan definisi yang seragam untuk setiap istilah yang berlaku. Penggunaan simbol dan singkatan dapat menimbulkan masalah dan berpotensi berbahaya, terutama saat menulis resep obat [27]. Menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.1 dan ditetapkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Tahun 2019, yang berlaku efektif 1 Januari 2020, rumah sakit memiliki kode standar, kode prosedur, singkatan, simbol dan arti yang relevan untuk menghindari kesalahpahaman dan salah antisipasi [28].
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada variabel completeness. Faktor completeness didapatkan hasil pada Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Porong kelengkapan diagnosa informasi penunjang ditemukan sebanyak 14 rekam medis lengkap (46,7%) dan yang tidak lengkap sebanyak 16 rekam medis (53,3%). Rumah Sakit ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan didapatkan kelengkapan informasi penunjang ditemukan sebanyak 22 rekam medis (73,3%) lengkap dan 8 rekam medis (26,7%) tidak lengkap. Dari hasil perhitungan yang dilakukan Test Non Parametric Independent-Samples Man-Whitney menunjukkan lebih baik Rumah Sakit Aisyiyah Siti Fatimah dibandingkan dengan Rumah Sakit Pusdik Bhayangkara Porong dengan nilai signifikan p=0,037. Apabila P<0,05 artinya terdapat perbedaan yang signifikan diantara dua rumah sakit tersebut.
References
- N. K. Ayuni, “Analisis Gula Darah Untuk Mendiagnosis Penyakit Diabetes Melitus (DM),” International Journal of Applied Chemistry Research, vol. 2, no. 1, pp. 1, Sep. 2020, doi: 10.23887/ijacr.v2i1.28717.
- R. Yosmar, D. Almasdy, and F. Rahma, “Survei Risiko Penyakit Diabetes Melitus Terhadap Masyarakat Kota Padang,” Jurnal Sains Farmasi & Klinis, vol. 5, no. 2, pp. 134-141, Aug. 2018, doi: 10.25077/jsfk.5.2.134-141.2018.
- G. Nursa, Y. Fauzi, and J. Habibi, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diabetes Melitus Di Puskesmas Bintuhan Kabupaten Kaur Tahun 2022,” Journal Hygeia Public Health, vol. 1, no. 1, pp. 1, Dec. 2022, doi: 10.37676/jhph.v1i1.3378.
- F. Angelina and D. Yendri, “Literature Review Analisis Ketepatan Kode Penyakit Ginjal Di Pelayanan Kesehatan,” Administration & Health Information Of Journal, vol. 3, no. 1, pp. 1, Apr. 2022.
- E. Syafitri and D. Novita, “Analisis Keterkalitan Kualitas Koding Diagnosa Pasien Rawat Inap Dengan Dispute Klaim Ina-Cbg’s,” vol. 2, pp. 1, 2021.
- Z. A. Ritonga and F. M. Sari, “Tinjauan Sistem Penyimpanan Berkas Rekam Medis Di Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik Tahun 2019,” Jurnal Ilmiah Perekam dan Informasi Kesehatan Imelda, vol. 4, no. 2, pp. 2, Dec. 2019, doi: 10.52943/jipiki.v4i2.87.
- Y. -Suraja, “Pengelolaan Rekam Medis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan,” Jurnal Administrasi dan Kesekretarisan, vol. 4, no. 1, pp. 1, May 2019, doi: 10.36914/jak.v4i1.191.
- K. Handynata, L. Indawati, D. H. Putra, and P. Fannya, “Tinjauan Ketepatan Kodifikasi Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II Pada Jumlah Pasien Dalam Menunjang Laporan Surveilans Kesehatan Rawat Jalan Di RS Anna Medika,” Jurnal Kesehatan Tambusai, vol. 3, no. 1, pp. 1, Mar. 2022, doi: 10.31004/jkt.v3i1.3977.
- R. Adilah, “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode Diagnosis Penyakit Dan Tindakan Rawat Jalan Di Puskesmas,” pp. 63, 2020.
- Z. Safitri, “Hubungan Kelengkapan Dan Ketepatan Penulisan Diagnosa Dengan Keakuratan Pengodean,” Administration & Health Information Of Journal, vol. 2, no. 1, pp. 1, Mar. 2021.
- T. E. Frista, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Pengkodean Diagnosa Penyakit,” Administration & Health Information Of Journal, vol. 1, no. 2, pp. 2, Jul. 2020.
- I. P. Risyanti and S. A. Yudianti, “Pengaruh Ketepatan Kodefikasi Penyakit Terhadap Validasi Laporan Morbiditas Rawat Jalan,” Jurnal RMIK, vol. 3, no. 1, pp. 13–17, Mar. 2020, doi: 10.31983/jrmik.v3i1.5667.
- K. S. Nasution and H. Hosizah, “Perancangan Instrumen Audit Pengkodean Klinis di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,” Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (JMIKI), vol. 8, no. 1, pp. 1, Mar. 2020, doi: 10.33560/jmiki.v8i1.255.
- A. Mubarok, S. Sahroni, and S. Sunanto, “Uji Mann Whitney Dalam Komparasi Hasil Bimbingan Praktik Kewirausahaan Mahasiswa Antara Dosen Laki-Laki Dan Perempuan Pada Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang,” Procuratio : Jurnal Ilmiah Manajemen, vol. 9, no. 1, pp. 1, Mar. 2021, doi: 10.35145/procuratio.v9i1.785.
- A. Windari and A. Kristijono, “Analisis Ketepatan Koding Yang Dihasilkan Koder Di RSUD Ungaran,” Jurnal Riset Kesehatan, vol. 5, no. 1, pp. 1, May 2016, doi: 10.31983/jrk.v5i1.717.
- W. Maryati, I. O. Rahayuningrum, and Y. S. Wati, “Evaluasi Kualitas Kode Diagnosis Ketuban Pecah Dini Pada Pasien Rawat Inap,” vol. 16, no. 1, pp. 1, May 2020, doi: 10.31983/link.v16i1.5726.
- F. D. A. Seruni and S. Sugiarsi, “Problem Solving Cycle SWOT Keakuratan Kode Diagnosis Kasus Obstetri pada Lembar Masuk dan Keluar (RM 1A) Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Sayidiman Magetan,” JurnalMIKI, vol. 3, no. 2, pp. 2, Dec. 2015, doi: 10.33560/.v3i2.78
- D. J. Sulistyo and A. S. Wariyanti, “Analisis Kelengkapan Pelaporan Penting Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di Rsud Dr.Soehadi Prijonegoro Sragen,” Prosiding “Seminar Rekam Medis Dan Manajemen Informasi Kesehatan” Tahun 2017, pp. 0, Jul. 2020. [Online]. Available: https://www.publikasi.aptirmik.or.id/index.php/procsemarang/article/view/60
- V. Y. Budiyani, A. S. Wariyanti, and S. Wahyuningsih, “Literature Review Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Petugas Koding Diagnosis Berdasarkan Unsur 5m,” Indonesian Journal of Health Information Management, vol. 1, no. 1, pp. 1, Jun. 2021, doi: 10.54877/ijhim.v1i1.3.
- N. Mellania, A. Rossarini, U. K. Nisak, and C. Cholifah, “Correlation Of Supporting Information Completeness Factors With The Accuracy Of Disease Coding At 'Aisyiyah Siti Fatimah Hospital Of Sidoarjo,” Jurnal Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban, vol. 4, no. 1, pp. 1, Aug. 2022, doi: 10.47710/jp.v4i1.164.
- Y. T. Utami and N. Rosmalina, “Hubungan Kelengkapan Informasi Medis Dengan Keakuratan Kodetuberculosis Paruberdasarkan ICD-10 Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Di Bbkpm Surakarta,” SMIKNAS, pp. 146–152, Mar. 2019.
- S. H. A. Shafa and R. S. Ripai, “Hubungan Kelengkapan Diagnosis Dan Tindakan Pada Resume Medis Dengan Ketepatan Koding Rawat Inap Pasien BPJS Di Rumah Sakit Umum Sembiring Tahun 2022,” Jurnal Kesehatan Deli Sumatera, vol. 1, no. 1, pp. 1, Jan. 2023. [Online]. Available: https://jurnal.unds.ac.id/index.php/ksds/article/view/160
- N. Prima, A. Munawir, and D. Rokhmah, “Pengaruh Faktor Predisposing terhadap Perilaku Ketepatan Pengisian Kode Penyakit Rawat Inap Pada Klaim JKN (Di Era Vedika (Verifikasi Di Kantor) Rumah Sakit Daerah Lumajang,” Jurnal MID-Z (Midwivery Zigot) Jurnal Ilmiah Kebidanan, vol. 4, no. 1, pp. 1, May 2021.
- A. E. Pramono, N. Nuryati, D. B. Santoso, and M. F. Salim, “Ketepatan Kodifikasi Klinis Berdasarkan ICD-10 di Puskesmas dan Rumah Sakit di Indonesia: Sebuah Studi Literatur,” Jurnal RMIK, vol. 4, no. 2, pp. 98–106, Oct. 2021, doi: 10.31983/jrmik.v4i2.7688.
- W. Wini, D. R. Dewi, D. H. Putra, and N. A. Rumana, “Tinjaun Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap dengan Lama Rawat,” SEHATMAS: Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, vol. 2, no. 2, pp. 2, Apr. 2023, doi: 10.55123/sehatmas.v2i2.1826.
- H. Janti, “Ketepatan Penggunaan Singkatan Dan Simbol Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap Diagnosis Schizophrenia,” Jurnal Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, vol. 2, no. 1, pp. 1, Mar. 2019, doi: 10.31983/jrmik.v2i1.3916.
- S. E. Daniati, “Standarisasi Penggunaan Simbol Pada Dokumen Rekam Medis Pasien di Rumah Sakit X Kota Pekanbaru Tahun 2022,” JHMHS: Journal of Hospital Management and Health Science, vol. 3, no. 2, pp. 2, 2022, doi: 10.55583/jhmhs.v3i2.285.
- N. Rahmadiliyani and N. Chia, “Tinjauan Penggunaan Simbol dan Singkatan pada Rekam Medis Rawat Inap dalam Menunjang Akreditasi SNARS Edisi 1.1 di RSD Idaman Kota Banjarbaru,” Jurnal Kesehatan Indonesia, vol. 11, no. 1, pp. 1, Nov. 2020.