Abstract

This study examines the financial management of Wedi Village in Gedangan District, Sidoarjo Regency, focusing on the alignment between the Annual Village Budget (APBDes) and the Village Medium-Term Development Plan (RPJMDes), the capacity of village officials in report preparation and financial accounting, and the proficiency of SISKEUDES application operators. Applying a qualitative approach, the research employs observations, interviews, and documentation for data collection. While the village demonstrates adherence to regulatory guidelines, hindrances include incomplete accommodation of community aspirations in the APBDes, conflicting central government regulations, and diminished village autonomy in financial management. The study highlights the need for streamlined regulations to enhance village financial autonomy and recommends targeted training programs for officials to address operational challenges in financial management.

Highlight :

  • Comprehensive Analysis: This study provides a thorough examination of the financial management practices in Wedi Village, shedding light on the compatibility issues between the APBDes and RPJMDes, as well as challenges in utilizing the SISKEUDES application.

  • Capacity Building: The research underscores the crucial need for targeted training programs for village officials, emphasizing the lack of skills in preparing accountability reports and financial accounting, thereby addressing a key obstacle in effective financial management.

  • Autonomy Challenges: The study highlights the impact of overlapping central government regulations, reduced village autonomy, and the inability to accommodate all community aspirations in the APBDes, advocating for regulatory reforms to empower villages in managing their finances.

Keywords: Village Financial Management, APBDes, RPJMDes, SISKEUDES Application, Regulatory Compliance

Pendahuluan

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. [1]. Sejak adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa memperoleh alokasi tambahan pendapatan yang disebut dana desa dan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima oleh Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus dan jumlah tersebut akan disesuaikan dengan jumlah penduduk, angka kemiskinan di desa, luas wilayah, dan kesulitan geografis. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, tujuan dari dana desa tersebut yakni untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan. [2] Dengan kata lain, dana desa merupakan bagian terpenting dalam keuangan desa yang harus dikelola secara optimal agar memberikan kebermanfaatan yang nyata bagi masyarakat desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan desa pada dasarnya merupakan sub sistem dari keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Keuangan Negara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018, pengelolaan keuangan desa yakni keseluruhan proses kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. [3] Dalam pengelolaan keuangan desa sendiri, disebutkan bahwa kepala desa wajib menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa yang dapat dipertanggung jawabkan kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat satu tahun setelah akhir tahun anggaran. Selain itu, kepala desa wajib menyampaikan informasi mengenai APBDes kepada masyarakat melalui media informasi atau website. Pengelolaan keuangan desa akan berlangsung dalam satu tahun anggaran dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pengelolaan keuangan desa sendiri sudah melalui sistem keuangan desa atau disebut dengan SISKEUDES dan tidak dilakukan secara manual. Penerapan aplikasi ini berlaku secara nasional. Alasan pemerintah daerah membuat kebijakan berupa aplikasi SISKEUDES ini agar terjadi kesamaan dalam pelaporan dan dalam pelaporan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) sudah diharuskan menggunakan aplikasi ini. Aplikasi SISKEUDES bertujuan untuk menginput data laporan Anggaran Dana Desa yang dikeluarkan oleh negara untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Untuk mendukung pengelolaan keuangan desa secara baik dan optimal, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mulai membekali kepala desa dan bendahara desa se-Kabupaten Sidoarjo mengenai pengelolaan keuangan desa agar dapat mengelola anggaran desa dan mendorong warga desa untuk mengawasi serta mendorong keterbukaan pelaporan keuangan desa agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaannya. [4] Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah yang amat penting dengan salah satu desa yang dapat dikatakan strategis karena terdiri dari tiga bagian, yaitu area pergudangan industri, perumahan, dan perkampungan warga. Sehingga, desa ini banyak dihuni oleh pendatang baru yang bekerja di industri yang berada di desa tersebut. Pada tahun 2021 ini, Desa Wedi memperoleh dana desa sebesar Rp 2.015.295.921,00. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah desa untuk mengatur, mengurus, dan mengelola keuangannya sendiri sesuai dengan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (desentralisasi).

No Uraian Jumlah
2019 2020 2021
1 Pendapatan Desa Rp 1.714.392.877,00 Rp 1.935.502.111,93 Rp 2.015.295.921,00
2 Belanja Desa Rp 1.648.346.167,79 Rp 1.807.632.631,02 Rp 2.098.472.089,59
3 Surplus/Defisit Rp 66.046.709,21 Rp 127.869.480,91 Rp 83.176.168,59
4 Pembiayaan
a. Penerimaan Rp 33.953.290,79 Rp 72.130.519,09 Rp 283.176.168,59
b. Pengeluaran Pembiayaan Rp 100.000.000,00 Rp 200.000.000,00 Rp 200.000.000,00
c. Selisih Pembiayaan Rp 66.046.709,21 Rp 127.869.480,91 Rp 83.176.168,59
5 Sisa Lebih/(Kurang) Perhitungan Anggaran Rp 0,00 Rp 0,00 Rp 0,00
Table 1. Data A PBDes a Wedi Kecamatan Gedangan Tahun 2019 - 2021

Dilihat dari Tabel 1 menjelaskan bahwa APBDesa Wedi Kecamatan Gedangan dari tahun 2019 - 2021 cenderung mengalami peningkatan. Dalam pengelolaan keuangan desa sendiri memang ditujukan untuk pembangunan desa sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakatnya agar kesejahteraan itu dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal tersebut menjadi tanggungjawab yang besar bagi aparatur desa dalam mengelola keuangan desa tersebut, terutama bagi kepala desa, sekretaris desa, dan bendahara keuangan. Pertanggungjawaban atas pelaporan keuangan ataupun realisasi kegiatan-kegiatan dari APBDes yang dilakukan oleh Pemerintah Desa harus dilaporkan secara cepat dan disiplin kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

Permasalahan-permasalahan yang sering terjadi, yaitu pada aspek perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Dari aspek perencanaan, permasalahan pengelolaan keuangan desa yakni tidak adanya kesesuaian antara penentuan APBDes dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Di samping itu, berbagai permasalahan lain disebabkan oleh beragam faktor antara lain kurangnya kemampuan aparat desa dalam hal menyusun laporan pertanggungjawaban dan pembukuan keuangan desa, karena masih minimnya pelatihan-pelatihan maupun pembekalan bagi SDM aparat desa yang diselenggarakan oleh pemerintah. Permasalahan lainnya yakni terkait pengelolaan keuangan desa berbasis aplikasi SISKEUDES, dimana masih banyak perangkat desa khususnya operator aplikasi SISKEUDES yang belum mampu menggunakan atau mengoperasikan aplikasi tersebut. Hal ini tetunya akan menghambat implementasi pengelolaan keuangan desa. Padahal keberadaan aplikasi SISKEUDES sangatlah penting yakni bertujuan agar pengelolaan keuangan desa dapat lebih bersih, tertib, efektif dan efisien, serta terwujudnya pengelolaan keuangan desa yang transparan akuntabel, partisipatif, dan disiplin anggaran. [5] Permasalahan-permasalahan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan desa masih mengalami beberapa kendala dalam konteks implementasinya, padahal ketentuannya telah diatur oleh Negara melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018, dimana peraturan tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengelola keuangan desa.

Pengelolaan menurut Terry pengelolaan adalah konsep yang sama dengan manajemen sehingga dipahami sebagai suatu proses membeda-bedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan dengan agar dapat menyelesaikan tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. [6] Pengelolaan atau yang sering disebut manajemen pada umumnya sering dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas dalam organisasi berupa perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan. Proses ini merupakan serangkaian tindakan yang berjenjang, berlanjut, dan berkaitan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kabul Setio Utomo, Sudarmo, Didik G. Suharto, 2018. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan sudah dilakukan secara horizontal, yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat luas melalui forum musyawarah desa dan disampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa, serta pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Transparansi pengelolaan keuangan masih belum dikelola dengan maksimal, seperti laporan yang disampaikan ke publik hanyalah belanja umum yang menyangkut belanja pembangunan, sedangkan belanja yang menyangkut urusan dalam hanya diketahui oleh internal pemerintah desa. Responsivitas pemerintah desa dalam pelayanan informasi keuangan kepada masyarakat sudah dijalankan, namun belum sesuai harapan pengguna layanan, seperti keluhan-keluhan masyarakat yang hanya ditampung dan tidak ditindaklanjuti.

Endra Wijaya, 2019. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan desa pada Desa Cilebut Timur sudah dilakukan dengan baik, namun masih ada beberapa kendala atau kekurangan, antara lain masih terjadinya keterlambatan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes. Pemerintah Desa juga masih kurang menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai pertanggungjawaban penggunaan keuangan desa yang baik dan benar. Praktik pengelolaan keuangan desa juga mengalami hambatan karena masih adanya pihak- pihak tertentu yang justru diduga kuat meminta jatah upeti.

Ferry Khusnul Mubarok dan Farikhatun Liana Annisak, 2021. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pengelolaan keuangan desa, khususnya yang bersumber dari Dana Desa telah sesuai dengan regulasi yang ada dan diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan bidang penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan bencana. Kendala yang muncul yakni rendahnya kualitas sumber daya manusia, masalah kepemimpinan, kurangnya sosialisasi dan komunikasi antar perangkat desa, dan minimnya partisipasi masyarakat.

Septu Rozaldo, 2021. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan desa, khususnya yang bersumber dari Dana Desa belum sesuai dengan regulasi yang ada. Ketidak berhasilan implementasi pengelolaan Dana Desa disebabkan oleh faktor komunikasi kerja yang masih kurang baik dan faktor sumber daya manusia aparatur desa yang masih kurang baik. Perlu dilakukan pelatihan bagi masyarakat yang dilakukan sehingga membuat kurang tercapainya tujuan Dana Desa yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kualitas hidup dan penanggulangan kemiskinan.

Muhammad Atha’ Iqbal, 2021. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan desa telah memenuhi asas transparan, akuntabel dan partisipatif. Hal ini karena adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Pemerintah desa juga melaksanakan pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa sesuai regulasi yang ada dalam konteks ini Badan Permusyawaran Desa (BPD) terlibat dalam pengawasan untuk menjamin agar pelaksanaan keuangan desa sesuai dengan regulasi dan kebutuhan masyarakat desa.

Maka dari itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menganalisis Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Wedi Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo dan (2) untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor penghambat dan pendukung Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Wedi Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

Metode

Penelitian ini merupakan penilitian jenis kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat yang digunakan untuk meneliti pada kondisi ilmiah (eksperimen) dimana penulis sebagai instrumen, teknik pengumpulan data dan dianalisis yang bersifat kualitatif lebih menekan pada makna. [7] Penelitian ini berlokasi di Desa Wedi Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo, karena merupakan salah satu desa di Kabupaten Sidoarjo yang memiliki lokasi strategis di kawasan industri dengan APBDesa yang meningkat dari tiap tahun apabila mengacu pada data APBDesa tahun 2019 - 2021. Fokus penelitian yakni mencakup indikator pengelolaan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. [8] Indikator-indikator tersebut selanjutkan dikaitkan dengan tahapan pengelolaan keuangan desa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018. Teknik penentuan informan yang penulis gunakan adalah teknik penentuan informan sering digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu purposive sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang mempertimbangkan hal-hal tertentu. [9] Adapun beberapa informan dalam penelitian ini yakni Sekretaris Desa Wedi, Kepala Urusan Keuangan Desa Wedi, Staf Operator Aplikasi SISKEUDES, dan masyarakat setempat. Jenis data yang diperoleh yakni data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan informan yang sudah ditentukan dan proses observasi secara langsung di lokasi penelitian, serta data sekunder yang diperoleh dari jurnal, dokumen instansi, dan website desa. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung pada lokasi yakni Desa Wedi. Wawancara dilakukan kepada informan yang terpilih. Dokumentasi dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen Pemerintah Desa Wedi, dokumen lain, dan penelitian terdahulu. Adapun analisis data dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. [10]

Hasil dan Pembahasan

A. Analisis Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Wedi Kecamatan Gedangan Kabupate n Sidoarjo

1. Perencanaan

Dalam konteks pengelolaan keuangan desa, perencanaan menjadi tahapan pertama yang menentukan kualitas pengelolaan keuangan desa. Berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Perencanaan pengelolaan keuangan desa merupakan perencanaan penerimaan dan pengeluaran pemerintahan desa pada tahun anggaran berkenaan yang dianggarkan dalam APBDes.

Perencanaan pengelolaan keuangan desa merupakan tahapan pertama yang sangat menentukan kualitas APBDesa Wedi. Perencanaan keuangan desa pada dasarnya merupakan perencanaan partisipatif yang melibatkan segenap unsur kelembagaan dan masyarakat desa. Kelembagaan desa meliputi pemerintah desa, BPD, LKD, dan lembaga lain yang ada di desa. Sementara, unsur masyarakat yakni seperti tokoh masyarakat dan tokoh agama. Hal ini sesuai seperti yang disampaikan oleh Bapak Rona Abdillah selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

yang bertugas dalam perencanaan APBDesa yakni kaur keuangan yang berkoordinasi dengan kaur perencanaan. Hal ini untuk kesesuaian antara rancangan APBDesa dengan RKPDesa tahunan bersama sekretaris desa. Rancangan APBDesa tersebut nanti akan disahkan menjadi Perdes tentang APBDesa.” (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022)

Pendapat tersebut juga didukung dengan penjelasan yang disampaikan oleh Ibu Widia selaku Kaur Keuangan Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

penyusunan perdes tentang APBDesa harus dilakukan melalui musyawarah desa yang melibatkan bukan hanya perangkat desa, tetapi juga BPD, tokoh masyarakat, dan pihak lainnya. (Ibu Widia, 15 September 2022)

Perencanaan keuangan Desa Wedi dilakukan melalui forum musyawarah dusun, musyawarah desa, dan musyawarah pembangunan desa yang nantinya akan menghasilkan RKPDesa sebagai rancangan kegiatan desa tiap tahunnya dan rencana APBDesa sebagai rencana penganggaran desa. Hal tersebut kemudian disahkan dalam Peraturan Desa sehingga harus dilaksanakan oleh segenap stakeholder desa. Perencanaan yang partisipatif atau dapat menampung aspirasi masyarakat Desa Wedi harus benar-benar dijalankan dalam forum-forum perencanaan desa. Sehingga APBDesa Wedi akan benar-benar digunakan untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat desa, bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur saja.

Hal tersebut diperkuat dengan penelitian terdahulu oleh Ferry Khusnul Mubarok (2021) yang menjelaskan bahwa proses perencanaan keuangan desa untuk menyusun RKPDesa dan APBDesa yakni Pemerintah desa bersama dengan Tim Pelaksana Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dan lembaga kemasyarakatan yang ada di desa (seperti PKK, RT/RW, posyandu, karangtaruna) dengan difasilitasi Camat melakukan musrenbangdes guna membahas usulan atau masukan tentang rencana kegiatan pembangunan di tingkat desa. [11]

Di samping itu, perencanaan keuangan desa juga harus mengacu pada visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan pemerintah desa yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Wedi tahun 2021-2027. Visi pemerintah Desa yakni “Melanjutkan Program Pelayanan Prima, Pembangunan Lingkungan, Kemandirian Ekonomi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia untuk Mewujudkan Desa Wediyang Religius,Unggul, Dan Mandiri.Visi tersebut didukung dengan misi yang meliputi melanjutkan program pelayanan prima dan pelayanan dasar yang mudah bagi semua lapisan masyarakat, merencanakan dan melaksanakan pembangunan lingkungan secara berkelanjutan sebagai bentuk tata kelola penataan lingkungan desa, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan memperkuat peran BUMDES serta perekonomian UMKM (produk lokal desa), dan pengembangan sumber daya manusia unggul yang potensial dalam semua aspek dengan tetap berpegang teguh pada kultur desa wedi yang religius. Berdasarkan pada visi dan misi tersebut, tujuan dan strategi pembangunan Desa Wedi yakni mencakup upaya peningkataan kualitas pelayanan publik dan pelayanan pendidikan di desa, penguatan sektor perekonomian desa, penguatan sektor pertanian dan peternakan, pelestarian lingkungan hidup, pemerataan pembangunan infrastruktur, dan menciptakan ketentraman, ketertiban, dan keamanan lingkungan desa.

No Uraian Jumlah
1 Pendapatan Desa Rp 1.858.324.222,00
2 Belanja Desa Rp 1.953.847.634,00
3 Surplus/Defisit Rp 95.523.412,00
4 Pembiayaan
a. Penerimaan Rp 95.523.412,00
b. Pengeluaran Pembiayaan Rp 0,00
c. Selisih Pembiayaan Rp 95.523.412,00
5 Sisa Lebih/(Kurang) Perhitungan Anggaran Rp 0,00
Table 2. APBDesa Wedi Tahun Anggaran 2022

Berdasarkan Tabel di atas, total belanja yang direncakan oleh pemerintah desa wedi pada tahun 2022 yakni Rp 1.953.847.634,00. Jumlah tersebut digunakan oleh pemerintah desa untuk program/kegiatan pembangunan desa pada tahun tersebut. Sesuai dengan RKPDesa Tahun 2022, anggaran tersebut diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan Pemerintah Desa Wedi di bidang pemerintahan desa, bidang pembangunan desa, bidang pembinaan masyarakat, dan bidang pemberdayaan masyarakat.

Beberapa penjelasan di atas menunjukkan bahwa perencanaan dalam tahapan pengelolaan desa sebagai tahapan pertama merupakan penentu keberhasilan pengelolaan keuangan Desa Wedi kedepannya. Terry dalam Sukarna (2011) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan tahapan untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam konteks ini perencanaan merupakan perumusan progam dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan diharapkan dapat mencapai tujuan pemerintah Desa Wedi baik dalam konteks program dan kegiatan di bidang pemerintahan desa, bidang pembangunan desa, bidang pembinaan masyarakat, dan bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana tercantum dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dan RKPDesa Wedi Tahun 2022.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan tahapan kedua dalam pengelolaan organisasi secara umum. Pengorganisasian secara sederhana dapat dimaknai sebagai upaya untuk menentukan wewenang dan tanggung jawab kepada pegawai dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pengorganisasian merupakan upaya pembagian tugas dan wewenang perangkat desa yang akan mengelola keuangan desa. Berdasarkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, unsur pemerintah desa yang berwenang dalam pengelolaan keuangan desa yakni kepala desa, sekretaris desa, kaur keuangan atau bendahara, serta kepala seksi dan kepala urusan. Bendahara desa memiliki peran penting sebagai pembantu Kepada Desa Wedi, agar APBDes dapat dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak melanggar hukum sehingga berdampak negatif terhadap pemerintahan desa.

Hal ini sesuai dengan penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Rona Abdillah selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

pada tahap pelaksanaan yang bertanggungjawab kaur keuangan sebagai bendahara desa, lalu kaur keuangan juga didukung oleh perangkat lain yakni kasi pelaksana kegiatan. Selain itu, untuk operasional aplikasi Siskeudes, ada 1 operator desa yang mendukung pekerjaan kaur. Ini merupakan wewenang kepala desa, jadi bisa kepada siapapun perangkat desanya. Namun, biasanya pasti yang sesuai dengan wewenangnya.(Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam pelaksaaan ABPDesa untuk kegiatan-kegiatan di Desa Wedi, Kepala Desa menunjuk kepala seksi (kasi) pelaksana kegiatan yang bertugas sebagai penanggung jawab teknis pelaksanaan kegiatan. Kasi pelaksanaan harus berkoordinasi dengan kepala urusan (kaur) keuangan selaku bendahara desa. Kaur keuangan selaku bendahara juga dibantu oleh operator desa dalam menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES). Selain itu, kasi pelaksana kegiatan dapat dipilih dari perangkat desa dan merupakan hak preogatif Kepala Desa Wedi. Namun, pemilihannya harus tetap sesuai dengan tugasnya.

No Jabatan Tugas
1. Kepala Desa Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (PKPKD) dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan/aset miliki desaDalam melaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan desa, kepala desa menugaskan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa selaku Pelaksanaan Pengelola Keuangan Desa (PPKD) yang meliputi Sekretaris Desa, Kepala Urusan dan Kepala Seksi, serta Kepala Urusan Keuangan
2. Sekretaris Desa Bertindak sebagai koordinator PPKDMengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan APBDesaMengoordinasikan penyusunan rancangan peraturan desa tentang APB Desa, perubahan APB Desa, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB DesaMengoordinasikan penyusunan rancangan peraturan kepala desa tentang Penjabaran APB Desa dan Perubahan Penjabaran APB DesaMengoordinasikan penyusunan laporan keuangan desa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa
3. Kaur Keuangan Melakukan fungsi kebendaharaanMenyusun RAK DesaMelakukan penatausahaan yang meliputi menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan APB Desa
4. Kepala Seksi dan Kepala Urusan Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai bidang tugasnyaMelaksanakan dan mengendalikan anggaran kegiatan sesuai bidang tugasnyaMenyusun dokumen pelaksanaan anggaran sesuai bidang tugasnyaMenandatangani perjanjian kerja sama dengan penyedia atas pengadaan barang/jasa untuk kegiatan yang berada dalam bidang tugasnyaMenyusun laporan pelaksanaan kegiatan sesuai bidang tugasnya untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa
Table 3. Pembagian Tugas Pengelolaan Keuangan Desa

Di samping itu, pengelolaan keuangan desa juga mendapat dukungan dari operator desa yang bertugas khusus dalam mengoperasionalkan aplikasi SISKEUDES. Oleh karena itu, Desa Wedi membutuhkan SDM yang ahli di bidang teknologi dan informasi, sehingga pengelolaan APBDesa dapat terlaksana dengan benar dan tepat. Selain itu, operator desa sangat membantu bendahara desa dalam mensinkronkan rencana APBDesa dan input data-data ke dalam aplikasi SISKEUDES. Pembagian tugas atau pengorganisasian yang tepat tersebut sangat membantu Kepala Desa Wedi untuk menjamin kinerja pengelolaan keuangan desa yang berkualitas, transparan, dan akuntabel.

Penjelasan tersebut sesuai dengan penelitian Endra Wijaya (2019) tahapan pengelolaan keuangan desa melibatkan segenap unsur pemerintahan desa, mulai dari kepala desa, sekretaris desa, bendahara, perangkat desa lainnya dan bahkan unsur kelembagaan desa seperti Lembaga Kemasyarakatan Desa dan BPD. Tiap unsur tersebut melaksanakan tugas sesuai dengan peran dan wewenangnya. [12]

Pengorganisasian merupakan aspek tata kelola sumber daya manusia dalam organisasi secara umum, begitupun dalam konteks pemerintahan desa dan pengelolaan keuangan desa. Terry dalam (Sukarna, 2011) menjelaskan bahwa pengorganisasian merupakan upaya untuk menempatkan orang-orang (pegawai) terhadap kegiatan-kegiatan yang cocok bagi kebutuhan kinerja organisasi. Hal yang sama juga terjadi dalam pengelolaan keuangan Desa Wedi, kepala desa dan tiap perangkat desa serta operator SISKEUDES mampu melaksanakan tugas sesuai dengan job desknya, agar kegiatan-kegiatan pengelolaan keuangan desa dapat berjalan dengan lancar.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan tahapan kedua dalam proses pengelolaan keuangan desa. Pelaksanaan dalam konteks pengelolaan keuangan desa dalam hal ini dapat meliputi tahapan pelaksanaan itu sendiri dan penatausahaan. Hal tersebut dapat mengacu pada Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa merupakan penerimaan dan pengeluaran desa yang dilaksanakan melalui rekening kas desa. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa merupakan tanggung jawab dari kaur keuangan desa sebagai bendahara desa. Berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, penerimaan keuangan desa merupakan sumber-sumber APBDesa yang meliputi dana tranfer dari APBN (Dana Desa), Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD Kabupaten Sidoarjo, Pendapatan Asli Desa (PADesa), Bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bantuan Keuangan dari APBD, Hibah dan sumbangan pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan yang sah.

Pelaksanaan keuangan desa merupakan penerimaan dan pengeluaran serta penatausahaan keuangan desa. Penerimaan keuangan desa merupakan 7 sumber APBDesa yang meliputi dana tranfer dari APBN (Dana Desa), ADD dari APBD Kabupaten Sidoarjo, PADesa, Bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bantuan Keuangan dari APBD, Hibah dan sumbangan pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan yang sah. Di samping itu, pengeluaran keuangan desa harus mengacu pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dokumen ini menjadi panduan desa agar anggaran yang telah direncanakan dapat dilaksanakan untuk program/kegiatan desa. Apabila tidak sesuai, maka anggaran tidak dapat dicairkan. Oleh karena itu, bendahara desa dan kasi pelaksana kegiatan serta didukung oleh operator desa harus cermat dalam proses ini.

Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dalam praktiknya harus sesuai dengan regulasi yakni Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Pemerintah Desa Wedi selama ini berupaya untuk melaksanakan anggaran sesuai dengan regulasi agar tidak bermasalah baik dari sisi administrasi maupun dalam konteks lain. Hal tersebut tentunya akan berakibat pada kinerja pelaksanaan APBDesa. Oleh karena itu, pelaksanaan APBDesa Wedi selama ini berjalan lancar untuk membiayai pelaksanaan pembangunan desa.

Di samping itu, dalam konteks penatausahaan tersebut sesuai dengan penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Rona Abdillah selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

“penatausahaan ini pertama ya dilakukan secara manual. Jadi, kaur keuangan selaku bendahara mencatat segala bentuk penerimaan dan pengeluaran tiap akhir bulan melalui buku kas desa. Lalu tiap penerimaan dan pengeluaran itu perlu dibuatkan kwitansi sebagai bukti administrasi. Pencatatan tersebut, bendahara harus berkoordinasi dengan perangkat lain yakni sekretaris desa.” (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022)

Sementara itu, dari sisi penatausahaan merupakan tahapan untuk menjamin pengelolaan keuangan desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa Wedi terlaksana secara akuntabel dan transparan. Karena semua pengeluaran atau belanja desa harus didukung oleh bukti pembayaran dan kemudian dilakukan penatausahaan tiap akhir bulan. Hal ini merupakan tertib administrasi dalam pengelolaan keuangan Desa Wedi.

Lebih lanjut, penjelasan tersebut sesuai dengan penelitian Septu Rozaldo, 2021. Penatausahaan Keuangan Desa adalah kegiatan pencatatan yang khususnya dilakukan oleh bendahara desa. Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran. Bendahara Desa melakukan pencatatan secara sistematis dan kronologis atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi. Penatausahaan menjadi instrumen penting dalam penataan adminitrasi keuangan desa. Penatausahaan yang baik dan tertib administrasi akan menghindarkan pemerintah desa dari temuan-temuan kesalahan administrasi dari pemeriksa keuangan desa baik dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan pemeriksa lainnya. [13]

Pelaksanaan keuangan desa merupakan tahapan eksekusi anggaran dan proses penatausahaan tiap-tiap kegiatan. Menurut Terry (2009), pelaksanaan merupakan upaya untuk melaksanakan perencanaan yang sudah ditentukan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa wedi yang didasari oleh ketentuan regulasi yang berlaku dan penatausahaan berkas-berkas administrasi kegiatan dilakukan agar tiap kegiatan yang dianggarkan oleh APBDesa dapat berjalan dengan baik, sesuai prosedur, dan memberikan kebermanfaatan secara nyata bagi masyarakat Desa Wedi.

4. Pengawasan

Pengawasan merupakan tahapan keempat dalam proses pengelolaan organisasi secara umum. Begitupun dalam konteks pengelolaan keuangan desa, pengawasan menjadi penting untuk memberikan kontrol terhadap para aparatur pemerintah desa dalam mengelola APBDes secara tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Aspek pengawasan meliputi pelaporan dan pertanggungjawaban. Kedua hal tersebut merupakan bagian penting dalam mewujudkan pengelolaan keuangan desa yang akuntabel.

Hal ini sesuai dengan penjelasan yang disampaikan oleh Bapak Rona Abdillah selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

“pemerintah desa melalui kaur keuangan menyusun laporan keuangan desa dalam bentuk kompilasi laporan pelaksanaan kegiatan yang didanai APBDesa, penatausahaan, dan realisasi anggaran yang dikeluarkan. Laporan ini nantinya juga dientri ke dalam aplikasi SISKEUDES. (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022)

Di samping itu, berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 68 dan 69, maka dijelaskan sebagai berikut :

a. Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APBDesa semester pertama kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

b. Bupati/Walikota melaporkan laporan konsolidasi pelaksanaan APBDesa kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa.

Pengawasan merupakan tahapan pengelolaan keuangan desa yang meliputi pelaporan dan pertanggungjawaban. Dalam konteks pelaporan, Pemerintah Desa Wedi melakukan pelaporan secara berjenjang tiap semester (empat bulanan) kepada Bupati Sidoarjo melalui Camat Gedangan dan kemudian ditindaklanjuti oleh Bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Pemerintahan Desa. Pelaporan ini berasal dari bawah ke atas (Bottom-up) atau vertikal. Hal yang sama juga terjadi dalam konteks pertanggungjawaban yang dilakukan secara berjenjang seperti yang diatur dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2020. Namun, dalam pertanggungjawaban juga dilakukan pertanggungjawaban kepada sesama kelembagaan desa yakni kepada BPD dan kemudian pelaporan pertanggungjawaban dilakukan kepada pemerintah bupati melalui camat. Pertanggungjawaban juga kepada masyarakat desa melalui Baliho laporan APBDesa Wedi yang diletakkan di Kantor Desa Wedi. Hal ini agar menunjukkan sisi tranparansi Pemerintah Desa Wedi kepada BPD dan masyarakat.

Dengan adanya pelaporan yang berjenjang, maka dapat pula dilakukan pengawasan dari instansi di atas desa seperti kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Hal ini sesuai dengan wawancara berikut :

“laporan yang kami sampaikan baik secara tertulis atau dengan aplikasi SISKEUDES dapat menjadi bahan pihak Kecamatan, Pemkab Sidoarjo, Pemprov Jawa Timur, bahkan sampai Kemendagri dan Kementerian Desa PDTT untuk mengawasi pengelolaan APBDesa kita. Sehingga desa juga akan benar-benar menerapkan pengelolaan keuangan sesuai prosedur.” (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022)

Berdasarkan penjelasan di atas, aspek pelaporan dan pertanggungjawaban juga disampaikan melalui aplikasi SISKEUDES. Ini semakin mempermudah instansi di atas Pemerintah Desa Wedi mulai dari Kecamatan Gedangan, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Pusat untuk mengawasi kinerja keuangan Desa Wedi karena terdapat memanfaatkan aplikasi SISKEUDES.

Pengawasan dalam bentuk pelaporan dan pertanggungjawaban merupakan tahapan akhir dalam pengelolaan keuangan desa yang menentukan kualitas kinerja pemerintah desa dalam mengelola keuangannya. Dengan adanya pelaporan yang berjenjang, maka akan tersampaikan secara jelas keperuntukan keunagan Desa Wedi. Begitupun dari sisi pertanggungjawaban. Hal ini akan mendorong akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa Wedi. Karena baik pelaporan dan pertanggungjawaban tidak hanya kepada pemerintah setingkat di atasnya seperti kecamatan, kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat, tetapi juga tersampaikan kepada lembaga kemasyarakatan dan kelompok masyarakat Desa Wedi.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Muhammad Atha’ Iqbal, 2021 yang menyebutkan bahwa wujud pertanggungjawaban yang dilakukan di Desa Penada Gandor selain menyampikan ke pada Bupati juga memberikan informasi kepada masyarakat melalui peraturan desa tentang Laporan Realisasi Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang telah dibahas oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan memberikan informasi mengenai semua kegiatan kepada masyarakat melalui website desa. [14] Selain itu, berdasarkan penelitian Kabul Setio Utomo, Sudarmo, Didik G. Suharto (2018) bahwa penyampaian informasi oleh pemerintah desa terkait pengelolaan keuangan desa kepada kelompok-kelompok masyarakat baik RT, RW, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan tokoh masyarakat merupakan wujud transparansi dan bagian dari upaya menerapkan good governance dalam pengelolaan keuangan desa. [15]

Desa Wedi melaksanaan pertanggungjawaban dan pelaporan dalam konteks melaksanakan ketentuan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 sebagai bentuk pengawasan pengelolaan keuangan desa. Terry (2009) menjelaskan bahwa dengan adanya pengawasan, maka dapat dinilai pelaksanaan keuangan desa sesuai dengan ketentuan dan tujuannya. Sehingga dapat diketahui kinerja pengelolaan keuangan Desa Wedi yang sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku dan menciptakan akuntabilitasi pengelolaan keuangan desa.

B. Faktor penghambat pengelolaan keuangan Desa di Desa Wedi Kecama tan Gedangan Kabupaten Sidoarjo

Pengelolaan keuangan Desa Wedi dalam praktiknya menghadapi beberapa faktor penghambat yang meliputi tidak semua aspirasi masyarakat dapat terakomodir dalam APBDesa, tumpang tindih regulasi dari pemerintah pusat, dan berkurangnya otonomi desa dalam pengelolaan keuangan desa. Hal ini menjadi kendala dalam menentukan keberhasilan pengelolaan keuangan Desa Wedi. Tidak semua aspirasi masyarakat dapat terakomodir dalam APBDesa dikarenakan kondisi masyarakat yang majemuk dan banyaknya aspirasi yang muncul dari masyarakat, sehingga sulit bagi Pemerintah Desa untuk menerima semua aspirasi tersebut. Hal ini dapat dikatakan memberikan kekecewaan bagi kelompok masyarakat yang telah menyampaikan aspirasinya dalam forum perencanaan desa sebagaimana disampaikan oleh Bapak Rona Abdillah Selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

kondisi masyarakat Desa Wedi yang heterogen berdampak pada beragamnya masukan dan aspirasi masyarakat pada saat musdes dan musrenbangdes. Masukan-masukan tersebut tidak semua dapat masuk dalam APBDesa. Karena pemerintah desa harus menyesuaikan dengan prioritas desa. Apalagi saat ini ada fokus untuk BLT Dana Desa, stunting dan ketahanan pangan desa. Masukan yang selain 2 proritas tersebut akan sulit untuk masuk dalam APBDesa.” (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022).

Berdasarkan penjelasan tersebut, pemerintah desa mengalami kesulitas untuk menampung beragam aspirasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes). Pemerintah desa harus memilah aspirasi-aspirasi yang sesuai dengan fokus tujuan pemerintah saat ini yakni pelaksanaan BLT, program ketahanan pangan di desa, dan penangan stunting atau program terkait kesehatan. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat desa memami prioritas dalam penggunaan APBDes. Sehingga diharapkan tidak adanya kekecewaan dan kecemburuan sosial masyarakat Desa Wedi. Kondisi ini dapat pula berpotensi konflik horizontal masyarakat Desa Wedi.

Faktor penghambat kedua yakni tumpang tindih regulasi dari pemerintah pusat. Kondisi ini dapat terjadi karena ada 2 kementerian yang mengurusi desa yakni Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT. Kedua intansi tersebut memiliki regulasi yang berpotensi membingungkan pemerintah dan masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Bapak Rona Abdillah Selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

“sekarang itu menurut kami ada tumpang tindih antara 2 regulasi tentang pengelolaan keuangan desa. Ada Permendagri tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendesa PDTT tentang Prioritas Penggunaan dana Desa. Apalagi kalau regulasi dari Kemendesa PDTT harus dikaitkan dengan SDG’s Desa. ini yang menjadi kami semakin bingung pelaksanaannya.” (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022).

Berdasarkan penjelasan di atas, dengan adanya dua regulasi yang berbeda, Pemerintah Desa Wedi terkadang mengalami kebingungan dalam melaksanakan APBDes. Oleh karena itu, diperlukan fasilitasi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi jawa Timur dan Kabupaten Sidoarjo. Bahkan perlu juga fasilirasi dan sosialisasi dari pemerintah pusat, khususnya dua kementerian yakni Kemendagri dan Kementerian Desa PDTT.

Faktor penghambat ketiga yakni berkurangnya otonomi desa dalam pengelolaan keuangan desa, karena banyak program dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten yang meminta dukungan penganggaran desa. Padahal desa memiliki kewenangan dan otonomi untuk menentukan program dan kegiatan sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Bapak Rona Abdillah Selaku Sekretaris Desa Pemerintah Desa Wedi dalam wawancara berikut ini :

“kami mengalami kesulitas semenjak covid-19. Ini karena ada regulasi terbaru dari pusat yang mengatur presentase penggunaan dana desa. Jadi ada prioritas pengunaan dana desa yakni minimal 40% untuk BLT, 20% ketahanan pangan, 8% untuk penanganan covid, 32% untuk program sektor prioritas lainnya. Rincian itu sepertinya masih tetap berlanjut di tahun 2023. Sehingga desa seakan otonominya dibatasi untuk mengelola anggarannya sendiri.” (Bapak Rona Abdillah, 13 September 2022).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya aturan mengenai prioritas penggunaan dana desa, pemerintah desa menganggap bahwa otonomi desa telah dibatasi untuk mengatur penganggaran sesuai denga napa yang diinginkan oleh pemerintah desa dan msukan dari masyarakat. Bahkan pemerintah desa cenderung kebingungan untuk menganggarkan program/kegiatan yang terkait prioritas penggunaan dana desa seperti minimal 40% untuk BLT, 20% ketahanan pangan, 8% untuk penanganan covid, 32% untuk program sektor prioritas lainnya.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan uraian yang telah diperoleh melalui proses wawancara di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengelolaan keuangan Desa Wedi, Kecamatanan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo dari aspek perencanaan merupakan tahapan pertama dalam pengelolaan keuangan Desa Wedi. Perencanaan tersebut harus mengacu pada RKPDesa untuk selanjutnya disusun APBDesa melalui forum musyawarah desa yang melibatkan stakeholder desa lainnya. Sementara dari aspek pengorganisasian merupakan upaya pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam konteks ini Kepala Desa Wedi telah memberikan wewenang dan tanggungjawab tersebut kepada kaur keuangan selaku bendahara dan kasi pelaksanaan kegiatan serta operator untuk mengelola aplikasi SISKEUDES.

Aspek pelaksanaan merupakan tahapan ketiga dalam pengelolaan keuangan desa dengan tahapan meliputi kegiatan pelaksanaan itu sendiri dan penatausahaan. Pelaksanaan meliputi penerimaan dan pengeluaran desa berdasarkan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Pelaksanaan juga harus melalui aplikasi SISKEUDES. Sementara tahapan penatausahaan merupakan upaya tertib administrasi dan dilakukan di akhir bulan melalui kas desa dengan menyertai kwitansi penerimaan dan pengeluaran sebagai dokumen pendukung. Di samping itu, pengawasan merupakan tahapan keempat dalam proses pengelolaan yang meliputi pelaporan dan pertanggungjawaban agar pengelolaan keuangan desa lebih akuntabel. Hal ini karena keduannya disampaikan secara berjenjang kepada Kecamatan, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT baik tertulis maupun melalui aplikasi SISKEUDES. Kegiatan ini juga bagian untuk pengawasan yang dilakukan oleh instansi-instansi tingkatan di atas desa tersebut agar kinerja APBDes dapat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Faktor Penghambat Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Wedi Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo yakni meliputi tidak semua aspirasi masyarakat dapat terakomodir dalam APBDesa, tumpang tindih regulasi dari pemerintah pusat, dan berkurangnya otonomi desa dalam pengelolaan keuangan desa.

References

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
  2. I. M. A. S. Prayoga, D. Mulyati, and H. Rowa, "Efektivitas Penggunaan Dana Desa dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Tulamben Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem," Jurnal Ilmu Administrasi Pemerintahan Daerah, vol. 12, no. 1, pp. 43-57, 2020.
  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
  4. D. Noorca, "Pemkab Sidoarjo Bekali Kades Pengelolaan Keuangan Desa," Suara Surabaya, 2021. [Online]. Available: https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2021/pemkab-sidoarjo-bekali-kades-pengelolaan-keuangan-desa/.
  5. K. G. Asih and I. M. Adiputra, "Analisis Penerapan Aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES) dalam Meningkatkan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Desa pada Masa Pandemi Covid-19," JIMAT Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha, vol. 13, no. 1, pp. 12-23, 2022.
  6. G. Terry, "Dasar-Dasar Manajemen," Bumi Aksara, Jakarta, 2009.
  7. Sugiyono, "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D," CV Alfabeta, Bandung, 2012.
  8. G. Terry, "Dasar-Dasar Manajemen," Bumi Aksara, Jakarta, 2009.
  9. U. Silalahi, "Metode Penelitian Sosial," Refika Aditama, Bandung, 2012.
  10. L. J. Moleong, "Metodologi Penelitian Kualitatif," Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014.
  11. F. K. Mubarok, "Analisis Pengelolaan Dana Desa Pranten Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan," Jurnal Studi Akuntansi dan keuangan Indonesia, vol. 4, no. 1, 2021.
  12. E. Wijaya, "Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhinya," Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, vol. 13, no. 2, pp. 165-184, July 2019.
  13. S. Rozaldo, "Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Simpang Karmeo Kecamatan Batin XXIV Kabupaten Batang Hari," Skripsi, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2021.
  14. K. S. Utomo, "Analisis Good Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Desa," Spirit Publik, vol. 13, no. 1, pp. 50-66, April 2018.
  15. M. A. Iqbal, "Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Studi di Desa Penada Gandor Kecamatan Labuhan haji Kabupaten Lombok Timur)," 2021.