Abstract

This qualitative descriptive study investigates the implementation of the Land and Building Tax (PBB) exemption program in Sidoarjo Regency, focusing on communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. Employing purposive sampling, primary data was gathered through observation, interviews, and documentation. Utilizing Miles and Huberman's data analysis, the study reveals that all variables were fulfilled, with challenges arising from insufficient information dissemination by some villages and a shortage of billing staff. The Sidoarjo Regional Tax Service Agency (BPPD) is urged to innovate communication channels for direct community engagement and enhance staffing levels. This research provides valuable insights for policymakers and tax authorities globally, emphasizing the need for efficient communication strategies and resource allocation to ensure successful tax exemption programs.

Highlight :

  • Effective Communication: The study underscores the crucial role of communication in the successful implementation of the Land and Building Tax (PBB) exemption program, emphasizing the need for streamlined information flow between villages and residents.

  • Resource Allocation: The research highlights challenges stemming from a shortage of billing staff in Sidoarjo Regency, emphasizing the significance of adequate resource allocation to ensure the smooth operation of tax exemption policies.

  • Policy Implications: The findings provide actionable insights for tax authorities and policymakers globally, emphasizing the importance of efficient communication strategies and resource management in optimizing the effectiveness of land and building tax exemption programs.

Keywords: Land and Building Tax, Exemption Program, Implementation, Sidoarjo Regency, Communication

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang menerapkan sistem otonomi daerah. Berdasarkan UU no 9 tahun 2015 juncto (jo.) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang pemerintahan daerah, definisi atau arti otonomi daerah adalah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. setiap daerah harus memiliki tujuan untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) agar mencapai daerah yang sejahtera [1]. Otonomi daerah merupakan wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus, mengatur, mengembangkan, mengendalikan daerahnya dengan kemampuannya sendiri yang berdasar pada peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Menurut Mardiasmo (2002:46) [2].

Tiga misi utama otonomi daerah, yaitu Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. (Barzelay,1991) [3]. PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah penerimaan yang bersumber dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Mardiasmo (2018) [4]. Sehubungan dengan hal di atas setiap daerah harus memiliki tujuan untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) agar mencapai daerah yang sejahtera. Termasuk juga daerah Kabupaten Sidoarjo meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) melalui Pajak dan non Pajak. Berikut tabel jenis sumber penghasilan daerah yang ada di Kabupaten Sidoarjo :

Pendapatan Asli Daerah Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021
Pendapatan Pajak Daerah Rp.1.068.422.268.904 Rp.977.418.925.772 Rp.1.027.822.704.720
Pendapatan Retribusi Daerah Rp.72.668.876.545 Rp.58.841.266.376 Rp.65.341.926.569
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Rp.37.034.170.234 Rp.37.626.054.550 Rp.31.133.395.762
Pendapan Asli Daerah Lainnya Rp.605.627.072.341 Rp.763.048.792.923 Rp.803.793.760.316
Total Pendapatan Asli Daerah Rp.1.783.752.388.026 Rp.1.836.935.039.622 Rp.1.928.091.787.367
Table 1.Jenis sumber pendapatan daerah Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah PAD dari tahun ke tahun pada tahun 2019-2021. dimana potensi paling besar bersumber dari pendapatan Pajak daerah, peningkatan perolehan Pajak daerah tertinggi pada tahun 2019. Pajak yang diberikan oleh penduduk suatu daerah akan digunakan untuk kepentingan umum daerah tersebut contohnya pembangunan infrastruktur jalan dan kepentingan umum lainnya. Sebagai daerah otonomi, Sidoarjo harus mampu merealisasikan kemandirian keuangan daerah yang berupa kemampuan untuk meningkatkan PAD seperti pajak, retribusi,hasil pengelolaan kekayaan dan lain-lain agar dapat meningkatkan pembangunan yang efektif. Berdasarkan penjelasan tersebut kita dapat melihat apakah pemerintah Kabupaten Sidoarjo sudah mampu mengoptimalkan tiap-tiap sumber pendapatan yang ada untuk mempercepat atau mendukung pelaksanaan pembangunan daerah dalam konsep sistem otonomi daerah. Sektor pajak merupakan sektor yang paling berpengaruh di Kabupaten Sidoarjo. Penetapan APBD sendiri sudah disusun secara matang dan benar sehingga dapat bertahan hidup dan memberikan Pelayanan yang prima pada masyarakatnya. Berikut saya sajikan data mengenai total perolehan pajak PPB beserta targetnya.

Tahun Realisasi Target Persentase
2018 Rp. 219.141.718.065 Rp. 211.000.000.000 104%
2019 Rp. 237.461.681.071 Rp. 227.000.000.000 105%
2020 Rp. 229.810.879.995 Rp. 211.000.000.000 109%
2021 Rp. 254.650.339.833 Rp. 258.000.000.000 98,7%
Table 2.Realisasi dan Target Pajak PBB Kabupaten Sidoarjo

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2018 sampai dengan 2020 pendapatan pajak terutama PBB di Kabupaten Sidoarjo telah melampaui target yang sudah ditetapkan, namun pada tahun 2021 perolehan pajak terutama PBB sangat jauh dari target awal yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo, kondisi inilah yang membuat pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengeluarkan kebijakan penghapusan sanksi administratif pajak daerah berupa bunga atau denda atau pemutihan. Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo berupaya mengoptimalkan pendapatan daerah melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemerintah kota Sidoarjo telah mensosialisasikan secara maksimal menggunakan sumber daya yang ada tentang kebijakan ini melalui website pemerintahan Sidoarjo, media sosial, dan sebagainya namun kembali lagi kepada ketaatan dan kesadaran seetiap individu akan pentingnya membayar pajak. Maka untuk mengetahui bagaimana implementasi program pemutihan pajak peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian dengan judul “Implementasi Program Pemutihan Pajak Bumi Dan Bangunan (Studi kasus di Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo)”.

Model implementasi kebijakan dari George C. Edward III dalam Winarno (2016:180) terdapat empat variabel didalamnya. George menjelaskan bahwa dalam model ini ada empat variabel yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. 1) Komunikasi ; Yaitu dalam melakukan kebijakan agar bisa terlaksana dengan baik harus mulai dari komunukasi yang efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target Group). 2) Sumber daya ; yaitu isi setiap kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, namun apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk menjalankanya, maka implementasi tidak berjalan secara maksimal dan tidak efektif. Maka dari itu harus di dukung oleh sumberdaya yang memadai, baik sumberdaya manusia maupun finansial. 3) Disposisi ; yaitu menunjuk pada watak dan karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakteristik yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokrasi. Jika implementor mempunyai disposisi yang baik , maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang dinginkan oleh pembuat kebijakan. 4) Struktur Birokrasi ; yaitu menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting yaitu mekanisme dan strukturor ganisasi pelaksana sendiri [5].

Kebijakan penghapusan sanksi administratif pajak daerah berupa bunga atau denda atau pemutihan, Penghapusan itu diterapkan untuk wajib pajak (WP) yang belum atau terlambat membayar pajak terutang sampai tahun pajak 2020. Dispensasi tersebut berlaku untuk sembilan pajak daerah yakni, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan non-PLN, pajak parkir, pajak air tanah, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Penghapusan sanksi administratif pajak daerah berlaku mulai 2 Agustus 2021 sampai 30 Desember 2021. Sesuai Keputusan Bupati Sidoarjo Nomor 188/498/438.1.1.3/2021. Besaran sanksi administratif yang dihapuskan adalah sebesar 2 persen per bulan untuk paling lama 24 bulan atau setinggi-tingginya sebesar 48 persen [6]. Tujuan pemberlakuan kebijakan ini adalah untuk meringankan beban dunia usaha dan masyarakat dalam rangka menghadapi pandemi covid-19 serta untuk mendongkrak realisasi pembayaran pajak meningkat khususnya dalam pembayaran pajak PBB.

Umumnya dalam pelaksanaan beberapa program yang diinisiasi Badan Pelayanan Pajak Daerah, ditemukan beberapa masalah sebagaimana yang telah dilakukan dalam penelitian terdahulu oleh Nadya Dzikra K, Srihadi Winarningsih. ” Analisis Implementasi Program Pembebasan Denda Pajak Dalam Penerimaan Piutang PBB Kota Bandung” Tahun (2020). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis tingkat efektivitas penerimaan piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kota Bandung sebelum dan sesudah adanya implementasi program pembebasan denda pajak. Teori yang digunakan adalah Julia (dalam Martadani dan Hertati, 2019 :37) tentang efektivitas suatu program. Jenis penelitian ini merupakan penelitian terapan dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari Penelitian dapat dilihat bahwa perbandingan antara tingkat efektivitas sebelum diadakan program pembebasan denda pajak pada tahun 2015 hingga 2017 dan setelah diadakannya program tersebut yaitu tahun 2018 dan 2019. Jika dilihat persentase tingkat efektivitas tiga tahun sebelum dilaksanakannya program pada tahun 2015 menunjukan angka 3,6%, angka tersebut naik ke 5,78% pada tahun 2016, dan mengalami kenaikan kembali sebesar 3,67% menjadi 9,54%. Namun jika dilihat tingkat efektivitas setelah dilaksanakannya program pada tahun 2018 persentase melonjak naik dua kali lipat menjadi 23,85%. Satu tahun setelahnya seiring dengan pelaksanaan program di tahun 2019 meningkat kembali ke angka 32,4%, hal ini merupakan presentase yang tertinggi selama lima tahun terakhir [7].

Pemerintah kabupaten sidoarjo memberlakukan program penghapusan denda atau sanksi administrsi bertujuan untuk meringankan beban pelaku usaha maupun individu yang terdampak covid-19. Namun pada tahun 2021 minat masyarakat dalm membayar pajak tepat waktu semakin menurun dibandingkan tahun tahun tahun sebelumnya. Inilah yang menjadi latar belakang pemerintahan kabupaten sidoarjo menerbitkan Keputusan Bupati Sidoarjo Nomor 188/498/438.1.1.3/2021. Penghapusan itu diterapkan untuk wajib pajak (WP) yang belum atau terlambat membayar pajak terutang sampai tahun pajak 2020 dan berlaku pada 9 (Sembilan) jenis pajak. Namun dilapangan terjadi kendala, Adapun kendala dalam implementasi kebijakan pemutihan denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adanya beberapa desa yang tidak meneruskan informasi kepada warganya. Serta kuantitas petugas bagian penagihan di Kabupaten Sidoarjo kurang. Serta pihak Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo perlu memberikan inovasi agar informasi yang diberikan kepada desa langsung diterima masyarakat, serta menambah Jumlah petugas penagihan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan tentang implementasi program pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Sidoarjo, serta menganalisis dan mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat implementasi program pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Sidoarjo.

Metode

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2019, hlm. 18) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang digunakan untuk meneliti objek dengan kondisi yang alamiah (keadaan riil, tidak disetting atau dalam keadaan eksperimen) di mana peneliti adalah instrumen kuncinya [8].Penelitian ini memilih menggunakan jenis penelitian deskriptif Kualitatif karena dengan menggunakan metode kualitatif mampu mendeskripsikan dan memahami secara mendalam mengenai implementasi program pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Sidoarjo. Data- data yang dikumpulkan berupa deskripsi dan bukan angka agar mudah untuk menginterpretasikan, mendeskripsikan dan memaparkan data yang sudah terkumpul yang berkaiatan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penentuan informan adalah selaku narasumber yang dipergunakan untuk memenuhi data, memahami permasalahan yang akan diteliti, serta kesediaan memberikan informasi secara akurat, lengkap dan jelas. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sebagai sumber data berdasarkan beberapa aspek seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya [9]. Dalam penelitian ini teknik penentuan informan yang digunakan yang digunakan yaitu pusposive sampling, adapun informan tersebut meliputi Kepala bidang Pajak Bumi dan Bangunan selaku key informan, Petugas Pegawai Pengelola data Badan Pelayanan Pajak Daerah selaku informan, Petugas Verifikator Pajak selaku informan, Wajib pajak PBB selaku informan yang mampu memberikan informasi real dilapangan. Jenis data yang diperoleh yaitu data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan data melalui observasi,wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis data yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam melakukan analisis kualitatif, data yang akan digunakan dalam penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk kata- kata tidak menggunakn angka. Data tersebut diperoleh menggunakan beberapa cara seperti (observasi, wawancara, intisari dokumen dan rekaman, kemudian disusun kedalam tulisan yang diperluas. Adapun urutan penganalisisan data menurut Miles dan Huberman (1992:20) yaitu menggunakan model interaktif kualitatif yang direpresentasikan kedalam empat urutan proses dalam penganalisissan data yaitu : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi [10].

Hasil dan Pembahasan

A. Implementasi Kebijakan Pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan

Dunn menyatakan bahwa akar kata dalam Bahasa Yunani dan sanskerta, yaitu polis (Negara-Kota) dan dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi Politia (Negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris Policie, yang berarti mengatasi masalah – masalah publik maupun masalah pemerintahan [11]. Jumlah Nomor Objek Pajak (NOP) PBB yang terbayar sangat disayangkan belum bisa terpanuhi sesuai yang diterbitkan. Hal ini dibuktikan dimana jumlah NOP PBB yang diterbitkan oleh direktoral jendral pajak masih belum bisa terealisasi dengan baik pembayarannya, bahkan hingga menjadi piutang pajak satu tahun, piutang pajak lima tahun, serta piutang pajak kadaluwarsa. Hal tersebut dilatar belakangi perilaku kepatuhan wajib pajak yang tidak segera melunasi pajak terutangnya meskipun telah melewati masa pajak yang ditetapkan pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB). Adapun untuk mengetahui lebih jelasnya jumlah NOP yang direalisasikan dengan yang sudah dibayarkan dapat di lihat dalam tabel berikut :

Tahun Pajak Jumlah NOP PBB Yang Diterbitkan Jumlah NOP PBB Yang Terbayar Persentase
2018 795.333 427.185 53,71%
2019 808.358 441.007 54,56%
2020 817.163 411.886 50,40%
2021 827.011 401.597 48,56%
Table 3.Jumlah NOP PBB yang Diterbitkan dan yang Telah Terbayar

Pada Tabel 4 jumlah NOP di Kabupaten Sidoarjo yang terbayar dalam 4 tahun kebelakang mengalami ketidak sesuaiaan terhadap NOP yang dikeluarkan tiap tahunnya, jumlah NOP yang terbayar pada setiap tahunnya hanya mencapai setengah dari NOP yang diterbitkan, bahkan pada tahun 2021 sendiri jumlah NOP yang terbayar persentasenya kurang dari setengah NOP yang diterbitkan, hal ini menunjukkan bahwa ada permasalahan pada proses pengimplementasian program pemutihan pajak PBB dimana sisanya masih berupa piutang pajak. NOP (Nomor Objek Pajak) ini berfungsi sebagai suatu identitas objek pajak untuk mempermudah proses pengadministrasian pajak. Menurut Teori Model implementasi kebijakan dari George C. Edward III dalam Winarno (2016:180) terdapat empat variabel didalamnya. George menjelaskan bahwa dalam model ini ada empat variabel yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi [5]. Dan pada kasus peneliti ada beberapa variable yang tidak terpenuhi yaitu variable sumber daya dan komunikasi. Secara umum, penelitian ini berfungsi sebagai tolak ukur Implementasi kebijakan pemutihan denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Sidoarjo sesuai atau tidak dengan indicator diukur menggunakan empat variabel teori implementasi kebijakan.

1. Komunikasi

Komunikasi. Transmisi atau penyaluran komunikasi sudah dilakukan dengan baik oleh pihak BPPD Sidoarjo, hal ini dijelaskan oleh Ibu Ayu Wiranti selaku verifikator Pajak dalam sesi wawancara pada 14 Juli 2022 beliau menjelaskan bahwa BPPD Sidoarjo Sudah memberberikan informasi terkait program pemutihan Pajak melalui media social, banner, dan pada tahun 2022 pihak BPPD memiliki program pendampingan desa – desa untuk melakukan sosialisasi. Penyaluran komunikasi dilakukan oleh pihak Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan memberikan surat ke desa – desa untuk disampaikan kepada wajib pajak, Serta mengundang kepala desa satu tahun sekali untuk datang ke BPPD Kabupaten Sidoarjo guna sosialisasi terkait penyesuaiaan zona nilai tanah dan sosialisasi pemutihan denda pajak, serta memberikan informasi melalui banner yang diletakkan pada tempat – tempat setrategis, dan social media milik Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo [12]. Hal ini senada denga teori yang disampaikan Edwart III yang mana menyebutkan bahwa komunikasi dalam melakukan kebijakan agar bisa terlaksana dengan baik harus mulai dari komunukasi yang efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target Group). Disini BPPD melakukan komunikasi kepada target atau sasaran yaitu kepada masyarakat (Wajib Pajak) dengan melalui berbagai media baik Online atau dengan penyampaian secara langsung melalui sosialisasi masyarakat, dalam sesi wawancara dengan Ibu Meti (54) warga Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo pada 10 Januari 2023 beliau membenarkan bahwa pihak BPPD telah melakukan Sosialisasi berikut hasil wawancaranya “Benar kalau orang pajak datang dan melakukan sosialisasi di balai desa, tapi ya gitu yang datang Cuma sedikit gak semua orang datang ya kira kira kursi yang terisi hanya sebagian saja dari keseluruhan kursi yang sudah disiapkan panitia”[13]. Disimpulkan bahwa pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo sudah melakukan sosialisasi namun tidak berjalan efektif dikarenakan yang datang hanya sabagian kecil saja.

Figure 1.Sosialisasi melalui akun Instagram resmi milik BPPD Sidoarjo

Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat permasalahan pada pelaksanaan program pemutihan pajak diantaranya adalah belum adanya upaya komunikasi antara pihak desa kepada masyarakat dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) Pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo telah melakukan beberapa hal untuk mengimplemnetasikan kebijakan pemutihan pajak di Sidoarjo diantaranya Sosialisasi dilakukan dengan memberikan surat kepada keamatan / desa, yang kedua Melalui media social, yang ketiga Melakukan sosialisasi kepada perangkat desa. Dan pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan membayar pajak telah melibatkan pihak desa, namun ada beberapa desa yang tidak meneruskan informasi yang diberikan oleh BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo kepada masyarakatnya. Pendapat ini tentunya didukung dengan data valid berupa wawancara pada 9 Januari 2023 dengan ibu Bintari (52) warga kecamatan Waru. “saya itu selama ini gak pernah tau kalau ada program pemutihan, dari desa maupun kecamatan apalagi RT – RW sama sekali gak ada woro – woro tentang pemutihan wes pokoknya suami saya itu kalau bayar PBB tepat waktu kok gak pernah sampe nunggak 2 tahun apalagi 5 tahun, jadi ada program pemutihan atau gak, gak terlalu berdampak ketika bayar PBB tahunan” [14]. Untuk mengantipasi kejadian pihak desa yang tidak meneruskan informasi kepada warganya maka berdasarkan hasil wawancara pada 20 oktober 2022 dengan bapak Hanan selaku Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan “ dapat disimpulkan bahwa pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo sudah menyiapkan sebuah aplikasi bernama “PDS – Pajak Daerah Sidoarjo”. Berikut tampilan aplikasi PDS – Pajak Daerah Sidoarjo [15].

Figure 2.Tampilan Aplikasi PDS - Pajak Daerah Sidoarjo

Aplikasi Pajak daerah Sidoarjo atau disebut PDS Mobile, merupakan salah satu alat yang disediakan oleh BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) untuk memudahkan masyarakat atau Wajib Pajak dalam melakukan aktifitas terkait pajak, diantaranya informasi terkait pajak, layanan cek tagihan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), layanan MONKAS (Monitoring Berkas) PBB, layanan cetak SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang), layanan pendataan mandiri, dan layanan yang lainnya. Aplikasi ini memiliki fitur yang dapat terkoneksi langsung dengan nomor WhatsApp dan SMS pengguna aplikasi dan nantinya akan mendapat pesan jumlah tagihan dan pengingat untuk segera membayar pajak karena mendekati tanggal jatuh tempo. Dan aplikasi ini sekaligus meringankan beban kerja petugas pajak bagian penagihan karena sudah terwakilkan dalam hal penyampaian informasi kepada Wajib Pajak sehingga menjadi lebih efektif dalam penyampaian informasi.

2. Sumber Daya

Syarat berjalannya suatu organisasi yaitu adanya kepemilikan terhadap sumber daya. Sumber daya tersebut dapat diukur dari aspek kecukupannya yang di dalamnya ada kejelasan dan keseriusan. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan yaitu staff atau pegawai. Kegagalan yang terjadi dalam suatu implementasi salah satunya dapat disebabkan oleh pegawai yang kurang memadai dan kurang handal, selain itu bukan hanya penambahan staff namun perlu juga di imbangi dengan keahlian yang mumpuni. Sumber daya dalam implementasi kebijakan progam pemutihan pajak meberikan dukungan yang besar bagi berjalanya kebijakan tersebut. Pengolahan sumber daya yang maksimal menjadikan solusi tercapainya tujuan kebijkan. Seperti yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sidoarjo Melalui BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo dalam meningkatkan pemanfaatan sumber daya untuk jalanya kebijakan ini walaupun dilihat dari segi kuantitasnya dapat dikatakan belum maksimal berjumlah 15 orang untuk mengcover seluruh wilayah Kabupaten sidoarjo yang terdiri dari 18 kecamatan, 31 kelurahan, dan 322 desa. Namun demikian sedikitnya sumber daya manusia yang ada di BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo tetap memanfaatkan sumber daya manusia dengan baik dngan membekali kometensi sesuai dibidangna sehingga mampu mensosialisasi masyarakat diajak untuk segera taat membayar pajak melalui berbagai sosialisasi dan himbauan. Selain itu mampu mengajak bekerja sama dengan berbagai perusahaan dengan memberikan kemudahan pembayaran pajak melalui berbagai platform berbasis teknologi yang disediakan perusahaan. Dari segi kualitas para staff sudah sesuai dengan keahlian dan kompetensi dibidangnya karena mengambil sumber daya dari STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Hal ini disampaikan oleh Ayu Wiranti selaku Verifikator pajak pada 14 juli 2023 di kantor BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo, Beliau menyampaika bahwa “Sumber Daya Manusia (SDM) petugas yang ditunjuk oleh BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) merupakan pegawai bagian penagihan Pajak yang berjumlah 15 orang dan seluruhnya sudah berkompeten dibidangnya masing masing, namun pada saat ini jumlah pegawai bagian penagihan belum dapat mengcover keseseluruhan kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo, dan untuk rencana kedepannya mungkin nanti akan ditambah lagi untuk jumlah atau kuantitas petugas di bagian penagihan agar dapat mengcover keseluruhan wilayah Kabupaten sidoarjo [12]. Sedangkan dalam sumber daya fasilitas dirasa sudah sangat mumpuni berupa pembayaran pajak bisa dilakukan melalui market place online seperti shopee, tokopedia, dan bisa juga melakukan pembayaran melalui indomaret ataupun alfamart fasilitas ini diberikan hanya semata agar memudahkan masyarakat (Wajib Pajak) dan apabila masyarakat (Wajib Pajak) tidak terbiasa dengan metode pembayaran yang telah disebutkan sebelumnya bisa langsung mengunjungi kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah dan disana akan dibantu oleh petugas pelayanan yang nantinya diarahkan kepada teller bank jatim yang sudah bekerja sama dengan pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Sidoarjo. Terjadi perbedaan atas hasil penelitiann yang dilakkukan Nadya Dzikra K, Srihadi Winarningsih yang mana menunjukkan kenaikan dalam penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dikota Bandung pada setiap tahunnya ini menandakan bahwa dalam implementasi program pemutihan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) memberikan pengaruh kepada hasil tujuan kebijakan tersebut. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan oleh Julia (dalam Martadani dan Hertati, 2019 :37) efektivitas suatu program dapat diuraikan dengan seberapa jauh tujuan program yang ditetapkan dengan melihat hasil akhir. Efektivitas pun dapat diukur dengan kesesuaian hasil akhir dengan pelaksanaan yang strategis.

Figure 3.Fasilitas yang diberikan untuk menunjang kemudahan pembayaran pajak

3. Disposisi

Disposisi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya implementasi Program penghapusan denda atau pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan. Disposisi dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu komitmen dalam menjalankan kebijakan dan insentif.

a. Komitmen

Para pelaksana mempunyai kecenderungan sikap postif atau negatif, sikap para pelaksana merupakan faktor penting bagi suatu implementasi kebijakan. Sikap positif dari para pelaksana kebijakan bagi implementasi kebijakan maka kemungkinan implementasi kebijakan akan terlaksana dengan baik. Dalam pelaksanaan program pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan sikap positif ditunjukkan dengan dibentuknya pegawai khusus yang berjumlah 15 orang bagian penagihan yang bertugas untuk datang kedesa – desa melakukan sosialisasi dan mereka akan turun langsung kemasyarakat dengan cara melewati lingkungan masyarakat sembari memberikan himbauan menggunakan pengeras suara jika sudah memasuki tanggal diberlakukannya penerapan kebijakan untuk memaksimalkan fungsi program pemutihan denda Pajak Bumi dan Bangunan. Serta melakukan berbagai inovasi dalam fasilitas pembayaran bisa melalui minimarket indomaret,alfamart, kantor pos dan sebagaiya, meresmikan system pembayaran Drive Thru yang terletak di MPP (Mall Pelayanan Publik). Serta yang tidak kalah pentingnya BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Sidoarjo telah meluncurkan aplikasi yang bernama PDS (Pajak Daerah Sidoarjo) yang berfungsi sebagai sarana untuk memantau tunggakan pajak secara langsung hanya melalui smartphone. Sikap ini merupakan sikap yang tepat diambil oleh pimpinan yang nantinya diharapkan dapat memenuhi target realisasi SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) yang terbayar. Dan pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten sidoarjo juga tidak akan memberikan perlakuan khusus pada anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten sidoarjo Yang kedapatan menunggak pembayaran pajaknya, berikut wawancara dengan bapak Hanan selaku kepala bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada 20 Oktober 2022 di kantor BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo, “kalau misalnya di Kabupaten sidoarjo kedapatan ada pejabat DPRD menunggak pembayaran pajaknya maka pihak BPPD Kabupaten Sidoarjo tidak akan memberikan perlakuan khusus dan akan diperlakukan sebagaimana mestinya sama seperti perlakuan terhadap masyarakat biasa tanpa adanya diskriminasi seperti mendapat surat peringatan sebanyak 3 kali, jika tidak dihiraukan akan disita paksa dan efekna jika terjadi transaksi jual beli atau yang lainnya terkait property tersebut tidak dapat dilaksanakan sehingga mau tidak mau harus meunasi piutang ditahun sebelumnya. namun sampai saat ini pihak (Badan Pelayanan Pajak Daerah) BPPD Kabupaten Sidoarjo belum pernah menyita properti milik masyarakat, beliau juga menambahkan pernyataan bahwa di luar negeri itu beda dengan di indonesia, di luar negeri membayar pajak merupakan suatu kewajiban dan akan mendapat sanksi berupa penyitaan paksa prooerti yang dimiliki atau bahkan yang paling parah jika akan dipenjara ini berbeda dengan yang dialami di kabupaten sidoarjo yang sama sekali belum pernah menyita property wajib pajak ataupun bahkan belum pernah sampai sanksi pidana, kalau di DKI Jakarta bila sudah sampai peringatan 3 kali masih tidak dihiraukan maka akan dilakukan penyitaan paksa asset atau property oleh pihak yang berwajib, inilah enaknya hidup di sidoarjo” [15]. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa para pelaksana kebijakan berkomitmen menjalankan program pemutihan atau penghapusan denda Pajak Bumi dan Bangunan serta memahami prosedur untuk pelaksanaan program pemutihan atau penghapusan denda Pajak Bumi dan Bangunan agar terlaksana dengan benar, Baik dari pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo dan juga Perangkat Desa,

b. Insentif

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, menambah keuntungan atau biaya tertentu akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Dalam pelaksanaan Program pemutihan atau penghapusan denda pajak Khususnya Pajak Bumi dan Bangunan di Kabuaten sidoarjo sejauh ini Pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo telah memberikan insentif atau reward berupa sepeda motor, TV, dan lainnya yang diberikan kepada masyarakat. Sedangkan untuk para pelaksana kebijakan seperti kepala desa akan diberikan reward berupa piala penghargaan dari bupati dan logam mulia berupa emas agar termotivasi untuk mengingatkan warganya terkait pentingnya pembayaran pajak tepat waktu, hal tersebut disampaikan oleh Pak Hanan selaku Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan dalam sesi wawancara di kantor BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 20 Oktober 2022 : “ Pihak BPPD Sidoarjo sendiri sudah menyediakan reward berupa Sepeda Motor, TV LED, Kulkas, dan masih banyak lagi yang nantinya akan di berikan kepada masyarakat supaya masyarakat itu terdorong untuk melakukan pembayaran pajak tepat pada waktunya sehingga berefek pada sector pembangunan Daerah berjalan dengan lancar. Dan buat para kepala desa tentunya BPPD Sidoarjo juga menyiapkan reward berupa piala penghargaan dari bupati Kabupaten Sidoarjo dan logam mulia berupa emas yang nantinya kami dari pihak BPPD berharap dengan adanya reward ini kepala desa menjadi lebih peduli terhadap pajak masyarakatnya agar dimasa mendatang masyarakat tidak mewariskan utang pajak kepada anak cucunya karena sifat denda pajak akan terus dihitung selama objek pajaknya masih ada meskipun nama yang tercantum di SPPT sudah memninggal nantinya yang akan membayar denda pajaknya ya anak anak cucunya mas, jadi sebisa mungkin jangan sampai mewariskan piutang pajak kepada anak cucu kita nantinya, maka dari itu moment momen penghapusan denda pajak harus dimanfaatkan dengan baik” [15].

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi berfungsi sebagai mengimplementasikan suatu kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah. Adapun aspek struktur yang paling penting dalam menjalankan sebuah kebijakan yaitu adanya SOP (Standart Operational Prosedur). SOP (Standart Operational Prosedur) merupakan suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan berdasarkan pedoman untuk bertindak menjalankan kebijakan Implementasi program pemutihan pajak bumi bangunan. Implementasi kebijakan program pemutihan atau penghapusan denda pajak bumi dan bangunan diperlukan standar yang perlu dicapai, Tanpa adanya standart tersebut para pelaku kebijakan akan kebingungan menjalankan kebijkan yang telah di buat. Dalam pelaksanaan program pemutihan denda pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Sidoarjo sudah sesuai SOP (Standart Operational Prosedur) yang berlaku, bagaimana hal tersebut dibuktikan yakni terkait seperti apa program tersebut dilaksanakan serta tujuan pencapaian target pajak yang ditentukan melalui kebijakan pemutihan pajak sudah terukur. Selain itu untuk mendukung program tersebut dilakukan juga pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam birokrasi pelaksana kebijakan pemutihan pajak di Kabupaten Sidoarjo juga telah dilakukan yang meliputi Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sebagai koordinator kebijakan kepada bawahanya, selain itu terdapat beberapa pegawai berperan melakukan sosialisasi kepada pihak desa dan masyarakat sebelum di berlakukannya program pemutihan denda Pajak Bumi dan Bangunan dan ini dilakukan berulang ulang disetiap tahunnya, baik itu mengundang kepala desa untuk datang ke kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, menberikan surat yang berisi informasi kepada masing – masing desa. Pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Sidoarjo meminta kepada bupati agar mengeluarkan peraturan bupati untuk intesifikasi pajak supaya nantinya pajak terserap dikita dan masyarakat tidak memiliki hutang dimasa depan yang dapat memberatkan kepentingan masyarakat misalnya ketika pemecahan SPPT PBB jika nantinya keperluan tersebut tidak bertepatan dengan penghapusan denda pajak maka harus melunasi terlebih dahulu hutang pajak beserta dendanya yang dimana biasaya nominal tersebut cenderung besar dan sangat memberatkan masyarakat. Adapun kendala dalam implementasi kebijakan pemutihan denda pajak Bumi dan Bangunan adanya beberapa desa yang tidak meneruskan surat yang berisi informasi tentang pemutihan denda pajak yang diberi oleh Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo kepada warganya. Serta belum maksimalnya kuantitas petugas penagihan yang berjumlah 15 orang untuk mengcover 18 kecamatan, 31 kelurahan, dan 322 desa di Kabupaten Sidoarjo.

Tentunya dalam pengimplementasian program ini SOP (Standart Operational Prosedur) penerbitan SPPT (Surat Pemeritahuan Pajak Terhutang) PBB juga telas dilaksanakan dengan benar dan baik, berikut SOP dalam penyampaian SPPT (Surat Pemeritahuan Pajak Terhutang) PBB. (1) Menerbitkan Keputusan Ka.Badan tentang Pembentukan Tim Penyampaian SPPT PBB, Surat Perintah Tugas , Surat Undangan Rakor dan Surat Undangan Acara Penyampaian SPPT dan DHKP (Daftar Himpunan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan) yang dilaksanakan oleh jabatan fungsional umum sehingga menghasilkan Keputusan Ka.Badan tentang Pembentukan Tim Penyampaian SPPT PBB, Surat Perintah Tugas , Surat Undangan Rakor dan Surat Undangan Acara Penyampaian SPPT dan DHKP. (2) melaksanakan rapat koordinasi dilaksanakan oleh kepala badan. (3) Melaksanakan serangkaian Acara Penyampaian SPPT (Surat Pemeritahuan Pajak Terhutang) dan DHKP (Daftar Himpunan Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan) Tim Penyampaian SPPT PBB sebagai pelaksananya serta mengundang para lurah serta penandatanganan Berita Acara Penyampaian SPPT dan DHKP oleh Lurah yang selanjutnya oleh lurah akan disampaikan kepada warga desanya.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan melalui wawancara dalam bab sebelumya maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi kebijakan pemutihan denda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Sidoarjo diukur menggunakan empat variabel teori implementasi kebijakan dari George C. Edward terdapat empat variabel didalamnya. Empat variabel tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

1. K omunikasi.

Transmisi atau penyaluran komunikasi sudah dilakukan dengan baik oleh pihak BPPD Sidoarjo, dimana penyaluran komunikasi dilakukan oleh pihak Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan memberikan surat ke desa – desa untuk disampaikan kepada wajib pajak, Serta mengundang kepala desa tiap tahun datang ke BPPD Kabupaten Sidoarjo untuk sosialisasi terkait penyesuaiaan zona nilai tanah dan sosialisasi pemutihan, serta memberikan informasi melalui banner yang diletakkan pada tempat – tempat setrategis, social media milik Badan Pelaanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.

2. S umber Daya.

Sumber daya manusia apabila dilihat dari segi kuantitasnya dapat dikatakan belum maksimal karena petugas penagihan berjumlah 15 orang untuk mengcover seluruh wilayah Kabupaten sidoarjo yang sangat luas ini, sedangkan dari segi kualitas, para staff sudah sesuai dengan keahlian dibidangnya. sedangkan dalam sumber daya fasilitas pihak BPPD Kabupaten Sidoarjo Sudah melakukan Inovasi seperti contohnya, pembayaran pakjak daerah bisa melalui layanan Drive Thruu yang berada di MPP (Mall Pelayanan Publik) Kabupaten Sidoarjo, dan bisa juga melakukan pembayaran melalui transfer, indomaret, alfamart, dan bisa juga melalui Platform E – Commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan lainnya.

3. Disposisi atau Sikap.

Dengan dibentuknya pegawai khusus untuk bagian penagihan untuk memaksimalkan fungsi program pemutihan denda pajak Bumi dan Bangunan, serta telah melakukan berbagai inovasi pembayaran yang dapat memudahkan masyarakat, dan pihak BPPD Kabupaten Sidoarjo juga berinovasi dalam permberian informasi terkait pajak daerah yang bisa dicek melalui aplikasi PDS (Pajak Daerah Sidoarjo) yang dapat diakses melui Smartphone. Pihak BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo telah memberikan insentif atau reward berupa sepeda motor, TV, dan lainnya yang diberikan kepada masyarakat. Sedangkan untuk para pelaksana kebijakan seperti kepala desa akan diberikan reward berupa piala penghargaan dari bupati dan logam mulia berupa emas agar termotivasi untuk mengingatkan warganya terkait pentingnya pembayaran pajak tepat waktu

4. S truktur Birokrasi.

Pelaksanaan program pemutihan denda pajak Bumi dan Bangunan sudah sesuai SOP yang berlaku yakni melakukan sosialisasi kepada pihak desa dan masyarakat sebelum di berlakukannya program pemutihan denda Pajak Bumi dan Bangunan dan ini dilakukan berulang ulang. Adapun kendala dalam implementasi kebijakan pemutihan denda pajak Bumi dan Bangunan adanya beberapa desa yang tidak meneruskan informasi yang diberi oleh BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Sidoarjo kepada warganya. Serta belum maksimalnya kuantitas petugas penagihan.

References

  1. Pemerintahan Negara Indonesia, "Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 juncto (jo) Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah," 2015.
  2. Mardiasmo, "Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah," Andi, Yogyakarta, 2002.
  3. M. Barzelay, "Managing Local Development, Lessons from Spain," Policy Sciences, 1991.
  4. Mardiasmo, "Perpajakan Edisi Terbaru 2018," CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2018.
  5. Budi Winarmo, "Kebijakan Publik Era Globalisasi (Teori, Proses Dan Studi Kasus Komparatif)," CAPC (Center of Academic Publishing Service), Yogyakarta, 2016.
  6. P. K. Sidoarjo, "Keputusan Kabupaten Sidoarjo Nomor 188/498/438.1.1.3/2021," 2021.
  7. N. Dzikra K and S. Winarningsih, "Analysis of Tax Penalty Relief Program Implementation on the Receivables Income of PBB Bandung City," Jurnal Ekonomi dan Bisnis Terapan, 2020.
  8. Sugiyono, "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D," PT: Alfabet, Bandung, 2016.
  9. Notoadmodjo, "Metode Penelitian Kesehatan," Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
  10. M. Miles and A. M. H., "Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru Cetakan ke-1," Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992.
  11. W. N. Dunn, "Pengantar Ilmu Analisis Kebijakan Publik," Gajah Mada University, Yogyakarta, 2003.
  12. A. Wiranti, "Wawancara Pribadi dengan Husain Ibrahim," 14 Juli 2022, Kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.
  13. W. Meti, "Wawancara Pribadi dengan Husain Ibrahim," 10 Januari 2023, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.
  14. Bintari, "Wawancara Pribadi dengan Husain Ibrahim," 9 Januari 2023, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.
  15. Hanan, "Wawancara Pribadi dengan Husain Ibrahim," 20 Oktober 2022, Kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.