Abstract

This study examines the implementation of a conditional cash transfer program (CCT) in a rural Indonesian village using Charles O. Jones' model of policy execution. Qualitative data collected through observation, interviews, and documentation revealed the program's strengths and weaknesses. While organizational structures and policy interpretations aligned with central government guidelines, limitations emerged in program application. Key shortcomings included inadequate human resource allocation for participant monitoring, lack of access to necessary facilities, and insufficient community awareness. These findings highlight the importance of context-specific adjustments and improved resource allocation within CCT programs to maximize their impact.

Highlight :

  • Organizational structures and policy interpretations: The study found that the program's organizational structures and policy interpretations aligned with central government guidelines.
  • Limitations in program application: Key shortcomings included inadequate human resource allocation for participant monitoring, lack of access to necessary facilities, and insufficient community awareness.
  • Context-specific adjustments and improved resource allocation: The findings highlight the importance of context-specific adjustments and improved resource allocation within CCT programs to maximize their impact.

Keywords: Conditional Cash Transfer (CCT), Charles O. Jones' model, policy execution, rural Indonesian village, strengths, weaknesses.

Pendahuluan

Kemiskinan di Indonesia merupakan fenomena yang tidak pernah terselesaikan dalam konteks isu sosial. Kemiskinan menjadi perhatian pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Masalah kemiskinan ini berkaitan dengan berbagai aspek seperti kesehatan, sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya. Isu kemiskinan di Indonesia selalu menjadi perhatian pemerintahan untuk menyelesaikan masalah ini. Maka peningkatan angka kemiskinan dapat menyebabkan beberapa faktor ketidakmampuan pemerintah dalam proses pembangunan negara sehingga berdampak juga dapat menyebarkan kemiskinan ini ke seluruh sistem masyarakat [1].

Terlihat masalah kemiskinan belum dapat diatasi secara tuntas di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penyakit virus corona 2019 (Covid-19) yang juga disebut sebagai pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 yang telah dapat merugikan perekonomian Indonesia berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia sehingga berdampak pada sejumlah 12.15 juta penduduk yang dapat melumpuhkan para pekerja dibidang sektor informal sehingga dampak yang disebabkan oleh COVID-19 ini dapat menyebabkan populasi tersebut beresiko mengalami kemiskinan yang dikarenakan banyaknya penduduk kehilangan pekerjaan [2]. Pemerintah Indonesia masih melakukan upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dengan meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa upaya pemerintah dan masyarakat untuk lebih memberantas kemiskinan yang dapat membuahkan hasil dalam mengentaskan kemiskinan.

Figure 1.Angka Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2019-2022

Berdasarkan gambar 1.1 menunjukkan bahwa perkembangan angka kemiskinan di Indonesia dalam tiap tahunnya mengalami penurunan secara signifikan sampai pada maret 2022. Tingkat kemiskinan pada September 2022 telah mengalami kenaikan sedikit dengan selisih 0,03% poin terhadap maret 2022, tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan pada tingkat kemiskinan pada September 2021 yang telah mengalami penurunan sekitar 0,14% [3]. Maka upaya yang diperlukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah untuk meminimalisirkan angka kemiskinan dengan mensejahterakan masyarakat dalam melalui berbagai kebijakan yang berbentuk program-program pemerintah penanggulangan kemiskinan. Di beberapa negara ada yang melaksanakan program yang menjadi solusi untuk menanggulangi kemiskinan yaitu program bantuan tunai bersyarat atau dikenal dengan Conditional Cash Transfer. Program bantuan tunai bersyarat atau Conditional Cash Transfer hingga saat ini banyak negara yang menerapkan program tersebut bahkan program tersebut dianggap dapat mengatasi angka kemiskinan yang melonjak. Program ini sudah dilaksanakan di beberapa negara seperti Nigeria, Filipinan, Brazil, dan lain sebagainya [4].

Pemerintah Indonesia juga tidak kalah penting dengan pemerintah negara lain dalam menyelenggarakan program pengentasan kemiskinan salah satunya adalah Program Keluarga Harapan. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Kebijakan tersebut melalui Kementerian Sosial Republik Indonesia yang telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial [5], serta serta Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 yang menjelaskan mengenai Program Keluarga Harapan [6]. Program Keluarga Harapanmerupakan suatu bentuk program bantuan sosial bagi keluarga yang berpenghasilan rendah serta teridentifikasi sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan. Program ini lebih cenderung memberikan bantuan dalam bentuk alat atau dana RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin). Pada tahun 2022 Kementerian Sosial Republik Indonesia telah memperbarui peraturan baru dengan menerbitkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 101/HUK/2022 Tentang Pelaksanaan Program Sembako dan Program Keluarga Harapan [7]. Selain itu, pemerintah juga berharap dengan adanya program ini, peserta PKH dapat mewujudkan masyarakat yang berdaya dan mandiri untuk meminimalisir angka kemiskinan yang selama ini menjadi isu konteks permasalahan yang tak tuntas. Indonesia melaksanakan Program Keluarga Harapandengan bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi yang lebih baik dari sebelumnya, terutama pada populasi yang kurang layak atau terlayani. Komponen PKH cenderung lebih fokus pada sektor pendidikan dan kesehatan, sebab dipandang sebagai isu kritis dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. PKH lebih mengarah untuk menjadi episentrum dan center of excellence (pusat keunggulan) untuk pengentasan kemiskinan dengan menyatukan program perlindungan dan pemberdayaan sosial dari seluruh dunia demi suksesnya program [8]. Aspek manajemen dalam implementasi program harus terus-menerus dikontrol dengan sedemikian rupa agar implementasi sesuai dengan harapan.

Konsep implementasi kebijakan pada dasarnya adalah suatu sistem yang berupaya agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuan. Dalam proses mengimplementasi kebijakan, terbagi dua altenatif pilihan yaitu dapat diimplementasikan melalui dalam bentuk program dan melalui formulasi kebijakan publik tersebut. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, relevansi implementasi yakni memahami apa yang sebenarnya terjadi setelah program dievaluasi atau dirumuskan yang menjadi fokus perhatian terhadap implementasi kebijakan [9]. Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik [9]. Sedangkan menurut Adiwisastra menjelaskan makna Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang penting. Kebijakan publik yang dibuat hanya akan menjadi “macan kertas” apabila tidak berhasil dilaksanakan [10].

Salah satu desa yang menyelenggarakan bantuan Program Keluarga Harapan tersebut adalah Desa Gemurung Kecamatan Gedangan. Penduduk Desa Gemurung berjumlah 4.927 orang [11]. Program bantuan PKH telah diselenggarakan sejak pada tahun 2009. Program PKH diberikan pada tiap tiap 3 bulan sekali dalam 4 tahap (setahun) dengan nominal yang disesuaikan dengan komponennya masing-masing. Bantuan ini yang berasal dari kementerian sosial berupa bantuan tunai yang bersyarat dan besaran bantuan PKH yang diterima oleh penerima PKH tidak sama antara KPM satu dengan KPM yang lainnya. Adapun besaran bantuan yang diterima oleh penerima PKH meliputi: (a.) penerima PKH yang memiliki anak SD menerima bantuan sebesar Rp. 225.000/KK pada tiap 3 bulan, (b.) penerima PKH yang memiliki anak SMP menerima bantuan sebesar Rp. 375.000/KK, (c.) penerima PKH yang memiliki anak SMA menerima bantuan sebesar Rp. 500.000/KK, (d.) penerima PKH yang memiliki kriteria Ibu Hamil/Balita menerima bantuan sebesar Rp. 750.000/KK, dan (e.) penerima PKH yang memiliki kriteria Lansia menerima bantuan sebesar Rp. 600.000/KK. Bantuan yang diterima oleh penerima PKH yang sebelumnya disalurkan melalui rekeningnya masing-masing, akan tetapi mulai sekarang bantuan PKH disalurkan melalui kantor pos ke desa.

Tahun Jumlah Penduduk Miskin Jumlah Penerima PKH
2021 1004 orang 97 KPM
2022 1004 orang 78 KPM
Table 1. Penduduk Miskin dan Penerima PKH Di Desa Gemurung Tahun 2021-2022

Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk desa yang miskin tahun 2021 selisih sebanyak 907 penduduk miskin, sedangkan pada tahun 2022 selisih sebanyak 926 penduduk miskin. Keluarga harapan ini lebih ditujukan pada masyarakat miskin dengan kriteria ibu hamil, ibu menyusui, balita, anak sekolah dari tingkat SD hingga SMA, Lansia, dan penyandang disabilitas. Oleh karena itu yang menjadi perhatian yaitu dari total sebanyak 4.927 penduduk di Desa Gemurung secara keseluruhan dengan sebanyak 1004 penduduk miskin pada tahun 2021 hingga 2022 yang menerima bantuan program pemerintah, salah satunya adalah PKH. Namun dalam Pelaksanaan Program Keluarga HarapanDi Desa Gemurung telah ditemukan permasalahan-permasalahan diantaranya yaitu sebagai berikut.

Pertama, penyaluran dana bantuan PKH kurang merata dimana masyarakat yang dinilai mampu tetapi masih mendapatkan bantuan jika dilihat dari berdasarkan kriteria rumah peserta penerima manfaat. Akan tetapi, beberapa dari keluarga miskin yang sangat membutuhkan justru tidak menerima manfaat dari program tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya pembaharuan data dalam penerima PKH, padahal masyarakat desa pada tiap tahunnya telah mengalami fluktuasi pendapatan ekonomi sehingga hal ini dapat mempengaruhi dapat atau tidaknya bantuan tersebut. Sesuai yang dijelaskan pada penelitian sebelumnya menurut Vannisa Lilia Vidyastuti, dkk dengan judul “Implementasi Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Margasuka Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung”. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemutakhiran data kurang akurat sehingga menyebabkan penyebaran bantuan sosial tidak merata dan kurangnya sumber daya pelaksana dikelurahan margasuka dalam proses verifikasi data. Penelitian ini sama-sama menggunakan teori Charles O. Jones. Perbedaan penelitian ini adalah organisasi dalam penataan sumber daya manusia masih kurang dijelaskan dengan rinci, sedangkan penelitian sekarang adalah penataan sumber daya manusia lebih dijelaskan dengan jelas dan terstruktur [12].

Kedua, kurangnya pengawasan antara pendamping PKH dengan Pemerintah Desa dalam mengontrol keadaan tiap masyarakat yang masih ditemukan dari beberapa peserta PKH ada yang menyalahgunakan bantuan tersebut untuk kepentingan diluar kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Sama halnya dengan penelitian sebelumnya menurut Nur Azizah dengan judul “Implementasi Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Sepan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaanya berjalan dengan baik, akan tetapi masih ditemukan beberapa kendala seperti terdapat kurangnya sumber daya manusia dalam mendampingi masyarakat penerima PKH dalam mengontrol keadaan tiap peserta PKH masih minim beserta pendataan kepesertaan PKH yang masih belum merata. Penelitian ini sama-sama menjelaskan terkaitnya sumber daya manusianya yang masih kurang baik dalam mengatasi permasalahan Program Keluarga Harapan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah terletak pada teori yang digunakan adalah teori edwad, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan teori Charles O. Jones [13].

Selain itu, partisipasi dari Pemerintah Desa dalam segi mendukung prasarana masih minim sehingga dapat menghambat berjalannya pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung. Sama halnya dijelaskan pada penelitian sebelumnya menurut Susanti, dkk dengan judul “Implementasi Kebijakan PKH Dalam Rangka Mengatasi Kemiskinan Di Kecamatan Rowokangkung Dimasa Pandemi”. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya diperlukan perbaikan untuk mengatasi kekurangan terkaitnya PKH. Selain itu, kurangnya koordinasi antar stakeholder yang bersangkutan dalam mengatasi permasalahan terkaitnya Program Keluarga Harapan. persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama kurangnya partisipasi pelaksana PKH dalam mengatasi permasalah terkaitnya Program Keluarga Harapan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah lebih fokus dalam bidang pendidikan, sedangkan penelitian sekarang difokuskan pada bidang kesehatan dan pendidikan [14].

Permasalahan selanjutnya, dalam penelitian ini juga kurangnya kesadaran masyarakat yang dimana masyarakat masih menganggap mendapatkan bantuan dari program pemerintah itu suatu keuntungan atau keberuntungan sehingga dijadikan sebagai budaya memiskinkan diri sendiri padahal masyarakat tersebut tidak memenuhi kriteria komponen PKH. Oleh karena itu, agar pelaksanaan terkait Program Keluarga Harapan berjalan dengan baik maka Pemerintah Desa dengan pendamping PKH harus menjalankan implementasi tersebut sesuai dengan indikator-indikator yang telah diungkapkan oleh Charles O. Jones yakni pertama, Organisasi merupakan pembentukan atau penataan ulang sumber daya, unit, dan metode yang harus dilaksanakan agar suatu program dapat berjala. Kedua, Interprestasi merupakan usaha untuk menafsirkan apa yang dimaksud oleh Perumus Kebijakan dan sangat menyadari apa dan bagaimana tujuan akhir harus dicapai ketika faktor kejelasan dijadikan salah satu persyaratan. Ketiga, Aplikasi (penerapan) merupakan ketentuan rutin layanan, pembayaran, atau hal lain yang disesuaikan dengan kebutuhan perlengkapan program [10].

Berdasarkan penjelasan dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Gemurung yang menjadi suatu objek penelitian agar dapat berjalan dengan baik dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan. Adapun dengan judul yang peneliti ajukan “Implementasi Program Keluarga HarapanDi Desa Gemurung”.

Metode

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yaitu jenis yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi [15]. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo. Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari sumber data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya untuk mengumpulkan data agar kegiatan berjalan dengan sistematis dengan melalui: pertama, observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau prilaku obyek sasaran. Kedua, wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung dengan responden yang bersangkutan. Ketiga, Dokumentasi merupakan teknik yang dipergunakan dalam melengkapi maupun menambah keakuratan, kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan dari bahan-bahan dokumentasi yang ada dilapangan serta dapat dijadikan bahan acuan dalah pengecekan keabsahan data [15]. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan melakukan adanya pertimbangan tertentu [15]. Terdapat 2 informan yang dilibatkan dalam penelitian ini yaitu Pendamping PKH Desa Gemurung dan Masyarakat penerima PKH. Teknik penganalisisan data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data dari model interaktif Miles and Huberman yaitu: pertama, pengumpulan data yakni data yang diperoleh tidak termasuk data akhir yang akan dianalisis secara langsung untuk menarik kesimpulan akhir. Kedua, reduksi data yaitu tahap ini dapat dikatakan untuk lebih mengarahkan, menggolongkan, menajamkan, membuang data yang tidak dibutuhkan dan mengorganisasikan. Ketiga, penyajian data yaitu sekumpulan infromasi yang disusun secara sistematis, sehingga dapat memberikan kemungkinan dalam menghasilkan kesimpulan serta pengambilan tindakan. Keempat, penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir dalam melakukan teknik analisis data sehingga peneliti dapat membuat kesimpulan yang diiringi dengan bukti yang akurat dan kuat pada proses pengumpulan data [15].

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan Di Desa Gemurung, penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan untuk mengumpulkan informasi secara luas yang sesuai dengan tujuannya. Dengan melalui wawancara ini, sehingga dapat diperoleh informasi sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti berdasarkan teori Charles O. Jones yang meliputi:

1. Organisasi

Aspek organisasi pelaksana adalah faktor pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi. Organisasi dalam konteks penerapan kebijakan mengacu pada tindakan dalam mengembangkan teknik dan unit yang diperlukan untuk melaksanakan tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan. Organisasi menurut Stephen P. Robbins merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diiddentifikasi untuk mencapai suatu tujuan bersama [16]. Sedangkan bagi Charles O. Jones, organisasi merupakan pembentukan atau penataan ulang sumber daya, unit, dan metode yang harus dilaksanakan agar suatu program dapat berjalan [10]. Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah sekelompok individu yang beroperasi dalam batas-batas manajemen. Oleh karena itu, organisasi dijalankan agar Program Keluarga Harapan dapat dilaksanakan dengan baik [10].

Organisasi dalam Implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung merupakan sekelompok orang yang dikoordinasikan dengan melibatkan pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung yang terdiri dari Pendamping PKH Desa, kepala desa, sekretaris desa, dan lain sebagainya untuk melaksanakan program tersebut agar dapat berjalan dengan lancar. Hal ini sesuai dengan peraturan menteri sosial nomor 1 tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan dalam pasal 10 ayat 1 yang berkenaan dengan sumber daya manusia terdiri atas: penasihat nasional, tenaga bantuan teknis, tenaga ahli, koodinator regional, koordinator wilayah, koordinator daerah kabupaten/kota, supervisor pekerjaan sosial, pendamping sosial, asisten pendamping sosial, dan administrator pangkalan data [6].

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dengan Pak Habib selaku pendamping PKH Desa Gemurung mengenai koordinasi antar unit dalam organisasi pada pelaksanaan Program Keluarga Harapan. sebagai berikut :

S aya ditugaskan di desa Gemurung ini ya karna saya dipilih langsung oleh pusatnya mbak dan saya memang ditugaskan untuk mendampingi para KPM ini dan saya juga membagi kelompok untuk anggota PKH yang diketuai 2 orang dalam kelompok PKH masing-masing mbak . Tapi saya juga perlu koordinasi sama Pemerintah Desa kalau untuk mendata masyarakat bagi yang merasa tidak mampu maksudnya jika memenuhi kriteria PKH .. Kemudian masyarakat ya bisa langsung datang ke balai desa untuk mendaftarkan diri sebagai calon KPM mbak” ( Wawancara tanggal 6 januari 2023 )

Pernyataan dari Pak Toni selaku kasi pemerintahan desa Gemurung mengenai pendataan masyarakat di Desa Gemurung, hal ini bisa diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Pak Habib selaku pendamping PKH Desa Gemurung :

K ami disini lebih ke menyampaikan informasi saja untuk KPM mbak dan kami juga hanya menyediakan data warga desa Gemurung jika mereka ada yang merasa kurang mampu dan selanjutnya datanya ya saya setorkan ke Pemerintah Pusat dan nantinya diserahkan ke Pak Habib yang bagian dalam mendampingi masyarakat hingga penyaluran bantuan sosial PKH . Kalau urusan selebihnya juga kami serahkan kepada Pak Habib karena Pak Habib yang paling banyak mengurus PKH di desa ini mbak. (Wawancara tanggal 13 juni 2023)

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa Pendamping PKH Desa Gemurung ini sudah ditetapkan dari Pemerintah Pusatnya untuk mendampingi peserta PKH dan tentunya memerlukan keterlibatan dengan dilakukan koordinasi dari Pemerintah Desa yang telah dilaksanakan sesuai buku pedoman Program Keluarga Harapan dalam melaksanakan Program Keluarga Harapan di desa Gemurung. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam melakukan kegiatan pendataan yang sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah Desa telah memiliki keahlian yang mumpuni sesuai dengan peraturan menteri sosial sebagai menyediakan data calon keluarga penerima manfaat untuk menetapkan keluarga penerima manfaat sebagai peserta PKH. Disamping itu, dapat dilihat dari struktur organisasi dibawah ini yang terdiri dari melibatkan berbagai pihak yang telah melaksanakan Program Keluarga Harapan di tingkat desa Gemurung.

Figure 2.Struktur Organisasi Pelaksanaan PKH Di Tingkat Desa Gemurung

Berdasarkan gambar 3.1 Menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan memiliki kualifikasi sumber daya yang diperlukan yang sesuai dengan peraturan menteri sosial yang ditetapkan oleh kementerian sosial tentang Program Keluarga Harapan. Berdasarkan temuan di lapangan, pendamping PKH di Desa Gemurung ini yang ditunjuk Pemerintah Pusat harus menjalankan peran dan fungsi utamanya dalam mendampingi masyarakat penerima PKH. Oleh sebab itu, dalam implementasi kebijakan yang kompleks membutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak [16]. Agar program ini dapat dilaksanakan dengan baik, koordinasi dengan Pemerintah Desa yang meliputi kepala desa; sekretaris desa; kasi pemerintahan; kaur keuangan; kasi pelayanan; dan kasi kesejahteraan sangat diperlukan. Selanjutnya, Pendamping PKH Desa membagi kelompok anggota PKH dengan ketua masing-masing yang terdiri dari dua ketua kelompok PKH yang bertugas memberikan informasi kepada masyarakat penerima PKH yang diberikan oleh pendamping PKH, serta memberikan informasi tentang data yang dibutuhkan oleh Pendamping PKH di Desa Gemurung. Disamping itu, pihak-pihak yang terlibat dalam struktur organisasi tersebut bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penyaluran bantuan program PKH ini. Pertama, pengumpulan data yang di mana masyarakat dapat langsung ke Pemerintahan Desa untuk mendaftar sebagai kandidat KPM jika mereka merasa masuk dalam kategori program ini. Kedua, diadakan musyawarah desa antara Pendamping PKH Desa dengan melibatkan Pengurus Desa, RT / RW, beserta lainnya untuk menentukan apakah calon KPM memenuhi syarat untuk bantuan PKH atau tidak. Ketiga, mengidentifikasi dan verifikasi hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Alfian Fauzi, dkk dengan judul penelitian “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) Di Desa Waung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk (Studi Pada Bidang Pendidikan)”. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa struktur organisasi dalam mengurus PKH desa Waung sudah sesuai dengan struktur organisasi yang dirancang oleh pihak pelaksana PKH yang bersangkutan. Selain itu, staf dalam Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di desa waung telah memenuhi persyaratan karena sesuai dengan bidang, tugas pokok, dan fungsinya masing-masing [17].

2. Interprestasi

Dalam aspek Interprestasi menurut Charles O. Jones merupakan usaha untuk menafsirkan apa yang dimaksud oleh Perumus Kebijakan dan sangat menyadari apa dan bagaimana tujuan akhir harus dicapai ketika faktor kejelasan dijadikan salah satu persyaratan [10]. Dimensi Interprestasi memiliki keterkaitan dengan dimensi komunikasi dan jones telah mengutip pada pendapat Edward bahwa "mengetahui apa yang harus dilakukan merupakan persyaratan pertama untuk implementasi kebijakan yang efektif oleh orang-orang yang melaksanakan keputusan. Arahan untuk implementasi harus diterima dan eksplisit, jika kebijakan harus dilakukan dengan jelas. Bila tidak, pelaksana tidak akan tahu apa yang harus dilakukan dan akan bebas untuk memberlakukan kebijakan sesuai dengan keyakinan mereka sendiri, bahkan jika keyakinan itu bertentangan dengan keyakinan atasan mereka (Jones 1996:320)” [10].

Pada aspek interpretasi dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung tentunya terkait dengan SOP (standar operasional prosedur) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau kementerian sosial untuk menentukan siapa yang berhak menerima bantuan PKH, karena program ini diperuntukkan bagi warga yang memenuhi kriteria penerima PKH. Selain itu, saat melaksanakan Program Keluarga Harapan maka harus memerlukan SOP pelaksanaan PKH agar program tersebut dapat terlaksana secara efektif sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan [6]. Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung membutuhkan pembagian tugas dan tanggung jawab antar unit kerja yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan masyarakat khususnya penerima PKH. Oleh sebab itu, interpretasi ini berkaitan dengan pemahaman tentang dimensi standar operasional prosedur (SOP) untuk memudahkan para pelaksana kebijakan ketika menjalankan kegiatan sesuai dengan keahlian atau peran masing-masing.

Di desa Gemurung sudah memiliki peraturan terkait perlaksanaan Program Keluarga Harapan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusatnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang diperoleh dengan Pendamping PKH Desa Gemurung yang menyatakan :

SOP ini kan sudah ada dari awal yang dari pusatnya mbak terkait bagaimana pelaksananaan Program Keluarga Harapan dijalankan. Jadi, untuk pelaksanaannya Program Keluarga Harapan di desa Gemurung ini sudah kami laksanakan sesuai dengan SOP yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Pusat nya mbak dan yang pasti kami juga menjalankan Program Keluarga Harapan ini sesuai peraturan menteri sosial tentang PKH . Jadi kalau misal ada penyimpangan bantuan sosial PKH ya kami tindaklanjuti dengan hukum mbak dan itu berlaku bagi kami dan Pemerintah Desa juga” (Wawancara tanggal 6 januari 2023)

Berdasarkan hasil wawancara diatas telah menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung mengacu pada Peraturan Menteri Sosial No. 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan yang dari awal sudah ditetapkan oleh kementerian sosial. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam menerapkan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung sudah ada buku pedomannya yang menjadi acuan dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung [6]. Hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing pelaksana kebijakan di Desa Gemurung melaksanakan Program Keluarga Harapan telah dilaksanakan dengan baik yang sesuai SOP Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, suatu kebijakan harus didukung dengan adanya prosedur atau mekanisme yang baik agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Retno Agustin yang berjudul “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) Di Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo”. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa Implementasi Program Keluarga Harapan PKH di Desa Bligo memiliki SOP dalam pelaksanaannya yang tentunya sudah di tetapkan oleh Pemerintah Pusat atau Kementerian Sosial untuk menentukan kriteria penduduk yang berhak menerima PKH [8].

Kementerian sosial atau Pemerintah Pusat menetapkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan yang tertuang dalam pasal 32, yang tentunya berkaitan dengan suatu mekanisme atau prosedur untuk menjalankan suatu program dalam pelaksanaan Bantuan Sosial PKH agar dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat dilihat pada gambar dibawah ini sebagai berikut.

Figure 3.Mekanisme Pelaksanaan Program Keluarga Harapan

Selain menjelaskan terkaitnya mekanisme pelaksanaan program harapan, Pemerintah Pusat juga menetapkan mekanisme penyaluran bantuan sosial PKH yang tertuang dalam pasal 40 menjelaskan terkaitnya tahapan penyaluran bantuan sosial PKH secara non tunai yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini sebagai berikut.

Figure 4.Mekanisme Penyaluran Bantuan Sosial PKH

3. Aplikasi (Penerapan)

Agar suatu kebijakan dapat diterapkan dengan baik, aspek aplikasi (penerapan) adalah komponen yang paling penting. Jones mendefinisikan aplikasi (penerapan) sebagai ketentuan rutin layanan, pembayaran, atau hal lain yang disesuaikan dengan kebutuhan perlengkapan program [10]. Dalam arti yang berbeda, aplikasi ini merupakan penentuan secara rutin dan berkala dari semua keputusan dan aturan dengan melalui berbagai pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Respon kelompok sasaran (target groups) terhadap aplikasi ini dapat diantisipasi dan agar suatu program berhasil dilaksanakan, pelaksananya juga harus memiliki strategi yang benar [10].

Pertama, dalam mencapai keberhasilan diperlukan penerapan kebijakan program membutuhkan informasi yang konsisten agar pelaksana kebijakan dapat melakukannya secara tepat. Oleh karena itu, pelaksana kebijakan telah melakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi terhadap peserta PKH.

Figure 5.Sosialisasi Pendamping PKH Bersama Penerima PKH

Berdasarkan gambar 3.4 menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pendamping PKH Desa Gemurung selalu konsisten dalam memberikan instruksi kepada masyarakat penerima PKH, terbukti dengan proses penyampaian informasi dalam Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung yang dilaksanakan tiap sebulan sekali melalui sosialisasi yang diadakan di Balai Desa Gemurung dan partisipasi dari masyarakatnya juga bersedia untuk mengikuti pertemuan kelompok. Meskipun ada sebagian peserta PKH yang tidak dapat hadir untuk mengikuti pertemuan kelompok.

Berdasarkan pernyataan dari Pak Habib selaku pendamping PKH desa Gemurung mengenai sosialisasi telah mengungkapkan bahwa :

“S ecara logikanya PKH di desa Gemurung tentunya sudah ada dilakukan sosialisasi, sebelum masuk biasanya dinamakan pertemuan awal mbak atau validasi sekaligus sosialisasi PKH kepada stakeholder yang ada di desa Gemurung melibatkan bidan, tokoh masyarakat, Pemerintah Desa , dan sebagainya. Dari situ sudah selesai PKH masuk jadi intinya ada sosialisasi mbak, tapi hanya saja untuk mengumpulkan peserta PKH yang lansia tidak bisa kita paksakan untuk hadir mbak” (Wawancara tanggal 6 Januari 2023 )

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pendamping PKH desa Gemurung masih belum berjalan dengan baik, sebab informasi yang seharusnya disampaikan secara jelas kepada target sasarannya supaya tidak adanya kesimpang-siuran yang terjadi terkait informasi mengenai Program Keluarga Harapan. Selain itu, dalam Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung ini tidak hanya berupa bantuan uang tunai saja. Akan tetapi, ada beberapa program yang wajib dijalankan oleh peserta PKH dengan didampingi oleh pendamping PKH karena memiliki tanggung jawab untuk mendampingi KPM dengan diadakan kegiatan Family Development Session (FDS) yang dilaksanakan tiap pertemuan kelompok berlangsung 1 bulan sekali, khususnya bagi penerima PKH. Pendamping PKH dapat memberikan materi dengan mengedukasi KPM bagaimana mengelola keuangan, mendidik anak, dan sebagainya serta pelatihan-pelatihan yang berupa modal usaha guna meminimalisir kemiskinan di Desa Gemurung. Hal ini sesuai dengan penelitian Daud Rismana yang menyatakan, setiap pendamping mendampingi peserta PKH dan dipercayakan untuk memastikan bahwa Bantuan Sosial PKH diterima oleh Keluarga Penerima Manfaat PKH dalam jumlah dan tepat sasaran, serta melaksanakan tugas lainnya dalam pertemuan peningkatan kemampuan keluarga paling sedikit tiap 1 bulan [18].

Kedua, pendistribusian dana bantuan Program Keluarga Harapan ini disalurkan dengan melalui berbagai agen yang ditunjuk oleh bank penyaluran bantuan sosial. Sekaligus didampingi oleh pendamping wilayah yang dibantu oleh pihak Pemerintah Desa ini yaitu pemberian kartu keluarga sejahtera (KKS) yang di berikan kepada peserta PKH sehingga bantuan ini dapat dicairkan oleh penerima PKH. Agar penerima PKH dapat menggunakan bantuan ini sesuai dengan komponen PKH.

Dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Niswati selaku masyarakat penerima PKH mengenai penggunaan bantuan PKH telah menyatakan :

“Kalau saya sudah menggunakan bantuan Program Keluarga Harapan ini untuk bayar sekolah anak saya yang masih SD sama SMA mbak dan memang saya gunakan untuk kebutuhan yang sesuai dengan komponennya mbak. Dan saya juga merasakan dampaknya, dengan adanya bantuan PKH ini setidaknya bisa meringankan sedikit untuk bayar spp anak saya mbak” ( Wawancara tanggal 10 Januari 2023 )

Selain dari pernyataan Ibu Niswati selaku penerima PKH, ada juga pernyataan masyarakat penerima PKH lain yang bernama Ibu Gina selaku penerima PKH mengenai pendistribusian dana bantuan yang telah mengungkapkan :

“S aya pikir ya bantuan PKH ini digunakan bebas sesuai keinginan saya mbak, ya karena dapat bantuan PKH kan lumayan bisa saya tabung atau buat beli emas-emasan dan nanti kalau saya ada kebutuhan mendesak kan bisa saya jual emas-emasan n ya mbak” (Wawancara tanggal 10 januari 2023 )

Hal ini dipertegas oleh pernyataan yang disampaikan oleh Pak Habib selaku pendamping PKH mengenai pendistribusian dana bantuan sosial yang telah menyatakan bahwa :

“T erkadang mbak kalau dalam penyaluran dana bantuan kurang merata seringkali karena kesadaran masyarakat itu masih minim yang menyebabkan budaya memiskinkan diri sendiri itu masih ada. Jadi kalau kita survey juga kita repot untuk mengidentifikasi kemiskinan dan berpikir ulang mbak takutnya bisa jadi rumahnya itu bagus atau anaknya banyak/tidak. Dan intinya hal itu masih menjadi pertimbangan pendamping mbak” (Wawancara tanggal 6 Januari 2023 )

Berdasarkan hasil temuan dilapangan yang dapat dilihat dari wawancara diatas telah menunjukkan bahwa penyaluran bantuan sosial PKH yang diberikan kepada penerima manfaat PKH telah ditemukan dari beberapa anggota peserta PKH ada yang menggunakan bantuan ini sesuai komponennya, tetapi juga masih ditemukan sebagian KPM yang tidak melaksanakan perintah dan menganggap bantuan pemerintah ini bebas digunakan sesuai dengan keinginannya masing-masing. Akibatnya, kurangnya kesadaran diri dari masyarakat sehingga masih ditemukan beberapa KPM lain yang menyalahgunakan bantuan tersebut digunakan untuk tujuan selain kebutuhan pendidikan dan kesehatan seperti untuk membeli emas, serta digunakan sebagai tabungan [19]. Begitu juga terjadi dengan penelitian Herlina dkk yang berjudul "Implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Sumber Sari Kecamatan Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai." Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pendistribusian dana yang diperoleh peserta PKH sering digunakan untuk tujuan selain yang ditentukan oleh PKH, misalnya memenuhi kebutuhan sehari-hari orang tua yang krusial waktu ketika tidak bekerja serta merenovasi tempat tinggal yang rusak [20].

Ketiga, selain sosialisasi yang dilakukan pada pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung, tentunya penerapan ini memerlukan adanya dukungan yang berupa sarana dan prasarana. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai merupakan sarana pendukung bagi peserta PKH untuk mewujudkan suatu program agar dapat berjalan dengan semestinya.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan dengan Pak Habib selaku pendamping PKH mengenai prasarana untuk kebutuhan pertemuan kelompok telah menyatakan:

“K ita hanya menggunakan balai desa sebagai sarana pertemuan kelompok pada tiap bulannya mbak. Konsumsi juga bawa sendiri-sendiri bahkan saya waktu menjelaskan terkaitnya Program Keluarga Harapan ya hanya bisa manyampaikan secara lisan mbak dan saya juga bawa laptop saya sendiri untuk menjelaskan terkait PKH kepada peserta PKH . Jadi ya tidak ada kayak alat peraga , lcd, kursi pun tidak ada mbak. Ya itu karena dari pemerintahnya sendiri kurang berpartisipasi dalam mendukung prasarananya mbak ” (Wawancara tanggal 6 Januari 2023 )

Berdasarkan temuan dilapangan yang diperoleh dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sarana yang digunakan dalam penerapan Program Keluarga Harapan adalah Balai Desa Gemurung sebagai tempat pertemuan kelompok. Sementara itu, prasarana dalam mendukung pelaksanaan Program Keluarga Harapan di desa Gemurung masih kurang maksimal sehingga dapat menyebabkan pemahaman masyarakat masih minim dalam memahami penggunaan bantuan PKH yang sebenarnya. Oleh karena itu, masih ditemukan banyak masyarakat yang kurang memahami pengggunaan bantuan PKH meskipun sebagian peserta PKH tentunya ada yang sudah memahami terkait penggunaan bantuan Program Keluarga Harapan dan sebagiannya juga ada yang tidak memahami terkaitnya bantuan PKH. Hal ini dapat dilihat bahwa Pemerintah Desa masih kurang mendukung prasarana seperti LCD, alat peraga, kursi, dan sebagainya. Oleh karena itu, pendamping PKH melaksanakan kegiatan pertemuan kelompok tiap bulan hanya menggunakan fasilitas seadanya. Sama halnya dengan penelitian Cahyo Sasmito dkk yang berjudul “Implementasi Program Keluarga Harapan Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Di Kota Batu”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kota Batu masih terbatas baik dari segi ruangan, meja, kursi, dan lain sebagainya [21].

Keempat, sumber daya manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam implementasi program yang tentunya berkaitan dengan manusianya (staf). Kegagalan yang seringkali terjadi dalam implementasi kebijakan disebabkan oleh manusianya yang tidak memadai dalam bidangnya. Dengan penambahan jumlah implementor saja tidak mencukupi maka lebih diperlukan staf yang cukup serta memiliki kemampuan yang sesuai dalam menjalankan suatu program.

Berdasarkan pernyataan dari Pak Habib selaku pendamping PKH desa Gemurung mengenai sumber daya manusia dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan telah menyatakan :

“Saya sebagai pendamping PKH desa Gemurung ini dari bulan maret tahun 2022 kemarin mbak, jadi ya saya masih belum paham betul dengan keadaan ekonomi satu per satu dari warga desa Gemurung . Ya karena saya sendiri juga berasal dari kecamatan sukodono mbak tapi ditugaskan di kecamatan gedangan untuk mendampingi KPM desa Gemurung . Makanya mbak terkadang saya sendiri juga kesulitan kalau memonitoring warga desa Gemurung secara langsung. Kalau untuk pembaharuan data itu tetap ada mbak tapi hanya diakses oleh operator desa sendiri dan itu dibuka dalam jangka waktu tertentu mbak, jadi kurang tau kalau dibukanya kapan gitu. T api saya tetap ada evaluasi mbak di desa Gemurung ini seperti ada graduasi bisa alamiah dan mandiri” (Wawancara tanggal 6 Januari 2023).

Dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dilapangan telah menunjukkan bahwa penataan sumber daya manusia jika dilihat dari segi penempatan pendamping PKH yang ditugaskan di Desa Gemurung ini masih kurang optimal sehingga menyebabkan pendamping PKH masih belum memahami sepenuhnya kondisi ekonomi masing-masing warga Desa Gemurung. Selain itu, untuk pembaharuan data ini tentunya memiliki keterkaitan dengan monitoring yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan namun pembaharuan data ini hanya dapat diakses oleh Pemerintah Desa yaitu operator desa yang diakses dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan monitoring ini seharusnya dilakukan juga oleh pendamping PKH desa Gemurung sebab monitoring dan evaluasi dilihat dalam informasi yang terdapat pada Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan [6], menyatakan bahwa pemantauan rutin dilakukan dengan memantau kondisi terkait PKH, khususnya dalam proses pendampingan dan pendamping juga harus mendatangi rumah peserta PKH untuk memastikan perkembangan tujuan program PKH, apakah berjalan dengan lancar atau tidak yang dirasakan oleh peserta PKH.

Akan tetapi, menurut pernyataan Ibu Niswati selaku penerima PKH mengenai kegiatan monitoring pelaksanaan Program Keluarga Harapan di desa Gemurung telah mengungkapkan bahwa :

S aya sebagai penerima PKH tetap ada monitoring mbak yang dilakukan oleh petugas pelaksana PKH mbak tapi kalau kunjungan ke rumah itu jarang dilakukan. Monitoring yang dilakukan itu lebih ke proses pendampingannya pas ditempat pertemuan kelompok itu aja mbak ya di balai desa Gemurung nya itu” (Wawancara tanggal 10 januari 2023).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dilapangan dapat dilihat dari hasil wawancara diatas telah menunjukkan bahwa monitoring dalam menerapkan Program Keluarga Harapan di desa Gemurung masih belum berjalan dengan baik karena rumah pendamping PKH dengan lokasi tempat pendampingan jauh dari lokasinya, akibatnya pendamping PKH desa Gemurung jarang melakukan pemantauan rutin dengan kunjungan ke rumah masing-masing penerima manfaat PKH. Hanya memonitoring ditempat pertemuan kelompok pada tiap pelaksanaan Program Keluarga Harapan selama berlangsung. Namun tetap dilakukan evaluasi untuk penerima PKH bagi yang mengalami perkembangan ekonomi, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial No 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan yang menjelaskan terkaitnya evaluasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan untuk mengetahui keberhasilan atau tidaknya suatu program.

Dapat dilihat dari pernyataan Pak Habib selaku pendamping PKH desa Gemurung mengenai evaluasi pelaksanaan Program Keluarga Harapan di desa Gemurung yang telah menyatakan bahwa :

”Pada intinya kita ada evaluasi mbak, di PKH itu ada yang namanya graduasi. Graduasi ini ada 2 yaitu alamiah dan mandiri mbak, jadi yang alamiah ini biasanya penerima PKH yang tidak dapat lagi menerima PKH karena tidak punya komponen seperti dulunya punya anak sekolah sampe umur anak sma dan setelah lulus sudah tidak dapat lagi. Sedangkan yang mandiri ini orang KPM yang mengundurkan diri karena dirasa sudah mampu sehingga dia menolak untuk dapat bantuan PKH ” (Wawancara tanggal 6 Januari 2023).

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa pendamping PKH desa Gemurung telah melakukan evaluasi untuk peserta PKH bila mengalami perkembangan ekonomi. Bagi mereka yang mengalami peningkatan ekonomi akan diberikan pendampingan khusus untuk menyadarkan keluarga penerima manfaat PKH bahwa bantuan PKH ini diperuntukkan untuk rumah tangga miskin. Namun, untuk keluarga penerima manfaat PKH yang sudah sejahtera maka akan segera graduasi. Sehingga dapat dilihat dari informasi yang diperoleh, di Desa Gemurung jumlah penerima PKH dari tahun 2021 hingga 2022 turun menjadi 19% ke angka 78 KPM yang berhasil Graduasi alamiah dan mandiri. Tetapi, mereka tidak dilepaskan begitu saja oleh Pendamping PKH Desa sebab mereka juga dibekali pelatihan-pelatihan yang berupa modal usaha guna meminimalisir kemiskinan di Desa Gemurung. Hal ini sesuai dengan penelitian Widia Lestari dkk yang menemukan bahwa selain memiliki fungsi dalam hal sikap, pengetahuan, dan pembangunan ekonomi, P2K2/FDS digunakan sebagai wadah pendamping PKH untuk mengedukasi mereka mengenai perlunya meningkatkan kesadaran ketika sudah mengalami perkembangan ekonomi untuk melakukan graduasi [22].

Hal ini juga terjadi dengan penelitian Vannisa Lilia dkk, "Implementasi Program Keluarga Harapan di Kelurahan Masrgasuka Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung." Hasil penelitian ini menunjukkan pemantauan dilakukan secara rutin dengan memantau kondisi data yang terdapat dalam aplikasi e-PKH dan melakukan pemantauan berupa monitoring spot check yang dilaksanakan oleh pemerintahan setempat, akan tetapi dalam pemantauan rutin yang dilakukan oleh petugas pelaksana PKH jarang dilakukan. Mengenai evaluasi meskipun tidak ada kegiatan evaluasi rutin di Desa Margasuka yaitu hanya pada saat pelaksanaan dilaksanakan kegiatan PKH ini dilaksanakan [12].

B. Kendala - kendala dalam Implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung

Kendala merupakan salah satu hal yang dapat menghambat untuk keberhasilan suatu program untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tentunya, ditemukan berbagai kendala dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan yang terjadi di Desa Gemurung. Terdapat tiga kendala yang muncul pada pelaksanaan Program Keluarga Harapan Desa Gemurung meliputi ketersediaan fasilitas yang terbatas, pengaturan sumber daya manusia masih kurang maksimal, dan kurangnya kesadaran diri masyarakat. Kendala pertama adalah terbatasnya ketersediaan fasilitas karena kurangnya dukungan dari Pemerintah Desa dalam memenuhi fasilitas yang diperlukan untuk tiap pertemuan kelompok yang berlangsung sebulan sekali, sehingga pendamping menggunakan fasilitas yang seadanya. Kendala kedua adalah penataan sumber daya manusia masih belum optimal sebab kemampuan program memantau peserta PKH menjadi hambatan bagi keberhasilan program, karena penentuan Pendamping PKH Desa tidak berasal dari asalnya. Kendala ketiga adalah kurangnya kesadaran diri masyarakat yang masih menjadi masalah karena tim pelaksana mengalami kesulitan dalam membangun kepercayaan di masyarakat sebab kerap ditemukan masyarakat menganggap menerima bantuan sebagai keberuntungan, yang akhirnya mengarah pada budaya memiskinkan diri sendiri. Hal ini harus segera diatasi agar tidak terjadi penyimpangan sosial di antara penerima dan tidak menerima bantuan program ini.

Simpulan

Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai implementasi Program Keluarga Harapan di Desa Gemurung belum berjalan dengan baik. Kondisi ini didasari oleh beberapa indikator yaitu pada indikator utama adalah Organisasi yang ditinjau dari struktur organisasi pelaksanaan PKH sudah sesuai dengan prosedurnya. Indikator kedua adalah interprestasi yang dapat dilihat dari pemahaman pelaksana kebijakan sudah terlaksana dengan baik sesuai dengan SOP yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau kementerian sosial. Sedangkan Indikator ketiga adalah penerapan (aplikasi) berkaitan dengan sosialiasi yang dilakukan Pendamping PKH Desa Gemurung masih kurang maksimal sebab masih ditemukan penerima manfaat yang menyalahgunakan bantuan ini diluar kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Selain itu, prasarana yang dimiliki masih terbatas sebab minimnya dukungan dari pemerintah dalam menfasilitasi pelaksanaan Program Keluarga Harapan. Disamping itu, Monitoring dilakukan pendamping masih kurang optimal sebab penempatan Pendamping PKH Desa Gemurung tidak berasal dari daerah asalnya sehingga jarang dilakukan pemantauan rutin dengan kunjungan ke rumah peseta PKH. Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh pendamping adalah graduasi untuk peserta PKH bila dirasa sudah tidak memenuhi komponen Program Keluarga Harapan. Dengan beberapa kendala dalam implementasi Program Keluarga Harapan di desa Gemurung yang meliputi ketersediaan fasilitas yang terbatas, pengaturan sumber daya manusia masih kurang maksimal, dan kurangnya kesadaran diri masyarakat.

References

  1. D. Kumalasari, “Implementasi Program Keluarga Harapan Dalam Menanggulangi Kemiskinan Di Kecamatan Prambon,” pp. 1–213, 2019.
  2. U. Chasanah, T. Novitasari, A. S. N. Nabila, and K. E. Wahyudi, “Implementasi Program Keluarga Harapan(PKH) Di Kecamatan Gayungan Surabaya Pada Era Adaptasi Kebiasaan,” vol. 2, no. 5, pp. 886–896, 2021.
  3. BPS Indonesia, “Presentasi Penduduk di Indonesia Terbaru 2019-2022,” 2023. [Online]. Available: https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/2015/persentase-penduduk-miskin-september-2022-naik-menjadi-9-57-persen.html.
  4. Kemensos RI, “Laman Kementerian Sosial Dalam Program Keluarga Harapan (PKH),” 2023. [Online]. Available: https://kemensos.go.id/program-keluarga-harapan-PKH.
  5. UU RI, “Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial,” pp. 1–46, 2009.
  6. Permensos, “Peraturan Manteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan,” pp. 1–35, 2018.
  7. Kepmensos, “Kepmensos Nomor 101 Huk 2022 Tentang Pelaksanaan Program Sembako Dan PKH,” pp. 1–5, 2022.
  8. R. A. Ningrum and I. Rodiyah, “Implementation of the Family Hope Program ( PKH ) in Bligo Village , Candi District , Sidoarjo Regency Implementasi Program Keluarga Harapan( PKH ) Di Desa,” vol. 7, no. 1, pp. 7–13, 2019, doi: 10.21070/jkmp.v7i1.1691.
  9. J. Pramono and M. S. S. Sos., “Buku Implementasi Dan Evaluasi Kebijakan Publik,” Surakarta: Unisri Press, 2020.
  10. C. O. Jones, “Buku Pengantar Kebijakan Publik (public policy),” Jakarta: Ikrar Mandiriabadi Offset, 1996, pp. 296-327.
  11. Pemdes Gemurung, “Laman Website Resmi Desa Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo,” 2023. [Online]. Available: http://Gemurung-gedangan.desa.id/.
  12. V. L. Vidyastuti, M. Halimah, and H. A. Halim, “Implementasi Program Keluarga HarapanDi Kelurahan Masrgasuka Kecamattan Babakan Ciparay Kota Bandung,” J. Adm. Negara, vol. 14, pp. 426–431, 2022.
  13. N. Azizah, “Implementasi Program Keluarga HarapanDi Kelurahan Sepan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara,” Ilmu Pemerintah., vol. 7, no. 3, pp. 1365–1378, 2019.
  14. D. H. Susanti, “Implementasi Kebijakan PKH Dalam Rangka Mengatasi Kemiskinan Di Kecamatan Rowokangkung Dimasa Pandemi,” vol. 1, no. 2, pp. 38–51, 2022.
  15. A. H., Dr. Zuchri and M. S. S.I.K., “Buku Metode Penelitian Kualitatif,” Makassar: CV. Syakir Media Press, 2021.
  16. S. P. Robbins, “Buku Teori Organisasi (Struktur, Desain, dan Aplikasi),” Jakarta: Arcan, 1994, pp. 4.
  17. A. F. Ardiyanto and I. Prabawati, “Implementasi Program Keluarga Harapan( PKH ) Di Desa Waung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk ( Studi Pada Bidang Pendidikan ),” vol. 9, pp. 11–12, 2021.
  18. D. Rismana, “Implementasi Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan(PKH),” Vol. Xi, No. 1, pp. 137–150, 2019.
  19. W. Mellani, “Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan(PKH) Dalam Penanggulangan Kemiskinan Di Kecamatan Selagan Raya Kabupaten Mukomuko,” pp. 1–11, 2022.
  20. Herlina, Warjijo, and N. S. S. Siregar, “Implementasi Program Keluarga Harapandi Kelurahan Sumber Sari Kecamatan Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai,” J. Ilm. Magister Adm. Publik, vol. 2, no. 2, pp. 153–161, 2020.
  21. C. Sasmito and E. R. Nawangsari, “Implementasi Program Keluarga Harapan Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Di Kota Batu Cahyo Sasmito Ertien Rining Nawangsari,” Public Sect. Innov., vol. 3, no. 2, pp. 1–8, 2019.
  22. W. Lestari, T. K. Drajat, Demartoto, and K. B. Setiyawan, “Pemberdayaan Rumah Tangga menuju Kemandirian melalui Modal Sosial pada Program Keluarga Harapan( PKH ),” Society, vol. 7, no. 2, pp. 1–14, 2019.