Abstract
This study aims to analyze and describe the role of Village Owned Enterprises (BUMDes) in managing tourism objects in Sidokepung Village. The research is a qualitative study that focuses on the role of female village heads in empowering women. Data was collected through observation, interviews, and documentation, and analyzed using the data reduction, data presentation, and data verification proposed by Miles and Huberman. The results indicate that the motivator dimension in tourism management was not successful, the facilitator dimension was not optimal, and the Dynamisator was not implemented properly. The implications of these findings suggest that there is a need for improvement in the management of tourism objects in Sidokepung Village, particularly in the areas of motivation, facilitation, and dynamization.
Highlight :
- Limited success: BUMDes management of tourism in Sidokepung fell short in motivating, facilitating, and dynamizing the sector.
- Female leadership focus: Research explored the specific role of female village heads in empowering women through tourism initiatives.
- Areas for improvement: Findings highlight the need for enhanced strategies in motivation, facilitation, and dynamization to boost tourism success
Keywords: BUMDes, Sidokepung village, tourism, female leadership, women empowerment
Pendahuluan
Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Makna dari otonomi adalah adanya suatu kewenangan bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakankebijakan sendiri yang ditujukan bagi pelaksanaan roda pemerintahan daerahnya sesuai dengan aspirasi, kepentingan, kondisi, dan potensi masyarakatnya [1].
Kebijakan otonomi daerah menjadikan pemerintah daerah kabupaten mempunyai wewenang yang luas dalam mengatur daerahnya. Wewenang yang dimaksud adalah dalam menjalankan pemerintahan, penerapan kebijakan, dan pemanfaatan berbagai sumber daya yang berada di wilayahnya. Pemerintah desa memiliki fungsi salah satunya melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, dan melaksanakan pembinaan perekonomian desa [2].
Pelaksanaan pembinaan perekonomian desa, salah satunya dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi desa. Menurut UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha MilikDesa (BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dalam perencanaan dan pembentukannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi masyarakat), serta mendasarkan pada prinsipprinsip kooperatif, partisipatif dan emansipatif, dengan dua prinsip yang mendasari, yaitu member base dan self help. Hal ini penting mengingat bahwa profesionalime pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada kemauan (kesepakatan) masyarakat banyak (member base), serta kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (self help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara professional dan mandiri [3].
Badan Usaha Milik Desa yang merupakan usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemdes (pemerintah Desa) yang kepemilikan modal & pengelolaannya dilakukan oleh pemdes dan masyarakat – dalam hal ini BUMdes sebagai institusi yang dibuat oleh Pemerintah Desa untuk mengelola/menampung (seluruh) unit-unit usaha milik desa yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum). Keberadaan BUMDes pada daerah tentunya diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, dengan menciptakan lapangan kerja, optimalisasi aset-aset desa, meningkatkan usaha masyarakat dan pendapatan desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disebut BUMDes merupakan salah satu perwujudan pemanfaatan Undang-Undang dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah desa melaksanakan inovasi terhadap potensi, aset, atau peluang desa. Penerapan tanggung jawab hingga BUMDes dilaksanakan oleh seluruh anggota, sesuai dengan peraturan yang berlaku serta mengimplementasikan prinsip-prinsip keweangan profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, dan kewajaran. Eksistensi BUMDes melambangkan adanya peluang usaha yang dapat dikembangkan oleh desa melalui BUMDes [4]. Manifestasi dari aset desa beragam seperti obyek wisata, keberagaman aset yang dimiliki desa menjadikan peluang besar untuk BUMDes untuk mengelola. Pelaksanaan BUMDes sebagai lembaga yang dibentuk dengan kesepakatan bersama antar masyarakat desa, dibutuhkan tata cara pengelolaan yang baik dalam sistematika pelaksanaannya.
Memperhatikan besarnya peranan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam memberikan alternative pada beberapa program pendampingan maupun hibah, maka perlu adanya konsep pengelolaan yang baik meliputi, pengelolaan BUMDes harus secara terbuka, dan dapat diketahui oleh masyarakat, pengelolaan BUMDes harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat desa dengan mengikuti kaidah dan peraturan yang berlaku, masyarakat desa terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengelolaan BUMDes harus memberikan hasil dan manfaaat untuk warga masyarakat secara berkelanjutan (Solekhan 2014:73). Maka dari itu jumlah BUMDes di Indonesia menanik tajam setiap tahunnya, berikut diagram jumlah bumdes di Indonesia dari tahun 2014 hingga 2019 :
Berdasarkan pada gambar 1 jumlah BUMDes di Indonesia mengalami kenaikan, sehingga melampaui target dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN Jokowi-Jusuf Kalla yang awalnya hanya ditarget 5 ribu BUMDes di tahun 2014-2019, jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) meningkat drastis dari 1.022 unit pada Tahun 2014 lalu menjadi 50.199 unit pada 2019. akan tetapi masih ada beberapa desa yang ada di Provinsi Jawa Timur belum menerapkan BUMDes. Adapun daerah yang masih tergolong kategori rendah dalam pendirian program bumdes seperti di Kabupaten Pacitan, Situbondo, dan Sampang. Pada kenyataannya baru 6.113 desa yang sudah memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Maka dari itu, BUMDes yang dinilai sudah berkembang dan maju, masih rendah atau termasuk jauh dari harapan. Kebanyakan BUMDes yang berada di Jawa Timur memang sebagian besar berada dalam kondisi rintisan dan dalam posisi mulai tumbuh. Sementara yang masuk kategori maju dan berkembang juga masih rendah, menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Jatim, Mochammad Yasin.
Peran BUMDes saat ini belum dapat dinyatakan maksimal. Hal ini menurut data Kementerian Desa terkait evaluasi peran BUMDes bahwa ada 2.188 BUMDes tidak beroperasi dan ada juga 1.670 BUMDes yang beroperasi tapi belum optimal berkontribusi menggerakkan ekonomi desa. Berdasarkan pasal 9 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Nomor 5 Tahun 2015, BUMDesa adalah salah satu sektor yang prioritas dibiayai oleh Dana Desa. Meski demikian, tidak ada konsekuensi atau sanksi apapun bagi BUMDes yang menggunakan Dana Desa tetapi ternyata tidak mampu berkontribusi banyak. Jawa Timur merupakan salah satu daerah penopang perekonomian di Indonesia serta ikut dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hampir disetiap kabupaten di wilayah Jawa Timur memiliki program BUMDes. Pendirian BUMDes disesuaikan dengan karakteristik lokal dan kapasitas ekonomi desa yang ada, misalnya pengelolaan wisata desa, pembangunan atau penyewaan ruko.
Berdasarkan hasil pemetaan BUMDes di Jawa Timur, di tahun 2016, jumlah BUMDes yang telah terdata mencapai 1424 unit. Namun data itu masih bisa berkembang, karena pemetaan yang dilakukan berlangsung dinamis. Di Jawa Timur menargetkan sekitar 5000 BUMDes sudah terbentuk di masingmasing desa pada tahun 2019. Jumlah BUMDes yang sudah berdiri di Jawa Timur pada tahun 2019 sebesar 5.019 BUMDes. Hal ini menunjukan bahwa target pembentukan BUMDes di tahun 2019 sudah tercapai, bahkan mampu melebih target yang melalui penjualan barang atau jasa yang diperuntukan kepada masyarakat. Namun pada tahun 2020 dan 2021, akibat adanya pandemic Covid 19, maka dana desa fokus disalurkan ke bantuan covid 19, sehingga jumlahnya tidak bertambah.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan ribuan BUMDes belum beroperasi di antaranya karena BUMDes baru dibentuk, sehingga kelembagaan dan struktur organisasi belum jalan, serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada belum mumpuni. Sehingga BUMDes yang ada belum berkembang. Yang paling penting adalah komitmen dari kepala desa untuk mengembangkan desanya, kemudian terus melakukan berbagai upaya agar BUMDes di Jawa Timur berkembang, mulai menggelar pelatihan, bimbingan teknis (Bimtek), dan menyelenggarakan temu karya hingga evaluasi setiap tahun. Pada kabupaten Sidoarjo di tahun 2019 lalu, jumlah di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 139 BUMDes. Sedangkan pada tahun 2020 ini, jumlah BUMDes di Sidoarjo mengalami peningkatan signifikan yaitu berjumlah 178. Sementara pada tahun 2017 lalu, ada sebanyak 78 BUMDes saja. Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sidoarjo, 1 desa ada 1 BUMDes, karena tujuannya untuk meningkatkan perekonomian desa dan warga desa. Namun pembentukan BUMDes juga disesuaikan dengan potensi desa, keinginan desa, dan juga SDM di desa tersebut.
BUMDes dibentuk sebagai suatu pendekatan baru dalam usaha peningkatan ekonomi desa berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Pengelolaan BUMDes sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat desa, yaitu dari desa, oleh desa, dan untuk desa. Cara kerja BUMDes adalah dengan jalan menampung kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat dalam sebuah bentuk kelembagaan atau badan usaha yang dikelola secara profesional, namun tetap bersandar pada potensi asli desa. Hal ini dapat menjadikan usaha masyarakat lebih produktif dan efektif. Nantinya BUMDes akan berfungsi sebagai pilar kemandirian bangsa yang sekaligus menjadi lembaga dalam menampung kegiatan ekonomi masyarakat yang berkembang, menurut ciri khas desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution) [5]. Salah satu potensi desa yang bisa dikembangkan oleh BUMDes adalah pengelolaan wisata desa, yang secara umum dibentuk sebagai desa wisata. Mendefinisikan desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Desa Wisata (rural tourism) merupakan pariwisata yang terdiri dari keseluruhan pengalaman pedesaan, atraksi alam, tradisi, unsur - unsur yang unik yang secara keseluruhan dapat menarik minat wisatawan [6]. Pengembangan desa wisata dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat desa itu sendiri, diantaranya adalah akan adanya lahan pekerjaan baru bagi masyarakat sehingga dapat menurunkan angka pengangguran di desa tersebut, selain itu desa wisata yang mengusung konsep ekowisata akan membuat suatu desa dapat mempertahankan kelestarian alam dan budaya desanya [7]. Konsep pariwisata berbasis berbasis masyarakat berkesesuaian dengan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang memerlukan partisipasi masyarakat [8].
No. | Tahun | Jumlah |
1 | 2019 | 139 BUMDes |
2 | 2020 | 218 BUMDes |
3 | 2021 | 229 BUMDes |
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sidoarjo, pada tahun 2019 ada 139 BUMDes, di tahun 2020 ada 218 BUMDes, dan angkanya meningkat menjadi 229 pada tahun 2021. Paling banyak ada di Kecamatan Wonoayu dengan 23 BUMDes. Sedangkan paling sedikit ada di Kecamatan Buduran dengan 6 BUMDes. Tahun 2022 jumlah BUMDes ditargetkan naik menjadi 237 BUMDes. Merata di 18 kecamatan yang ada di Sidoarjo. Pada dasarnya pencapaian kesejahteraan masyarakat dilalui dengan jalan perubahanperubahan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, perubahan tersebut dilakukan melalui pembangunan, tujuan pembangunan masyarakat salah satunya ialah perbaikan kondisi ekonomi masyarakat, sehingga kemiskinan dan lingkungan hidup masyarakat mengalami perubahan. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif, dengan keterlibatan semua potensi. Dengan cara ini akan memungkinkan terbentuknya masyarakat madani yang majemuk, penuh keseimbangan kewajiban dan hak saling menghormati tanpa ada yang merasa asing dalam komunitasnya. Pemberdayaan masyarakat merupakan usaha untuk membuat masyarakat menjadi berdaya melalui upaya pembelajaran sehingga mereka mampu untuk mengelola dan bertanggung jawab atas program pembangunan dalam komunitasnya. Pembelajaran tersebut diimplementasikan dalam rangkaian pengembangan kapasitas masyarakat, dimana pelaksanaannya harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan masyarakat setempat.
Pengembangan desa wisata di Desa Sidokepung dilakukan dengan mengoptimalkan potensi desa bidang perairan. Komponen terpenting dalam desa wisata, adalah akomodasi yaitu sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat atau unit-unit yang berkembang sesuai dengan tempat tinggal penduduk, dan atraksi yaitu seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta latar fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipan aktif, seperti kursus tari, bahasa, lukis, dan hal-hal lain yang spesifik. Dalam konteks pariwisata kelembagaan adalah komponen penting dalam menunjang keberhasilan pariwisata. Lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Wujud konkret lembaga kemsyarakatan tersebut adalah asosiasi (association) [9]. Sesuatu yang tetap dalam lembaga berguna untuk menghasilkan sesuatu yang stabil dan memiliki konsistensi di masyarakat yang berfungsi sebagai pengntrol dan pengatur perilaku [10].
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan [11]. Peran penting kelembagaan dalam ekonomi adalah sebagai sarana untuk menurunkan ketidak pastian atau mengubahnya menjadi resiko [12]. Kelembagaan berperan dalam mengatur sumberdaya dan distribusi manfaat dalam upaya peningkatan potensi pariwisata. Urgensi keberadaan kelembagaan dalam bidang pariwisata adalah kelembagaan dapat berperan sebagai wadah sekaligus penggerak dalam memfasilitasi, dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam bidang pariwisata [13]. Berdasarkan dengan program desa wisata, BUMDes idealnya dapat berperan dalam mengembangankannya.
Adanya BUMDes di Desa sidokepung Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo secara aktif berjalan pada tahun 2018 sampai dengan sekarang, berlandaskan pada Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes yang dikelola langsung oleh masyarakat dan pemerintah desa dan yang menetapkan pengelolaan BUMDes dituangkan dalam keputusan Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan BPD. Dengan berbagai jenis usaha yaitu usaha jasa berupa jasa pertanian, perdagangan, industri dan kerajinan rakyat, pemberdayaan sumber daya alam, pasar dan usaha lainnya, serta dalam menjalankan usaha wisata khususnya wisata air dayung. Peran bumdes di desa Sidokepung pada awalnya berjalan dengan baik, akan tetapi belum bisa memikat pengunjung yang ramai, dan cenderung sepi. Namun kendati demikian wisata keliatan sepi pemerintah desa seperti kurang melakukan sosialisasi terhadap pengelolaan bumdes tersebut terutama wisata dayung itu. Dan terlihat kurang berkembang. Jadi tujuan penelitian ini untuk mengetahui peranan BUMdes desa Sidokepung dalam pengelolaan obyek wisata di desa Sidokepung.
Metode
Dalam penelitian terkait “Peran BUMDes Dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung” ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah upaya peneliti mengumpulkan data yang didasarkan pada latar ilmiah [14]. Sedangkan penelitian lainnya menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada penelitian dengan tujuan guna memahami gejala dan fenomena serta komprehensif yang dialami oleh subjek penelitian terhadap beberapa beberapa persoalan seperti tindakan, motivasi, persepi dan lain sebagainya dengan menggunakan deskripsi sebagai penjelasannya . Dengan penelitian kualitatif deskriptif, peneliti bermaksud untuk mengetahui dan menjabarkan secara terperinci serta mendalam peran BUMDes dalam pengelolaan obyek wisata di Desa Sidokepung. Lokasi dari penelitian ini ialah pada BUMDes di Desa Sidokepung.
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ialah wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data ialah metode yang digunakan untuk mengumpulkan bahan yang digunakan dalam sebuah penelitian. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer yang mana peneliti melakukan wawancara langsung dengan informan yakni Ketua BUMDes Sidokepung dan Sekretaris BUMDes Sidokepung. Dan untuk melengkapi hasil dari penelitian tersebut, peneliti juga menggunakan data sekunder yang berasal dari dokumen-dokumen yang tersedia. Fokus dalam penelitian ini ialah berhubungan dengan peran BUMDES dalam pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung, sedangkan fokus indikator pada penelitian ini adalah indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas sebuah program menurut Pitana dan Gayatri yang berisi Peran Sebagai Motivator, Peran Sebagai fasilitator dan peran sebagai dinamisator [15].
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan memilih sampel dengan berlandaskan pada penilaian atas karakteristik sampel yang dibutuhkan dan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini atau disebut dengan purposive sampling. Sedangkan untuk teknik analisis data hasil penelitian berpedoman pada model analisis data dari Miles dan Huberman, teknis analisis data ialah proses mengorganisir, menganalisis dan menginterprestasikan data non numeric menjadi sebuah informasi atau trend yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian. Miles dan Huberman membagi proses analisis data menjadi tiga langkah yakni 1) Reduksi data, yakni proses melakukan pemilihan, pemfokusan, pengabstraksian dan transformasi data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan. 2) Penyajian data, pengumpulan informasi yang tersusun yang memberikan peluang terjadinya penarikan kesimpulan. Mulanya penyajian data pada data kualitatif berbentuk teks naratif, namun seiring dengan perkembangannya kini banyak ditemui penyajian data kualitatif dengan menggunakan grafik, bagan ataupun matriks. 3) Penarikan kesimpulan, yakni kegiatan penyimpulan data yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan [16].
Hasil dan Pembahasan
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Peran BUMDes Dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung dengan berdasarkan peran menurut Pitana dan Gayatri dengan beberapa indikator yakni a) Sebagai Motivator , b) Sebagai Fasilitator, c) Sebagai Dinamisator :
A. Peran BUMDes Sebagai Motivator Dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung
Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 9 Tahun 2021 tentang Destinasi Wisata yang Berkelanjutan menyatakan bahwa untuk mengembangkan pariwisata dibutuhkan adanya upaya yang harus dilakukan dari berbagai pemangku kepentingan. Dalam pengembangan suatu pariwisata, peran pemerintah daerah sebagai motivator sangat diperlukan agar geliat usaha pariwisata terus berjalan. Salah satu kriteria yang harus dimiliki agar pengembangan wisata berjalan dengan baik yaitu informasi dan promosi wisata. Promosi wisata adalah upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan wisata tergantung pada volume pengunjung ke suatu lokasi. Melalui iklan, potensi pariwisata yang tersedia dapat diketahui oleh masyarakat luas, yang akan membantu industri pariwisata lokal tumbuh. Dalam pengembangan pariwisata, peran pemerintah Desa sebagai motivator diperlukan agar geliat usaha pariwisata terus berjalan. Investor, masyarakat, serta pengusaha di bidang pariwisata merupakan sasaran utama yang perlu untuk terus diberikan motivasi agar perkembangan pariwisata dapat berjalan dengan baik.
Namun, pada kenyataannya BUMDes di Desa Sidokepung belum melakukan berbagai upaya untuk mempromosikan pariwisata, termasuk beriklan di media sosial. Penting untuk memiliki kampanye pemasaran yang ditargetkan saat mempromosikan pariwisata, seperti dengan mengidentifikasi target demografis pasar potensial. Bentuk iklan ber target yang paling efektif dalam hal ini adalah iklan "terkini", yaitu menggunakan platform media sosial populer, terutama di kalangan anak muda saat ini. Selain promosi media sosial, salah satu peran pemerintah sebagai motivator dalam pengembangan Wisata di Desa Sidokepung khusunya pada bidang wisata air dan dayung perahu di lingkungan Desa Sidokepung yaitu dnegan mengadakan event yang menjadi salah satu ajang promosi dalam memperlihatkan semua objek wisata. Temuan ini diperkuat dnegan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa Sidokepung yaitu Ibu Elok Suciati sebagai berikut:
“saya tahu kalau wisata ini kurang kami promosikan dan kenalkan ke masyarakat luas. Kita juga tidak punya media sosial untuk wadah promosi wisata dayung ini. Sehingga pengunjung juga tidak banyak dari luar Sidokepung, kebnaykan dari sekitar sini saja. Memang promosi media sosial penting tapi kami belum bisa menjangkau hal tersebut.” (Wawancara, 24 Mei 2023)
Dari wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa memang pada wana wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung belum melakukan promosi di media sosial. Sehingga jumlah masyarakat yang mengetahui keberadaan wana wisata tersebut tidak banyak dan cenderung hanya masyarakat Sidokepung sendiri yang mengetahui. Selanjutnya pda wana wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung juga belum pernah melakukan event atau lomba-lomba di sekitar kawasan wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung sebagaimana disampaikan oleh Ketua BUMDes sebagai berikut:
“selama BUMDes ini berdiri memang belum pernah mengadakan acara di sekitar wisata sana. Karena juga lokasinya tidak luas serta kita juga belum tau mau ada acara apa biar bisa menarik kunjungan masyarakat. Terus juga ada Covid-19 itu jadi sempat mandek semuanya. Dulu awal berdiri tahun 2018 sudah di hias semenarik mungkin, pengunjung juga bisa dikatakan lumayan di hari libur. Tapi ketika Covid semuanya mandek sehingga mau emmbangkitkan lagi itu masih butuh dana dan proses.” (Wawancara, 24 Mei 2023)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dikatakan bahwa awal mula berdiri BUMDes untuk mengolah wana Wisata air dan Dayung Perahu belum pernah mengadakan evet atau lomba di sekitar lokais wisata. Pada awal berdirinya wisata tersebut cukup banyak pengujung yang datang. Namun, ketika Covid-19 lokasi wisata dapat dikatakan mari suri sehingga sampai saat ini wisata tersebut belum dapat menggeliat seperti awal wisata berdiri. Berikut merupakan dokumentasi lokais wisata air dan dayung perahu BUMDes Desa Sidokepung saat ini sebagai berikut :
Dari gambar 3 dapat dikatakan kondisi wisata air dan dayung perahu BUMDes Desa Sidokepung dalam keadaan sepi dan kurang terawat. Disekeliling banyak rumput yang tumbuh tinggi sehingga terkesan lokasi wisata tersebut tidak terurus. Kondisi sungai juga keadaan keruh dan kurang menarik sehingga mengurangi jumlah kunjungan wisata air dan dayung perahu tersebut.
Pada penlitian terdahulu dengan judul “Peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Pengembangan Desa Wisata di Desa Ponggok Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten” tahun 2021 pada dimensi penyadaran kegiatan sosialisasi juga sering dilakukan oleh BUMDes maupun pemerintah Desa Ponggok untuk menyadarkan masyarakat akan tujuan pendirian BUMDes dan potensi yang dimiliki daerah mereka. Sehingga Desa Wisata dapat terbentuk dengan baik sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Namun hal tersebut berbeda dengan penlitain saat ini, dimana pada dimensi Motivator tidak berjalan sebagaimana mestinya. BUMDes belum melaksanakan dan menggerakkan masyarakat sekitar untuk turut andil dalam menjalankan Desa Wisata air dan Dayung Perahu di desa Sidokepung.
Peran BUMDes dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung sebagai motivator dalam pengembangan Wisata air dan dayung perahu dengan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan wisata dapat dikatakan belum berhasil, dimana hingga smapai saat ini lokasi wisata air dan dayung perahu tersebut sepi pengunjung setiap harinya. Serta belum melakukan promosi baik menggunakan media sosial atau media lainnya sehingga tidak banyak orang tahu mengenai keberaan wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung tersebut.
B. Peran BUMDes Sebagai Fasilitator Dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung
Tugas pemerintah adalah menawarkan fasilitas yang diperlukan untuk semua inisiatif yang akan dilakukan untuk memfasilitasi pengembangan potensi pariwisata. Pada kenyataannya, pemerintah sering bekerja dengan berbagai entitas, baik publik maupun swasta. Pemerintah khususnya perlu lebih bijak ketika menyediakan seta membangun infrastruktur yang lebih baik lagi untuk kenyamanan pengunjung ke tempat-tempat wisata. Kebutuhan umum atau fasilitas yang dapat memberi dukungan kelancaran kegiatan ialah infrastruktur dalam pengembangan pariwisata, sehingga pemerintah harus mampu membangunnya untuk pengelolaan tempat wisata yang efisien. Peran sebagai fasilitator pengembangan potensi pariwisata peran pemerintah adalah menyediakan segala fasilitas yang mendukung segala program yang diadakan oleh Dinas terkait. Adapun pada prakteknnya pemerintah bisa mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak, baik itu swasta maupun masyarakat.
Salah satu dari kebutuhan yang sangat penting dalam melakukan pengembangan objek wisata merupakan infrastruktur pada lokasi wisata air dan dayung perahu yang dikelola oleh BUMDes Desa Sidokepung. Infrastruktur wisata dapat dikatakan baik jika pada objek wisata tersebut mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap dan cukup memadai untuk para wisatawan yang akan berkunjung ke tempat tersebut. Sarana penunjang pada pariwisata sangat penting untuk menarik perhatian atau minat para wisatawan untuk bisa berwisata ke tempat objek wisata.
Berdasarkan hasil observasi lapangan peran BUMDes Desa Sidokepung sebagai fasilitator dalam pengembangan Wisata air dan dayung perahu belum memenuhi kebutuhan wisatawan seperti toilet yang bersih, lokasi parkir yang tidak cukup luas, serta lokasi bersantai dan makan di sekitar lokasi wisata air dan dayung perahu masih dapat dikatakan belum terpenuhi. Sehingga peneliti rasa dengan adanya fasilitas yang belum mendukung tersebut juga mempengaruhi
jumlah pengunjung wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung. Karena kurangnya dana dan kurangnya kerja sama di antara pihak-pihak yang diperlukan, Peran BUMDes dalam pengelolaan obyek wisata di Desa Sidokepung khusunya wisata air dan dayung perahu sebagai fasilitator dikatakan belum maksimal. Akibatnya, perkembangan fasilitas saat ini di wisata air dan dayung perahu masih sangat minim, terbukti dengan fasilitas toilet umum yang belum direnovasi, banyaknya lokasi foto yang rusak dan perlu diperbaiki, serta kafe atau warung yang masih kurang praktis. Berikut merupakan salah satu dokumentasi yang menggambarkan fasilitas pada wisata air dan dayung perahu di Desa sidokepung yang belum maksimal sebagai berikut:
Berdasrkan gambar 4 dapat dilihat bahwa hanya ada bangunan dari kayu yang menjadi fasilitas berupa toilet dan warung makan. Sehingga kondisi tersebut dapat dikatakan kurang maksimal dan kurang layak. Serta kondisi sekitar juga banyak ditumbuhi rumput dan memberikan kesan tidak terawat. Peran BUMDes sebagai fasilitator tidak dapat dijalankan dikarenakan belum ada tindak lajut guna memperbaiki fasilitas yang ada sehingga dapat membuat pengunjung nyaman dan betah untuk berwisata air dan dayung peahu di Desa Sidokepung. Berikut merupakan fasilitas yang dimiliki oleh BUMDes Desa Sidokepung sebagai berikut:
No. | Fasilitas | Jumlah |
1 | Lahan Parkir | 1 |
2 | Toilet | 1 |
3 | Perahu Dayung | 3 |
4 | Sepeda Air | 1 |
5 | Warung | 1 |
Berdasarkan tabel diatas da[at diketahui bahwa fasilitas yang dimiliki oleh BUMDes Desa Sidokepung yaitu lahan parkir, toilet, perahu dayung, sepeda air dan warung makan. Namun kondisi fasilitas tersebut tidak terawat sehingga masyarakat kurang tertarik dengan wisata air yang ditawarkan Desa Sidokepung tersebut. Pada penelitian terdahulu dengan judul “Peran dan Strategi BUMDes dalam Pengembangan Wisata Tman Cengkok Asri di Kabupaten Nganjuk” tahun 2023 pada indikator penghantaran Sumber Daya Manusia bahwa penghantaran sumber daya manusia yaitu kegiatan yang berupa arahan yang ditunjukkan pada masyarakat mengenai potensi yang dapat dimanfaatkan baik dari hasil alam maupun manusia. Sehingga amsyarakat sekitar mampu dalam melakukan pelayanan terhadap pengunjung. Pada penelitian saat ini berbeda dengan penelitian sebelmnya, di penelitian saat ini masyarakat belum memahami dan belum dilibatkan dalam pengelolaan wiata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung.
Peran BUMDes dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung sebagai fasilitator dalam pengembangan Wisata air dan dayung perahu dengan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan wisata dapat dikatakan belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi fasilitas yang belum memadai sehingga memberikan kesan tidka terawat pada lokasi wisata air dan dayung perahu Desa Sidokepung.
C. Peran BUMDes Sebagai Dinamisator Dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung
Dinamisator dalam keberlangsungan pembangunan terhadap sektor pariwisata ideal, pemerintah, swasta, maupun masyarakat harus mampu bersinergi dengan baik. Pemerintah daerah sebagai salah satu pihak yang memiliki wewenang terhadap pengembangan pariwisata mempunyai peran yang penting guna mensinergikan ketiga belah pihak, sehingga terciptanya simbiosis mutualisme bagi pengembangan sektor pariwisata.
Pengembangan pariwisata di suatu desa khususnya wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung membutuhkan kontribusi dan kerja sama dari pemerintah, stakeholder pariwisata, dan amsyarakat. Stakeholder didefinisikan sebagai individu atau kelompok atau organisasi yang berkepentingan, terlibat dalam kegiatan atau program pembangunan [17]. Dalam setiap pemangku kepentingan mempunyai peran yang berbeda-beda dan perlu dipahami sedemikian rupa, sehingga dalam pengembangan objek wisata dan objek wisata di suatu daerah dapat terwujud dan terlaksana dengan sebaik mungkin. Peran pemerintah yakni bertugas guna membuat kebijakan serta perencanaan yang sistematis dalam pengembangan wisata air dan dayung perahu. Sebagai contoh, yakni pemerintah menyediakan dan ikut dalam pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan pariwisata, meningkatkan kualitas akan sumber daya manusia yang bekerja sebagai tenaga kerja di bidang pariwisata dan lain sebagainya.
Pengembangan BUMDES tidak semata-mata didasarkan pada aspek target pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah menciptakan aktifitas ekonomi yang kondusif serta kesejahteraan sosial di tingkat desa paling tidak memecahkan kendala pengembangan usaha desa guna mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Desa Sidokepung Ibu Elok Suciati sebagai berikut:
“tidak hanya memfasilitasi saja kita juga mempunyai harapan jika wisata ini ada dapat membantu pergerakan ekonomi warga sekitar. Sehingga banyak warga yang belum bekerja dapat menambah penghasilan dengan ikut mengelola BUMDes tersebut. Memang hal ini cukup berat dikarenakan wistaa tersebut makin hari makin spei dan tidak terawat. Saya sadar juga karena kita juga tidak memiliki kerjasama yang baik dengan masyarakat sekitar sehingga masyarakat sekitar juga ikut membiarkan lokasi tersebut terbengkalai.” (Wawancara, 24 Mei 2023)
Dengan adanya wawancara diatas dapat diketahui bahwa pemerintah Desa Sidokepung belum memiliki kerjasama yang baik dengan amsyarakat desa sekitar guna turut andil dalam merawat wisata tersebut sehingga dengan hal itu dapat membantu perekonpomian warga sekitar dengan datangnya wisatawan luar untuk bermain dayung perahu. Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Agus selaku warga sekitar wisata air dan dayung perahu Desa Sidokepung sebagai berikut:
“warga sekitar sini tidak di amanahi dan tidak di minta bantu ngerawat selama vakum ini. Kadang-kadang sama warga sini juga dibersihkan tapi ya tidka setiap hari. Kami takut dikira bagaimana jika kami ikut urusan itu. Jadi ya semampunya kita dan sebisa kita bersihkan saja biar rumputnya tidka tinggi-tinggi.” (Wawancara, 24 Mei 2023)
Berdasarkan wawancara dan observasi dilapangan pada peran BUMDes dalam pengelolaan obyek wisata di Desa Sidokepung sebagai Dinamisator belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat belum terjalinnya komunikasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah Desa dengan masyarakat sekitar guna menjaga dan merawat wisata air dan dayung perahu desa Sidokepung tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan yaitu menggerakkan roda ekonomi masyarakat sekitar wisata air dan dayung perahu Desa Sidokepung.
Simpulan
Berdasarkan indikator pada pengukuran Peran BUMDes dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo dilihat dari peran sebagai Motivator, peran sebagai fasilitator dan peran sebagai dinamisator. Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:
Peran BUMDes dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung sebagai motivator dalam pengembangan Wisata air dan dayung perahu dengan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan wisata dapat dikatakan belum berhasil, dimana hingga smapai saat ini lokasi wisata air dan dayung perahu tersebut sepi pengunjung setiap harinya. Serta belum melakukan promosi baik emnggunakan media sosial atau media lainnya sehingga tidak banyak orang tahu mengenai keberaan wisata air dan dayung perahu di Desa Sidokepung tersebut.
Peran BUMDes dalam Pengelolaan Obyek Wisata di Desa Sidokepung sebagai fasilitator dalam pengembangan Wisata air dan dayung perahu dengan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan wisata dapat dikatakan belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi fasilitas yang belum memadai sehingga memberikan kesan tidka terawat pada lokasi wisata air dan dayung perahu Desa Sidokepung.
Peran BUMDes dalam pengelolaan obyek wisata di Desa Sidokepung sebagai Dinamisator belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat belum terjalinnya komunikasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah Desa dengan masyarakat sekitar guna menjaga dan merawat wisata air dan dayung perahu desa Sidokepung tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan yaitu menggerakkan roda ekonomi masyarakat sekitar wisata air dan dayung perahu Desa Sidokepung.
References
- S. Nadir et al., "Title of the Article," Journal Name, year, doi or URL.
- M. Solekhan, *Penyelenggaraan pemerintah desa*. Malang: Setara Press, 2014.
- U. Ludigdo and T. R. Maryunani, *Penguatan Keuangan Dan Perekonomian Desa*. Malang: SPOD, 2006.
- Suparji, *Pedoman Tata Kelola Bumdes*. Jakarta Selatan: UAI Press, 2019.
- Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP), *Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)*. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2007.
- M. H. U. Dewi, F. Chafid, and M. Baiquni, "Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih, Tabanan, Bali," *Jurnal Kawistara*, vol. 2, no. 3, 2013.
- F. A’inun, K. Hetty, and S. D. Rudi, "Pengembagan desa wisata melalui konsep community based tourism," *Prosiding KS : Riset & PKM*, vol. 3, no. 2, 2015.
- D. K. Purmada, Wilopo, and H. Luchman, "Pengelolaan desa wisata dalam perspektif community based tourism (studi kasus pada desa wisata Gubuglakah, kecamatan Poncokusuma, Kabupaten Malang)," *Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)*, vol. 2, no. 32, 2016.
- G. R. Prafitri and M. Damayanti, "Kapasitas Kelembagaan dalam Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus : Desa Wisata Ketenger, Banyumas)," *Jurnal Pengembangan Kota*, vol. 1, no. 4, 2016.
- Syahyuti, "Alternatif konsep kelembagaan untuk penajaman operasionalisasi dalam penelitian sosiologi," *Pusat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi pertanian*, 2003.
- S. Soekanto, *Sosiologi suatu pengantar*. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982.
- Azansyah, "Peran Kelembagaan dalam Perekonomian, Kondisi Pembangunan Kelembagaan di Indonesia, dan membangun Lembaga yang efektif," *Jurnal Ekbisi*, vol. 2, no. 7, 2013.
- S. Triambodo and J. Damanik, "Analisis Strategi Penguatan Kelembagaan Desa Wisata Berbasis Ekonomi Kreatif (Studi di Desa Wisata Kerajinan Tenun Dusun Gamplong, Desa Sumberrahayu, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY)," *Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta*, 2015.
- P. S. Rahmat, "Penelitian Kualitatif," in *Journal Equilibrium: Vol. 5 No. 9*, 2009, pp. 1–8.
- I. Pitana and P. Gayatri, *Sosiologi Pariwisata*. Yogyakarta: Andi, 2005.
- S. Yunengsih and S. Syahrilfuddin, "The Analysis of Giving Rewards By the Teacher in Learning Mathematics Grade 5 Students of Sd Negeri 184 Pekanbaru," *JURNAL PAJAR (Pendidikan Dan Pengajaran)*, vol. 4, no. 4, 2020.
- D. Mahardika, "Peran Pemerintah Desa dalam Pengembangan Pariwisata Kebudayaan Kebo-Keboan di Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi," 2018.