Abstract

This qualitative study aims to analyze the role of cadres in the Bina Keluarga Balita (BKB) program in Jerukpurut Village, Gempol District, Pasuruan Regency, as well as to identify the inhibiting factors affecting the program's activities. The study utilized purposive sampling for informant selection and employed interviews, observation, and documentation as data collection techniques. The results revealed that BKB cadres' roles were suboptimal, with factors such as cost and time constraints, double duties, and low mother participation hindering the program's activities. The implication of this study underscores the need for addressing the identified inhibiting factors to enhance the effectiveness of the BKB program in promoting parental knowledge and child development in the community.

Highlight :

  • The study analyzes the role of cadres in the Bina Keluarga Balita (BKB) program in Jerukpurut Village, Gempol District, Pasuruan Regency.
  • The study identifies inhibiting factors affecting the program's activities, such as cost and time constraints, double duties, and low mother participation.
  • The study underscores the need for addressing the identified inhibiting factors to enhance the effectiveness of the BKB program in promoting parental knowledge and child development in the community.

Keywords: Bina Keluarga Balita, cadres, inhibiting factors, parental knowledge, child development.

Pendahuluan

Setiap tahunnya, Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang begitu pesat. Pertumbuhan penduduk yang kian meningkat inilah yang akhirnya ditetapkannya kebijakan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 terkait peningkatan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Dalam rangka meningkatkan pembangunan keluarga tentu orang tua maupun pemerintah juga harus mampu meningkatkan kualitas anak yang kelak dapat menciptakan kualitas sumber daya manusia yang makin terampil dan mumpuni. Dalam meningkatkan pembangunan keluarga dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan diadakannya pembinaan serta penyuluhan baik pada anak balita maupun orang tua. Orang tua merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan pada anak dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memahami pola asuh anak dan tumbuh kembang anak. Orang tua yang memahami dan terampil dalam mengasuh anak dan mampu memantau tumbuh kembang anak tentu menjadi hal yang positif bagi anak. Masa emas pada anak balita apabila dilakukan pembinaan tentu akan berpotensi menjadi pribadi yang semakin mampu, cakap dan terampil untuk menghadapi masa depan kelak. Baik orangtua, anak balita maupun dari berbagai sektor tentu harus saling bekerja sama dalam mengupayakan agar terwujudnya sumber daya manusia dan keluarga yang berkualitas.

Dijelaskan pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga bahwa dalam meningkatkan kualitas anak dengan pemberian akses dalam perkembangan anak dilakukan melalui penyuluhan dan pendampingan baik pada orangtua maupun anak, pengembangan pola asuh pada anak, perkembangan anak, serta pengembangan anak usia dini yang holistik dan terintegrasi. Salah satu program yang kemudian dikemas dan diselenggarakan ialah Program Bina Keluarga Balita (BKB). Program Bina Keluarga Balita (BKB) ialah program pengembangan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam memahami pola asuh dan tumbuh kembang anak. Melalui program Bina Keluarga Balita (BKB), orang tua yang memiliki balita dapat memperoleh informasi secara lengkap terkait tumbuh kembang balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Orang tua harus mengoptimalkan dengan menjaga kesehatan dan status gizi anak, memberikan stimulasi, serta menyediakan lingkungan yang mendukung dengan memberikan pembelajaran nilai-nilai yang positif.

Melalui Bina Keluarga Balita, orang tua mendapatkan pembinaan dan pendampingan mengenai pola asuh terhadap anak agar menumbuh kembangkan kecerdasan balita. Dalam program Bina Keluarga Balita, pelaksanaan kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) diantaranya dengan diadakannya penyuluhan, pencatatan KKA (Kartu Kembang Anak), serta bermain APE (Alat Permainan Edukatif). Penyuluhan yang dilakukan tentunya bertujuan untuk membina dan memberikan pengetahuan serta keterampilan bagi orangtua dalam membina dan mengasuh anak dengan baik dan benar. Pemantauan perkembangan fisik anak melalui Bina Keluarga Balita (BKB) dapat dilakukan dengan Kartu Kembang Anak (KKA) dan APE (Alat Permainan Edukatif). Anak bermain APE guna meningkatkan perkembangan anak secara optimal sehingga mampu mengembangkan kemampuan fisik, bahasa, kognitif, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial anak. Sedangkan kartu Kembang Anak (KKA) orang tua dapat memantau kemampuan perkembangan anak sepeti memantau perkembangan gerakan kasar dan halus pada anak, memantau perkembangan anak mampu berkomunikasi aktif atau pasif, serta memantau kecerdasan anak juga menolong diri. Keluarga yang memiliki balita tentu harus aktif dalam mengikuti kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) di lingkungan tempat tinggalnya agar tumbuh kembang anak terpenuhi guna menghasilkan keberhasilan dan kesuksesan anak dimasa depan dan menciptakan keluarga yang bahagia serta meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Tiap tahun jumlah kelompok kegiatan BKB meskipun mengalami penurunan seperti yang ada pada grafik 1.1, pada kenyataannya bahwa jumlah kelompok BKB masih relatif banyak, sehingga diharapkan kader BKB dapat memaksimalkan perannya dalam melaksanakan program BKB. Dalam pelaksanannya, kader juga sangat berperan penting dalam melaksanakan segala kegiatan program BKB. Kader ialah seseorang atau sejumlah orang anggota masyarakat secara sukarela menjalankan tugas yang diperoleh dari pendidikan atau pelatihan khusus yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu serta mampu menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya kepada sasaran dengan baik, teratur, dan terencana. Kader BKB memiliki tugas dalam memberikan materi yang telah disesuaikan dan ditentukan pada kegiatan penyuluhan, mengamati perkembangan pada peserta BKB dan anak balitanya, memberikan pelayanan pada peserta BKB dan anak balita, diadakannya kunjungan rumah, mampu memberika motivasi, pengetahuan dan keterampilan kepada orangtua terkait rujukan anak jika mengalami masalah tumbuh kembang anak, dan membuat laporan kegiatan BKB [1]. Kader BKB berperan sangat penting dalam keberhasilan program BKB sebagaimana telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto bahwa kader harus memiliki 3 indikator peran, yakni peran aktif, peran pasif, dan peran partisipatif [2]. Oleh sebab itu, kader ialah kunci utama dalam pelaksanaan dan pendampingan bagi orangtua maupun anak dalam program BKB juga diharapkan kader dapat menjalankan perannya dengan baik agar kegiatan BKB semakin berkualitas, baik kader, ibu maupun anak, serta sektor lain juga semakin antusias terlibat dalam kegiatan BKB.

Figure 1.Jumlah Kelompok Kegiatan Keluarga BKB di Indonesia

Namun pada kenyataannya, permasalahan peran kader BKB seringkali muncul dikarenakan kurang optimal dalam menjalankan perannya, sebagaimana dipaparkan dalam beberapa penelitian terdahulu seperti yang diungkapkan oleh Siti Sajida Izzawati terkait “Peran Kader dalam Melakukan Pembinaan Bagi Ibu yang Memiliki Anak Balita (Studi Pada Bina Keluarga Balita (BKB) Anthurium di desa Jatihurip Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang)” bahwa kader berperan sebagai agen pembaru mampu bersosialisasi dan mengajak ibu-ibu melalui grup yang kemudian dapat berhubungan dan dapat merencanakan kegiatan pembinaan, membahas terkait keluhan dan kondisi yang dialami ibu, memberikan pengetahuan dan meyakinkan ibu bahwa Program BKB bermanfaat dan bertujuan guna meningkatkan kualitas ibu dan anak balita, diadakannya penyuluhan dan mengisi KKA juga menggunakan APE sebagai sarana bermain dan belajar anak, serta menyampaikan informasi yang dapat dijalankan secara mandiri oleh ibu dan kader dalam kegiatan Program BKB. Namun, kader juga kurang berperan aktif dan kurang memiliki kesadaran untuk mengikuti pelatihan, terbatasnya anggota kader karena lambatnya regenerasi kader, sehingga kurang optimal dalam menjalankan perannya dalam kegiatan BKB [3]. Mengacu pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mahisa Distya Putri dkk yang berjudul “Peran Kader Bina Keluarga Balita (BKB) dalam Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) Taman Posyandu Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo” dijelaskan bahwa peran kader BKB menjalankan sesuai tugasnya seperti melakukan penyusunan jadwal kegiatan, menyelenggarakan pertemuan dan penyuluhan, melakukan pencatatan dan pelaporan terkait kegiatan penyuluhan dan pembinaan BKB, diadakannya kunjungan rumah ke rumah, serta memberi motivasi kepada orangtua untuk dilakukannya rujukan bagi anak apabila mengalami masalah terkait tumbuh kembang anak dan dilakukan pengamatan perkembangan pada anak balita dan peserta BKB. Meski begitu, kader masih kurang maksimal dalam menjalankan perannya dikarenakan masih terbatasnya jumlah kader, tidak menjalankan kunjungan rumah, serta masih rendahnya keaktifan orang tua balita dalam mengikuti kegiatan BKB [4].

Adapun penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ikhtiarisca Olifia M. terkait “Peran Kader Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI) melalui Program Surveilan untuk Optimalisasi Pemantauan Kesehatan Ibu dan Anak” dijelaskan bahwa peran kader BKB belum optimal dalam menggerakkan masyarakat untuk hidup sehat dengan kurang aktif pemeriksaan kehamilan dan monitoring kehamilan serta deteksi dini, serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI) [5]. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Widi Nur Pujiati dkk yang berjudul “Peran Kader dalam Layanan Bina Keluarga Balita (Matahari XI Kelurahan Bojongbara Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang)” menerangkan bahwa peran kader BKB kader sebagai penyuluh, kader mengamati perkembangan ibu dan anak, kader sebagai pelaksana kunjungan rumah untuk meningkatkan pelaksanaan penyuluhan, kader sebagai pemberi pelayanan dalan peminjaman APE, serta kader mencatat/melaporkan segala pelaksanaan kegiatan bersama PLKB. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa kendala seperti kurangnya partisipasi dari kader maupun orang tua, juga anggaran dan waktu pelaksanaan yang terbatas dalam kegiatan BKB [6]. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Afrilia Ayu Wulandari juga menjelaskan dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Kader Bina Keluarga Balita Tentang Tahapan Perkembangan Psikoseksual” bahwa pelaksanaan program BKB dalam mengedukasi tentang tahapan perkembangan psikoseksual dengan diadakannya temu rutin tiap dua minggu sekali serta diadakannya posyandu dan memberi pengetahuan terkait parenting. Peran kader BKB dalam mengedukasi orangtua tentang tahapan perkembangan psikoseksual adalah sebagai motivator, edukator dan fasilitator sudah berjalan cukup baik, namun masih ditemukannya beberapa kendala seperti terbenturnya waktu kegiatan BKB dengan kegiatan lain hingga ketidakhadiran orang tua yang dapat mengakibatkan terhambatnya pemantauan terkait perkembangan psikoseksual [7].

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, ditemukannya beberapa keterkaitan perihal permasalahan peran kader dalam pelaksanaan kegiatan BKB yang juga dialami di Desa Jerukpurut. Pada tahun 2021 tercatat 5.082 penduduk di Desa Jerukpurut dan diantaranya terdapat 451 keluarga yang memiliki balita di Desa Jerukpurut. Desa Jerukpurut terdiri dari 6 dusun namun hanya 1 dusun yang aktif mengadakan kegiatan BKB. Terletak di Dusun Dieng RT 03 RW 12 Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, Bina Keluarga Balita tersebut bernama “Melati”. Diketahui bahwa Dusun Dieng merupakan dusun yang tertinggal diantara dusun lainnya, membuat Bina Keluarga Balita (BKB) yang aktif hanya di 1 dusun saja yaitu Dusun Dieng. Beranggotakan 5 kader yang aktif di BKB Melati yang telah dibagi tugasnya setiap kader agar mensukseskan Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut. Namun banyak permasalahan yang ditemukan di BKB Melati Desa Jerukpurut seperti kurangnya partisipasi dan kurangnya pengetahuan ibu-ibu pada saat pembinaan atau kegiatan Bina Keluarga Balita yang dipicu akibat hanya ada 1 BKB yang aktif di Desa Jerukpurut. Permasalahan lainnya ketidakhadiran ibu-ibu pada saat kegiatan penyuluhan dilaksanakan dan diwakilkan oleh sanak keluarga yang lain. Kegiatan penyuluhan BKB yang diadakan sebulan atau lebih sesuai dengan kebutuhhan dan kesepakatan, selama 30-60 menit di Desa Jerukpurut nyatanya masih banyak ketidakhadiran ibu-ibu yang tidak dapat mendampingi anak dalam kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB), dikhawatirkan kurangnya pemahaman dan komunikasi mengenai materi-materi yang disampaikan dalam pelaksanaan kegiatan berlangsung. Kader pun akan kesusahan dan kurang optimal dalam mendampingi para ibu dalam memberikan edukasi, memberikan motivasi dan komunikasi perihal apa saja yang diperlukan dalam perkembangan anak. Permasalahan selanjutnya ialah kurang aktif kader dalam melaksanakan kegiatan kunjungan rumah ke rumah bagi beberapa ibu-ibu yang tidak dapat menghadiri kegiatan BKB. Permasalahan yang lainnya terdapat sarana permainan APE yang rusak, tentunya permasalahan ini akan mengganggu pelaksanaan kegiatan BKB di Desa Jerukpurut. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, kader seharusnya menjalankan peran pentingnya dengan baik dan optimal sehingga kegiatan BKB terlaksana dengan baik dan lancar.

Ditinjau dari permasalahan yang telah dijabarkan, penulis akan meneliti tentang “Peran Kader dalam Kegiatan Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan” dengan perumusan masalah penulisan ini yakni mendeskripsikan peran kader dalam kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan; dan mendeskripsikan faktor penghambat dalam kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Penulisan ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis peran kader dalam kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, serta menganalisis dan mendeskripsikan faktor penghambat dalam kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan.

Metode

Berdasarkan pada pokok permasalahan dalam penulisan yang dikaji mengenai Peran Kader dalam Kegiatan Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, maka penulisan ini menggunakan metode kualitatif, yakni digunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan fakta di lapangan tanpa adanya manipulasi. Fokus dalam penulisan ini ialah peran kader dalam kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan dengan 3 indikator menurut Soerjono Soekanto yaitu Peran Aktif, Peran Pasif, dan Peran Partisipatif [8]; serta faktor penghambat dalam kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Lokasi penulisan dilaksanakan di Posyandu Dahlia dan Bina Keluarga Balita (BKB) Melati yang terletak di Dusun Dieng Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Teknik penentuan informan menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Informan ialah narasumber yang dianggap dapat mewakili infroman lain. Informan terdiri dari 2 informan yakni key informan dan informan. Sedangkan informan pada penelitian ini terdapat 1 key informan yakni Ketua Bina Keluarga Balita (BKB) dan 3 informan yang terdiri dari kader Bina Keluarga Balita dan ibu balita (anggota) yang aktif mengikuti kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut.

Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan melakukan wawancara, observasi, serta dokumentasi. Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi dan sudut pandang yang dialami oleh narasumber dengan pewawancara mengajukan pertanyaan sedangkan narasumber memberikan jawaban. Observasi dilakukan untuk mengamati fenomena sosial yang terjadi dengan terjun langsung ke lapangan lokasi penelitian. Dokumentasi dilakukan dengan mengambil data dari dokumen-dokumen berupa gambar, tulisan, hingga karya-karya seseorang. Jenis dan sumber data yang dikumpulkan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumbernya berupa perkataan dan tindakan informan yang sesuai dengan fakta di lapangan; dan data sekunder yang bersumber tidak langsung dan sudah tersedia melalui perantara orang lain atau dokumen seperti dari hasil studi literatur, dokumentasi seperti media massa, data dokumen milik BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), BKB Melati dan Desa Jerukpurut. Penganalisisan data dalam penelitian ini, yang pertama teknik pengumpulan data yaitu dengan memperoleh data dari dilakukannya wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kedua, reduksi data yaitu menganalisis dengan cara menggolongkan, mengarahkan, menajamkan hingga membuang hal-hal yang tidak perlu kemudian kesimpulan dapat ditarik dan diverivikasi. Ketiga, penyajian data dengan mempertimbangkan penyajian informasi yang akan disampaikan dalam satu sajian data yang baik dan jelas. Keempat, penarikan kesimpulan perlu diverifikasi dengan cara melihat dan meninjau kembali catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat dan akurat [9].

Hasil dan Pembahasan

1. Peran Kader dalam Kegiatan Program Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan Peran menurut Soerjono Soekanto (2017:210-211) mengemukakan bahwa peran ialah perspektif dinamis suatu kedudukan (status), apabila seseorang tersebut menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai status dan kedudukannya, maka seseorang tersebut menjalankan suatu peran [10]. Kader ialah seseorang atau sejumlah orang anggota masyarakat secara sukarela menjalankan tugas yang diperoleh dari pendidikan atau pelatihan khusus yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu serta mampu menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya kepada sasaran dengan baik, teratur, dan terencana. Kader BKB memiliki tugas dalam memberikan materi yang telah disesuaikan dan ditentukan pada kegiatan penyuluhan, mengamati perkembangan pada peserta BKB dan anak balitanya, memberikan pelayanan pada peserta BKB dan anak balita, diadakannya kunjungan rumah, mampu memberika motivasi, pengetahuan dan keterampilan kepada orangtua terkait rujukan anak jika mengalami masalah tumbuh kembang anak, dan membuat laporan kegiatan BKB [11]. Kader BKB berperan sangat penting dalam keberhasilan program BKB sebagaimana telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto bahwa kader harus memiliki 3 indikator peran, yaitu

a. Peran aktif, ialah anggota yang terdapat pada suatu kelompok memiliki peran yang aktif dalam segala kegiatannya.

b. Peran pasif, anggota kelompok yang bersifat pasif, artinya anggota kelompok yang bersifat menerima saja segala kegiatan yang terlaksana dalam kelompok.

c. Peran partisipatif, anggota kelompok yang memiliki peran yang dapat memberi bantuan yang cukup bermanfaat guna berjalannya kegiatan pada suatu kelompok [12].

A . Peran Aktif

Peran aktif ialah anggota yang terdapat pada suatu kelompok memiliki peran yang aktif dalam segala kegiatannya. Kader BKB melaksanakan tugasnya dengan baik dengan mengajak masyarakat khususnya ibu balita untuk secara sadar dan bersedia mengikuti berjalannya kegiatan BKB di Desa Jerukpurut. Peran aktif merupakan salah satu hal yang penting untuk dimiliki kader dalam pelaksanaan kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut. Kader yang memiliki peran aktif inilah yang akhirnya dapat dilihat dengan sesuai atau tidaknya tugas dan tanggung jawab yang akan dilaksanakan dalam setiap kegiatan program BKB. BKB Melati Desa Jerukpurut memiliki 5 kader yang juga merangkap sebagai kader posyandu.

Kader cukup aktif melaksanakan tugasnya masing-masing mbak, kita juga merangkap tugas jadi kader posyandu juga. Kader disini ada 5 orang yang terdiri dari kader inti, kader piket sama kader bantu. Saya Bu Mida sebagai ketua BKB juga sekaligus jadi kader inti, Bu Nur juga kader inti, Bu Anis, mbak Rindi, sama Bu Indrayani jadi kader piket sama kader bantu. Kader inti itu kita menjelaskan materi saat penyuluhan, kader piket itu mengasuh anak balita yang ikut orang tua saat penyuluhan, nah kalau kader bantu itu membantu tugas kader inti sama kader piket. Kader juga aktif melaksanakan penyuluhan, posyandu, PAUD, juga mengajak dan memotivasi orang tua untuk ikut program BKB sama memberikan edukasi juga konsultasi kalau ada masalah pada anak., jelas Bu Mida.

Selain dijelaskan terkait pembagian tugas oleh Bu Mida, Bu Nur juga menjelaskan terkait kegiatan program BKB yang dilaksanakan di Desa Jerukpurut, yakni:

“Karena BKB itu sekarang holistik integratif jadi untuk kegiatannya bukan hanya penyuluhan, pencatatan KKA sama bermain APE saja tapi juga dibarengi sama posyandu sama PAUD mbak. Jadi dari semua sektor itu saling bekerja sama gitu biar berjalan dengan baik program BKBnya,” tutur Bu Nur.

Dari pernyataan dan hasil wawancara yang telah dijabarkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kader berperan aktif dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam pembagian tugasnya kader terdiri dari kader inti, kader piket, dan kader bantu. BKB Melati Desa Jerukpurut melaksanakan kegiatan penyuluhan, pencatatan KKA, bermain APE, posyandu, dan PAUD.

B. Penyuluhan

Penyuluhan ialah proses komunikasi antara dua orang individu atau lebih, yang salah satunya merupakan penyuluh yang bertugas menyebarkan pesan, mengajak, memberikan keyakinan pada klien atau masyarakat untuk tahu dan mengikuti anjuran yang diberikan penyuluh. Sedangkan individu lainnya disebut klien atau masyarakat yang menerima penjelasan atau anjuran dari penyuluh tersebut. Penyuluhan yang dilaksanakan pada program BKB diberikan pada orang tua balita agar memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait tumbuh kembang anak.

Penyuluhan di BKB Melati Desa Jerukpurut sepakat dilaksanakan tiap sebulan sekali mbak. Untuk durasinya biasanya 30-60 menit. Tiap penyuluhan beda tema yang dibahas materinya. Yang memberikan materi bukan kader saja mbak, kita juga dibimbing sama Bu Tutut selaku PLKB (Petugas Lapangan KB) Kecamatan Gempol, kadang juga sama Bu Muntiin selaku bidan Desa Jerukpurut juga memberikan edukasi saat penyuluhan sama posyandu kalau kegiatannya kebetulan berjalan bersamaan,” jelas Bu Nur.

Bu Mida juga menambahkan terkait tema atau topik apa saja yang dijadikan materi pada saat penyuluhan:

U ntuk meterinya kan tiap bulan beda tema ya mbak. Kadang kita memberikan materi mengenai ASI, MP-ASI, KB, atau kesehatan ibu dan balita, kadang juga penyuluhan terkait rangsangan atau stimulasi untuk anak balita agar nantinya bisa terampil berbahasa, berbicara, dan lain sebagainya. Kita juga memberikan edukasi terkait pengasuhan yang baik dan benar pada anak. Seperti itu sih mbak untuk materi penyuluhannya. Untuk sekarang kita juga gencar melaksanakan penyuluhan terkait stunting juga, jadi mengedukasi orang tua untuk memenuhi segala kebutuhan gizi dan perkembangan dan pertumbuhan anaknya dengan bai k agar tidak mengalami stunting.

Selain kader yang cukup aktif, masyarakat juga aktif dalam bertanya dan konsultasi terkait anak balitanya, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Riris:

“Kita sebagai ibu jaman sekarang juga harus semakin maju ya mbak. Jadi harus aktif tanya-tanya dan konsultasi terkait masalah anak atau kesehatan anak juga parenting yang baik itu bagaimana. Untuk penyuluhannya kita kadang hadir kadang enggak mbak, soalnya kan juga kerja jadi kadang diwakilkan sama neneknya.”

Dari pernyataan dan hasil wawancara yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penyuluhan di BKB Melati Desa Jerukpurut dilakukan setiap bulan sekali selama 30-60 menit dengan memberikan tema materi penyuluhan yang berbeda kepada ibu balita. Kegiatan penyuluhan juga didampingi oleh PLKB (Petugas Lapangan KB). Kegiatan penyuluhan BKB juga terkadang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan posyandu untuk memberikan edukasi dan pengetahuan kepada ibu balita.

C. Pencatatan KKA (Kartu Kembang Anak)

Kartu Kembang Anak atau yang sering disebut KKA ialah kartu yang digunakan untuk meninjau dan memantau tumbuh kembang pada anak serta memantau kegiatan pola asuh orang tua kepada anak balitanya. Pencatatan KKA dilakukan pada saat pertemuan penyuluhan BKB atau saat dilaksanakannya kegiatan posyandu setiap bulan. Pencatatan KKA dilakukan oleh kader BKB bersama orang tua balita untuk mengetahui sejauh mana perkembangan anak dengan pemantauan 7 aspek yang harus dilalui, yakni motorik halus, motorik kasar, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, kemampuan untuk menolong diri sendiri, dan tingkah laku sosial.

Figure 2.Kartu Kembang Anak (KKA)

“Pengisian KKA itu dimulai dari bayi usia 3 bulan sampai balita usia 5 tahun mbak. Biasanya kalau usia 3 bulan sampai 3 tahun itu kita mengecek dan memantaunya tiap sebulan sekali pas kegiatan posyandu atau saat kegiatan penyuluhan BKB itu, kalau sudah usia 3 sampai 5 tahun bisa dicek 1 bulan atau 3 bulan sekali untuk dilihat tumbuh kembangnya mbak. Pencatatan KKA ini kalau sama posyandu gitu sekalian sama pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat), jadi selain dipantau berat badan anak, kesehatan anak, juga dipantau tumbuh kembang anaknya ini sudah bisa apa saja, misalkan apa sudah bisa bicara, mengenal bentuk dan warna, dan lain sebagainya,tutur Bu Nur.

Penulis juga menanyakan terkait bagaimana pemantauan tumbuh kembang anak dengan menggunakan Kartu Kembang Anak (KKA) dan berikut penjelasannya:

“Itu kan ada 7 ya yang jadi tugas perkembangan anaknya, nanti anaknya dilihat gerakan kasar, gerakan halus, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri sama tingkah laku sosial. Garis merahnya itu nilai batas kemampuan anaknya pada umur tertentu sedangkan grafik yang ada warna hijau kuning itu menunjukkan anaknya sudah ada kemampuan dan keterampilan, dipantau juga perkembangan tumbuh kembang anaknya sudah meningkat atau belum sesuai umurnya itu. Kalau saat dipantau perkembangannya meningkat dan bisa melakukan kemampuan tersebut ya Alhamdulillah berarti anaknya sehat dan siap untuk belajar melakukan kemampuan dan keterampilan yang lebih tinggi. Kalau misalkan anaknya belum terlalu bisa ya itu juga jadi PR untuk orang tua anak balitanya untuk diajarkan dan didampingi agar meningkat perkembangan tumbuh kembang anaknya mbak,imbuh Bu Mida.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bu Nur dan Bu Mida, dapat disimpulkan bahwa pencatatan KKA dimulai dari bayi usia 3 bulan hingga balita 5 tahun. Pencataan KKA dilakukan pada saat kegiatan posyandu juga sekaligus dilakukan pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat). Anak akan dipantau perkembangannya dengan 7 aspek yang harus dilalui, yakni gerakan kasar, gerakan halus, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, menolong diri sendiri sama tingkah laku sosial

APE atau alat permainan edukatif ialah sarana atau peralatan untuk bermain yang mengandung nilai pendidikan atau edukatif yang bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan fisik, bahasa, kognitif, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial anak. Bu Mida menjelaskan bahwa alat permainan edukatif yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok [13] seperti berikut:

D. Bermain APE (Alat Permainan Edukatif)

APE atau alat permainan edukatif ialah sarana atau peralatan untuk bermain yang mengandung nilai pendidikan atau edukatif yang bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan fisik, bahasa, kognitif, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial anak. Bu Mida menjelaskan bahwa alat permainan edukatif yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok [13] seperti berikut:

“APE atau alat permainan edukatif itu ada 2 mbak. Bisa dibuat dari ibu dari balitanya bisa yang disediakan dari BKB. Alat permainan edukatif yang dari BKB itu biasanya berupa lego, puzzle, kotak bentuk, lotto warna, menara gelang ganda, boneka kain, papan pasak, balok ukur, tangga silinder dan kubus, bola basket dan keranjang, bowling, miniatur hewan, permainan angka, serta kertas lipat. Di BKB Melati ini Alhamdulillah ada semua alat permainannya hanya saja memang ada yang kondisinya masih bagus ada yang rusak mbak. Alat permainan ini biasanya digunakan pas posyandu, penyuluhan juga saat kegiatan PAUD berlangsung. Kalau posyandu gitu jadi acuan untuk dilihat dan dipantau ya sejauh mana balita itu mengerti warna, ukuran, bentuk, juga melatih daya ingat balitanya. Untuk PAUD alat permainannya juga bermanfaat untuk balita mengenal angka, huruf, juga belajar berhitung, dan lain sebagainya.

Hasil wawancara yang dijelaskan oleh Bu Mida bahwa alat permainan edukatif digunakan pada saat posyandu, penyuluhan, juga saat kegiatan PAUD berlangsung. BKB Melati Desa Jerukpurut memiliki permainan berupa lego, puzzle, kotak bentuk, lotto warna, menara gelang ganda, boneka kain, papan pasak, balok ukur, tangga silinder dan kubus, bola basket dan keranjang, bowling, miniatur hewan, permainan angka, serta kertas lipat. Beberapa kondisi mainannya ada yang baik dan ada yang buruk atau rusak sesuai pada tabel 3.1 berikut ini:

No Nama Barang Jumlah Barang Keadaan
Baik Buruk
1 Lego 3 set Baik -
2 Puzzle 6 set Baik -
3 Kotak bentuk 2 set 1 Baik 1 Buruk
4 Lotto warna 2 set 1 Baik 2 Buruk
5 Menara gelang ganda 2 set Baik -
6 Boneka kain 1 set Baik -
7 Papan pasak 4 set 2 Baik 2 Buruk
8 Balok ukur 4 set Baik -
9 Tangga silinder dan kubus 2 set 1 Baik 1 Buruk
10 Bola basket dan keranjang 2 set Baik -
11 Bowling 1 set Baik -
12 Miniatur hewan 2 set Baik -
13 Permainan angka 1 set Baik -
14 Kertas lipat 5 set Baik -
Table 1.APE di BKB Melati Desa Jerukpurut

Berdasarkan hasil wawancara beserta data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa APE (Alat Permainan Edukatif) dibagi menjadi 2 kelompok, yakni alat permainan yang dibuat oleh ibu dan alat permainan yang disediakan oleh program BKB. BKB Melati Desa Jerukpurut memiliki 14 barang alat permainan edukatif meliputi lego, puzzle, kotak bentuk, lotto warna, menara gelang ganda, boneka kain, papan pasak, balok ukur, tangga silinder dan kubus, bola basket dan keranjang, bowling, miniatur hewan, permainan angka, serta kertas lipat. Namun sangat disayangkan bahwa terdapat alat permainan yang berkondisi rusak atau buruk. APE digunakan pada saat kegiatan posyandu atau juga digunakan pada saat kegiatan PAUD berlangsung.

E. Posyandu Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu ialah salah satu bentuk Usaha Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang diselenggarakan dan dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan yang berguna untuk memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi, dan balita. Mengacu pada sistem 5 langkah atau 5 meja, kegiatan posyandu dilaksanakan dengan minimal jumlah kader 5 orang yang terdiri kegiatan pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS atau buku KIA, penyuluhan, serta pelayanan kesehatan [14].

Kegiatan posyandu bukan hanya dilakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan anak saja namun ada kegiatan lainnya seperti yang dijelaskan oleh Bu Muntiin selaku Bidan Desa Jerukpurut dibawah ini:

K egiatan posyandu di Desa Jerukpurut dilaksanakan tiap bulan sekali mbak, biasanya tiap awal bulan dilaksanaknnya. Kegiatan posyandu juga bukan hanya untuk memeriksakan kesehatan ibu dan anak saja mbak, kita juga melaksanakan kegiatan penyuluhan, memberikan pelayanan dan konsultasi terkait KB (Keluarga Berencana), imunisasi, pemberian vaksin dan vitamin, konsultasi terkait gizi juga dilaksanakannya kunjungan rumah juga. Kunjungan rumah itu juga kalau misalkan ibu hamil atau si balitanya tidak hadir dan ada masalah kesehatan yang cukup serius ya kita datang ke rumahnya dengan dilakukannya pemeriksaan atau edukasi juga konsultasi gitu.”

Beliau juga menambahkan bahwa ibu-ibu balita juga cukup aktif dalam bertanya dan berkonsultasi terkait kesehatan anak apabila ada masalah seperti yang dijelaskan dibawah ini:

I bu-ibu sekarang kan mengerti teknologi ya mbak istilahnya jaman nowlah ya, jadi Alhamdulillah sering aktif berkonsultasi dan bertanya ke saya seperti anak saya ini kenapa ya, kok begini kok begitu. Jadi ya saya juga bisa mengedukasi ibunya kalau apa saja yang memang bisa untuk menangani masalah terkait anaknya mbak. Ibu balitanya juga sering hadir mbak ya meskipun tidak semua ya, kadang ada yang berhalangan hadir itu karena kerja jadi diwakilkan sama sanak keluarga yang lain seperti neneknya, kadang juga tidak datang saat kegiatan posyandu.

Hasil wawancara yang telah dijelaskan dan dijabarkan oleh Bu Muntiin, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan posyandu di BKB Melati Desa Jerukpurut dilakukan setiap sebulan sekali pada awal bulan. Selain dilakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan ibu dan anak, posyandu juga berisi kegiatan kegiatan penyuluhan, memberikan pelayanan dan konsultasi terkait KB (Keluarga Berencana), imunisasi, pemberian vaksin dan vitamin, konsultasi terkait gizi juga dilaksanakannya kunjungan rumah. Dijelaskan juga bahwa ibu-ibu balita juga cukup aktif dalam berkonsultasi terkait pemeriksaan kesehatan ibu dan anak, KB, imunisasi, konsultasi terkait gizi, dan konsultasi lainnya.

F. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

­Pendidikan Anak Usia Dini atau sering disebut PAUD ialah suatu upaya pembinaan dan suatu layanan yang diberikan kepada anak sedini mungkin sejak anak lahir hingga usia 6 tahun dengan memberikan rangsangan pendidikan guna membantu tumbuh kembang anak juga memiliki kesiapan dan keterampilan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut [15]. BKB Melati Desa Jerukpurut memiliki PAUD berupa Kelompok Bermain yang dinamai KB (Kelompok Bermain) Dahlia. Pada KB Dahlia inilah anak-anak mendapatkan pendidikan sejak dini dan mendapatkan pembelajaran nilai-nilai positif yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-harinya.

“Kegiatan PAUD disini dilaksanakan hari Senin hingga Kamis mulai jam 08.00-10.00 WIB mbak. Disini kebetulan murid-muridnya anak Dusun Dieng jadi terbilang cukup sedikit karena lokasinya juga di Dusun Dieng. Disini kami memberikan pembelajaran pada anak-anak terkait keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan anak, juga diajarkan untuk memiliki kemampuan menolong diri agar kelak bisa mandiri, juga belajar bersosialiasasi dengan lingkungannya juga,tutur Bu Mida.

Berdasarkan penyataan Bu Mida, maka dapat disimpulkan bahwa PAUD di BKB Melati Desa Jerukpurut yang juga diberi nama KB (Kelompok Bermain) Dahlia dilaksanakan tiap Senin-Kamis jam 08.00-10.00 WIB. Murid PAUD di BKB Melati terbilang masih berjumlah sedikit dan rata-rata merupakan warga Dusun Dieng. PAUD di BKB Melati memberikan pembelajaran pada anak-anak untuk terampil dan memiliki pengetahuan yang dibutuhkan, diajarkan untuk memiliki kemampuan menolong diri agar kelak mampu mandiri dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Dapat disimpulkan dari penjelasan dan hasil wawancara terkait kegiatan BKB Melati Desa Jerukpurut terbilang cukup aktif. Kader sudah melaksanakan tugasnya masing-masing dengan baik dan melaksanakan kegiatan program BKB sesuai dengan modul pengelolaan BKB. Pada kegiatan penyuluhan kader cukup aktif dengan melaksanakan tiap satu bulan sekali selama 30-60 menit dengan berbeda tema tiap bulannya. Tema yang dijadikan materi penyuluhan bisa berupa edukasi terkait ASI, MP-ASI, KB, kesehatan ibu dan anak, kegiatan rangsangan (stimulasi), juga edukasi terkait pengasuhan anak yang baik dan benar. Masyarakat juga aktif untuk berkonsultasi pada saat penyuluhan berlangsung, namun disayangkan juga terdapat ibu balita yang terkadang tidak hadir dalam penyuluhan dikarenakan berkerja sehingga diwakilkan oleh sanak keluarga yang lain. Pencatatan KKA dilakukan pada saat pertemuan penyuluhan BKB atau saat dilaksanakannya kegiatan posyandu setiap bulan. Pencatatan KKA dilakukan oleh kader BKB bersama orang tua balita untuk mengetahui sejauh mana perkembangan anak dengan pemantauan 7 aspek yang harus dilalui, yakni motorik halus, motorik kasar, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan, kemampuan untuk menolong diri sendiri, dan tingkah laku sosial. Kegiatan bermain APE kader BKB memberikan sarana bagi balita bermain dengan 14 alat permainan yang telah disediakan seperti lego, puzzle, kotak bentuk, lotto warna, menara gelang ganda, boneka kain, papan pasak, balok ukur, tangga silinder dan kubus, bola basket dan keranjang, bowling, miniatur hewan, permainan angka, serta kertas lipat dengan beberapa kondisi mainan ada yang baik dan ada yang buruk. Pada kegiatan posyandu, selain dilakukan pemberian edukasi dan pengetahuan terkait kesehatan ibu dan anak, kader dan bidan juga memberikan pelayanan terkait pemberian vaksin, imunisasi, vitamin, edukasi dan konsultasi tentang KB, gizi, serta kunjungan rumah. Kegiatan PAUD di BKB Melati Desa Jerukpurut diadakan pada hari Senin s/d Kamis dimulai pukul 08.00-10.00 WIB. PAUD diadakan bertujuan untuk anak mendapatkan pendidikan, pengetahuan, kemampuan, keterampilan serta pembelajaran nilai-nilai positif untuk kehidupan sehari-harinya.

Dalam praktiknya dikutip dari jurnal yang berjudul Peran Kader Bina Keluarga Balita (BKB) dalam Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) Taman Posyandu Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo (2020) oleh Mahisa Distya Putri dkk telah menginterpretasikan bahwa peran aktif kader BKB ialah kader yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik seperti menyusun jadwal kegiatan, menyelenggarakan pertemuan, menjadi fasilitator pertemuan, melakukan rujukan, pencatatan dan laporan, memberikan penyuluhan, mengadakan kunjungan rumah, memotivasi orangtua untuk merujuk anak apabila mengalami masalah tumbuh kembang, serta melakukan pengamatan perkembangan peserta BKB dan anak balitanya. BKB Melati Desa Jerukpurut juga telah melaksanakan program BKB sesuai dengan penelitian terdahulu, mulai dengan mengadakan 5 kegiatan seperti penyuluhan, pencatatan KKA, bermain APE, posyandu, hingga PAUD.

G. Peran Pasif

Peran pasif ialah anggota kelompok yang bersifat pasif, artinya anggota kelompok yang bersifat menerima saja segala kegiatan yang terlaksana dalam kelompok. Peran pasif baik dari kader BKB maupun ibu balita dalam kegiatan BKB di Desa Jerukpurut hanya mengikuti kegiatan posyandu dan PAUD saja kurang terlibat aktif dengan kegiatan BKB lainnya seperti penyuluhan, pun juga bahwa terdapat fakta di lapangan terkadang tidak rutin diadakannya penyuluhan namun hanya diberikan sedikit edukasi, penjelasan, dan konsultasi terkait BKB dan tumbuh kembang anak. Kader BKB kurang aktif dalam melaksanakan kegiatan BKB lainnya seperti tidak adanya kegiatan kunjungan rumah bagi ibu balita yang tidak hadir dalam kegiatan penyuluhan, sedangkan pada kegiatan posyandu ada kegiatan kunjungan rumah seperti yang dijelaskan oleh Bu Muntiin selaku Bidan Desa Jerukpurut dan Bu Mida Ketua BKB Melati Desa Jerukpurut:

“Kalau kegiatan posyandu ada kegiatan kunjungan rumah mbak. Karena kita ya wajib tahu ya kondisi ibu dan anak bagaimana. Kalau tidak hadir dan memang ternyata ada kendala atau masalah terkait kesehatannya harus kita pantau perkembangannya bagaimana. Dan kalau benar ada kendala gitu ya bisa kita beri rujukan,” jelas Bu Muntiin.

“Kunjungan rumah untuk ibu balita yang tidak hadir dalam kegiatan penyuluhan BKB tidak ada mbak. Belum terlaksana disini,” tutur Bu Mida.

Berdasarkan pernyataan Bu Muntiin dan Bu Mida bahwa kader terbilang pasif dalam melaksanakan kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut. Dilihat bahwa ada perbedaan terkait pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah, dimana saat kegiatan posyandu kader dan bidan aktif melaksanakan kunjungan rumah sedangkan pelaksanaan kunjungan rumah terkait penyuluhan BKB maupun ketidakhadiran ibu balita masih belum terlaksana. Penelitian senada dengan penulis yaitu berdasarkan penelitian oleh Mahisa Distya Putri dkk yang berjudul Peran Kader Bina Keluarga Balita (BKB) dalam Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) Taman Posyandu Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo (2020) bahwa kader BKB tidak rutin mengadakan penyuluhan dan tidak maksimal dalam melaksanakan kegiatan kunjungan rumah terkait ibu balita yang tidak hadir dan pemberitahuan informasi terkait pemantauan tumbuh kembang anak.

H. Peran Partisipatif

Peran partisipatif ialah anggota kelompok yang memiliki peran yang dapat memberi bantuan yang cukup bermanfaat guna berjalannya kegiatan pada suatu kelompok. Peran partisipatif kader BKB memberikan edukasi, motivasi dan mampu mengajak ibu balita untuk mengikuti dan berpartisipasi kegiatan BKB guna mendapatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai pola asuh dan tumbuh kembang anak. Kader BKB juga memberikan pelayanan bagi ibu balita dengan didampingi, diberikan penyuluhan, dan juga memberikan konsultasi apabila anak mengalami masalah. Ibu balita sayangnya masih kurang dalam berpartisipasi dengan minimnya kesadaran dan sering tidak hadir dalam kegiatan BKB di Desa Jerukpurut.

Partisipasi ibu balita di Desa Jerukpurut terkait kegiatan posyandu relatif banyak meskipun mengalami kenaikan dan penurunan dalam berpartisipasi.

“Ibu balita yang terdaftar mengikuti posyandu itu banyak mbak cuman untuk kehadiran itu ada yang memang agak susah. Selain karena faktor ibu bekerja sehingga diwakilkan nenek atau sanak keluarga lain, faktor lainnya itu anak sakit tapi tidak mau dibawa ke posyandu. Padahal kalau memang sakit ya iya tidak disuntik namun juga perlu dibawa ke posyandu juga kita harus tahu anaknya sakit apa dan kendalanya apa agar sama-sama dicari solusinya dan harus ditangani bagaimana. Terkadang juga bisa belum memenuhi sasaran mbak kalau misalkan ibunya tidak rutin hadir untuk kegiatan posyandu,” jelas Bu Muntiin.

Melalui pernyataan Bu Muntiin tersebut diperkuat oleh data jumlah balita yang mengikuti kegiatan posyandu di bawah ini:

Nama Dusun Tahun 2021 Tahun 2022
Karangnongko 41 48
Pojok 45 45
Jerukpurut 70 76
Gedang 60 63
Genengan 34 30
Dieng 63 64
Jumlah 313 326
Table 2.Jumlah balita yang mengikuti kegiatan posyandu di Desa Jerukpurut

Sedangkan partisipasi anak usia dini untuk menjadi murid di PAUD atau KB Dahlia BKB Melati Desa Jerukpurut juga relatif sedikit, seperti yang dijelaskan oleh Bu Mida:

“Disini muridnya masih sedikit mbak, soalnya memang masih lingkungan di Dusun Dieng saja muridnya. Kita juga masih terkendala tempat kalau memang dijadikan di dekat Balai Desa PAUDnya. Di Desa Jerukpurut juga terbilang pelosok kan, dari dusun satu ke dusun lainnya itu masih terbilang jauh jaraknya.”

Jumlah siswa
Tahun Ajaran 2020-2021 Tahun Ajaran 2021-2022 Tahun Ajaran 2022-2023
14 24 19
Table 3.Jumlah siswa KB Dahlia BKB Melati Dusun Dieng Desa Jerukpurut

Berdasarkan hasil wawancara serta data yang diperoleh bahwa kader cukup berpartisipasi dalam memberikan edukasi dan pengetahuan dalam menjalankan kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut, namun masih kurangnya kesadaran ibu balita dalam berpartisipasi dalam semua kegiatan program BKB dengan ketidakhadiran ibu balita dalam pelaksanaannya dan sering diwakilkan sanak keluarganya. Pada penelitian terdahulu oleh Widi Nur Pujiati dkk (2019) yang berjudul Peran Kader dalam Layanan Bina Keluarga Balita (Matahari XI Kelurahan Bojongbara Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang menjelaskan bahwa peran partisipatif ibu balita dalam kegiatan BKB kurang maksimal dikarenakan banyaknya ibu balita yang tdiak hadir dengan berbagai alasan sehingga diwakilkan sanak keluarga lain atau asisten rumah tangga, yang juga dialami oleh BKB Melati Desa Jerukpurut bahwa ibu balita sebagai peserta BKB sering tidak hadir dan kurang berpartisipasi.

2. Faktor Penghambat dalam Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan

Terdapat beberapa kendala yang juga akhirnya menjadi pemicu adanya faktor penghambat yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut seperti yang dijelaskan oleh Bu Mida:

“BKB di Desa Jerukpurut kendalanya ini tidak ada disetiap dusun mbak. Memang BKBnya bilangnya Desa Jerukpurut, tapi lokasinya di Dusun Dieng jadi ya rata-rata peserta BKB baik ibu maupun anak balitanya itu penduduk Dusun Dieng bukan dari semua dusun yang ikut BKB mbak, dari satu dusun ke dusun lain juga jauh pula, pun juga Dieng ini terbilang masih pelosok daripada dusun yang lainnya. BKBnya di Dusun Dieng juga karena yang memenuhi syarat memang disini jadi ya yang aktif BKBnya disini saja.“

Bu Nur juga menambahkan kendala yang dapat menjadi penghambat bagi berjalannya kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut ialah bahwa sejatinya kegiatan penyuluhan tidak rutin dilaksanakan dikarenakan terbentur dengan kegiatan lain, juga belum melaksakan kegiatan kunjungan rumah untuk ibu balita yang tidak hadir saat penyuluhan BKB:

“Sebenarnya kegiatan penyuluhan juga kadang dilaksanakan kadang tidak mbak. Tapi seringnya memang bareng sama posyandu bukan yang memang kegiatan tersendiri begitu. Jadi ya kadang diadakan kadang tidak gitu. Kalau misalkan mau mengadakan kegiatan penyuluhan kok ya kebetulan terbentur sama kegiatan lain di Balai Desa gitu, jadi ya kadang belum terlaksana kegiatannya. Untuk kunjungan rumah kalau kegiatan posyandu ya kita ada tapi kalau untuk BKBnya itu belum ada mbak. Terus juga orang tuanya balita ini kadang sering tidak hadir, entah pas posyandu atau penyuluhan gitu. Sering kali diwakilkan oleh sanak keluarganya kadang neneknya jadi kita juga agak kesulitan memberikan penjelasan kepada mereka. Ini juga kalau ada kegiatan-kegiatan gitu seringnya pakai biaya sendiri mbak, juga dari segi fasilitasnya kendalanya tadi itu APEnya ada yang rusak sama lokasinya mbak yang kurang luas.”

Berdasarkan hasil wawancara oleh Ibu Mida dan Ibu Nur, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kendala yang dapat menjadi pemicu adanya faktor penghambat dalam kegiatan program BKB di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan ialah yang pertama tidak tersedianya BKB di setiap dusun. Fakta yang ditemukan bahwa di Desa Jerukpurut yang terdiri dari 6 dusun terdapat 1 dusun yang aktif mengadakan kegiatan BKB yang terletak di Dusun Dieng RT 03 RW 12 Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Hal ini juga dipicu dengan terbatasnya kader yang ada di Desa Jerukpurut sehingga hanya 1 BKB saja yang aktif di Desa Jerukpurut. Yang kedua, beberapa kegiatan BKB terkadang tidak dilaksanakan dengan baik seperti kegiatan penyuluhan BKB yang tidak rutin dilaksanakan karena terkendala waktu dan kader BKB merangkap sebagai kader program lain sehingga terbenturnya waktu kegiatan BKB dengan kegiatan lain. Kegiatan BKB lainnya yang tidak dilaksanakan adalah kunjungan rumah. Kader BKB Melati Desa Jerukpurut kurang aktif dalam mengadakan kunjungan rumah bagi ibu balita yang tidak hadir dalam kegiatan BKB. Ketiga, masih rendahnya kesadaran orang tua balita untuk aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan BKB di Desa Jerukpurut. Orang tua balita sering tidak hadir dalam kegiatan BKB karena terhalang oleh pekerjaan sehingga diwakilkan oleh sanak keluarga lain dan kurang mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak. Faktor lainnya, adanya kerusakan pada sarana permainan APE yang menyebabkan balita kurang nyaman bermain. Dan faktor lain juga ditemukan fakta bahwa program BKB di Desa Jerukpurut masih terkendala biaya dalam pelaksanaan kegiatan BKB sehingga baik dari waktu pelaksanaan dan fasilitas yang diberikan juga sangat terbatas.

Simpulan

Kesimpulan dari peran kader dalam kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan masih kurang maksimal dalam menjalankan perannya. Hal tersebut dibuktikan dengan kader BKB menjalankan tiga peran yakni yang pertama, peran aktif yaitu kader BKB di Desa Jerukpurut aktif dalam mengadakan kegiatan BKB sesuai dengan modul pengelolaan Bina Keluarga Balita (BKB) yang telah ditentukan yaitu mengadakan kegiatan penyuluhan, pencatatan KKA, serta bermain APE juga dilengkapi dengan kegiatan posyandu dan PAUD. Yang kedua, peran pasif kader BKB Melati Desa Jerukpurut yaitu hanya mengikuti kegiatan posyandu saja dan kurang terlibat dengan kegiatan BKB lainnya. Kader BKB kurang aktif dalam melaksanakan kegiatan BKB lainnya seperti tidak adanya kegiatan kunjungan rumah bagi ibu balita yang tidak hadir. Dan yang ketiga peran partisipatif yaitu kader BKB memberikan edukasi, motivasi dan mampu mengajak ibu balita untuk mengikuti dan berpartisipasi kegiatan BKB guna mendapatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai pola asuh dan tumbuh kembang anak. Ibu balita masih kurang dalam berpartisipasi dengan minimnya kesadaran dan sering tidak hadir dalam kegiatan BKB di Desa Jerukpurut.

Kesimpulan dari faktor penghambat dalam kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) di Desa Jerukpurut Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan adalah terkendalanya biaya dan waktu sehingga menjadi pemicu masih terbatasnya kader dalam melaksanakan kegiatan BKB di Desa Jerukpurut sehingga hanya ada 1 BKB yang aktif, kader BKB juga merangkap tugas dengan menjadi kader program lain sehingga terbentur waktu kegiatan BKB dengan kegiatan lain, juga beberapa kegiatan yang tidak terlaksana seperti tidak dilaksanakannya kunjungan rumah bagi ibu balita yang tidak hadir dalam kegiatan BKB. Ibu balita juga kurang berpartisipasi dan sering tidak hadir dalam kegiatan BKB yang dilaksanakan di Desa Jerukpurut sehingga kurang mendapatkan pengetahuan terkait pola asuh dan tumbuh kembang anak.

References

  1. European Telecommunications Standards Institute, “Digital Video Broadcasting (DVB): Implementation guidelines for DVB terrestrial services; transmission aspects,” ETSI TR-101-190, 1997. [Online]. Available: www.etsi.org.
  2. R. E. Ziemer and W. H. Tranter, Principles of Communications, 7th ed. Hoboken, NJ: Wiley, 2015. [Online]. Available: https://ebookcentral.proquest.com/lib/vu/reader.cation?docID=5106516&ppg=1
  3. N. B. Vargafik, J. A. Wiebelt, and J. F. Malloy, “A new approach to the design of digital filters,” IEEE Trans. Circuits Syst., vol. 25, no. 12, pp. 1106–1121, Dec. 1978.
  4. Kementerian Kesehatan RI, Kurikulum dan Modul Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012.
  5. Sujiono, Yuliani Nuraini., Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Edisi Revisi. Kembangan-Jakarta Barat: PT Indeks, 2013.
  6. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Modul Pengelolaan Bina Keluarga Balita (BKB). Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, 2020.
  7. C. Jacks, High Rupturing Capacity (HRC) Fuses. New York: Penguin Random House, 2013, pp. 175–225.
  8. S. B. Lantaeda, F. D. J. Lengkong, and J. M. Ruru, "Peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Penyusunan Rpjmd Kota Tomohon," J. Administrasi Publik, vol. 4, no. 48, pp. 1-9, 2017.
  9. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2009.
  10. S. Soekanto and B. Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2017.
  11. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Modul Pengelolaan Bina Keluarga Balita (BKB). Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, 2020.
  12. S. B. Lantaeda, F. D. J. Lengkong, and J. M. Ruru, "Peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Penyusunan Rpjmd Kota Tomohon," J. Administrasi Publik, vol. 4, no. 48, pp. 1-9, 2017.
  13. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Modul Pengelolaan Bina Keluarga Balita (BKB). Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, 2020.
  14. Kementerian Kesehatan RI, Kurikulum dan Modul Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012.
  15. S. Yuliani Nuraini Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Edisi Revisi. Kembangan-Jakarta Barat: PT Indeks, 2013.