Environmental Policy
DOI: 10.21070/ijppr.v25i1.1356

Implementation of the Integrated Waste Management Site (TPST) Program


Pelaksanaan Program Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST)

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Waste Management BUMDes Bhirawa Mekarsari Integrated Waste Treatment Site (TPST) Kureksari Village Qualitative Descriptive Method

Abstract

The study analyzed the implementation of waste management at BUMDes Bhirawa in the Mekarsari Integrated Waste Treatment Site (TPST) in Kureksari Village using a qualitative descriptive method. Data was gathered from interviews, observation, documentation, and literature studies, and the informants included the Bhirawa BUMDes Secretary, the Kureksari Village Government, and the TPST users. The research revealed four variables: communication, data source, dispositions, and bureaucratic structure. The results emphasized the importance of effective communication, data management, employee attitudes, and bureaucratic structure for successful waste management programs

Highlight :

  • Communication: The study emphasizes the importance of effective communication in waste management programs. Communication was carried out through electronic media, socialization, and training.
  • Data Management: The study highlights the significance of data management in waste management programs. The data source was sufficient, with a special budget for employee salaries and TPST maintenance.
  • Employee Attitudes and Bureaucratic Structure: The study suggests that employee attitudes and bureaucratic structure play a crucial role in successful waste management programs. The results revealed that employees were responsible for their duties, and the bureaucratic structure had clear standard operating procedures and a well-executed division of responsibilities.

Keywords: Waste Management, BUMDes Bhirawa, Mekarsari Integrated Waste Treatment Site (TPST), Kureksari Village, Qualitative Descriptive Method

Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan dalam kegiatan perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang di hasilkan dalam masyarakat meningkat dan kemakmuran masyarakat bertambah [1]. Pertumbuhan ekonomi menguji prestasi dalam perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Kesanggupan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan bertumbuh. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertumbuhan dari sektor produksi baik dari segi jumlah dan segi kualitasnya. Perekonomian Indonesia di tahun 2020 yang didasarkan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 Juta atau US$3.911,7. Ekonomi Indonesia pada tahun 2020 juga mengalami peningkatan sebesar 2,07 persen (c-to-c) ketimbang di tahun 2019. Dari sektor produksi, peningkatan terjadi pada usaha transportasi dan pergudangan yaitu sebesar 15,04 persen. Dari segi pengeluaran hampir semua komponen mengalami pengurangan pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa menjadi komponen dengan sumber pengurangan terdalam yaitu sebesar 7,70 persen. Sementara, sektor impor barang dan jasa yang merupakan faktor pengurangan terbanyak yaitu sebesar 14,71 persen [2].

Oleh karena itu untuk memperkuat perekonomian yang ada di sektor desa, pemerintah membuat program pembangunan yang dimuat dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.” tentang BUMDes ini juga diatur dalam UURI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 87 ayat (1) bahwa desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes [3]. Awal berdirinya BUMDes didasarkan atas kebutuhan dan potensi yang di miliki oleh desa. BUMDes dibangun atas pola pikir masyarakat yang berkeinginan desanya maju juga atas dasar prinsip-prinsip kooperatif, transparansi dan partisipatif, sejalan dengan Undang-Undsang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang dijelaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah dan berwenang untuk mengatur serta mengurus urusan pemerintahan, kepentingan warga setempat berdasarkan prakarsa masyarakat sendiri sesuai kondisi dan sosial budaya setempat [4].

Tujuan didirikannya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah untuk meningkatkan perekonomian desa, meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berpotensi demi tercapainya kesejahteraan masyarakat desa [5]. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yaitu badan usaha yang pelaksanaanya dikelola oleh desa dan pelbagai kegiatannya di samping untuk membantu proses penyelenggaraan pemerintah desa, tentunya untuk memenuhi kebutuhan yang di butuhkan oleh masyarakat desa. Dengan begitu, kegiatan atau usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Indonesia beraneka ragam sesuai dengan potensi desa, karakteristik lokal serta sumber daya manusia ataupun sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing desa. Di sisi lain, rencana pengembangan kerja sama usaha antar desa dengan pihak ketiga atau stakeholder juga membuat peluang dan ruang lingkup jaringan pasar yang mendukung kegiatan usaha tersebut, kebutuhan pelayanan publik untuk warga, membuka lapangan pekerjaan, perbaikan pelayanan umum yang diperuntukkan dalam kesejahteraan masyarakat, pertumbahan serta pemerataan ekonomi desa dan meningkatkan jumlah pendapatan masyarakat desa serta Pendapatan Asli Desa (PADes).

Rencana aksi penanggulangan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di desa juga telah disiapkan oleh pemerintah melalui program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dicanangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pasal 1 Ayat 2 BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyetaraan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa atau hasil desa dan dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat desa[6]. BUMDes di Kabupaten Sidoarjo juga berkembang pesat dari Tahun 2020 hingga 2021. Menurut sumber data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2020 hingga 2021 jumlah BUMDesnya mengalami peningkatan. Hasil ini lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Sidoarjo, Pemberdayaan ekonomi desa lewat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terus diimplementasikan. Tiap tahunnya desa yang mempunyai BUMDes selalu meningkat jumlahnya. Tahun lalu pun dituntut meningkat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sidoarjo, di tahun 2020 ada 179 BUMDes. Angkanya bertambah menjadi 229 pada tahun 2021. Tahun ini pemerintah menargetkan jumlah BUMDes naik menjadi 237 BUMDes. Menyebar di 18 Kecamatan yang ada di Sidoarjo. Meningkatnya jumlah BUMDes di Kabupaten Sidoarjo terlihat pada tabel diatas bahwa Badan

No Tahun Jumlah BUMDes
1 2020 179
2 2021 229
Table 1.Jumlah BUMDes di Kabupaten Sidoarjo

Usaha Milik Desa (BUMDes) Kabupaten Sidoarjo memiliki potensi yang pesat.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rachmah [7] menjelaskan bahwa pelaksanaan perda tentang pengolahan sampah oleh DKP Kota Samarinda belum berjalan maksimal, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan sosialisasi yang belum merata di masyarakat, pemasaran produk daur ulang sampah warga yang belum terakomodir dengan baik, kondisi armada pengangkut sampah yang belum memadai dan penyediaan TPST yang belum menjangkauh daerah jauh dari pusat kota sehingga masih ada warga yang belum terjangkau layanan kebersihannya oleh DKP Kota Samarinda.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih Tri [8] menjelaskan bahwa Implementasi UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah di Dinas Lingkungan Hidup kota Binjai sudah terlaksana. Hal ini terlihat dari terlaksananya program-program yang sedang berjalan meskipun dalam pelaksanaannya belum efisien. Hal ini disebabkan masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengurangi timbulan sampah dengan pemilahan sampah serta kurangnya pemahaman dalam peduli lingkungan untuk menjaga kebersihan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maisyura Deandra Dina [9] menjelaskan bahwa pada aspek sumberdaya yang mencakup dana, sarana dan prasarana, standarisasi dan kemampuan TPST yang mendukung untuk pengelolaan sampah di TPST Kedungrandu sudah terpenuhi walaupun belum maksimal tetapi sudah memenuhi standarisasi. Pada aspek karakteristik agen pelaksana seluruh agen yang terlibat sudah memenuhi tanggungjawabnya untuk membantu upaya pengolahan sampah walaupun pendapatan mereka belum mencapai UMK (Upah Minimun Kabupaten/Kota). Dari aspek komunikasi dilakukan bimbingan kepada masyarakat untuk melakukan 3R yaitu reduce, reuse, recycle.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Patria Adhi Baskoro [10] menjelaskan bahwa dengan adanya implementasi kebijakan pengolahan sampah bertujuan agar daerah Jl. Bringin Bendo bebas dari sampah liar dan bau sampah yang mengganggu. Ini ditinjau dari teori Donald S Van Meter dan Carl E Van Horn dalam Widodo yang dimana terdapat indikator sumberdaya dan komunikasi sama halnya dengan teori George C. Edward III. Penanganan sampah di Kecamatan Taman ini masih perlu banyak perbaikan dalam pelaksanaannya. Saran penelitian ini adalah pemerintah memberikan pendekatan terhadap masing-masing organisasi pelaksana untuk saling bertukar pendapat dalam mencapai tujuan bersama.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Daenie dan Husnul Rizqi [11] menjelaskan bahwa pemerintah kota semarang sudah melaksanakan amanat sebagaimana pasal 17 namun belum optimal karena produksi sampah yang terus bertambah belum sepenuhnya didukung oleh sarana prasarana yang baik dan kualitas SDM yang belum memenuhi dan partisipasi masyarakat rendah. Penelitian ini ditinjau dari 4 model Implementasi Kebijakan menurut Edward III yaitu komunikasi, disposisi/sikap, sumberdaya dan struktur birokrasi. Saran dari penelitian ini yaitu agar diperbaiki lagi aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengolahan sampah tersebut.

Dalam pengimplementasian suatu kebijakan baru tentunya diperlukan beberapa indikator pendukung, menurut Edward III dalam pengimpelemntasian suatu kebijakan dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel, yaitu: 1) Komunikasi, komunikasi sebagai cara implementor mengtransmisikan tujuan dan sasaran kebijakan kepada kelompok sasaran (target group); 2) Sumber daya, sumber daya sebagai penunjang keberhasilan suatu impelemntasi kebijakan, sumber daya sendiri dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya finansial, maupun sarana dan prasarana; 3) Disposisi, disposisi merupakan watak atau karakteristik yang dimiliki oleh impelementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokrasi; 4) Struktur birokrasi, struktur birokrasi sendiri memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pengimplementasian kebjakan, struktur birokrasi terdiri dari 2 (dua) aspek, yaitu Standart Operasional Procedur (SOP) dan Fragmnetasi [12].

Sementara itu Implementasi BUMDes di Desa Kureksari, Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo memiliki 2 (dua) program yang salah satunya ialah TPST Mekarsari atau biasa disebut Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Mekarsari sudah berjalan dengan baik. TPST ini didirikan oleh pemerintah desa pada tanggal 23 Februari 2021 dan di resmikan oleh pemerintah daerah kabupaten sidoarjo pada tanggal 26 Januari 2022. Kepala Desa Kurekasri, Wishom Sahudi menyatakan bahwa program TPST Mekarsari ini adalah bantuan keuangan (BK) dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo tahun 2021. Pada proses pendirian program TPST Mekarsari ini kemudian diresmikan dan disahkan melalui Peraturan Kepala Desa Kureksari No. 2 tahun 2022 [13] dan Perda Kabupaten Sidoarjo No. 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah [14]. Tujuan dilaksankannya program TPST Mekarsari ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa kureksari, meningkatkan PADes (Pendapatan Asli Desa) desa kureksari sekaligus untuk mengatasi permasalahan sampah menumpuk yang ada di wilayah desa Kureksari. Berikut adalah jumlah retase sampah dari tahun ke tahun di Desa Kuresari.

Figure 1.

Jumlah retase sampah sebelum adanya TPST dan sesudah adanya TPST menuai perbedaan yang signifikan. Sebelum adanya TPST di tahun 2018-2021 mengalami jumlah yang sangat besar yaitu dari 279.400 Kg sampah pada tahun 2018 hingga 310.880 Kg sampah di tahun 2021 terutama di masa pandemi yaitu tahun 2020 dan 2021 yang mengalami kenaikan sampah dikarenakan banyaknya aktivitas di dalam rumah sehingga mengalami penumpukan sampah yang sangat besar. Namun di Tahun 2022 dimana telah diterapkan kenormalan baru dan adanya TPST dalam kurun setahun membantu mengurangi jumlah sampah yaitu hingga 250.470 Kg.

Namun, berdasarkan informasi yang di peroleh penulis saat ini, program TPST Mekarsari yang di jalankan oleh pemerintah desa kureksari tidak berjalan maksimal dikarenakan banyak permasalahan yang dihadapi di lapangan. Seperti yang pertama, Terkendala oleh mesin pencacah dan pembakar sampah yang dalam implementasinya kurang optimal. Kurangnya suhu pembakaran mesin tidak sesuai yang diharapkan oleh pemerintah desa kureksari serta pemeliharaannya masih belum maksimal. Kedua, dalam proses pemilahan antara sampah organik dan non organik masih belum efisien sehingga masyarakat cenderung membakar dan mencacah sampah secara acak. Padahal harapan pemerintah desa ialah untuk dijadikan recycle atau daur ulang seperti contohnya pupuk kompos yang sangat berguna bagi tanaman dan bisa diperjual belikan. Ketiga, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengoperasikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarasari sehingga kurang berjalan dengan baik. Seringkali terdapat beberapa tantangan yang harus diselesaikan oleh pengelola atau pengurus BUMDes itu sendiri. Kurangnya pelatihan dan sosialisasi terhadap warga sehingga masyarakat hanya mengetahui jika ada bak sampah di wilayah desa Kureksari tanpa mengetahui pemanfaatan atau pengelolaan sampah hingga menjadi recyle yang berguna bagi pemasukan desa atau pendapatan ekonomi masyarakat desa Kureksari. Kurangnya sumber daya manusia di tempat pengelolaan sampah menjadi kendala serius bagi pengurus program TPST Mekarsari.

Berdarakan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Implementasi Program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan Implementasi Program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. I Made Winartha metode analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis, menggambarkan dan meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara dan observasi mengenai masalah yang ada di lapangan [15]. Fokus dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis Implementasi Program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini berlokasi di BUMDes Bhirawa Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang telah menggunakan program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling, dalam penelitian ini informan yang dipilih antara lain, Sekretaris BUMDes, Sekretaris Desa Kureksari, Pemerintah Desa (pamong) dan 2 (dua) Masyarakat Pengguna TPST Desa Kureksari. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini meliputi wawancara, observasi, dokumentasi serta studi literatur. Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah tipe analisis kualitatif menurut Miles dan Huberman (2014:20) [16] yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

A. Implementasi Program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan waru Kabupaten Sidoarjo

Pengimplementasian program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo hingga saat ini masih belum maksimal. Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai implementasi pengolahan sampah di BUMDes Bhirawa dalam program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ditinjau dari teori Edward III [17] sebagai berikut.

1.Komunikasi

Komunikasi yaitu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan sebab dengan adanya komunikasi, informasi mengenai kebijakan yang telah disampaikan kepada pihak-pihak atau para pelaksana yang terlibat dapat berjalan dengan baik. Komunikasi memiliki peran dalam Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Dengan menggunakan komunikasi yang efektif dan mudah dimengerti serta dapat memberikan pengetahuan kepada pihak pelaksana agar informasi tersebut tidak menyimpang dari pedoman yang telah dirancang. Berikut penyebaran informasi dalam Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo berdasarkan hasil wawancara bersama Ibu Nanda selaku Sekretaris BUMDes Bhirawa Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

“Untuk penyampaian informasinya sendiri kepada seluruh warga Desa Kureksari sudah diinfokan melalui Ketua RW dan Ketua RT yang sudah tergabung dalam group WhatsApp untuk ikut mewakili sosialisasi yang diadakan oleh kepala desa beserta salah satu anggota DPRD Sidoarjo di Tempat Pengolahan Sampah yang terletak tidak jauh dari wilayah Desa Kureksari dan berbatasan dengan perumahan Deltasari. Sosialisasi yang diadakan berupa pelatihan penggunaan mesin pencacah dan pembakar pada tempat pengolahan sampah. Pelatihan ini sendiri bertujuan agar Ketua RW dan Ketua RT memberitahukan kepada warga-warganya untuk bersedia membantu di tempat pengolahan sampah. Sehingga diharapkan ada warga desa yang mau untuk mengurus tempat pengolahan sampah tersebut dan juga akan digaji tiap bulannya.” (Wawancara 22 Maret 2023)

Dalam pelaksanaan kebijakan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, informasi dengan memaksimalkan media yang ada. Sosialisasi yang dilakukan terkait pelatihan penggunaan mesin pencacah dan pembakar juga menganai tempat pengolahan sampah di desa tersebut yang dahulu tidak dikelola dengan baik sekarang sudah disediakan mesin pencacah dan pembakar sehingga tidak menimbulkan tumpukan sampah mengingat desa kureksari sempat menjadi darurat sampah. Penyebaran informasi ini disampaikan melalui media aplikasi WhatsApp Group yang berisikan ketua RT dan ketua RW se-Desa Kureksari. Informasi ini nantinya akan diteruskan oleh masing-masing ketua RT kepada warga di lingkungan RT nya masing-masing. Sosialisasi yang telah diadakan oleh Kepala Desa Kureksari beserta salah satu anggota DPRD Sidoarjo beserta Ketua RW dan RT se-Desa Kureksari dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Figure 2.

Edward III berpendapat sebuah instruksi atau arahan yang diberikan dalam sebuah implementasi kebijakan publik harus jelas dan konsisten. Jika Instruksi yang diberikan tidak ada kejelasan maka dapat mengakibatkan kebingungan bagi pelaksana yang ada di lapangan. Konsisten dan Keselarasan dari sasaran dan tujuan suatu kebijakan harus disampaikan atau dikomunikasikan agar para pelaksana kebijakan dapat memahami dengan tepat sasaran maupun tujuan dari kebijakan tersebut. Hal tersebut juga terjadi pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suryaningsih Tri dengan judul “Implementasi UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah di Dinas Lingkungan Hidup kota Binjai” juga didapati permasalahan perihal dimensi komunikasi dan masalahnya hampir sama dengan yang dihadapi di TPST Mekarsari ini. Bahwa perrmasalahan terkait kurangnya komunikasi ini juga dialami oleh TPST di Dinas Lingkungan Hidup yang terletak di Kota Binjai. Hal tersebut sebagaimana hasil penelitian terdahulu dari Suryaningsih Tri menunjukkan bahwa kurangnya partisipasi masyarakat dikarenakan sosialisasi yang masih belum menyeluruh di Kota Binjai sehingga respon masyarakat terhadap pengolahan sampah di Kota Binjai masih rendah. Ketidakjelasan dalam penyampaian informasi yang diterima masyarakat membuat minat masyarakat menjadi rendah dan kurangnya pemahaman terhadap implementasi pengolahan sampah di DLH Kota Binjai ini.

Desa Kureksari sendiri dalam implementasi program TPST baik Kepala Desa Kureksari beserta jajaran dan Pengurus BUMDes Bhirawa berusaha sebaik dan sejelas mungkin dalam menyampaikan informasi terkait adanya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) kepada masyarakat setempat. Namun, kenyataan dilapangan hingga saat ini masih banyak masyarakat yang partisipasinya masih rendah dikarenakan banyak masyarakat yang masih belum memahami cara kerja di tempat pengolahan sampah.

2.Sumber Daya

Sumber daya merupakan kebutuhan yang paling utama dalam Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dan kebutuhan tersebut wajib untuk dipenuhi guna mencapai tujuan dan keberhasilan dalam pelaksanaan TPST. Menurut George C. Edward III menjelaskan bahwa sumber daya merupakan aspek yang penting dalam pelaksanaan kebijakan. Adapun jenis sumber daya yang harus dipenuhi dalam Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya sarana dan prasarana dan wewenang.

Berdasarkan hasil wawancara bersama Ibu Nanda selaku Sekretaris BUMDes Bhirawa Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, beliau menyampaikan bahwa :

“Untuk sumber daya manusia sendiri, di tempat pengolahan sampah situ ada 3 orang penggeledek sesuai dengan wilayah pengambilan sampah masing-masing. Lalu ada manajer juga pak Untung namanya nah beliau yang mengkoordinir semua penggeledek, jumlah retase sampah sampai pemeliharaan mesin itu beliau dibantu sama 2 orang warga kureksari untuk operator mesin mas. Lalu kalau anggaran itu sendiri sudah kita siapkan anggaran khusus untuk Gaji penggeledek dan operator ini yaitu per-orangnya di Gaji 1 juta 200 tiap bulannya. Kalau pemeliharaan mesin untuk pencacah dan pembakar kita anggarkan untuk beli solar dan perawatan mesin sekitar 1 sampai 2 juta tiap bulannya Dan sejauh ini baik tim penggeledek, manajer TPST beserta operator juga sudah bekerja sesuai dengan tupoksinya. Cuman kadang ya orang-orang ini males buat riwa riwi beli solar atau manggil teknisi buat perawatan mesinnnya soalnya sering terkendala padahal belum sampai setahun jadinya ya orang-orang kayak udah males gitu akhir-akhir ini tapi tetep pembakaran dan pencacahan kadang dibakar manual tidak pakai mesin. Untuk wewenang semua pengambilan keputusan dari Pembina BUMDes yaitu Kepala Desa Kureksari atau Direktur BUMDes jadi kita nggak bias ambil keputusan sepihak apabila ada apa-apa” (wawancara 22 Maret 2023).

Pada Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo sumber daya yang ada cukup mendukung untuk mengelola tempat pengolahan sampah di tempat tersebut. Sumber daya manusia dari segi kuantitas sudah memadai dalam pelaksanaannya, namun jika sudah sampai tahap recycle maka perlu penambahan SDM untuk memproduksi daur ulang sampah. Dari segi kualitas belum cukup efektif dikarenakan pengurus sudah malas untuk melakukan pemeliharaan mesin dan lebih bersedia untuk membakar manual. padahal dampak pembakaran manual adalah kebakaran massal jika tidak berhati-hati terlebih lagi lokasi tempat pengolahan sampah dekat dengan sekolahan yaitu TK, SD, SMP Al-Falah. Pekerja yang mengoperasikan mesin pencacah atau pembakar dan juga beberapa tim penggeledek tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) mekarsari dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

No Nama Bidang Kerja
1 Pak Untung Manajer TPST
2 Pak Agus Operator Mesin
3 Pak Sugeng Operator Mesin
4 Pak Suwono Penggeledek
5 Pak Sukadi Penggeledek
6 Pak Mamin Penggeledek
Table 2. Jumlah Pekerja di TPST Mekarsari

Sumber daya anggaran yang dimiliki BUMDes Bhirawa cukup memadai untuk mendukung keberhasilan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Penyediaan anggaran khusus untuk Gaji penggeledek perbulannya dan perbaikan atau pemeliharaan mesin pencacah dan pembakar merupakan wujud keseriusan Direktur BUMDes beserta Pemerintah Desa Kureksari dalam mensukseskan program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari ini. Berikut adalah anggaran khusus beserta penyetoran unit usaha TPST Mekarsari ke BUMDes Bhirawa dapat dilihat pada tabel 3 dan 4 berikut ini.

No Nama Gaji Pekerja
1 Pak Untung Rp. 2.000.000
2 Pak Agus Rp. 1.200.000
3 Pak Sugeng Rp. 1.200.000
4 Pak Suwono Rp. 1.200.000
5 Pak Sukadi Rp. 1.200.000
6 Pak Mamin Rp. 1.200.000
Table 3. Jumlah Anggaran Khusus untuk Pekerja
No Nama Barang Satuan Volume Jumlah Harga
1 Mesin Pembakar dan Pencacah Barang 2 Rp. 425.000.000
2 Solar Mesin Liter 80 Rp. 544.000
3 Gerobak Sampah Barang 3 Rp. 6.000.000
4 Fasilitas mess (kipas, Bed cover, Kasur) Barang 2/Pcs Rp. 2.000.000
5 Token 1 Bulan Rupiah 1 Rp. 400.000
6 Alat pekerja (Sepatu Booth, Sarung Tangan) Barang 5/Psg Rp. 500.000
TOTAL
Rp. 434.444.000
Table 4. Jumlah Anggaran Biaya TPST Mekarsari

Sarana dan Prasarana untuk warga sudah disediakan gerobak sampah di tiap pos dan tim penggeledek akan membawanya sampai ke TPST Mekarsari. Adapun Mess untuk tim penggeledek yang tempat tinggalnya jauh dari tempat kerja maka dapat tinggal di mess yang disediakan. Pemberian wewenang Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dalam hal ini yaitu pelaksana lapangan tim penggeledek, Operator Mesin, manajer TPST dan pelaksana administrasi sekretaris BUMDes sendiri dapat menjalankan tupoksinya dengan maksimal sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmah dengan judul penelitian “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Samarinda” juga didapati permasalahan perihal dimensi sumber daya dan masalahnya hampir sama dengan yang dihadapi di TPST Mekarsari. Bahwa permasalahan terkait sumber daya ini juga dialami oleh TPST Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang terletak di Kota Samarinda. Hal tersebut sebagaimana hasil penelitian terdahulu dari Rahmah menunjukkan bahwa sumber daya yang dimiliki pada sumber daya manusia dan sumber daya anggaran sudah memadai namun masih perlu adanya tambahan sumber daya manusia sehingga pengimplementasian dapat berjalan dengan maksimal. Namun pada sumber daya sarana dan prasarana nya terutama pada kondisi armada pengangkut sampah yang belum memadai dan penyediaan TPST yang terbatas juga jauh dari pusat kota sehingga terdapat beberapa warga yang belum mendapatkan layanan kebersihannya oleh DKP Kota Samarinda.

3.Disposisi

Disposisi dipengaruhi oleh tiga hal yaitu pemahaman tentang kebijakan, respon terhadap kebijakan dan komitmen dalam menjalankan kebijakan. Hal ini bermakna bahwa pelaksana tidak hanya memahami dan mengetahui apa saja tupoksinya tetapi juga memiliki kemauan dan komitmen untuk melaksanakan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Edward III menjelaskan bahwa disposisi atau sikap pelaksana adalah hal yang sangat penting dalam implementasi kebijakan. Sikap pelaksana bisa menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata apabila para pelaksana kebijakan tidak mengikuti kebijakan yang ditentukan oleh pejabat tinggi. Seperti yang disampaikan oleh Mas Adi selaku Carik atau Sekretaris Desa di Desa Kureksari.

“Secara umum ya dibagi sesuai dengan tupoksinya. Inikan program unit usaha dari BUMDes yang juga tentu ada campur tangan dari pemerintah desa. Untuk pemerintah desa sendiri dalam mengelola BUMDes maka pemerintah berperan sebagai branding nya BUMDes dimana pemerintah desa akan mengenalkan BUMDes kepada warga dengan sosialisasi dan pemberian bantuan terhadap BUMDes supaya dapat dilaksanakan dengan maksimal, sedangkan untuk Direktur dan Wadir BUMDes beserta jajarannya yaitu mengelola BUMDes yang sudah di amanahkan kepada pemerintah desa untuk dikelola secara professional dan dapat memberi manfaat kepada warga kureksari juga menambah stimulus Anggaran Pembelanjaan Desa atau APBdes itu sendiri. Untuk tugas dan tupoksinya di Tempat Pengolahan Sampah sudah dibawah nauangan Pengelola BUMDes yang mana yaitu Manajer TPST Mekarsari sebagai pelaksana lapangan sekaligus pengurus Tempat Pengolahan Sampah di TPST Mekarsari dan beberapa Tim penggeledek yang tugasnya untuk mengambil sampah warga yang sudah dikumpulkan dalam armada gerobak sampah yang kami sediakan. Lalu untuk Direktur Wadir dan SekBUMDes itu sendiri sebagai pelaksana di bidang administrasi istilahnya bagian mengolah datanya. Untuk penyampaian informasi masing-masing tupoksi ndak ada masalah semua yang terlibat dalam menyukseskan program BUMDes ini yaitu TPST semua sudah dibagi rata sesuai dengan kemampuan mereka.” (Wawancara 22 Maret 2023)

Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo untuk pembagian tugas sudah sesuai tupoksi masing-masing. Pemerintah desa dan Pengurus BUMDes memahami tugas dan fungsi mereka masing-masing. Untuk pelaksana lapangan sendiri yaitu manajer TPST memiliki kriteria khusus seperti mempunyai keahlian di bidang manajemen karena dalam hal pengelolaan dan kepengurusan tempat pengolahan sampah diperlukan manajemen yang baik dan profesional sehingga dapat berjalan dengan baik. Untuk Sekretaris BUMDes sendiri sebagai pelaksana administrasi juga memiliki kriteria khusus dalam mengoperasikan komputer atau olah data karena SekBUMDes akan mengolah data yang akan disetorkan ke pemerintah desa sebagai laporan bulanan atau triwulan unit usaha desa Kureksari. Direktur dan Wadir yang berada paling atas struktur kepengurusan BUMDes bertugas sebagai penyongsong dana untuk keberhasilan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Data dilapangan yang diperoleh menunjukan disposisi pada Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo telah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Meskipun dulunya sempat dikelola oleh Direktur yang tidak bertanggung jawab. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh D.D Maisyura dengan judul penleitian “Implementasi Pengelolaan Sampah di Kabupaten Banyumas (Studi Kasus di TPST Kedungrandu)” juga didapati permasalahan yang sama pada dimensi disposisi dan permasalahannya hampir sama dengan yang dihadapi di TPST Mekarsari ini. Bahwa permasalahan terkait kurangnya disposisi ini juga dialami oleh TPST Kedungrandu di Kabupaten Banyumas. Hal tersebut sebagaimana hasil penelitian terdahulu dari D.D Maisyura menjelaskan bahwa pada dimensi disposisi adanya perspektif karakteristik dari sudut pandang pelaksana dan seluruh pegawai yang terlibat sudah sesuai dengan tanggung jawabnya untuk mengupayakan proses pengolahan sampah meski secara penghasilan para pelaksana dan pegawai belum mencapai UMK (Upah Minimun Kabupaten/Kota) sehingga yang menjadi kendala yaitu agen pelaksana yang belum maksimal dalam menyuplai bantuan dana untuk pengolahan sampah.

4.Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi ialah sebuah unsur implementasi yang memiliki sifat kompleks dan harus bekerja sama antar pihak yang terlibat dalam program tersebut. Bilamana dalam stuktur birokrasi tersebut tidak ada ketertiban ataupun kerjasama maka dapat berakibat kurang maksimal dan tidak efektif dalam pelaksanaan program tersebut. Sama halnya dalam Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo apabila tidak ada ketertiban dalam pelaksanaan TPST maka bisa saja terjadi hal yang menjadi penghambat dalam program tersebut. Ukuran dasar SOP atau prosedur-prosedur yang biasanya digunakan untuk mencegah apabila terjadi sebuah kondisi yang fatal dalam melaksanakan program tersebut. Prosedur yang dibuat harus tetap dalam prosedur-prosedur perencanaan dan memiliki sifat yang mudah dipahami dan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo tersebut, agar lebih flesksibel dan dapat menyesuaikan dengan tujuan dari adanya pelaksanaan program tersebut. Standar Operasional Prosedur biasanya mengenai tata cara penggunaan mesin pencacah atau pembakar sampah dan prosedur tentang jam operasional TPS sesuai yang disampaikan oleh Ibu Nanda selaku Sekretaris BUMDes Bhirawa Desa Kureksari.

“SOP nya ada. SOP TPSTnya sendiri tentang tata cara penggunaan mesin pencacah atau pembakar sampah itu lalu ada jam operasional TPS agar warga mengetahui jadwal pengambilan sampah oleh tim penggeledek. Itu aja sih kalau tentang SOP” (Wawancara 28 Maret 2023)

Pada pelaksanaan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yaitu Kepala Desa selaku Pembina dan Pengawas BUMDes membuat SOP penggunaan mesin dan jam operasional TPS. Lalu Kepala Desa menyampaikan ke Sekretaris BUMDes untuk kemudian diteruskan kepada Kepala Unit/Manajer TPST Supaya diberitahukan ke pelaksana yaitu tim penggeledek dan yang operator mesinnya. Standar Operasional Prosedur Jam Operasional TPST Mekarsari yaitu :

a. Buka Jam 06.00 WIB

b. Tutup Jam 18.00 WIB

c. Hari Kerja Senin – Sabtu

d. Hari Libur Minggu

Sedangkan Standar Operasional Mesin Pencacah dan Pembakar sampah yaitu :

a. Langkah awal, tekan tombol Turn On pada disel mesin

b. Selanjutnya, bahan baku sampah organik di masukan ke dalam Hopper atau corong mesin

c. Kemudian, sampah organik dicacah menggunakan pisau yang terdapat dalam tabung mesin

d. Setelah itu, bahan baku yang sudah dicacah menjadi ukuran makro hasilnya diarahkan ke corong output mesin

e. Terakhir, sediakan tempat untuk menampung hasil oalahan sampah pada corong output agar hasil olahan mudah diambil dan tidak tercecer

Standar Operasional Prosedur pada TPST Mekarsari baik jam operasional maupun tata cara penggunaan mesin dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

Figure 3.

Fragmentasi merupakan pembagian tanggungjawab dalam pelaksanaan Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo sangat dibutuhkan lebih tepatnya koordinasi sesama pegawai atau pelaksana dalam pengolahan sampah di TPST Mekarsari. Hasil wawancara dengan Bapak Sinyo selaku pemerintah desa atau carik di Desa kureksari.

“Kalau koordinasi sesama pegawai pelaksana alhamdulillah berjalan dengan baik. Koordinasi dengan pemerintah desa dan pihak ketiga atau Direktur dan Wadir BUMDes juga berjalan dengan baik. Cuman terkadang memang koordinasi antar tim penggeledek masih sedikit terkendala karena ada beberapa orang dari tim penggeledek yang hpnya masih jadul karena memang sudah tua jadi tidak pakai whatsapp sehingga tidak ada grup whtasapp untuk mengkoordinasi tim penggeledek dan manajer. Tapi sejauh ini jika koordinasi dengan Direktur dan Wadir maupun Sekretaris BUMDesnya alhamdulillah tidak terkendala jadi kami pemerintah desa bisa memantau perkembangan yang ada di TPST atau unit usaha lain di BUMDes Bhirawa.” (Wawancara 28 Oktober 2022).

Dalam pelaksanaan kegiatan di TPST maupun koordinasi dengan para pelaksana sudah dijalankan sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Transparansi antara pihak desa dan pengurus BUMDes Bhirawa sehingga tidak ada masalah penyelewengan dana atau korupsi di salah satu pihak. Permasalahan dalam koordinasi hanyalah tentang tim penggeledek yang beberapa orang yang masih menggunakan hp jadul sehingga tidak ada group whatsapp untuk mengkoordinir dengan efisien dan cendurung japri satu persatu. Dalam hal SOP sebenarnya sudah dilakukan sesuai dengan arahan kepala desa Kureksari. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Patria Adi Baskoro dengan judul “Implementasi Penanganan Sampah di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo” juga didapati permasalahan perihal dimensi struktur birokrasi dan masalahnya hampir sama dengan yang dihadapi di TPST Mekarsari ini. Bahwa permasalahan terkait kurangnya struktur birokrasi ini juga dialami oleh TPST di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut sebagaimana hasil penelitian terdahulu dari Patria Adi Baskoro menunjukkan bahwa dalam pengimplementasian penanganan sampah masih banyak faktor-faktor yang harus diperbaiki, terutama pada struktur birokrasinya. Tidak ada kejelasan mengenai Standar Operasional Prosedur serta kurangnya koordinasi antar pegawai sehingga masih belum adanya pembagian tanggung jawab dengan jelas sehingga tupoksi pun masih belum maksimal[18].

Simpulan

Implementasi program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarsari di Desa Kureksari Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) komunikasi sudah cukup baik, mulai dari penyampaian informasi dan konsistensi informasi sudah baik hanya saja perlu adanya pelatihan dan sosialisasi tambahan terkait pemilahan sampah menjadi daur ulang supaya menjadi pupuk kompos masih belum direalisasikan; 2) sumber daya, sumber daya manusia dari segi kuantitas sudah mencukupi untuk pengelola tempat pengolahan sampah dari manajer pembantu manajer hingga tim penggeledek hanya saja nanti apabila pemilahan dan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos sudah direalisasikan maka perlu adanya tambahan sumber daya manusia. Untuk sumber daya anggaran sejauh ini anggarakan yang dikeluarkan BUMDes atau pemerintah desa mencukupi dalam kegiatan di tempat pengolahan sampah khususnya pada gaji tim penggeledek dan biaya untuk pemeliharaan dan perawatan mesin pencacah dan pembakar sampah. Sarana dan prasarana yang ada untuk menunjang kegiatan di tempat pengolahan sampah juga sejauh ini sudah memadai mulai disediakannya armada gerobak sampah hingga mess di tempat pengolahan sampah bagi penggeledek yang tempat tinggalnya jauh dari tempat kerja. Semenetara untuk wewenang sendiri dalam kegiatan pengolahan sampah pelaksana lapangan dan pelaksana administrasi sudah dibagi sesuai tupoksi masing-masing dan untuk pemerintah desa dan pengurus BUMDes juga sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing; 3) dari segi disposisi, pelaksana lapangan dan pelaksana administrasi yang dipilih sesuai dengan kemampuan dan kriteria khusus yang sudah dibagi dan ditentukan oleh Pembina BUMDes yaitu Kepala Desa Kureksari; 4) sejauh ini dalam pemenuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat diterima dengan baik, mulai dari tata cara penggunaan mesin pencacah hingga jadwal operasional di tempat pengolahan sampah sudah dilakukan dengan baik, dalam fragmentasi sendiri masing-masing telah bekerja sesuai dengan tupoksinya.

References

  1. .R., Adisasmita. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi (Pertumbuhan Ekonomi dan Perubahan Wilayah). GrahaIlmu, Yogyakarta 2013.
  2. Administrator. Ekonomi Indonesia 2020 Turun sebesar 2,07 Persen (c-to-c). Retrieved January 26, 2024, from <https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/02/05/1811/ekonomi-indonesia-2020-turun-sebesar-2-07-persen--c-to-c-.html> 2021.
  3. .R. F. E. ,Pradani. Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Berbasis Potensi Lokal Sebagai Penggerak Ekonomi Desa. JESK: Jurnal Ekonomi dan Studi Kebijakan, 1(1), 1-10 2020.
  4. Dispmd. Memahami dan Mengerti : Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Retrieved January 26, 2024, from <https://dispmd.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/memahami-dan-mengerti-badan-usaha-milik-desa-bumdes-45> 2017.
  5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
  6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
  7. S. ,Rachmah. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Samarinda. Jurnal Paradigma, 5(1), 45-53 2019.
  8. T. ,Suryaningsih. Implementasi Undang-Undang No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Dalam Rangka Kerjasama dan Kemitraan Pengelolaan Sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kota Binjai. Retrieved January 26, 2024, from <https://www.researchgate.net/publication/356908999_Implementasi_Undang-Undang_No_18_Tahun_2008_Tentang_Pengelolaan_Sampah_Dalam_Rangka_Kerjasama_dan_Kemitraan_Pengelolaan_Sampah_di_Dinas_Lingkungan_Hidup_Kota_Binjai> 2021.
  9. D. D.,Maisyura. Implementasi Pengelolaan Sampah di Kabupaten Banyumas (Studi Kasus di TPST Kedungrandu). Retrieved January 26, 2024, from <https://www.researchgate.net/publication/356908999_Implementasi_Undang-Undang_No_18_Tahun_2008_Tentang_Pengelolaan_Sampah_Dalam_Rangka_Kerjasama_dan_Kemitraan_Pengelolaan_Sampah_di_Dinas_Lingkungan_Hidup_Kota_Binjai> 2021.
  10. P. A.,Baskoro, & B.,Kurniawan. Implementasi Penanganan Sampah di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo. Publika, 9(2), 149-158 2021.
  11. M.,Daeni, & H.,Rizqi. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Semarang. Public Service and Governance Journal, 2(1), 1-12 2021.
  12. A.,Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2012.
  13. Peraturan Kepala Desa Kureksari No. 2 tahun 2022 Tentang Pendirian Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
  14. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.
  15. I. M.,Winartha. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Yogyakarta 2006.
  16. M.,Suldana & A.,Huberman. Qualitative Data Analysis. America: Sage Publications 2014.
  17. F. A. T. D.,Hastuti, BellaImplementas Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bengkulu Selatan Jurnal Ilmu Administrasi dan Pemerintahan Indonesia, 2(2), 1-10 2021.
  18. F. A. T. D.,Hastuti, Bella. Implementas Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bengkulu Selatan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Pemerintahan Indonesia, 2(2), 1-10 2021.