Abstract
This study explores the implementation of Law Number 6 of 2014 in Gempol Village, Pasuruan Regency, focusing on factors hindering and supporting village officials' performance in orderly village administration. Using a descriptive qualitative approach with interviews, observation, and documentation, the research reveals challenges in communication, resource management, bureaucratic structure, and organizational culture among officials. Findings indicate a need for improved communication, resource allocation, and organizational culture to enhance Law Number 6 of 2014's effectiveness and overall village administration performance.
Highlights:
- Communication gaps hinder Law 6/2014's effectiveness in Gempol Village.
- Resource allocation issues impact orderly administration in Gempol Village.
- Cultural change needed for better Law 6/2014 implementation in Gempol.
Keywords: Implementation, Law Number 6 of 2014, Gempol Village, Performance, Orderly Administration
Pendahuluan
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang bertahap dan berkesinambungan, yang keberhasilannya sangat tergantung pada keseriusan aparat pemerintah di semua tingkatan (pusat/provinsi/kabupaten/desa) dan partisipasi aktif semua tingkatan. untuk masyarakat [1]. Pembangunan desa berarti segala kegiatan yang dilakukan di desa yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan pola hidup masyarakat serta dilakukan secara holistik dan berkesinambungan melalui pengembangan swadaya, partisipasi, dan gotong royong dalam masyarakat [2].
Berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, kepala desa menjalankan kekuasaan, hak, dan kewajiban sebagai kepala pemerintahan desa yaitu mengurus rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan penanggung jawab utama urusan pemerintahan, pembangunan, dan administrasi publik masyarakat, termasuk pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mendorong semangat gotong royong dalam pemerintahan desa sebagai pelaksanaan bersama yang utama [3].
Desa sebagai organisasi negara memiliki berbagai hak antara lain hak asal usul dan hak tradisional. Keberadaan undang-undang ini digunakan untuk mengatur kepentingan seluruh masyarakat pedesaan dan untuk mencapai tujuan kemerdekaan Indonesia. Jika dunia ingin menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, pembangunan harus seperti desa. Penyelenggaraan pengelolaan dan pembangunan desa dilaksanakan dengan semangat mengamankan hak dan memberdayakan desa menjadi entitas yang mandiri, maju, kuat, dan demokratis. Oleh karena itu, kota harus dilindungi dan diperkuat sebagai kawasan yang berperan penting dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan [4].
Peraturan perundang-undangan tentang desa dinilai belum cukup, maka Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014) diundangkan pada tahun 2014. Undang-Undang Dewan Negara Nomor 6 tahun 2014 juga menerbitkan berbagai produk hukum baik Dewan Negara maupun Peraturan Menteri. sehingga pada tahun 2017, desa akan diatur oleh sekitar 17 undang-undang dan keputusan [5].
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan perundang-undangan pelaksanaannya membawa angin segar bagi penyelenggaraan pemerintahan desa, karena mengatur beberapa hal yang sangat penting seperti pemilihan kepala desa secara serentak, penyelenggaraan musyawarah desa dan komitmen. menyiapkan perencanaan jangka menengah dan tahunan serta perubahan signifikan lainnya [6].
Pelaksanaannya menimbulkan akibat hukum bagi pimpinan pemerintahan desa, antara lain penataan perangkat desa, penyusunan rencana pembangunan desa, dan akibat hukum lainnya. Selain itu, juga berdampak pada penerapan produk-produk terkait peraturan daerah kabupaten/kota dan desa yang sesuai dengan asas hukum lex superior derogat legi inferiory [7]. Berbagai perubahan mendasar tersebut mendorong kabupaten/kota dan desa untuk segera mengadopsi kebijakan tersebut. Namun dalam prakteknya, penyesuaian tata kelola pemerintahan desa tidak semudah yang diharapkan, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor normatif dan empiris.
Misalnya, Badan Desa (Dewan Desa) harus siap mengimplementasikan peraturan baru yang akan diberlakukan pada tahun anggaran 2015. Pada Bab 6 Tahun 2014 tentang Desa, beberapa Kepala Desa (Kepala Desa) di Kabupaten Gempol, Pasuruan masih belum siap untuk menerapkannya. Keterbatasan waktu persiapan administrasi disebut menjadi pemicu lemahnya implementasi UU Desa [8].
Maka, akibat dari ketidak siapan administrasi ini menimbulkan banyak tindak kejahatan dikarenakan malpraktik administrasi, antara lain adalah tindak pidana penyimpangan keuangan oleh oknum desa, praktik pungli, praktik jual beli tanah desa dan sebagainya yang dilakukan oleh para oknum yang memanfaatkan celah kekosongan dari persiapan administrasi dalam melakukan implementasi UU No 6 Tahun 2014 Tentang Kinerja Aparatur Desa. Menurut Hendra dkk. bentuk maladministrasi adalah tindakan aparatur pemerintah yang diakibatkan oleh: (1) Pelanggaran, yaitu melakukan sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kepentingan jabatan. (2) Praktek penipuan, terutama praktek kebohongan yang tidak jujur kepada masyarakat. Informasi menyesatkan yang tidak benar disampaikan kepada publik untuk kepentingan birokrat. Korupsi yang diakibatkan oleh penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penggunaan kekuasaan untuk tujuan apapun selain pemberian wewenang, dan melalui tindakan tersebut untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, kelompok atau badan, dan yang merugikan perekonomian negara. (4) Implementasi kebijakan yang tidak tepat, yaitu. H. Kebijakan yang pada akhirnya tidak dilaksanakan. Keputusan atau komitmen politik hanya berlaku sampai revisi atau pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai implementasi. (5) Byropatologi dipahami sebagai penyakit birokrasi ini, misalnya : (a) Ketidaktegasan (b) Birokrasi (c) Sirkulasi (d) Kekakuan (e) Psikoimajinasi (f) Overstaffing (g) Dokumentasi (h) Pencatatan yang tidak memadai yang sering kita jumpai terkait dengan kegiatan administrasi pejabat. fungsi proses atau persetujuan.
Pada survey kepuasan masyrakat yang dilakukan oleh Pemkab Kabupaten Pasuruan terkait dengan kepuasan konsumen dalam pelayanan di masing-masing keluarahan, kemudian didapatkan data sebagai berikut :
Berdasarkan pada gambar 1 diatas menunjukkan bahwa beberapa hal mengenai pelayanan di Desa Pemkab Pasuruan secara keseluruhan perlu adanya pembenahan, misal : (1) Kemudahan pelayanan, (2) Kesesuaian syarat pelayanan dengan jenis pelayanan, (3) Komunikasi petugas pelayanan, (4) Kedisiplinan petugas pelayanan, (5) Kecepatan pelayanan (5) Keramahan petugas pelayanan, (6) Tanggung jawab petugas dalam pelayanan, (7) Sarana prasaran dalam pelayanan, (8) Kenyamanan dalam lingkungan pelayanan, dari ke 8 poin tersebut bisa dikatakan masih di bawah standar dan hanya sarana dan prasarana yang dinyatakan sudah cukup dengan poin 60%. Dari data ini menunjukkan bahwa secara kinerja aparatur Desa dinilai masih kurang dalam memberikan pelayanan pada publik.
Terkait dengan kinerja aparatur Desa yang masih kedodoran, salah satunya nampak pada indikasi pada tingginya jumlah complain pada saat pelayanan administrasi di desa Gempol. Berikut merupakan grafik pengaduan di Desa Gempol yang dilakukan oleh masyarat Desa Gempol terkait pelayanan administrasi kependudukan. Selama tahun 2021 jumlah masyarakat yang melakukan pengaduan:
Berdasarkan pada gambar 2 di atas terkait grafik di atas diketahui bahwa jumlah complain setiap tahun yang meninggi dan jarang turun mulai tahun 2018. Jumlah komplain memang cenderung fluktuatif, namun pada grafik di pelayanan publik atau jumlah pengaduan di Desa Gempol Pasuruan memang bisa dikatakan stabil tinggi dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang naik. Berdasarkan dari data rata-rata terdapat pengaduan setiap bulan sepanjang tahun, yang menandakan bahwa di Desa Gempol terdapat ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan perangkat desa dalam pengelolaan kependudukan.
Hal ini kemudian sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan dalam Musyawarah Desa Gempol yang menunjukkan bahwa proses pengelolaan kependudukan dengan mesin negara masih belum berjalan secara maksimal, karena masih dapat diamati beberapa kesalahan administrasi, antara lain yang pertama, yaitu peralatan perangkat desa yang menjalankan loket pelayanan desa tidak selalu ada lokasi sesuai jam kerja , pelayanan yang yang lambat dan petugas yang kurang memiliki tanggung jawab dalam penyelesaian tugasnya, keramah tamahan petugas yang masih kurang, praktik pungli yang masih terjadi pada pelayanan perijinan, dan beberapa keluhan lainnya yang disampaikan oleh penduduk sebagai pengguna layanan. Dari semua hal itu menunjukkan bahwa tertib administrasi desa di Desa Gempol, Pasuruan belum terlaksana dengan maksimal. Hal ini kemudian diperkuat dengan data pelayanan administrasi Desa Gempol, Pasuruan sebagai berikut :
Kategori Pelayanan | Jumlah Pemohon | Capaian | Kendala Penyelesaian |
---|---|---|---|
Pelayanan Kependudukan | 467 | 85% | Dokumen Tidak Lengkap |
Pelayanan Sipil | 589 | 70% | Dokumen Tidak Lengkap |
Perizinan | 342 | 60% | Dokumen Tidak Lengkap |
Non-Perizinan | 676 | 70% | Dokumen Tidak Lengkap |
Bidang Sosial | 129 | 60% | Dokumen Tidak Lengkap |
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara di lapangan pada satu penduduk, yakni Kuntarto, 67 tahun yang sedang mengurus perijinan dan mereka memiliki kendala dengan pihak petugas sebagai berikut adalah wawancara mereka :
“pelayanan surat balik nama rumah di dsa Gempol kurang cepat dan responsive. Mengatakan ada beberapa dokumen kurang lengkap tetapi dokumen sudah lengkap dan terkait beberapa masyarakat sekitar pelayanan di desa Gempol ada uang dalam pelayanan lancar. Dari situ timbul kurangnya pelayanan di desa Gempol.”
Hal senada disampaikan oleh Semi, 50 thn, yang membutuhkan dokumen dari Desa terkait dengan pengurusan warisan tanah keluarga, berikut adalah pernyataanya.
“Ngurus dikeluarahan itu lama banget, saya ini khan lagi ngurus warisan tanah keluarga, mau dijual dan dibagi sama anak-anak lainnya. Ini kebetulan ada pembeli yang memang serius mau beli. Tapi pembelinya minta diuruskan sertifikat tanah secara lengkap. Saya ini ngurus dokumen yang diminta sama pertanahan di Desa lama banget, ada mungkin sebulan belum selesai-selesai.”
Dari kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam kinerja aparatur negara yang perlu dibenahi, bisa saja kesalahan tidak hanya pada pihak aparatur negara, bisa karena sistem yang tidak terintegrasi dengan baik sehingga menyulitkan kinerja aparatur negara, bisa karena sarana prasarana yang tidak mendukung mereka, sehingga pekerjaan menjadi lambat.
Dari beberapa kondisi tersebut menunjukkan bahwa sangatlah penting untuk melakukan pembenahan kinerja apartur publik harus diutamakan. Dan hal ini juga sangat penting dalam kaitannya dengan kinerja aparatur desa. Sebab dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang melakukan pelayanan pada masyarakattentunya bukan hal yang mudah. Suatu penyelengaraan pemerintahan membutuhkan sistem administrasi yang terencana dan terorganisasi [9].
Bercermin dari fenomena diatas, penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa yang efektif menuntut pemerintah daerah untuk membina dan mengawasi perangkat pemerintahan desa di lingkungan pemerintahan provinsi, agar perangkat desa dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dalam melayani masyarakat. Hal ini diramalkan dalam Pasal 11 dan 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 47 tahun 2016 tentang Petunjuk Pengelolaan Desa, yang menjelaskan berbagai jenis kepemimpinan dan kontrol [10].
Pada penelitian yang dilakukan oleh Keban (2008:46),dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja Aparatur Desa merupakan hal yang penting dan perlu mendapat perhatian yang cukup dalam rangka untuk peningkatan dan perbaaikan kualitas pelayanan publik.” Penilaian terhadap kinerja Aparatur Desa akan sangat berguna untuk melihat atau menilai kualitas dan kuantitas kerja dalam memberikan pelayanan, mendorong Aparatur Desa untuk lebih memahami kebutuhan masyarakat yang dilayani serta untuk melakukan perbaikan dalam Pelayanan Publik. Namun di sisi lain, UU Desa belum dapat dikatakan efektif yang merupakan indikator penting partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Desa Sokolelah, dimana peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan belum sepenuhnya diperhatikan. dalam hal ini pemerintah bukan hanya salah satu aktor pemerintahan desa, tetapi membutuhkan kerjasama dengan masyarakat yang juga merupakan salah satu aktor terpenting pemerintahan desa [11].
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Iin Endah Setyawati dan Fajar Muhammad menemukan bahwa sangat penting untuk menempatkan pekerjaa sesuai dengan the right man on the right place artinya para pegawai berasal dari latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang yang didudukinya. Hal ini agar beban kerja yang di pikul setara dengan kemampuan dan kinerja pegawai tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Melli Puspita Lestai menunjukkan bahwa indikator dari pelayanan publik belum maksimal, misalnya dalam melakukan pekerjaannya, masih banyak mesin desa yang tidak mengetahui cara menggunakan komputer atau tidak menguasai bidang teknologi dan informasi, ketidaktahuan dan inisiatif mesin desa dalam bekerja, ketidakmampuan dan pemahaman desa. mesin-mesin dalam tugas-tugas tertentu, tidak bertanggung jawab dan disiplinnya mesin-mesin desa dalam pekerjaannya, sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan pemenuhan pekerjaan menjadi sulit terutama dalam penyampaian pelayanan belum tepat waktu dan waktu akhir sangat lambat [12].
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan implementasi UU No. 6 Tahun 2014 dan pengaruhnya terhadap kinerja aparatur desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan dalam pelaksanaan pemerintahan desa yang dikelola oleh kepala desa di Desa Gempoli Kecamatan Gempoli Kabupaten Pasurua, serta faktor apa yang menghambat dan mendukung pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 dan apa pengaruhnya terhadap kinerja kepala desa . Pemerintahan Desa di Desa Gempol, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan
Metode
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif [13]. Penelitian ini berfokus pada menjelaskan implementasi UU No 6 Tahun 2014 dan dampaknya terhadap kinerja kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasurua upaya apa saja yang dilakukan oleh kepala desa dalam implementasinya pemerintahan desa di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasurua, dan faktor apa saja yang menghambat dan membantu pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 dan apa pengaruhnya terhadap kinerja kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kecamatan, Wilayah Administratif Pasuruan Dengan metode deskripsi data-data yang di deskripsikan dan dipaparkan akan lebih mudah sehingga dapat lebih dipahami dan dijelaskan. Adapun alasan peneliti mengambil lokasi di Desa Gempol Kecamatan Gempol, karena peneliti ingin mengetahui bagamana impementasi UU No 6 Tahun 2014 dalam menjalankan tertib administrasi desa di Desa Gempol Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, bagaimana upaya kepala desa dalam menjalankan tertib administrasi desa. Dalam penentuan informan adalah selaku narasumber yang dipergunakan untuk memenuhi data, memahami permasalahan yang akan diteliti, dan kesediaan untuk memberikan sebuah informasi secara akurat, jelas, dan lengkap. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik dalam penentuan sampel. Dalam penelitian ini teknik penentuan informan yang digunakan yaitu purposive sampling, adapun informan tersebut meliputi Kepala Desa, staff Desa Gempol dan masyarakat selaku key informan, Jenis data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selain itu, metode analisis data yang dianalisis meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Administrasi merupakan salah satu persoalan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, karena pengelolaan merupakan indikator yang mendukung pelaksanaan pengelolaan. Pemerintahan desa adalah keseluruhan proses pencatatan informasi tentang desa dalam buku pendaftaran desa/buku administrasi desa. Desa Gempol Pasuruan dibawah pimpinan Bapak Sunaryo selaku kepala desa dan dengan dukungan perangkat desa menyelesaikan pemerintahan desa, mengelola pemerintahan desa sendiri merupakan salah satu faktor keberhasilan pembangunan desa [14].
Tentunya pelaksanaan pemerintahan desa akan tetap diatur dengan Permendagri No. 47 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Desa. Kajian ini berfokus pada (1) Implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kinerja Perangkat Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Gempol Kecamatan Gempol Wilayah Administrasi Pasuruan. (2) Faktor apa saja yang menghambat dan mendukung implementasi UU No. 6 Tahun 2014 dan apa dampaknya terhadap kinerja. Hal ini disebabkan banyaknya fenomena yang terjadi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Misalnya, diperlukan dalam pelaksanaan peraturan baru yang berlaku pada tahun anggaran 2015. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab Tentang Desa, sebagian pemerintah desa (kepala desa) di Kabupaten Gempol, Pasuruan masih belum siap untuk mengimplementasikannya. Keterbatasan waktu persiapan administrasi disebut menjadi pemicu lemahnya implementasi UU Desa [15].
Maka, akibat dari ketidak siapan administrasi ini menimbulkan banyak tindak kejahatan dikarenakan malpraktik administrasi, antara lain adalah tindak pidana penyimpangan keuangan oleh oknum desa, praktik pungli, praktik jual beli tanah desa dan sebagainya yang dilakukan oleh para oknum yang memanfaatkan celah kekosongan dari persiapan administrasi dalam melakukan implementasi Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Kinerja Aparatur Desa.
Sementara itu, masih banyak perangkat desa yang belum memahami pedoman-pedoman yang menjadi dasar penyelenggaraan atau pelaksanaan pemerintahan desa yang tertata dalam tata buku pemerintahan desa yang baik. Hal ini berdampak negatif terhadap kelangsungan pelaksanaan good governance. Sikap dan tanggung jawab para eksekutif politik merupakan faktor yang juga besar pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Masuknya buku-buku pemerintahan desa ke dalam buku desa merupakan hal yang paling penting untuk keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Hasil penelitian akuntansi desa per wilayah menunjukkan masih banyak buku pendaftaran yang tutup. Dari beberapa wawancara dengan peneliti di lapangan ini yaitu wawancara dengan kepala desa, sekretaris desa, kepala staf dan juga kepala desa Gempol, diketahui bahwa pelestarian atau pengarsipan dokumen administrasi desa Gempol di Pasuruan tidak dilakukan dengan baik ternyata pada saat peneliti menanyakan beberapa dokumen penting kepada aparat desa Gempol, perangkat tidak mengetahui arsip dokumen yang diminta, karena mesin desa sebelumnya tidak menyediakan arsip dokumen lama dalam respon field ini. Berikut ini diuraikan hasil wawancara dengan menggunakan indikator teori yang disampaikan oleh Sekda Gempol, Pasuruan pada saat sesi wawancara sebagai berikut:
Komunikasi
Komunikasi merupakan variabel yang sangat penting bagi implementasi kebijakan, karena komunikasi diperlukan agar pesan yang disampaikan dapat menghasilkan implementasi yang baik dan dapat diterima dengan interpretasi yang sama. Menurut hasil wawancara, aspek komunikasi yang dilakukan oleh perangkat desa Gempol dilakukan antara atasan Pasuruan sebagai penyelenggara kepala desa dan antara bawahan sebagai pelaksana politik. Komunikasi antara kepala desa dengan kepala desa sebagai pelaksana pemerintahan desa Dalam pelaksanaan pemerintahan desa di Desa Gempol, komunikasi antara kepala desa dengan perangkat di bawahnya sudah terputus namun masih kurang baik.
“Masalah komunikasi yang pertama adalah sebagai Kepala Desa Gempol di Pasuruan, saya selalu mengkoordinasikan pengelolaan desa dengan perangkat desa. Yakni, untuk peran eksekutif pemerintahan desa saya sudah sesuaikan menurut tupoksi dari masing-masing bidang. Untuk masalah kendala jika komunikasi dilakukan secara daring atau melalui grub WA biasanya kendalanya dari signal, untuk kendala lainnya biasanya terjadinya gagal paham dari aparatur desa yang memang bisa di bilang kurang menyerap betul apa yang saya kordinasikan pada saat saya lakukan rapat umum internal desa khusus administrasi. Jadi saya selalu melihat situasi untuk melakukan perbaikan dari segi komunikasi yang saya bangun dengan aparatur desa terkait pelaksanaan administrasi desa.(Wawancara 5 april 2023 dengan Lurah Gempol, Bpk Sunaryo di kantor Desa Gempol).
Komunikasi antara Sekretaris Desa dengan Kaur dan Kasi. Berkaitan dengan Komunikasi yang di lakukan oleh Sekretaris Desa yang menjadi penanggung jawab atas pelaksanaan Administrasi Desa Gempol, Pasuruan dan juga aparatur di bawahnya yang membantu pekerjaan sekretaris desa sebagai berikut:
“Kerja sama melalui Komunikasi yang di bangun oleh pihak internal sudah baik. Komunikasi yang terjalin di internal desa biasanya dilakukan secara langsung/ tatap muka. Seperti halnya KaUr dan KaSi secara Administrasi di kerjakan sesuai tupoksinya. Jadi pada saat kita butuh arsip terkait Administrasi Desa Alhamdulillah kita mudah mendapatkan dan menjalankannya. Komunikasi dengan pihak kecamatan juga baik, sama yang seperti adek tadi bilang bahwa kecamatan menjadi Pembina desa dari pelaksanaan administrasi Desa, untuk masalah bimbingan ya tetap ada.”.(Wawancara 7 April 2023 dengan Sekretaris Desa, Bpk Ervan Faisol).
a)Komunikasi antar Bidang
Diantara bidang yang mendukung kerja sekretaris desa dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan desa adalah salah satu bidang sumber daya manusia sekretariat desa yaitu. H. kepala urusan dan kepala dinas, yang merupakan kepala urusan, dan kepala bagian adalah bagian dari staf kesekretariatan, yang bertugas membantu sekretaris desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
“Masalah komunikasi saya rasa cukup baik dengan bidang-bidang lainnya. Untuk komunikasi kita masih melakukan dengan tatap muka. Cuman memang kadang implementasi di lapangan meleset sedikit. Ya Namanya saja komunikasi dengan banyak pihak, ada saja divisi yang miskomunikasi. Kendala komunikasi utama yang sering terjadi selain miskomunikasi ya konflik kepentingan. Misalnya atasan sudah menginstruksikan ini dan itu sesuai juknis dari pemerintah. Ya kadang ada aja staff yang melaksanakan keputusan dengan sedikit menyelewengkan kekuasaannya. Contohnya apa? Umumnya pungli. Misalnya pelayanan administrasi harusnya tanpa pungutan, tapi ada aja pihak yang melakukan pelayanan dengan dalih percepatan agar mendapatkan pelican. Itu contohnya, bisa di pahami?”. (Wawancara 7 April 2023 dengan Staff Desa, Bpk Erwin Sugiyono).
Berdasarkan wawancara dengan kepala desa, sekretaris desa dan juga pejabat sekretariat yang bertugas mendukung kerja sekretaris desa yang memiliki peluang bagus di Desa Gempol Pasuruan dapat disimpulkan bahwa inilah pernyataan bahwa ada ketidakseimbangan/ketidaksetujuan antara atasan dan bawahan. Kepala desa percaya bahwa komunikasi yang ingin dibangun sudah baik, meskipun terkadang komunikasi antara atasan dan bawahan masih sedikit. Juga cerita dari sekretaris desa yang mengatakan bahwa komunikasi internal dan eksternal di desa sudah cukup baik, namun meskipun komunikasi di tingkat atas terjalin dengan baik, terkadang sering terjadi masalah komunikasi di tingkat pelaksana. Masalah tersebut paling sering disebabkan oleh konflik kepentingan antara atasan dan bawahan.
Fenomena yang terjadi dilapangan dari hasil wawancara dan observasi ini, di dapat temuan data yang menjelaskan bahwa terdapat lapisan dalam komunikasi antara atasan dan bawahan di desa Gempol. Jika di dasarkan pada teori Edward III, terdapat 3 indikator kesuksesan dalam komunikasi, Pertama adalah transmisi pesan, dimana komunikasi yang lancar antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan mengarah pada implementasi kebijakan yang baik. Indikator lainnya adalah kejelasan, dimana informasi yang dikumpulkan dari komunikasi lintas batas antara pembuat kebijakan dan pelaksana harus dijelaskan secara jelas dan langsung, tanpa ambiguitas yang membingungkan. Dan indikator terakhir adalah konsistensi. Pedoman yang disalurkan dalam komunikasi tidak boleh berubah (konsekuen) dan jelas agar tidak menimbulkan kebingungan di kalangan pelaksana kebijakan.
Namun yang terjadi antara penerima kebijakan di kevel kecamatan dan Desa sebenarnya sudah melakukan koordinasi dengan baik sesuai dengan tupoksi dan juknis dari pemerintah pusat. Namun permasalahan datang dari level staff dimana beberapa oknum yang memiliki konflik kepentingan seringkali melakukan hal-hal yang merugikan antara lain adalah kegiatan pungli dibawah meja dengan dalih percepatan pembuatan dokumen. Padahal semua dokumen harusnya adalah sesuatu yang gratis dan bisa diakses oleh semua warga. Dari pengamatan di lapangan, bentuk punli ini adalah salah satu penyalahgunaan wewenang, dimana disebabkan oleh beberapa factor, yakni factor mental, factor kultural, faktor ekonomi, dan budaya organisasi yang masih melekat karena adanya orang-orang lama yang masih melestarikan budaya tersebut. Hal ini terjadi secara umum biasanya disebabkan karena lemahnya sistem kontrol dan pengawasan dari atasan.
Sumber Daya
Dari sudut pandang teori Edward III peneliti dapat menginterpretasikan sumber daya menjadi tiga bagian, yang secara alami berkaitan dengan pelaksanaan program pengelolaan desa di desa Gempol Pasuruan. Berikut interpretasi peneliti:
a)Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam suatu organisasi atau lembaga. Salah satu cara dia memenuhi tugasnya sebagai pelaksana pemerintahan desa adalah melalui sumber daya manusia.
Oleh karena itu perlu lebih diperhatikan tingkat pendidikan, pemahaman dan komitmen masing-masing perangkat desa agar dapat bertindak sesuai petunjuk dan efektif menjalankan tugasnya sebagai pimpinan pemerintahan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Terkait masalah SDM di Desa Gempol, saya selalu melihat kualitas ataupun kuantitas dari faktor tersebut.Terutama dari pemahaman aparatur terhadap pelaksanaan administrasi. Desa. Menurut saya dari aparatur desa, ya masih bekerja sesuai tupoksi dan dalam menjalankan tugasnya berpedoman pada kebijakan yang ada. Hanya saja ada beberapa kendala yang memang perlu di benahi, bahwasannya seperti SDM yang ada di Desa Gempol, Pasuruan masih kurang dari segi pendidikan jadi untuk mengerti atau memahami suatu hal tidak bisa diserap secara cepat. Apalagi untuk SDM yang mendekati usia pensiun, lebih banyak permakluman dengan alasan kemanusiaan”. (Wawancara 5 april 2021 dengan Kepala Desa Gempol, Bpk Sunaryo di kantor).
b)Sumber Daya Peralatan/ Sarana Dan Prasarana
Sumber daya peralatan atau dapat dikatakan infrastruktur merupakan aspek yang turut mendukung keberhasilan pelaksanaan pengelolaan desa Sarana dan prasarana sangat erat kaitannya dengan implementasi kebijakan. Sarana dan prasarana dapat memudahkan pengelolaan desa.
“Mungkin jika ditanya dari segi perlengkapan atau sarana dan prasarana yang ada, kendalanya dari komputer yang terkadang eror pada saat akan digunakan, seperti mencari dokumen ataupun untuk digunakan yang lainnya. Namun masih bisa dirasa cukup dalam menunjang berjalannya administrasi desa”. (wawancara 5 april 2021 dengan Bpk Sunaryo selaku Kepala Desa Gempol, Pasuruan).
c)Sumber Daya Anggaran Sumber
Tenaga rumah tangga merupakan salah satu sarana yang paling efektif untuk mencapai efektifitas tujuan. Dalam suatu organisasi dapat dikatakan bahwa sumber daya anggaran merupakan rencana yang dibuat secara menyeluruh dan jelas dalam waktu tertentu. Sumber anggaran penyelenggaraan pemerintahan desa ini adalah rencana program indikatif desa.
“Menurut saya pribadi, terus terang saja kita selalu melihat kondisi pada saat ini. Menurut saya dari segi anggaran saat ini masih kurang, semua serba irit. Kita tahu sekarang masih masa covid yang sudah berjalan setahun lebih dan hal ini menguras anggaran desa. Maka dari itu, nanti jika ada pertemuan antara Desa dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) saya sendiri selaku Kepala Desa mungkin akan mengusulkan terkait masalah Anggaran yang kurang ini”.(wawancara 5 April 2023 dengan Kepala Desa Gempol, Bpk Sunaryo).
Fenomena yang terjadi dilapangan dari hasil wawancara dan observasi di lapangan jika dikaitkan dengan pendapat Edward III di dapati temuan beberapa data, pertama pada dimensi SDM beberapa petugas administrasi desa memiliki Pendidikan di bawah standarisasi, namun mereka tetap diperkerjakan karena alasan kemanusiaan, karena usia mendekati pensiun sehingga jika dilakukan peremajaan akan tidak manusiawi, sehingga kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah desa untuk hal ini adalah menunggu pegawai tersebut pensiun kemudian akan digantikan dengan pegawai yang lebih kompeten. Hal ini memang secara perundangan tidak pas, namun dalam kultur masyarakat desa masih terdapat sistem toleransi. Sedangkan untuk staff lainnya tidak masalah, dan berjalan sesuai dengan tupoksi. Berikut adalah data Pendidikan SDM di Desa Gempol yang masih aktif bekerja :
No | Rincian | Anggaran | Sumber Data |
1 | Pendapatan alokasi dana desa | Rp. 424.913.000,00 | ADD |
2 | Tunjangan operasional perkantoran | Rp. 12.000.000,00 | ADD |
3 | Tunjangan penambahan kebutuhan perangkat desa | Rp. 9.000.000,00 | ADD |
4 | Penyedia Jamsos bagi kepala perangkat desa | Rp. 2.400.000,00 | ADD |
Pada table diatas menjelaskan bahwa sumber daya anggaran Desa Gempol yaitu pendapatan alokasi dana desa sebesar Rp. 424.913.000,00, Tunjangan operasional perkantoran Rp. 12.000.000,00, Tunjangan penambahan kebutuhan perangkat desa Rp. 9.000.000,00, Penyedia Jamsos bagi kepala perangkat desa Rp. 2.400.000,00
No | Aparatur Desa | Jumlah | Jabatan |
---|---|---|---|
1 | Kepala Desa | 1 | -Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa-Melaksanakan pembangunan Desa dan lain lain |
2 | Sekretaris Desa | 1 | Membatu Kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan |
3 | Kaur umum dan tata usaha | 4 | Membantu Sekretaris Desa dalam urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan |
4 | Kasi Pelayanan | 3 | Membantu Kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional |
5 | Kasi Pemerintah | 3 | Membantu Kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional |
6 | Kaur keuangan | 2 | Membantu Sekretaris Desa dalam urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan |
7 | Kaur Perencanaan | 2 | Membantu Sekretaris Desa dalam urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan |
8 | Kasi kesejahteraan | 2 | Membantu Kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional |
9 | Kepala Dusun | 4 | Menjalankan kegiatan Kepala Desa dalam kepemimpinan Kepala Desa di wilayahnya |
Dari data ini menunjukkan bahwa di jumlah aparatur desa gempol sudah sesuai dengan data umum yang ada di desa Gempol kecamatan Gempol kabupaten pasuruan dan kinerja aparatur desa sudah sesuai penempatan jabatan masing-masing.
Pada dimensi informasi dalam pengimplementasian kegiatan administrasi, Semua informasi yang diperoleh dari komunikasi antara pembuat kebijakan dan pelaksana di berbagai front harus dijelaskan secara jelas dan tidak ambigu serta tidak boleh mengandung ambiguitas yang menimbulkan kebingungan. Dan indikator terakhir adalah konsistensi. Kebijakan yang disalurkan dalam komunikasi tidak boleh berubah (konsisten) dan jelas agar tidak membingungkan pelaksana kebijakan.
Alat | Jumlah | Kondisi |
---|---|---|
PC Computer | 1 | 50% |
Printer | 1 | 60% |
Scanner | 1 | 60% |
Kemudian pada aspek sarana dan prasana dan anggaran, sesuai dengan table diatas menunjukkan bahwa pada aspek fasilitas masih kekurangan computer untuk pelayanan, selama unit computer yang digunakan untuk pelayanan hanya 1 dan kadang loading lambat karena RAM yang kurang besar, solusinya sampai sekarang unit computer tersebut masih rajin dilakukan pemeliharaan dan peremajaan pada beberapa bagian. Hingga sekarang masih menunggu anggaran pembelian computer baru diturunkan, sebab arus pengurusan dokumen semakin tinggi seiring bertambahnya urusan kependudukan. Kemudian pada aspek anggaran setelah masa covid-19 kemarin banyak kebutuhan desa yang tidak terealisasi sebab dana desa banyak dialokasikan untuk Covid 19, jadi setelah pandemic ini akan diadakan pertemuan dengan DPMD agar perencanaan anggaran yang tertunda karena Covid 19 bisa segera di realisasikan.
Fenomena yang terjadi dilapangan hasil wawancara dan observasi di lapangan jika dikaitkan dengan pendapat Edward III bahwa pada dimensi informasi secara tekstual semua informasi sudah dilakukan diseminasi pada para pihak terkait, semua orang sudah memahami seharusnya melakukan apa dan siapa para pihak yang terlibat. Namun kendala di lapangan adalah adanya oknum-oknum tertentu yang seringkali melakukan kesepakatan di bawah meja dan diluar dinas, dimana hal ini seringkali tidak terdeteksi namun praktik tersebut masih tetap dilakukan oleh orang-orang lama. Ini salah satu hal yang membuat penegakan implementasi kebijakan sukar tercapai.
Stuktur Birokrasi
Struktur birokrasi memegang peranan penting dalam implementasi kebijakan. Salah satu aspek penting dalam suatu organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP). SOP yang efektif memberikan kerangka kerja yang jelas, sistematis, sederhana dan mudah dipahami oleh para pelaksana kebijakan.
“Pembagian wewenang dan tiap-tiap bagian dari bidang masing-masing, kita selalu mengacu pada tugas pokoknya.Jadi sesuai dengan tugas pokok dari pelaksana administrasi Desa. Saya selaku kepala Desa selalu menekankan agar bekerja sesuai tupoksi. Untuk masalah SOP sendiri kita tetap ada, dan saya selalu tekankan kepada aparatur desa agar menjalankan tugas terkait pelaksanaan dari administrasi Desa Gempol, Pasuruan berjalan sesuai dengan Peraturan atau Kebijakan yang sudah ada”. (wawancara 5 April 2023 dengan kepala desa Bpk Sunaryo).
Pada aspek struktur birokrasi ini terdapat dua dimensi yang mendorong kinerja struktur birokrasi menurut Edward, dimensi pertama adalah adanya SOP (Standart Operation Procedure) dan dimensi kedua adanya pembagian kerja dan tanggung jawab sesuai dengan aktivitas dan program yang dijalankan oleh masing-masing unit kerja sesuai dengan kompetensi. Dari hasil wawancara dan observasi di lapangan menunjukkan bahwa secara testual sudah sesuai semuanya, baik SOP ataupun dengan pembagian kerja sudah berupaya dilakukan the right man on the right place.
Fenomena yang terjadi dilapangan hasil wawancara dan observasi di lapangan jika dikaitkan dengan pendapat Edward III ditemukan kendala lagi ada SDM yang berusia menjelang pensiun, jadi secara produktivitas kerja mereka memang kurang. Sehingga beberapa staff akhirnya bekerja dengan double tanggung jawab untuk mengcover posisi staff lainnya. Kendala para staff yang menjelang pensiun ini umumnya karena ketidak mampuan mereka untuk belajar cepat dan beradaptasi dengan teknologi, mereka terbiasa menggunakan cara kerja manual dan pola manual. Sehingga tuntutan kerja yang serba cepat ini kurang sesuai dengan mereka. Untuk mengatasi situasi tersebut, staff ini kemudian di pindahkan pada bidang kearsipan yang memang masih dilakukan secara manual, sehingga tidak mengganggu produktivitas kerja lainnya.
Berdasarkan pada gambar 4 diatas adalah bentuk Standart Operasional Prosedur desa Gempol, dari bagan ini menunjukkan secara jelas mengenai alur prosedural pelayaan Desa Gempol. Dengan adanya SOP ini akan memudahkan para staff desa untuk memberikan pelayanan secara cepat dan efisien sebab semua prosedur telah ditentukan seperti bagan yang dilampirkan diatas, mulai input pelayanan awal sampai dengan output atau hasil pelayanan.
Disposisi
Disposisi merupakan bentuk komitmen dan pemahaman pejabat atau pelaksana dalam pelaksanaan kebijakan. Kepemimpinan sendiri dapat diartikan sebagai kecenderungan pelaksana kebijakan atau pejabat untuk menanggapi pengaduan masyarakat dengan memberikan informasi atau penjelasan yang memadai tentang sifat pengaduan tersebut. Masih cenderung tidak efektif dari sisi mesin Desa Gempol, Pasuruan, atau penempatan staf sebagai pelaksana kebijakan sektor tertentu. Memang, menurut pengakuan seorang perangkat desa yang bertanggung jawab atas tugasnya, dia justru mengatakan bahwa beberapa wilayah desa memiliki tugas yang tumpang tindih karena tidak mengerti apa yang sedang dikerjakan. Sedangkan bagi aparatur atau aparatur yang tidak efisien tidak memahami petunjuk atau petunjuk pelaksanaan Permendagr No. 47 Tahun 2016 Pemdes.
“Masalah komitmen atau pemahaman dari aparatur desa terkait tugas dan acuannya, saya rasa aparatur sudah paham terhadap yang dikerjakan.Meskipun terkadang masih ada kesalahan, tetapi saya dan aparatur desa lainnya tetap melakukan perbaikan terkait masalah kinerja dari pelaksanaan administrasi Desa.Jika ditanya masalah komitmen tentu kita harus komitmen karna hal itu sudah kewajiban dari tugas yang sudah diberikan.Kita komitmen dengan teman-teman lainnya, jadi untuk masalah komitmen saya sendiri selaku kepala Desa dan juga perangkat Desa Gempol, Pasuruanselalu komitmen dalam memajukan Desa Gempol”.( wawancara 5 april 2021 dengan kepala Desa Bpk Sunaryo),
Sementara berdasarkan hasil observasi pada saat melakukan penelitian di Desa Gempol, Pasuruan kultur/budaya organisasi di desa tersebut masih cenderung kepada hal yang kurang efektif.
“Jadi begini, kurangnya ketegasan sikap antara atasan dan bawahan terkadang menjadi kendala dalam melaksanakan tugas pokok yang menjadi tanggungjawab per-tupoksi. seperti tanggungjawab atas tugas pokok dari salah satu bidang yang dikerjakan oleh bidang lainnya. Jadi ketidaksesuaian dari hal ini menjadi penghambat yaitu adanya tumpang tindih tugas”.(Wawancara 5 April 2021 dengan Bapak Joko).
Budaya organisasi adalah sistem peran, alur aktivitas, dan proses yang terkait dengan pola kerja yang muncul antara manajer dan pelaksana politik sebagai pelaksana tugas untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan tersebut akan tercapai jika pimpinan lembaga mampu menunaikan tugasnya dengan baik dan menjalin kerjasama dan hubungan yang erat dengan bawahannya. Dalam desa internal, budaya atau budaya organisasi di desa internal yang kuat mendukung tujuan organisasi, dan sebaliknya, budaya organisasi yang lemah menghalangi atau bertentangan dengan tujuan yang dapat dicapai dalam pembangunan desa. Dalam lembaga dengan budaya yang kuat dan positif, tumbuh nilai-nilai dan pemahaman bersama, yang dipahami, diterima, dan diperjuangkan oleh perangkat desa. Organisasi dengan budaya positif memiliki pengaruh yang baik terhadap perilaku atau sikap perangkat desa itu sendiri.
Fenomena yang terjadi dilapangan hasil wawancara dan observasi di lapangan jika dikaitkan dengan pendapat Edward III bahwa kurangnya sikap tegas pimpinan instansi terhadap bawahannya menyebabkan kurangnya tanggung jawab terhadap tugas pokok (perlengkapan) pegawai. Ini adalah salah satu budaya organisasi yang kurang efektif dalam mengelola suatu instansi yang tujuan umumnya adalah membangun desa yang lebih baik.
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas tentang pelaksanaan Pemerintahan Desa Permendagri No. 47 Tahun 2016 di Desa Gempol Kabupaten Pasuruan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Pemerintahan Desa terbukti kurang efektif. Ketika pemerintahan desa dilaksanakan oleh pelaksana politik/perangkat desa, disadari banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan tugas, sehingga terjadi tumpang tindih tugas. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman perangkat desa terhadap kebijakan yang ada serta kuatnya sikap dan komunikasi kepala desa dan bawahannya. .
Karena kurangnya pemahaman tentang mesin dan kurangnya kekuatan yang dirasakan dari kepemimpinan desa (kepala desa), para pekerja/mesin desa merasa tidak bertanggung jawab dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelaksana kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian implementasi politik Pemerintahan Desa Gempol Kabupaten Pasuruan dilihat dari teori George Edward III sebagai berikut: Komunikasi meliputi: a) Komunikasi antara kepala desa dengan perangkat desa sebagai pelaksana pemerintahan desa. Komunikasi yang dibangun oleh kepala desa selaku penyelenggara penyelenggaraan pemerintahan desa berjalan dengan baik, namun masih dapat dikatakan belum optimal. Komunikasi bisa melalui media sosial (WhatsApp) dan secara langsung. b) Komunikasi antara sekretaris desa dengan kepala dinas dan Kasi Komunikasi antara sekretaris desa dengan bawahannya dapat dikatakan cukup baik. c) Komunikasi antar sektor Komunikasi antar sektor cukup baik. Namun pengakuan dari daerah lain menyebutkan bahwa kurang optimalnya komunikasi antar manajer menyebabkan adanya kebiasaan duplikasi tugas di daerah yang berbeda. Sumber daya meliputi: a) Sumber daya manusia masih dianggap kurang efisien dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Hal ini tercermin dari beratnya beban kerja para pelaksana kebijakan yang tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Jika menyangkut pengetahuan dan rasa ingin tahu, mereka tidak mampu menjalankan tertib administrasi dan pemerintahan desa. b) Dana anggaran Anggaran desa yang menurun berarti kekurangan dana untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa. c) Sumber Daya Peralatan/Infrastruktur Di Desa Gempol, Pasuruan, sarana prasarana yang ada dinilai masih cukup tetapi belum optimal karena beberapa peralatan rusak dan tidak berfungsi. Struktur birokrasi meliputi: a) Struktur Birokrasi Tata Kelola Umum Informasi dan Pelestarian Informasi Dalam bidang tata kelola umum dapat diketahui bahwa pelaksanaan tata kelola ini dinilai masih belum efektif, yang disebabkan masih banyaknya buku dan arsip dokumenter yang terisi. tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melacak Penyimpanannya. b) Struktur birokrasi pembukuan administrasi rakyat Pencatatan informasi dalam buku register administrasi rakyat dianggap efektif, dibuktikan dengan pengisian buku register secara lengkap dan benar serta sesuai dengan kebiasaan yang ada. c) Struktur birokrasi wilayah data administrasi keuangan dan wilayah penyimpanan data. Bidang pengelolaan keuangan tidak efisien karena banyak buku yang tidak terisi atau masuk.
Menurut operator, lambatnya akses ke data administrasi keuangan karena tumpang tindihnya tugas cabang-cabang pemerintahan desa. d) Struktur birokrasi penyimpanan data dan data dalam pengelolaan pembangunan Luas penyimpanan data dan informasi dalam pengelolaan pembangunan masih belum efisien. Karena banyak buku yang tidak penuh. Arsip dokumen pembangunan yang akan dikelola oleh bagian perencanaan yang merupakan tugas pokoknya diserahkan kepada kepala desa untuk diamankan. Pengaturan meliputi: a) Perilaku/sikap dan komitmen aparat desa terhadap politik. Konfigurasi khusus mesin Desa Gempol kecamatan Pasuruan dalam implementasi kebijakan cukup efektif, namun masih belum maksimal karena masih ada beberapa perangkat yang tidak berjalan sesuai tugas dan tanggung jawabnya, dan pengertian yang masih dapat dilihat adalah kurang memadai dalam implementasi kebijakan. b) Budaya organisasi internal/budaya desa. Faktor budaya organisasi internal kota yang tidak begitu efektif atau negatif diakui. Terlihat bahwa sebagian perangkat desa merasa tidak bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai pelaksana pemerintahan desa yang terorganisir karena lemahnya kepemimpinan desa dan kurangnya komunikasi antara atasan dan bawahan. Sehingga yang muncul adalah budaya yang bertahan tanpa koreksi dari pengelola.
Usulan peneliti kepada Kades Gempol Pasuruan menyangkut pelaksanaan tata kelola desa dengan keterpaduan pencatatan informasi dan data tata kelola pemerintahan, sehingga pengisian buku tata kelola desa yang meliputi tata kelola umum, tata kependudukan, dan lain-lain menjadi merata. lebih optimal. Manajemen keuangan dan manajemen pembangunan berkala. Agar informasi tidak hilang atau terlupakan. Atas saran peneliti kepada kepala desa atau kepala desa Gempol Pasuruan memutuskan untuk menindak perangkat desa yang tidak menjalankan tugas sesuai tugas pokok dan tanggung jawabnya.
References
- . Theresia et al., "Pembangunan Berbasis Masyarakat; Acuan bagi Praktisi, Akademisi, dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat," Jakarta: ALFABETA, 2014.
- . E. Wicaksono and S. M. Ilyas, "Analisis Kinerja Aparatur Desa Dalam Memberikan Pelayanan Publik ( Studi Kasus Di Desa Karanggeger)," Jurnal Ekonomi, vol. 15, no. 01, pp. 61–70, 2022.
- . Kushandajani, "Kewenangan Desa Dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Dalam Perspektif UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa," Semarang: Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro, 2018.
- . Muhammad Muiz Rahardjo, "Tata Kelola Pemerintahan Desa," Jakarta: Bumi Aksara, 2021.
- . Aini Shalihah, "IMPLEMENTASI AUPB DI BIDANG TATA KELOLA INFRASTRUKTUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 DI DESA SOKOLELAH DAN DESA BANGKES KECAMATAN KADUR KABUPATEN PAMEKASAN," Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2022.
- . I. E. Setyawati and F. Muhammad, "ANALISIS KINERJA APARATUR DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DESA DI KANTOR DESA CINUNUK," vol. 3, 2022.
- . M. P. Lestari, "Kinerja Aparatur Desa Dalam Pelaksanaan Kabupaten Tana Tidung," *Skripsi*, vol. 10, no. 3, pp. 606–619, 2022.
- . Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Kinerja Aparatur Desa.
- . Sugiyono, "Metode Penelitian Kualitatif," 2006.
- . Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 47 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pengelolaan Desa.
- . August W., "Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja," 2001.
- . Sutaryo and Jakawinarna, "Karakteristik DPRD dan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah: Dukungan Empiris dari Perspektif Teori Keagenan," Simposium Nasional Akuntansi XVI, Manado, 2013.
- . Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
- . Beratha, I Nyoman, "Desa Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa," Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 1982.
- . Soemantri, Bambang T., "Pedoman," 2011.