Social Policy
DOI: 10.21070/ijppr.v25i3.1384

Transforming Food Security for Economic Independence in Indonesia


Mentransformasi Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Ekonomi di Indonesia

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
food security Watutulis Village economic independence food utilization qualitative research

Abstract

Food security, crucial for ensuring access to sufficient, nutritious food, is a key government focus. This study examines the food security program in Watutulis Village, Prambon District, aimed at achieving economic independence. Using a descriptive qualitative method, data were collected through interviews, observations, and documentation, with purposive sampling of knowledgeable informants. Results show successful efforts in food production and access, notably through fish farming, but limited utilization of these resources beyond household consumption. The study suggests enhancing collaborations with local businesses to create value-added food products, driving economic growth and independence for the village.

Highlights:

  1. Successful food production and access via fish farming.
  2. Limited food utilization beyond household consumption.
  3. Need collaboration with local businesses for economic growth.

Keywords: food security, Watutulis Village, economic independence, food utilization, qualitative research

Pendahuluan

Pertanian adalah salah satu sektor penting pada suatu negara dikarenakan kebutuhan pokok tentunya dapat terpenuhi dengan cara menggunakan hasil mentah yang terdapat pada sektor ini. Terdapat beberapa komoditi pertanian yang dapat diolah menjadi bahan pangan salah satunya yakni padi yang dapat diproses menjadi bahan pangan berupa beras dan selanjutnya dikonsumsi sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia [1] [2]. Oleh karenanya untuk mewujudkan sumber pangan nasional pemerintah berupaya mendorong agar terciptanya ketahanan pangan. Pengertian luas ketahanan pangan sendiri dapat kita lihat di dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang pangan. Dimana dalam undang – undang ini ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Disisi lain sektor pertanian merupakan sektor yang diandalkan dalam program ketahanan pangan selain sektor perikanan [3]. Saat ini isu ketahanan pangan menjadi sebuah isu utama pada kerangka pembangunan nasional [4]. Peningkatan terhadap ketahanan pangan adalah sebuah prioritas program terpenting dalam pembangunan nasional sebab pangan adalah kebutuhan yang paling dasar bagi setiap individu sehingga menjadikan pangan memiliki peran penting pada pertumbuhan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah atau desa [5]. Konsep ketahanan pangan dapat tercapai apabila semua orang secara berkesinambungan dapat mempunyai akses untuk pangan yang memadai baik dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka untuk hidup secara aktif dan sehat. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan isu yang sangat penting dalam mempertahankan kedaulatan pangan pada suatu negara [6]. Oleh karenanya ketahanan pangan perlu menjadi perhatian khusus baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Dalam suatu negara pemenuhan ketahanan pangan, dibutuhkan ketersediaan pangan baik berasal dari segi pangan baik ditinjau dari segi kualitas serta jumlah yang tentunya baik, serta aman untuk di konsumsi dan juga di distribusikan dengan harga yang terjangkau [7]. Pemenuhan kebutuhan pangan pada suatu negara dapat dimulai dari pemenuhan pada kebutuhan pangan ditingkat individu dikarenakan pada tingkat ini merupakan sebuah kunci dalam tercapainya ketahanan pangan negara [8]. Agar kebutuhan pangan ditingkat individu dapat terpenuhi maka akses pangan pada setiap individu harus terjamin agar pemenuhan kebutuhan pangan dapat terpenuhi khususnya bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan [9]. Akses akan kebutuhan pangan setiap masyarakat sangat tergantung kepada ketersediaan pangan dan kemampuan dalam mengakses serta mengakses pemenuhan akan kebutuhan pangan [10].

Persoalan terkait ketahanan pangan bukan saja dialami oleh negara Indonesia, namun pada seluruh negara yang tentunya juga mengalami persoalan terkait ketahanan pangan, terkait dengan hal tersebut [11]. Organisasi pangan dunia yakni Food and Agriculture Organization sangat mendukung dalam upaya peningkatan kapasitas pada pemerintah serta masyarakat dalam menghadapi tantangan terkait ketahanan pangan yang melanda di semua negara didunia [12]. Saat ini negara – negara diseluruh dunia berupaya dengan menciptakan berbagai alternatif untuk menciptakan ketahanan di sektor pangan. Di Indonesia upaya untuk menjaga ketahanan pangan diimplementasikan melalui program food estate [13]. Food Estate dapat diartikan sebagai suatu konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi dimana dalam konsep ini mencakup sektor pertanian, perkebunan sampai dengan pertenakan pada suatu kawasan. Konsep ini dimasudkan untuk meningkatkan produk pangan sebagai upaya menciptakan ketahanan pangan di negara Indonesia. Dalam lingkup kecil dalam hal ini pemerintah desa juga berupaya penuh dalam menciptakan program ketahanan pangan sehingga diharapkan ketahanan pangan dapat terwujud dari tingkat bawah hingga tingkat pusat [14].

Agar ketahanan pangan ini dapat terus terjaga maka pemerintah desa dalam hal ini dapat mengimplementasikan program tiga pilar ketahanan pangan. Tiga pilar ketahanan pangan ini dapat diimplementasikan dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan [15][16]. Dewan ketahanan pangan nasional telah merumuskan tiga pilar ketahanan pangan diantaranya meliputi ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan yang terakhir adalah pemanfaatan pangan [17]. Implementasi tiga pilar ketahanan pangan ini haruslah menjadi perhatian khusus yang harus diimplementasikan untuk menjaga ketahanan pangan khususnya ditingkat desa. Diharapkan dengan adanya implementasi tiga pilar ketahanan pangan ini dapat menjadikan desa yang mandiri khususnya didalam hal ketahanan pangan. Disisi lain pertanian di Indonesia dapat mengimplementasikan sistem tiga pilar ketahanan pangan ini mengingat pertanian di Indonesia sangat rawan sekali terhadap ancaman kegagalan pangan yang mengakibatkan terancamnya ketahanan pangan baik ditingkat daerah maupun negara [18].

Adapun beberapa penelitian sebelumnya, penelitian pertama oleh Valeriana Darwis, Supriyati dan I Wayan Rusastra Tahun 2014 berjudul “Dampak Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Ketahanan Pangan Dan Kemiskinan”. Pada penelitian pertama menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa pada pelaksanaan timbul penurunan terhadap kekurangan pangan pokok yang awalnya 39,77% menurun menjadi 29,02%, turunnya berat balita dibawah standar awalnya 2,35% menurun menjadi 1,03%. Rumah tangga dengan kategori sangat miskin terjadi penurunan yang sangat signifikan awalnya 15.54% menurun menjadi 4,99% serta kategori miskin menurun yang awalnya 57.49% menurun menjadi 42.24%. Adapun pengaruh lain yaitu terjadinya peningkatan terhadap frekuensi makan, perbaikan akses ekonomi sandang, konsumsi terhadap pangan hewani, dan akses pelayanan kesehatan [19]. Dalam penelitian ini apabila diteliti maka terdapat persamaan diantaranya dalam kedua penelitian ini yakni membahas terkait isu ketahanan pangan dengan menggunakan metode kualitatif. Akan tetapi meskipun demikian terdapat sejumlah perbedaan dimana dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya membahas ketahanan pangan dan kemiskinan sedangkan dalam penelitian ini focus utama penelitian yakni membahas ketahanan pangan dengan pendekatan kebijakan tiga pilar ketahanan pangan.

Dalam penelitian kedua yang dilakukan oleh Atmaezer H. Simanjuntak dan Rudy G. Erwinsyah Tahun 2020 dengan judul “Kesejahteraan Petani Dan Ketahanan Pangan Pada Masa Pandemi Covid-19: Telaah Kritis Terhadap Rencana Megaproyek Lumbung Pangan Nasional Indonesia”. Dimana penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur. Hasil dalam penelitian ini didapatkan bahwa potensi dari adanya dampak pembukaan lumbung pangan nasional Indonesia berdampak terhadap petani kecil dimana para petani akan terlibat sebagai pekerja utama dalam lumbung pangan ini. Rencana lumbung pangan nasional ini dapat membawa dampak negative dimana tidak dapat membawa kesejahteraan bagi petani – petani kecil [20]. Persamaan yang terdapat pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama membahas terkait dengan ketahanan pangan, sedangkan perbedaan terletak penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian sebelumnya fokus penelitiannya lebih mengarah kepada lingkup nasional sedangkan pada penelitian ini fokus penelitiannya lebih mengarah ke lingkup desa.

Penelitian Ketiga oleh Reni Chaireni, Dedy Agustanto, Ronal Amriza Wahyu, Patmasari Nainggolan Tahun 2020 dengan judul “Ketahanan Pangan Berkelanjutan”. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian literatur review. Penelitian ini mengungkapkan setidaknya terdapat beberapa hambatan dalam mengimplementasikan ketahanan pangan di negara Indonesia. Hambatan dalam implementasi ketahanan pangan tersebut diantaranya terdiri dari laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan berimplikasi kepada tingkat konsumsi. Adanya laju pertumbuhan penduduk juga berdampak kepada luas lahan pertanian yang setiap hari semakin menurun dikarenakan adanya alih fungsi lahan pertanian. Pemenuhan kebutuhan pada beberapa komoditas pangan strategis saat ini masih bergantung kepada impor. Hal ini diakibatkan kurangnya adopsi teknologi pertanian dalam rangka peningkatan produktivitas hasil pertanian sehingga mempengaruhi terhadap produktivitas hasil pertanian di Indonesia [21]. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama memiliki fokus penelitian terkait dengan ketahanan pangan, adapun perbedaan terletak pada metode penelitian, penelitian sebelumnya menggunakan metoden literatur review sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.

Berbeda dengan penelitian lainnya dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa terkait implementasi program ketahanan pangan sebagai upaya kemandirian ekonomi Desa Watutulis Prambon. Peneliti juga menemukan permasalahan yakni SDM yang tidak memahami akan program ini sehingga menghambat, hasil dari program tersebut hanya dijual serta dalam pelaksanaan program ketahanan pangan di Desa Watutulis Prambon belum dilakukan Analisa secara mendalam terkait keberhasilan implementasi Program Ketahanan Pangan sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisa terkait implementasi program ketahanan pangan yang diterapkan pada Desa Watutulis dengan menggunakan pendekatan analisa tiga pilar ketahanan pangan meliputi ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan [22]. Pada dasarnya penelitian akan ketahanan pangan telah banyak dilakukan akan tetapi masih banyak peneliti yang belum menggunakan pendekatan menggunakan analisa tiga pilar ketahanan pangan. Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai riset – riset keilmuan selanjutnya. Adapun penelitian ini masih terbatas pada ruang lingkup penelitian yang masih dilakukan di desa sehingga dalam penelitian selanjutnya dapat dikaji dalam lingkup kecamatan atau kabupaten yang dapat diperoleh informasi secara luas.

Berdasarkan hasil pengukuran capaian kinerja Dinas Pangan Dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo Tahun 2018, disampaikan sebagai berikut :

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran % Capaian Kategori
1 Meningkatnya produksi pertanian, perkebunan dan peternakan Produksi pertanian, perkebunan dan peternakan berupa :
PadiJagungKacang hijauKedelaiSawiBaymKangkungTebuDagingTelurSusu 99,30%109,46%136, 60%61,95%134,92%95,33$108,05%110,58%115,70%100,50%105,69% BerhasilSangat berhasilSangat berhasilKurangSangat berhasilBerhasilSangat berhasilSangat berhasilSangat berhasilSangat berhasilSangat berhasil
2 Meningkatkan Ketahanan Pangan Daerah Skor Pola Pangan Harapan Konsumsi 100,46% Sangat berhasil
Skor Pola Pangan Harapan Ketersediaan 99,28% Berhasil
Table 1. Pengukuran Capaian Kinerja Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo Tahun 2018
Indikator Kinerja Tujuan : Formulasi Perhitungan/ Definisi Operasional Kondisi Awal Tahun 2017 Target Indikator Tujuan Tahun 2021
Skor Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan konsumsi adalah “komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energy dan zat gizi lainnya dari pola konsumsi pangan masyarakat semakin tinggi Skor PPH maka konsumsi pangan semakin beragam, bergizi seimbang dan aman. Skor PPH Ideal = 100 (Permentan 65 Tahun 2010 tentang SPM) 87,5 89,4
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan Pola Pangan Harapan ketersediaan adalah “komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energy dan zat gizi lainnya yang bias digunakkan untuk mengukur kualitas ketersediaan pangan 89,32 91,12
Table 2.

Metode

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini merupakan metode kualitatif deskriptif. Penulis memilih menggunakan metode kualitatif deskriptif bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan mengenai implementasi program ketahanan pangan yang ada di Desa Watutulis Kecamatan Prambon. Teknik pengumpulan data menggunakan tiga teknik pertama yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan sekretaris desa, pamong dan ketua pelaksana program. Tujuan dari wawancara ini adalah bertujuan untuk menggali informasi terkait kebijakan dan program ketahanan pangan yang terdapat pada Desa Watutulis. Kedua observasi dilakukan untuk melihat implementasi program ketahanan pangan didesa tersebut. Teknik pengumpulan data terakhir adalah dokumentasi digunakan untuk mendokumentasikan hasil penelitian dan data – data yang telah didapatkan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap mengerti mengenai permasalahan dan tema penelitian yang sedang diangkat. Adapun jenis data penelitian ini merupakan data primer yang didapatkan secara langsung dalam proses penelitian lapangan. Obyek penelitian ini bertempat pada Desa Watutulis Prambon. Pada penelitian ini analisis data menggunakan analisa reduksi dimana Langkah yang dilakukan adalah dengan menyederhanankan informasi – informasi yang telah didapatkan.

Hasil dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Program Ketahanan Pangan Di Desa Watutulis

Makna ketahanan pangan dapat diartikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga baik dari segi mutu, gizi dan beragam macam pangan tersebut. Ketahanan pangan tentunya menjadi program yang wajib terlaksana bukan hanya tanggung jawab bagi pemerintahan pusat, namun juga oleh pemerintahan desa. Selain itu program ketahanan pangan merupakan salah satu urusan yang wajib bagi pemerintah pusat hingga pemerintah kabupaten/kota [23]. Untuk mendukung program ketahanan pangan maka pemerintah menerbitkan regulasi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 mengenai ketahanan pangan dimana dalam peraturan ini ketahanan pangan dapat diwujudkan melalui beberapa cara diantaranya adalah pengembangan system produksi, pengembangan system, pengembangan teknologi produksi pangan, pengembangan sarana dan prasarana serta agar ketahanan pangan dapat berjalan dengan baik maka pemerintah desa dapat menerapkan dengan menggunakan tiga pilar ketahanan pangan yaitu Pilar pertama yakni pilar ketersediaan pangan dimana dalam pilar ini bertujuan untuk mengukur kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi didalam negeri serta cadangan pangan dan pemasukan pangan, Pilar kedua pilar keterjangkauan pangan baik secara fisik maupun ekonomi pilar ini digunakan untuk menilai kemampuan rumah tangga dalam memperoleh cukup pangan yang bergizi dapat melalui kombinasi dari berbagai sumber seperti bantuan pangan maupun pembelian dan adapun pilar ketiga adalah pilar pemanfaatan pangan pilar ketiga bertujuan untuk menilai penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu dalam menyerap dan metabolisme zat gizi. Dalam pemanfaatan pangan yakni dimaksudkan pada penggunaan hasil pangan oleh rumah tangga dan kemampuan pada individu.

Adanya kebijakan program ketahanan pangan tentunya akan berdampak khususnya pada upaya kemandirian ekonomi desa. Suatu desa dapat dikatakan mandiri secara ekonomi dapat diukur dengan menggunakan indikator kemandirian ekonomi dikarenakan dalam Indikator Kemandirian Ekonomi Desa terdapat indikator ketahanan pangan masyarakat yang menentukan apakah desa tersebut mandiri secara ekonomi. Ekonomi desa dapat dikatakan mandiri apabila ketahanan pangan pada suatu desa dapat tercukupi. Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi desa berarti sama juga halnya dalam mewujudkan kemandirian desa dimana desa mandiri juga bisa diartikan sebagai sebuah desa yang mampu dalam mengatur dan membangun desanya dengan tentunya memaksimalkan potensi yang terdapat pada desa dan kemampuan para masyarakat desa tersebut dan tentunya tidak tergantung pada bantuan pihak luar. Oleh karenanya dalam mewujudkan ekonomi desa yang mandiri salah satunya juga dapat melalui program ketahanan pangan yang dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan kebijakan tiga pilar ketahanan pangan.

Saat ini program ketahanan pangan merupakan program kebijakan yang serempak dicanangkan oleh pemerintah pusat hingga pemerintah di lingkup terkecil yakni pemerintah desa. Salah satu pemerintah daerah yang mengimplementasikan program ketahanan pangan adalah pemerintah Desa Watutulis Prambon yang sudah terlaksana sejak tahun 2022. Program ketahanan pangan adalah program untuk meningkatkan ketersediaan pangan baik dari hasil produksi masyarakat desa maupun dari lumbung pangan desa, agar meningkatkan keterjangkauan pangan bagi warga masyarakat desa. Program pangan pada desa watutulis kecamatan Prambon ini dibuat agar terciptanya kemandirian desa watutulis dan untuk meningkatkan konsumsi pangan. Program ketahanan pangan di desa sendiri sementara masih mencakup dua sektor, sektor yang pertama yakni perikanan atau budidaya ikan air tawar lele yang hasilnya bisa dipanen 1 bulan sekali atau 2 minggu sekali tergantung dari seberapa banyak ikan lele yang siap panen atau permintaan Masyarakat.

Program ketahanan pangan ini dimulai dan disahkan pada tahun 2022.Ketahanan pangan yang dimaksudkan pada pemerintah Desa Watutulis Prambon yaitu sebagai upaya meningkatkan ketersediaan pangan baik dari hasil produksi masyarakat desa maupun dari lumbung pangan desa, meningkatkan keterjangkauan pangan bagi warga masyarakat desa. Tujuan adanya program ketahanan pangan yang terdapat pada Desa Watutulis Prambon tentunya agar teciptanya kemandirian ekonomi khususnya pada Desa Watutulis Prambon serta sebagai usaha dalam meningkatkan konsumsi pangan. Selain itu tujuan program ketahanan pangan ini bertujuan untuk mengantisipasi kegagalan panen pada sector pertanian yang ada di desa watutulis. Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa pertanian di Desa Watutulis mengalami kegagalan panen dengan luasan lahan pertanian mencapai 7 hektar. Dimana pada tahun 2022 lahan pertanian yang ditanamam 76 hektar akan tetapi yang berhasil dipanen adalah sebanyak 69 hektar [23] , namun terdapat juga kendala yang terdapat pada sektor pertanian, kendala yang terjadi pada sektor pertanian menurut perangkat desa watutulis yakni pada kegagalan panen yang dirasakan pada 2022 akibat padi yang harusnya siap panen menjadi rusak karena hama ataupun kelebihan air sehingga padi tidak bisa tumbuh sehat dan menjadi kekuningan ucap "perangkat desa nari".

Hasil yang bisa didapatkan dari sektor pertanian yaitu padi yang hasilnya tidak untuk dijual ke masyarakat desa sendiri tetapi dijual ke masyarakat luar (tengkulak) hasil dari padi sendiri juga tergantung berhasil tidaknya penanaman padi ini. Jika padi rusak karena hama kemungkinan satu kotak sawah bisa dipanen sekitar 15kg sampai 35 kg saja, tapi jika hasil panen padi ini sangat bagus maka satu kotak sawah bisa menghasilkan sekitar 40kg sampai 75 kg. Hal ini memang sangat jauh berbeda hasilnya dilihat dari kondisi padi pada saat siap panen. Dari penanaman padi awal sampai siap panen biasanya bisa kurang dari 3 bulan ataupun melebihi dari 3 bulan. Di desa watutulis sendiri ini tidak ada lumbung padi untuk menampung hasil dari pertanian ini sehingga jika padi yang siap dipanen dengan jumlah yang sangat banyak maka pemerintah Desa akan menjualnya ke tengkulak.

Dalam menyikapi ancaman terkait kegagalan program pertanian maka pemerintah Desa Watutulis mencanangkan beberapa program ketahanan pangan. Dasar hukum program ketahanan pangan yang terdapat pada Desa Watutulis Prambon diatur dalam Keputusan Menteri Desa (KEMENDES) No 82 Tahun 2022 tentang pedoman ketahanan pangan desa. Agar program ketahanan pangan dapat berjalan dengan baik maka dalam program ini terdapat peran Kepala Desa, Kasih Kesra, Pendamping desa serta unsur masyarakat sehingga pelaksanaan program ketahanan pangan ini dapat berjalan dengan baik dan efektif. Program ketahanan pangan Desa Watutulis dilakukan dalam berbagai program salah satunya adalah program ketahanan pangan melalui sektor perikanan yakni budidaya ikan air tawar/lele. Sector perikanan dipilih dikarenakan pemerintah Desa Watutulis berharap dengan adanya kolam perikanan ini dapat menjadi sumber pangan dan gizi bagi masyarakat yang ada di Desa Watutulis.

Figure 1.Budidaya Ikan Air Tawar

Tidak jarang juga kendala yang dirasakan saat menjalankan program ketahanan pangan ini salah satunya adalah kendala teknis karena kurangnya sumber daya manusia untuk mengelola beberapa sektor tersebut dan kurangnya pengetahuan tentang cara pengelolaan di lapangan sehingga perlu adanya pembekalan dan pelatihan untuk pihak-pihak yang terlibat dalam program ketahanan pangan ini. Meskipun demikian pemerintah desa watutulis berupaya menfasilitasi berupa peralatan sehingga program ini dapat berjalan dengan lancar. Adapun peralatan yang disediakan oleh pemerintah desa watutulis adalah sebagai berikut :

No Bahan Alat
1 Benih lele Kolam untuk benih lele
2 Pakan lele, ket (1 hari 3 kg pakan) Kolam budidaya atau TKD
3 Air, ket (diganti 1 minggu 2-3 kali)
Table 3. Bahan dan Peralatan Budidaya Ikan Lele

Dari data tabel di atas dijelaskan bahwa bahan pertama yang dibutuhkan yakni benih lele yang dibudidayakan di kolam tersendiri yaitu kolam untuk benih lele. Untuk pakan lele sendiri setiap satu hari bisa menghabiskan sekitar 3 kg pakan yang diberikan secara bertahap yakni waktu pagi sekitar jam 08.00 sampai jam 10.00 dan waktu sore sekitar jam 03.00 sampai jam 04.00 sore. Dan untuk airnya sendiri para pengelola akan menggantinya satu minggu selama 2 sampai 3 kali tergantung seberapa kotor airnya dilihat dari warna air yang sangat keruh dan banyak terdapat lumut. Untuk budidaya ikan air tawar sendiri Desa mempunyai dua kolam yang membedakan antara kolam untuk benih lele dan kolam untuk budidaya.

No Bahan No Alat
1 Pupuk 1. Singkal
2 Obat Pembasmi Hama 2. Garu
3. Sisir
4. Pacul
5. Arit
6. Traktor
Table 4.Bahan dan Peralatan Sektor Pertanian

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sementara ini desa menyediakan bahan dan peralatan untuk sektor pertanian yakni berupa pupuk dan obat untuk membasmi hama. Dan untuk alat yang ada di desa sementara ini ada singkal, Garu, sisir, pacul, Arit, dan traktor yang digunakan untuk pengolahan tanah agar menciptakan keadaan fisik tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan peralatan yang bekerja secara mekanis dan berskala besar .

Budidaya ikan air tawar merupakan alternatif solusi dengan mempertimbangkan lahan pertanian di desa Watutulis sangat terbatas. Adapun luasan lahan pertanian di Desa Watutulis mencakup 400m2. Oleh karenanya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang begitu baik maka pemerintah Desa Watutulis Prambon mencanangkan program ketahanan pangan. Adanya program ketahanan pangan ini diharapkan dapat menjadi sumper pangan khususnya di Desa Watutulis.

B. Analisa Tiga Pilar Ketahanan Pangan

Dalam rangka mewujudkan terpenuhinya pangan bagi seluruh penduduk di Indonesia, maka Undang-undang RI Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan telah memberikan amanat bahwa penduduk atau masyarakat di Indonesia mempunyai hak dan diberikan kesempatan dalam upaya mewujudkan cadangan pangan. Dalam hal ini pemerintah berupaya keras untuk terus menjaga ketersediaan pangan bagi masyarakat di Indonesia melalui pilar ketahanan pangan. Pilar ketahanan pangan yang telah dicanangkan oleh pemerintah terdiri dari 3 pilar diantaranya yang pertama adalah tersedianya pangan yang cukup baik ditinjau dari jumlah maupun mutunya, pilar kedua adalah terjangkaunya pangan atau dapat diartikan tersedianya sumber daya untuk mendapatkan pangan, serta penggunaan pangan yang tepat berdasarkan pengetahuan gizinya. Tiga pilar ketahanan pangan ini merupakan acuan yang dapat diimplementasikan dalam upaya program ketahanan pangan di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa program ketahanan pangan di Desa Watutulis. Tiga pilar dalam ketahanan pangan yang terdapat dalam definisi tersebut dapat kita klasifikasikan dalam tiga bidang pertama ketersediaan (availability), kedua keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi, dan yang terakhir adalah pemanfaatan yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat. Tiga pilar ini dapat berhasil dan terpenuhi apabila masyarakat atau rumah tangga tersebut mampu memenuhi ketahanan pangannya masing-masing. Ketiga pilar ketahanan pangan tersebut harus diwujudkan secara bersama-sama dan seimbang. Pilar ketersediaan pangan dapat terpenuhi dengan mendalkan produksi hasil pertanian dari dalam negeri dan luar negeri. Pilar ini dapat diukur apabila keberadaan pangan yang secara fisik berada di dekat konsumen dengan kemampuan ekonomi konsumen untuk dapat membelinya (memperolehnya). Sedangkan pilar pemanfaatan dapat diukur dari seberapa masif konsumsi rumah tangga dalam menfaatkan hasil pangan. Oleh karenanya dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisa teori Tiga Pilar Ketahanan Pangan yang meliputi tiga indikator pertama yakni Ketersediaan Pangan, kedua adalah Keterjangkauan Pangan Baik Secara Fisik Maupun Ekonomi dan ketiga adalah Pemanfaatan Pangan. Adapun Analisa tiga pilar ketahanan pangan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Figure 2. Tiga Pilar Ketahanan Pangan

1. Ketersediaan Pangan

Pilar pertama yakni pilar ketersediaan pangan dimana dalam pilar ini bertujuan untuk mengukur kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi didalam negeri serta cadangan pangan dan pemasukan pangan. Apabila dari kedua sumber ini tidak dapat terpenuhi maka kebutuhan pangan tidak akan terpenuhi. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin saja mencukupi, tapi hal ini tidak menjamin seluruh rumah tangga mendapatkan akses pangan yang memadai dan beragam.

“Jika persediaan pangan ini dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat desa maka pihak pemerintah desa akan mengadakan rapat secara tertutup dengan seluruh perangkat desa dan dihadiri oleh para pengurus yang sudah ditetapkan untuk bersama- sama mencari solusi agar terpenuhi ketersediaan pangan dari budidaya ikan air tawar (lele) dan pertanian dengan hasil padi. Untuk budidaya ikan air tawar sendiri secara keseluruhan bisa sedikit terpenuhi kebutuhan masyarakat desa meskipun tidak semua masyarakat mengkonsumsi ikan lele, dan untuk sektor pertanian belum terpenuhi didesa sehingga masyarakat membeli diluar desa. Selama ini ada upaya peningkatan karena dengan adanya program ketahanan pangan Desa bisa membantu BUMDes untuk menambah pemasukan dan masyarakat juga bisa mendapat lapangan pekerjaan karena SDM dari warga”. (Wawancara 4 januari 2023, oleh Indra Yatiningsih sebagai Sekretaris Desa Watutulis.

Figure 3.Rapat Tertutup Perangkat Desa , BPD Dengan Pengurus Program

Dari hasil wawancara di atas bisa disimpulkan bahwa sejalan dengan hal ini dalam upaya tercapainya ketersediaan pangan yang terdapat pada Desa Watutulis Prambon. Pihak Desa sudah melakukan beberapa upaya ke depan agar program ini bisa terus berjalan dan dalam program implementasi program ketahanan pangan sebagai upaya kemandirian ekonomi desa yakni dengan membentuk dua pokmas budidaya ikan air tawar yakni seperti kolam TKD yang terletak di RT 01 RW 01 dan Kolam Terpal di RT 02 dan RW 01. Dengan didirikannya budidaya ikan air tawar tersebut dapat membantu berjalannya program ketahanan pangan sebagai upaya kemandirian ekonomi desa hal tersebut tentunya dapat membantu BUMDes untuk menambah pemasukan dan masyarakat juga bisa mendapatkan lapangan pekerjaan. Upaya ketersediaan pangan ini dapat dikatakan sebagai cadangan pangan bagi masyarakat di Desa Watutulis dimana hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya konsumsi pangan, bergizi seimbang, aman, higienis, bermutu, tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan masyarakat, serta berbasis pada potensi sumber daya lokal.

Penelitian diatas sesuai dengan teori Tiga Pilar ketahanan Pangan yakni Ketersediaan Pangan yang menjelaskan bahwa pilar ketersediaan pangan dimana dalam pilar ini bertujuan untuk mengukur kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi didalam negeri serta cadangan pangan dan pemasukan pangan. Apabila dari kedua sumber ini tidak dapat terpenuhi maka kebutuhan pangan tidak akan terpenuhi dan di perkuat oleh penelitian terdahulu dari Valeriana Darwis, Supriyati dan I Wayan Rusastra Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa Dampak Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Ketahanan Pangan Dan Kemiskinan. Persamaan yang terdapat pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama membahas terkait dengan ketahanan pangan, sedangkan perbedaan terletak penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian sebelumnya fokus penelitiannya lebih mengarah kepada lingkup nasional sedangkan pada penelitian ini fokus penelitiannya lebih mengarah ke lingkup desa.

2 . Keterjangkauan Pangan Baik Secara Fisik Maupun Ekonomi

Pilar ini digunakan untuk menilai kemampuan rumah tangga dalam memperoleh cukup pangan yang bergizi dapat melalui kombinasi dari berbagai sumber seperti bantuan pangan maupun pembelian. “Keterjangkauan ini dilihat dari lokasi budidaya dan pertanian yang dekat dengan permukiman warga. Sekretaris desa Indra Yatiningsih menjelaskan bahwa dengan adanya program ini masyarakat di desa watutulis bisa menjangkau pangan dengan baik termasuk dalam segi konsumsi pangan yang bergizi seimbang, aman, higienis, bermutu, program ini juga cukup berjalan sesuai yang diharapkan karena bisa membantu perekonomian desa dan perekonomian masyarakat yang terlibat” (wawancara tanggal 4 Januari 2023, oleh Indra Yatiningsih sebagai Sekretaris Desa Watutulis)

Berdasarkan hasil wawancara di atas bisa disimpulkan bahwa program yang berjalan lancar dan agar membantu pemenuhan gizi warga desa sesuai yang diharapkan oleh Pemerintah Desa Watutulis ataupun pengurus program ini dengan perhatikan segi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi ikan air tawar ini. Dengan adanya program ini masyarakat bisa mengetahui bahwa di desa watutulis ada program ketahanan pangan yang sedang berjalan, dan pemerintah Desa watutulis bisa mencegah pemberian pakan yang mengandung bahan berbahaya, serta pemerintah Desa waktu tulis bisa mengoptimalkan pemberdayaan ikan air tawar (lele)

Keterjangkauan pangan di Desa Watutulis dapat ditinjau dari dua aspek dimana aspek pertama adalah keterjangkauan pangan yang ditinjau dari fisik dimana pada Desa Watutulis Prambon dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik hal ini dikarenakan keberadaan sumber pangan seperti lokasi budidaya ikan air tawar dekat dengan pemukiman warga sehingga memudahkan masyarakat dalam mencapai sumber pangan. Adapun akses pangan secara ekonomi terkait dengan program ketahanan pangan sebagai upaya kemandirian ekonomi desa pada Desa Watutulis Prambon cukup berjalan lancar karena sesuai yang diharapkan dapat membantu perekonomian desa dan perekonomian masyarakat yang terlibat.

Adapun keterjangkauan pangan baik secara fisik maupun ekonomi dapat mendukung berjalannya program ketahanan pangan sebagai upaya kemandirian desa tidak terlepas dari strategi-strategi yang dilaksanakan seperti meningkatkan minat warga terhadap program ketahanan pangan, mencegah pemberian pakan yang mengandung bahan berbahaya, dan mengoptimalkan pemberdayaan ikan air tawar, strategi yangg baik tentunya juga dengan berkomunikasi dengan para warga desa dan sama-sama membantu agar program tersebut dapat berjalan.

Penelitian diatas sesuai dengan teori Keterjangkauan pangan baik secara fisik maupun ekonomi yang menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan rumah tangga dalam memperoleh cukup pangan yang bergizi dapat melalui kombinasi dari berbagai sumber seperti bantuan pangan maupun pembelian, dan di perkuat oleh penelitian terdahulu dari Reni Chaireni, Dedy Agustanto, Ronal Amriza Wahyu, Patmasari Nainggolan Tahun 2020 dimana dalam penelitian ini terdapat beberapa hambatan yang harus dilalui dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional meliputi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yang berdampak pada konsumsi pangan. Kedua adanya alih fungsi lahan yang tinggi yang menyebabkan penurunan terhadap produktivitas hasil pertanian dan selanjutnya intervesi penggunaan teknologi pertanian yang masih kurang pada pertanian di Indonesia.

3. Pemanfaatan Pangan

Pilar ketiga dalam ketahanan pangan adalah pemanfaatan pangan yang berasal dari sector pertanian atau perikanan. Dalam pilar ini bertujuan untuk menilai seberapa besar konsumsi pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu dalam menyerap dan metabolisme zat gizi. Tidak hanya itu dalam artian luas pilar ini juga dimaksudkan pada penggunaan hasil pangan oleh rumah tangga dan kemampuan pada individu. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam pemanfaatan pangan diantaranya meliputi cara penyimpanan pangan, pengolahan, dan terakhir adalah penyiapan makanan termasuk didalamnya adalah penggunaan air selama proses pengolahan pangan yakni kondisi kebersihan. Tidak hanya itu pemanfaatan pangan juga mencakup terkait distribusi makanan dalam rumah tangga yang sesuai dengan kebutuhan tiap individu, dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga.

Figure 4.Pelatihan Pengolahan Ikan Air Tawar (Lele) yang Diikuti Oleh Ibu- Ibu PKK

Dari gambar diatas yakni pelatihan dari ibu-ibu pengurus PKK kepada anggota PKK untuk mengelola ikan lele menjadi naget “seharusnya dengan adanya pelatihan pengolahan ikan air tawar (lele) ini pihak Desa bisa bekerja sama dengan beberapa ibu-ibu PKK untuk pengelolaan ikan lele menjadi variasi yang baru seperti nugget yang berbahan dasar dari lele agar tidak hanya dikonsumsi secara mentah tetapi bisa dikonsumsi secara matang. Dengan hasil ikan lele yang begitu melimpah seharusnya pihak Desa bisa bekerja sama dengan rumah makan yang ada di sekitar Desa watutulis ataupun dengan kios-kios yang ada di pasar agar hasil yang melimpah itu mubazir karena selama ini hasil yang terlalu banyak dimasukkan lagi ke dalam kolam.”( Wawancara tanggal 4 Januari 2023, oleh ibu endah sebagai bendahara program budidaya). “untuk sektor pertanian di mana hasil yang diperoleh yaitu padi beberapa minggu sebelum dipanen akan ada pihak yang membelinya secara banyak ataupun keseluruhan (tengkulak) karena kendala di desa watutulis sendiri tidak ada lumbung padi untuk menyimpan hasil yang didapatkan.” ( Wawancara tanggal 6 Januari 2023 oleh bapak sunari sebagai perangkat yang menaungi sektor pertanian)

Berdasarkan hasil wawancara di atas program yang terdapat pada desa Watutulis Prambon yaitu budidaya ikan air tawar (lele) dan pertanian dengan hasil padi serta hasil budidaya ikan air tawar (lele) dan hasil pertanian yaitu padi saat setelah panen langsung dijual. Hasil penjualan perikanan dan pertanian ini dapat digunakan dalam meningkatkan perekonomian desa. Untuk sektoe pertanian terkendala karena tidak adanya lumbung padi didesa. Pada saat ini pemanfaatan hasil pertanian maupun perikanan di Desa Watutulis dimanfaatkan untuk konsumsi belum dimanfaatkan secara khusus. Dalam hal ini tentunya kegiatan tersebut sudah mendukung Program Ketahanan Pangan Sebagai Upaya Kemandirian Ekonomi Desa karena sesuai dengan KEMENDES (Keputusan Menteri Desa) Nomor 82 Tahun 2022 tentang pedoman ketahanan pangan desa yaitu konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal; dan konsumsi pangan yang aman, higienis, bermutu, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.

Penelitian diatas sesuai dengan teori pemanfaatan pangan yang menjelaskan bahwa untuk menilai penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu dalam menyerap dan metabolisme zat gizi dan di perkuat oleh penelitian terdahulu dari Atmaezer H. Simanjuntak dan Rudy G. Erwinsyah Tahun 2020 yang menjelaskan bahwa hasil pada penelitian ini didapatkan bahwa potensi dampak dari pembukaan lumbung pangan nasional Indonesia terhadap petani kecil yang akan menjadi pekerja utama. Diprediksikan bahwa rencana lumbung pangan nasional yang dipelopori oleh Presiden Joko Widodo akan lebih berpotensi dalam menyakiti petani – petani kecil ketimbang membawa sebuah kesejahteraan. Persamaan yang terdapat pada penelitian sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama membahas terkait dengan ketahanan pangan, sedangkan perbedaan terletak penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian sebelumnya fokus penelitiannya lebih mengarah kepada lingkup nasional sedangkan pada penelitian ini fokus penelitiannya lebih mengarah ke lingkup desa.

Simpulan

Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang dapat digambarkan melalui tersedianya pangan secara cukup baik ditinjau dari mutu maupun harga. Program ketahanan pangan merupakan program yang menjadi kewajiban bagi pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Ketahanan pangan apabila dikelola dengan baik akan berdampak pada kemandirian ekonomi desa. Dalam penelitian yang telah dilakukan, program ketahanan pangan meliputi program perikanan dengan pemerintah desa berupaya membuat kolam perikanan di Desa Watutulis. Selanjutnya dalam penelitian ini dilakukan Analisa tiga pilar ketahanan pangan yang meliputi tiga indikator dimana indikator pertama yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan akses pangan dan pemanfaatan hasil pangan. Pada pilar pertama ketersediaan pangan mudah diakses dimana tersedia tempat budidaya seperti kolam ikan di beberapa titik pemukiman warga. Pilar kedua keterjangkauan pangan masyarakat dapat mudah menjangkau akses pangan baik dari segi fisik maupun ekonomi dilihat dari harga jual dan tempat budidaya yang berada dekat dengan pemukiman warga. Pilar ketiga adalah pemanfaatan pangan yang selama ini dijual belum ada upaya pemanfaatan hasil budidaya ikan air tawar yang maksimal. Saran penelitian ini seharusnya dengan adanya program ketahanan pangan dengan hasil budidaya ikan air tawar lele pihak desa mampu bekerja sama dengan pihak lain, seperti rumah makan, kios ikan dipasar atau menjadikan ikan lele sebagai olahan makanan yang lebih diminati warga contoh: naget lele untuk proses produksi pihak desa bisa bekerjasama dengan warga untuk mengelolanya.

References

  1. B. R. D. W. Anggraini, “Food Estate Sebagai Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi Covid-19 di Desa Wanasaba,” Selaparang J. Pengabdi. Masy. Berkemajuan, vol. 4, no. 1, p. 386, 2020, doi: 10.31764/jpmb.v4i1.3062.
  2. M. A. Rujiah, “Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Terhadap Kerawanan Pangan Menggunakan Metode GIS (Geographic Information System),” J. Food Syst. Agribus., vol. 5, no. 1, pp. 54–61, 2021, doi: 10.25181/jofsa.v5i1.1976.
  3. I. Suryawati, “Strategi Ketahanan Pangan Indonesia dalam Konstruksi Media (Analisis Framing pada Berita Tirto.id),” J. Komun., vol. 8, no. 1, pp. 74–98, 2019, doi: 10.33508/jk.v8i1.2058.
  4. M. F. L. Samputra, “Ketahanan Pangan Finlandia: Studi Terhadap Indeks Ketahanan Pangan Global dan Perbandingan dengan Indonesia,” J. Pendidik. Tambusai, vol. 5, no. 2, pp. 5075–5085, 2021.
  5. L. O. Kakisina, “Strategi Ketahanan Pangan Rumahtangga Miskin (Studi Kasus di Kecamatan Lakor Kabupaten Maluku Barat Daya),” Agrilan J. Agribisnis Kepul., vol. 8, no. 1, p. 84, 2020, doi: 10.30598/agrilan.v8i1.1048.
  6. Fauzin, “Pengaturan Impor Pangan Negara Indonesia Berbasis pada Kedaulatan Pangan,” J. Pamator, vol. 14, no. 1, pp. 1–9, 2021.
  7. G. D. Rembulan, “Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tiwul Instan sebagai Alternatif Pendukung Ketahanan Pangan dalam Perspektif Konsumen,” Ind. J. Teknol. dan Manaj. Agroindustri, vol. 8, no. 2, pp. 87–94, 2019.
  8. S. P. P. S. M. I. H. N. Hafida, “Analisis Ketersediaan, Keterjangkauan dan Pemanfaatan Pangan dalam Mendukung Tercapainya Ketahanan Pangan Masyarakat di Provinsi Jawa Tengah,” J. Sos. Ekon. Pertan., vol. 16, no. 2, pp. 123–133, 2020.
  9. D. A. W. Nugroho, “Analisis Ketersediaan Pangan Kota Malang,” Mimb. Agribisnis, vol. 7, no. 2, pp. 1185–1194, 2021.
  10. M. C. Mayulu, “Pentingnya Pembangunan Pertanian dan Pemberdayaan Petani Wilayah Perbatasan dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional: Studi Kasus di Wilayah Perbatasan Kalimantan,” J. Trop. Agrifood, vol. 3, no. 1, pp. 1–14, 2021.
  11. H. Nugroho, “Memperkokoh Keterkaitan Ketahanan Pangan, Energi, dan Air (Food-Energy-Water Nexus) dalam Perencanaan Pembangunan Indonesia,” Bappenas Work. Pap., vol. 3, no. 2, pp. 238–243, 2020.
  12. R. B. Berek, “Peran Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Program Pertanian Konservasi,” Glob. Polit. Stud. J., vol. 2, no. 2, pp. 161–176, 2018.
  13. B. S. G. Tangkudung, “Tinjauan Ekonomi, Politik dan Keamanan terhadap Pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah sebagai Alternatif Menjaga Ketahanan,” J. Komun. Masy. dan Keamanan, vol. 3, no. 1, pp. 30–41, 2021.
  14. A. Mukti, “Pemberdayaan Pertanian Lokal dalam Menopang Keberhasilan Program Food Estate di Kalimantan Tengah,” J-Sea (Journal Socio Econ. Agric.), vol. 15, no. 2, pp. 97–107, 2020.
  15. M. F. K. Pujianto, “Pemetaan Ketahanan Pangan pada Badan Koordinasi Wilayah I Jawa Barat,” J. Ind. Pertan., vol. 1, no. 1, pp. 1–10, 2019.
  16. A. T. P. P. Widiantara and Harjito, “Peran Program Kampung Sehat dalam Peningkatan Ketahanan Pangan di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Kelurahan Samapuin Kecamatan Sumbawa Kabupaten Sumbawa),” J. Pendidik., vol. 9, no. 2, pp. 126–133, 2021.
  17. R. A. P. Y. R. Yulianti, “Perancangan Sistem Monitoring Ketahanan Pangan dan Mitigasi Risiko Distribusi Beras Menggunakan Metode FMEA dan AHP pada Bulog Subdivre Bandung,” in E-Proceeding of Engineering, 2019, pp. 7137–7145.
  18. S. Noni, “Sikap Petani terhadap Kegagalan Produksi Usaha Tani Padi Sawah di Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka,” Gema Wiralodra, vol. 10, no. 1, pp. 53–61, 2019.
  19. V. D. W. Rusastra, “Dampak Program Desa Mandiri Pangan terhadap Ketahanan Pangan dan Kemiskinan,” Inform. Pertan., vol. 23, no. 1, pp. 47–58, 2014.
  20. A. H. S. G. Erwinsyah, “Kesejahteraan Petani dan Ketahanan Pangan pada Masa Pandemi Covid-19: Telaah Kritis terhadap Rencana Megaproyek Lumbung Pangan Nasional Indonesia,” Sosio Inf., vol. 6, no. 2, pp. 184–204, 2020, doi: 10.33007/inf.v6i2.2332.
  21. R. C. A. A. W. Nainggolan, “Ketahanan Pangan Berkelanjutan,” J. Kependud. dan Pembang. Lingkung., vol. 2, pp. 23–32, 2020.
  22. P. R. Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, vol. 66. Indonesia, 2012, pp. 37–39.
  23. B. P. S. K. Sidoarjo, “Kecamatan Prambon dalam Angka 2022,” Sidoarjo, 2022. [Online]. Available: https://sidoarjokab.bps.go.id/publication/2022/09/26/fd2fb0973af18ca7a6b01719/kecamatan-prambon-dalam-angka-2022.html