Abstract

This study examines the implementation of food consumption diversification policies in Sidoarjo district, using George C. Edwards III's theory on communication and bureaucratic structure. Employing a descriptive qualitative approach, the research utilizes primary data from field surveys and interviews, and secondary data from official sources. The findings show that 14 out of 18 sub-districts successfully implemented these policies, leading to improved and diverse food consumption patterns as measured by the Food Hope Pattern (PPH) score. Effective communication, adequate resources, strong commitment, and structured bureaucracy were key to this success. The study highlights the importance of these factors in enhancing food security and nutritional outcomes at the local level.

Highlights:

  1. Effective Communication: Essential for policy success in 14 sub-districts.
  2. Resource Adequacy: Crucial human, financial, and facility resources.
  3. Structured Bureaucracy: Clear roles and processes enhance outcomes.

Keywords: food diversification, food security, Sidoarjo, implementation, qualitative research

Pendahuluan

Pangan merupakan sumber hayati yang diperoleh dari berbagai sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, dan perairan, yang diperoleh dengan cara diproses terlebih dahulu maupun tidak, kegunaannya untuk bahan dalam membuat makanan maupun minuman.[1] Dalam proses pembuatan makanan dan minuman masyarakat cenderung mengolah hasil pangan lokal. Yang mana makanan dibuat dan dikonsumsi oleh masyarakat berdasarkan makanan lokal, kearifan lokal, dan sumber daya alam.[1] Indonesia dikenal sebagai Negara maritim, Selain itu Indonesia mendapat julukan sebagai negara agraris di mana kebanyakan orang bekerja sebagai petani. Sehingga Indonesia memiliki potensi besar sebagai penghasil bahan pangan lokal. diantaranya : 77 sumber karbohidrat berbeda, 75 sumber protein berbeda, 110 rempah berbeda, 389 buah berbeda, 228 sayuran berbeda, 26 kacang berbeda dan 40 bahan minuman berbeda.[2]

No Tahun Skor
1 2019 60,4
2 2020 61,4
3 2021 59,2
4 2022 60,2
Table 1.Global Food Security Index tahun 2022

Indeks Ketahanan Pangan Global Indonesia (GFSI) menunjukkan 60,2 poin pada tahun 2022. Menurut laporan Economist Impact, skor GFSI Indonesia meningkat 1,7% pada tahun 2022. Tahun 2021 Indonesia memiliki poin sebesar 59,2 hasil indeks ini menempatkan ketahanan pangan Indonesia tahun 2022 pada kategori sedang yakni skor 55-69,9 poin dan menjadikan Indonesia ada di urutan ke-63 dari 113 negara. [3] Berdasarkan hasil laporan tersebut,menunjukkan bahwa Negara Indonesia memiliki banyak sumber daya yang potensial, diantaranya: sumber daya alam, manusia, sosial dan ekonomi.[4]

Segala Potensi tersebut semestinya dapat memupuk kemampuan dan keterampilan masyarakat Indonesia dalam mengolah keanekaragaman pangan, yang berarti pengolahan pangan tidak terbatas pada satu jenis makanan pokok, dan mampu mengolah bahan pangan menjadi berbagai makanan supaya dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Pemerintah tidak main-main dalam mengatasi ketahahan pangan,karena ketahanan pangan merupakan salah satu sektor pembangunan prioritas mencakup program-program strategis didalamnya. Pada APBN 2023 anggaran ketahanan pangan sebesar 104.2 Trilyun.[5]

Salah satu program strategis ketahanan pangan yang dibuat oleh pemerintahan adalah Diversifikasi pangan atau penganekaragaman pangan. Penganekaragaman pangan sendiri merupakan cara untuk menambah ragam olahan pangan agar lebih bergizi dan memiliki kualitas yang baik.[6] Pemerintah turut serta dalam mengoptimalkan penganekaragaman pangan dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto melalui kebijakan sesuai dengan Intruksi Presiden (INPRES) Nomor 14 Tahun 1974 tentang Upaya Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR). Kebijakan tersebut mendorong masyarakat untuk memproduksi serta mengkonsumsi Telo, Kacang dan Jagung atau dapat disebut dengan istilah (TEKAD).

Memasuki era reformasi dimana sektor penghasil pangan jauh tertinggal dengan sektor industri,Pemerintah tetap berkomitmen memajukan sektor industri pangan melalui program percepatan penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebijakan dalam bentuk UU No 18 Tahun 2012 pasal 41 yang bermaksud untuk meningakatkan keragaman pangan berdasarkan potensi sumber daya lokal. Kebijakan tersebut diharapkan dapat a) Mematuhi kebiasaan makan yang B2SA b) Mengembangkan usaha pangan dan/atau c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[1].

Lalu pada Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 22 tahun 2009 membahas terkait peraturan yang bertujuan untuk mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.[7] Kemudian diikuti PERMENTAN Republik Indonesia nomor 14/permentan/OT/3/2012 tentang program penigkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat. Pada tingkat provinsi kebijakan penganekaragaman pangan ada pada Peraturan Gubernur (PERGUB) Provinsi Jawa Timur Nomor 71 Tahun 2009, Pergub tersebut menetapkan langkah-langkah untuk mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan di Provinsi Jawa Timur yang berbasis pada sumber daya lokal. Berbagai kebijakan tersebut merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam mengoptimalkan program diversifikasi pangan demi terwujudnya sumber daya manusia yang sehat dan mandiri.

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu Kabupaten di Provinisi Jawa Timur yang memiliki luas baku sawah sebesar 20.747 Ha yang mampu menghasilkan padi sebanyak 197.672 Ton pada tahun 2022.[8] Dan luas lahan tambak sebesar 15.220.39 Ha. Beragam potensi hasil pangan di Kabupaten Sidoarjo merupakan objek penting bagi pelaksanaan program penganekragaman pangan. Berikut data Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo tentang luas panen, produski dan rata-rata produktivitas padi sawah dan ladang.[9]

Kecamatan Luas Panen Bersih (Ha) Rata-rata Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/ Ha)
Sidoarjo 302 68,6 20.717
Buduran 401 69,0 27,650
Candi 557 68,2 37,962
Porong 348 68,9 23,977
Krembung 551 68,9 37,936
Tulangan 502 68,9 34,588
Tanggulangin 409 69,6 28,466
Jabon 574 68,9 39,549
Krian 479 69,0 33,051
Balangbendo 798 69,4 55,369
Wonoayu 898 71,0 63,758
Tarik 1,362 69,0 93,987
Prambon 757 71,0 53,747
Taman 466 68,7 31,996
Waru 20 68,7 1,374
Gedangan 373 68,5 25,551
Sedati 196 67,8 13,289
Sukodono 893 68,7 61,349
Kab Sidoarjo 8525,362 1242,8 21.381
Table 2.Luas Panen,Produksi dan Rata-Rata Produktivitas Padi sawah dan ladang Di Kabupaten Sidoarjo

Berikut Luas Panen Produksi dan Rata-rata Produktivitas tanaman Pangan dan Pangan Hewani Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022

Tanaman Pangan Luas Panen (Ha) Produksi (Kg/Kw/Ton/Ha) Produktivitas Kw (Ha)
Padi sawah dan Ladang 8525,362 1242,8 21,381
Kel Biji-bijian 280 64,12 17,953
Kel Kacang-kacangan 760 35,698 14,137
Pangan Hewani laut - 15,859 -
Pangan Hewani Tambak - 79,110 -
Pangan Hewani Ternak - 1,1161 -
Table 3.Luas Panen Produksi tanaman dan Pangan Hewani Kabupaten Sidoarjo 2022

Berdasarkan tabel 2 diatas produksi padi terbesar diperoleh Desa Tarik dengan luas lahan sebesar 1,362 Ha yang memiliki rata-rata produksi 69ton dan produktivitas sebanyak 93,987 kemudian produksi terendah berada di Kecamatan Waru dengan luas lahan 20Ha yang menghasilkan rata-rata produksi sebanyak 68,7ton dan produktivitas sawah dan ladang sebesar 1,374. Berdasarkan tabel 3 luas panen padi sawah dan ladang mendominasi hasil bumi. Sejalan dengan kebijakan penganekaragaman pangan yang dibuat oleh pemerintah pusat,Pemkab Sidoarjo turut serta menjalankan program penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan kepada masyarakat. Program yang sudah dimulai oleh pemkab Sidoarjo sejak tahun 2010 merupakan bentuk upaya membiasakan masyarakat agar mengkonsumsi pangan pokok lain sebagai makanan pengganti beras. Bentuk kegiatan yang ditujukan untuk program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal diterapkan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Yang mana program ini mendapat dukungan dana dari pemerintah sehingga dapat meningkatkan semangat peserta yang mengikuti kegiatan ini dan juga akab berdampak pada pola konsumsi pangan yang baik.

Upaya ini diharapkan dapat mengatasi daya konsumsi beras yang terus meningkat disertai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup signifikasn tiap tahunnya. Pada tahun 2022 jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo sebanyak.103.401 jiwa mengalami peningkatan dari tahun 2021 sebanyak 2.064.168 jiwa. Menurut Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo, beras yang diproduksi pada tahun 2022, mencapai 1.077.639,1 kwintal/tahun. Ini lebih rendah dari kebutuhan atau konsumsi beras masyarakat Sidoarjo yang mencapai 1.791.208,9 kwintal pertahun.[10]

Figure 1.Profil kependudukan Kabupaten Sidoarjo

Upaya menjalankan program penganekaragaman pangan di kabupaten Sidoarjo membutuhkan kerjasama antar stake holder terkait yaitu pemerintah dalam hal ini adalah dinas pangan dan pertanian dan masyarakat. Karena program ini menuntut masyarakat untuk menjadi kreatif dalam mengolah makanan yang memiliki sumber karbohidrat setara dengan beras dan masyarakat dapat mematuhi standar pangan yang beragam,bergizi,seimbang dan aman(B2SA).

Figure 2.skor pph kabupaten Sidoarjo

Untuk mengetahui keberhasilan program penganekaragaman pangan maka dapat diukur dengan skor pola pangan harapan (PPH). Skor pola pangan harapan(PPH) dapat dihitung berdasarkan sembilan kelompok pangan, yaitu padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, aneka kacang, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Skor pola pangan harapan yang mendekatai 100 menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan semakin beragam, bergizi, seimbang dan aman. Yang mana skor maksimal PPH yaitu 100 yang menunjukkan bahwa pola konsumsi telah terdiversifikasi dengn baik. Pada diagram 1 menjelaskan tentang skor PPH Kabupaten Sidoarjo yang menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan masyarakat mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dengan Skor PPH yang fluktuatif cenderung meningkat pada tahun 2019 sampai dengan 2022 yaitu 89,3 ,89,7 , 89,8 , 90,2. Skor pola pangan harapan (PPH) menjadi alat untuk merencanakan kebutuhan pangan penduduk yang bergizi, dan menjadi indikator dalam mengukur keragaman dan kualitas gizi dalam mengonsumsi makanan.[11] Skor PPH maksimal adalah 100, dan skor yang lebih tinggi menunjukkan bahwa konsumsi makanan penduduk lebih beragam dan seimbang. Pola penganekaraman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga berbeda-beda antar wilayah.[12] Hal tersebut di pengaruhi beberapa faktor, salah satunya pendapatan rumah tangga/keluarga yang menjadi penentu pola konsumsi pangan dan penganekaragaman pangan. Tinggi rendahnya penhasilan suatu keluarga juga mempengaruhi pola konsumsi pangan poko keluarga. Jadi semakin tinggi pendapatan rumah tangga, umumnya konsumsi akan semakin meningkat. Akan tetapi, besarnya peningkatan pendapatan tidak selalu sama besar dengan peningkatan konsumsi.

Sehingga penting untuk melakukan penelitian ini guna mengukur sejauh mana implementasi program penganekaragaman pangan berjalan di Kabupaten Sidoarjo. Karena Implementasi program yang baik menjadi kunci tercapainya PPH yang telah ditentukan. Implementasi program penganekaragaman pangan sesuai PERGUB No.71 tahun 2009 pasal 2 tentang kegiatan penganekaragaman konsumsi pangan meliputi beberapa aspek seperti yang telah dijelaskan pada paragraf diatas. Adapun teori yang penulis pakai pada penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh George C. Edwards III yang meliputi Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), Disposisi (dispositions atau attitudes) dan Struktur birokrasi (bureucratic structure).

Penelitian terdahulu yang relevan dengan peneliti adalah adanya perbandingan yang menunjukan keaslian penelitian. Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas tentang Implementasi Kebijakan diversifikasi atau penganekaragaman konsumsi pangan. Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Sri Utami tahun 2018, berjudul “Implementasi Kebijakan Diversifikasi Konsumsi Pangan Lokal Di Kabupaten Pati”. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan yang dikemukanan oleh Ripley. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui terkait implementasi yang terjadi pada kebijakan diverifikasi konsumsi pangan lokal yang ada di Kabupaten Pati melalui wwawancara secara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan lokal Kabupaten Pati belum diterapkan dengan baik. Komunikasi, sumber daya, struktur organisasi, dan sikap masyarakat terhadap pangan lokal adalah beberapa kendala yang mempengaruhi kegagalan ini.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Riantika Aulia, dkk tahun 2022 berjudul “Implementasi Program Diversifikasi Produk Pangan Lokal Di Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mana penelitian ini menggunakan analisis fishbone, atau dikenal dengan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil dari implementasi pada program penyelenggaraan diverifikasi produk pangan lokal melalui kelompok Kaum Wanita Tani/Usaha Mikro Kecil Menengah serta masyarakat yang ada di Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program diversifikasi produk pangan lokal pada KWT/UMKM dan masyarakat dapat meningkatkan penghasilan dan keuntungan KWT/UMKM tersebut serta mendorong masyarakat untuk mengonsumsi produk pangan lokal untuk mencapai skor PPH ideal, sehingga mengurangi konsumsi beras yang berlebihan.

Ketiga, Penelitian tersebut dilakukan Harnanda, tahun 2020 berjudul “Implementasi Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat di Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru (Studi kegiatan Kawasan pangan lestari tahun 2019)”. Jenis penelitian ini adalah adalah kualitatif. Penelitian ini mengkaji secara mendalam berdasarkan teori dari Edward III yang mana komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi adalah empat faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat melalui kegiatan kawasan rumah pangan lestari pada tahun 2019 belum berhasil dilaksanakan oleh Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru. Faktor penghambat dalam implementasi kegiatan KRPL ini antara lain adalah indikator lainnya pada dimensi komunikasi yaitu transmisi/penyaluran komunikasi dan indikator lainnya pada dimensi struktur birokrasi yaitu Standart Operating Procedures (SOPs). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahalu terletak pada lokasi penelitiannya, pada penelitian ini lokasi penelitian dilakukan di Kota Sidoarjo yang mana memiliki karakteristik berbeda dengan penelitiam terdahulu. Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah peningkatan yang terjadi pada penduduk yang cukup signifikan di tahun 2022. Hal ini berpengaruh pada penganekaragaman pangan yang ada di Indonesia, salah satu yang mengalami imbasnya adalah kabupaten Sidoarjo. Selain itu permasalahan lain dipicu dari jumlah pendapatan rumah tangga/keluarga sebagai penentu pola konsumsi pangan dan diverifikasi pangan. Pendapatan yang tinggi akan memungkinkan pada jumlah kebutuhan yang tinggi pula sehingga pengeluaran yang terjadi pada kehidupan rumah tangga/keluarega meningkat. Berdasarkan pada uraian di atas tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebijakan program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan kabupaten sidoarjo diterapkan selain itu menjadi media untuk memotivasi sekumpulan masyarakat terkait pemanfaatan terhadap lahan yang ada di pekarangan rumah digunakan sebagai sumber pangan sehari-hari serta peningkatan gizi pada keluarga.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menemukan pola-pola hubungan antara konsep yang sebelumnya tidak ditentukan dan menggambarkan fenomena melalui sudut pandang yang berbeda.[13] Penelitian ini belokasi di Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo. Peneliti menggunakan sumber data primer dan sekunder. Data primer biasanya diperoleh melalui survei lapangan, yang menggunakan semua metode pengumpulan data orisinal.[15] Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan aparatur Dinas Pangan dan Pertanian sesuai dengan bidang penelitian yang dipilih untuk menjadi sampel atau responden. Sedangkan data sekunder merupakan data yang telah diolah oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan ke masyarakat pengguna.[15] Data sekunder diperoleh dari Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten sidoarjo, dan Badan Pusat Statistik kabupaten Sidoarjo. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara mendalam dan hasil dokumentasi, yang mana bertujuan untuk tidak hanya menggali data, tetapi juga makna yang terkandung dalam penelitian. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling sehingga peneliti memilih informan yang dapat dipercaya dan memahami masalah secara mendalam sehingga dapat memberi informasi sebagai sumber data.[14] Informan yang terlibat diantaranya Satu orang dari Seksi Penganekaragaman dan Konsumsi Pangan. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data kemudian penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan bentuk upaya membiasakan masyarakat agar mengkonsumsi pangan pokok lain sebagai makanan pengganti beras. Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dilaksanakan melalui tiga kegiatan diantaranya: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui gagasan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), dan (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, yang akan menghasilkan keluarga dan masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Untuk menganalisis bagaimana implementasi kebijakan percepatan penganekaraman konsumsi pangan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo menurut teori yang dikemukakan oleh George C. Edwards III yang terdiri dari faktor: komunikasi, ketersediaan sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Faktor –faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George C. Edwards III sebagai berikut.

A.Komunikasi

Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo (2010:97) suatu kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada pelaku kebijakan supaya pelaku kebijakan dapat memahami apa saja yang harus disiapkan dalam menjalankan kebijakab tersebut sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran sesuai dengan yang diharapkan. [16] Dalam hal ini Edwards III menggolongkan kembali komunikasi menjadi tiga indikator meliputi dimensi transmisi atau penyaluran, dimensi kejelasan komunikasi, dan dimensi konsisten sebagai berikut.

Pertama, Dimensi transmisi yaitu sesuatu yang terjadi memberikan kehendak terhadap kebijakan publik agar disampaikan kepada pelaksana kebijakan sekaligus kelompok sasaran dari pihak lain yang berkepentingan secara langsung atau tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan mengenai Implementasi program penganekaraman konsumsi pangan di Kabupaten Sidoarjo menunjukan bahwa pemerintah dalam hal ini Dinas Pangan Dan Pertanian telah menjalankan penyaluran komunikasi dengan cara kampanye dan penyuluhan dalam rangka penyadaran kepada masyarakat perihal program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Dalam melakukan kegiatan tersebut pemerintah turut mengajak media massa baik media cetak maupun elektronik dalam menyosialisasikan dan mempromosikan berbagai kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan(P2KP). Penyampaian sosialisasi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) & Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) kepada masyarakat dilaksanakan oleh petugas penyuluhan ke tiap kelompok wanita yang menerima bantuan sosial.

Kegiatan penyuluhan penting dilakukan kepada masyarakat karena proses tersebut dilakukan dengan cara langsung terjun kepada kelompok-kelompok wanita target sasaran Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) & Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Hingga saat ini kegiatan tersebut sudah menjangkau lebih dari separuh kelurahan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Dari 18 Kecamatan terdapat 13 Kecamatan yang telah menerima sosialisasi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), diantaranya Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Jabon, Kecamatan Buduran, Kecamatan Candi, Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Tulangan, Kecamatan porong, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Krian, Kecamatan Tarik. Sehingga kegiatan penyuluhan yang dilakukan telah mencukupi dan tepat sasaran.

Selanjutnya kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan melalui upaya penyuluhan kepada kalangan wanita (ibu), kalangan remaja dan anak usia dini mengenai pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA), Sesuai dengan penyebarluasan informasi yang dilakukan kepada para pemangku kepentingan tentang Perpres Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, pembuatan iklan di media massa baik penyiaran di radio maupun media cetak seperti koran. Di Kabupaten Sidoarjo kegiatan sosialisasi dan promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dilakukan dengan cara turut berpartisipasi pada saat kegiatan yang bertepatan dengan hari pangan sedunia, hari anak nasional yang diselenggarakan oleh PEMKAB Sidoarjo di berbagai lokasi sekitar Kabupaten Sidoarjo seperti Alun-alun Kota Sidoarjo, Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Balai Pertemuan Pemkab Sidoarjo. Peserta kegiatan sosialisasi adalah kalangan wanita (ibu), Remaja dan anak usia dini. Hal di perkuat dengan dokumentasi kegiatan yang diambil pada tahun 2018 berikut.

Figure 3.Sosialisasi Pangan Beragam Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) Dalam Rangka Peringatan Hari Anak Nasional 2018 Kabupaten Sidoarjo

Kedua, Dimensi kejelasan dalam menghendaki sebuah kebijakan yang ditransmisikan melalui pelaksana, penargetan yang ada di grup dan pihak lain memiliki kepentingan secara jelas sehingga mereka mengetahui terkait maksud, tujuan, sasaran, dan substansi melalui kebijakan publik. hal ini masing-masing tahu terkait persiapan serta pelaksanaan kesuksesan kebijakan tersebut di nilai efektif dan efisien. Berdasarkan hasil penelitian dalam menyalurakan komunikasi, pesan yang disampaikan mudah dipahami dan diikuti. Hal tersebut dikarenakan penyampaian komunikasi di sampaikan secara lisan dan tulisan yang mana penyampaian komunikasi tertulis disampaikan dengan petunjuk teknis pelaksanaan dari Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Selanjutnya penyampaian secara lisan dilakukan dengan cara pemberian materi dan praktik secara langsung. Selain itu pemateri juga memberikan pengetahuan melalui media audio visual yang menarik sehingga masyarakat mampu memahami kebijakan dan kegiatan yang disampaikan. Hal tersebut diperkuat dengan bukti dokumentasi kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang sudah terlaksana sebagai berikut.

Figure 4.Kegiatan penyuluhan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)

Pada gambar 3 telah dilaksanakan kegiatan penyuluhan optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang diikuti oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) yang beranggota 10-20 orang. Kegiatan tersebut berlangsung di kelurahan Sukodono dan Kelurahan Taman.

Figure 5.Kegiatan Penyuluhan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)

Pada gambar 4 telah dilaksanakan kegiatan Penyuluhan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) yang diikuti oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) dan kelompok PKK. Kegiatan tersebut berlangsung di kelurahan Gedangan dan Kelurahan Taman. Ketiga, Dimensi konsistensi yang terjadi pada kebijakan sangat diperlukan untuk menghindari simpang siur yang dapat membuat bingung para pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak berkepentingan. Selaras dengan hal tersebut,diperkuat dengan hasil wawancara dengan Ibu Tatik selaku Kepala Bidang Penganekaragaman Pangan sebagai berikut.

“Konsistensi dari segi pelaksanaanya sebelumnya kami membuat jadwal tahunan dulu mbk, kemudian dari jadwal ini disesuaikan lagi dengan kondisi masing-masing daerah. Selanjutnya dilakukan koordinasi lagi untuk menjadwalkan kegiatan tiap bulannya disetiap kecamatan itu, jadi bertahap begitu mbak. Jelasnya kegiatan pelatihan dilakukan setiap bulan pada minggu kedua dan keempat. Tempat kegiatan penyuluhan biasanya di Balai Desa kalau jamnya itu dari jam 9 sampai selesai. Untuk memberitahukan pelaksanaannya kita koordinasikan dulu dengan koordinator desa yang bersangkutan kemudian mereka menyampaikan kepada masyarakat lewat undangan, kadang ya disampaikan dari mulut-kemulut tapi kalau sekarang langsung dishare ke grup wa mbak jadi lebih cepat responnya. Setelah selesai kegiatan pelatihan kami mengagrndakan kunjungan kesana mbak untuk memonitoring itu. Kalau kunjungan biasanya antara hari senin-jum’at mbak jadi bisa menyesuaikan kondisi kami dan juga dilapangan”.

Pada segi konsistensi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dilakukan Tim penyuluh dari Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo. Konsistensi dari informasi yang disampaiakan kepada masyarakat berjalan dengan baik, dikarenakan sudah ditetapkan terkait jadwal pelaksanaan kegiatan, yakni pada jadwal kegiatan yang dilaksanakan setiap bulan 2 kali pelaksanaan dan jatuh pada pertemuan ke dua dan keempat. Selain itu terklait jam pelakanaan kegiatan sudah dipastikan pukul 09.00 WIB dan informasi didistribusikan melalui grup WA sehingga mempermudah kerjasama antara dinas pengelola dan masyarakat.

Penelitian pada indikator komunikasi memiliki 3 sub variabel yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi pada penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukam oleh Harnanda (2020) berjudul “Implementasi Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat di Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru” (Studi kegiatan Kawasan pangan lestari 2019) Hasil penelitiannya menunjukan dari faktor transimisi atau penyaluran informasi mengenai program diversifikasi atau penganekaragaman pangan sama-sama didistribusikan dengan baik dan berjalan dengan lancar karena dengan adanya komunikasi mampu memberikan pemahaman dan penyamaan persepsi terhadap program yang dijalankan, namun terdapat perbedaan pada alur pendistribusian pesan yang disampaikan, pada penelitian terdahulu penyampaian komunikasi dilakukan antar birokrasi terlebih dahulu dan selanjutnya menyasar pada masyarakat, sedangkan hasil pada penelitian ini komunikasi yang didistribusikan langsung merrujuk pada masyarakat setempat.

B.Sumber daya

Faktor kedua yang memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan, menurut George C. Edward III yaitu sumber daya. Meskipun kebijakan telah disampaikan dengan jelas kepada para pelaksana, implementasi kebijakan tidak akan berjalan efektif jika tidak didukung adanya sumber daya yang memadai. Sumber daya yang dibutuhkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya peralatan (fasilitas), dan sumber daya informasi dan kewenangan. Pertama, sumber daya manusia, menjadi sumber utama dalam implementasi kebijakan. Ketidak berhasilan suatu kebijakan sering terjadi disebabkan karena sumber daya manusia yang kualitas dan kuantitasnya kurang baik. Sehingga jumlah staf dan implementor harus ditambah dengan mengutamakan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompoten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Tatik selaku Kepala Bidang Penganekaragaman Pangan sebagai berikut :

“Sumber daya manusia yang terlibat itu banyak mbak, ada dari Dinas pangan dan Pertanian, Camat, Kepala Desa/Lurah, kemudian peserta kegiatan dari kelompok Wanita Tani(KWT), jadi alurnya itu Dari Dinas koordinasi dengan Camat, dari camat turun ke Kepala Desa/Lurah dari Kepala Desa disampaikan ke masyarakat. Tugasnya juga masing-masing mbak kalau dari Dinas sebagai penanggung jawab dan memfasilitasi kegiatan, Camat selaku penanggung jawab, Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilayah P2KP juga koordinator, kemudian pesertanya dari Kelompok Wanita Tani atau KWT ini jumlahnya ada 10-20 orang setiap kelompok itu mbak”.

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Sumber daya manusia yang mendukung dan terlibat dalam implementasi kebijakan percepatan penganekaraman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal terdiri dari:

1.Aparatur pemerintah yang terdiri dari: Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilayah di desa P2KP, Camat bertugas memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya, Bupati selaku Ketua DKP di kabupaten sebagai koordinator pelaksana P2KP, dan Dinas Pangan dan Pertanian sebagai penanggung jawab kegiatan.

2.SDM di luar pemerintahan yang terdiri dari : Kelompok Wanita Tani (KWT)/PKK dan UMKM di desa P2KP yang terdiri dari 10-20 anggota setiap kelompok.

Pada sumber daya manusia kelompok pemberdayaan wanita berperan penting sebagai pelaksana program diversifikasi pangan. Seperti pada Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) eksekutor dari program ini kelompok pemberdayaan wanita seperti Kelompok Wanita Tani (KWT,PKK dan UMKM. Berdasarkan petunjuk teknis gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan tahun 2016 yang dilaksanakan dalam rangka pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Sebagai bentuk implementasi dalam pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu pada potensi kebutuhan setempat. Yang mana kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) diadakan untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan rendah atau keluarga miskin. Kegiatan yang dilakukan oleh Model Pengembangan Pokok Lokal (MP3L) sebagai berikut.

1.Melakukan identifikasi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah sebagai calon penerima subsidi pangan (rumah tangga miskin penerima Raskin jumlah dan lokasi nya).

2.Melakukan Identifikasi pangan lokal dari potensi daerah setempat untuk dikembangkan, selanjutnya mencari penerima atau calon produsen yaitu Kelompok Wanita Tani(KWT) yang dapat memproduksi potensi pangan tersebut.

3.Merancang olahan produk pangan lokal untuk menghitung pengadaan alat serta bahan baku produksi.

4.Selanjutnya diadakan pengkajian produk pangan lokal terhadap masyarakat.

Secara khusus Badan Ketahanan Pangan (2013), menjelaskan bahwa kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal ini bertujuan untuk:

1.Menyubtitusikan nasi dengan sumber karbohidrat lain yang berbahan baku lokal.

2.Menyediakan bahan pangan non beras dan non terigu dari sumber pangan lokal sebagai upaya untuk menyadarkan kembali asal pola konsumsi pangan pokok masyarakat.

3.Memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan cara meningkatkan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan makanan hewani sayuran serta buah-buahan.

Kedua, sumber daya keuangan menjadi sumber daya yang mendukung efektifitas implementasi kebijakan. Sumber daya keuangan memengaruhi implementasi kebijakan, apabila anggarab jika anggaran terbatas maka pelayanan yang diberikan oleh aparat kepada masyarakat juga terbatas keuangan yang terbatas akan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Disamping program tidak berjalan dengan baik, terbatasnya anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Tatik sebagai Kepala Bidang Penganekaragaman Pangan sebagai berikut:

“Anggaran dana kegiatan ini diperoleh dari APBD mbak, pengesahan APBD tahun kemarin itu untuk urusan pangan anggaran dananya itu Rp 32.582.268.726, itu nanti dibagi-bagi lagi mbk sesuai dengan program yang direncanakan. Kalau Program diversifikasi pangan dan ketahanan anggarannya senilai ini mbak Rp 776.466.557itu juga di bagi-bagi lagi keperluannya”.

No Program Nominal
A. Program peningkatan diversifikasi dan ketahan pangan masyarakat
1 Penyedia dan penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan daerahkabupaten/kota dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan Rp 236.954.560,-
2 Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan perkapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi Rp 539.512.007,-
Total Rp 776.446.557,-
Table 4.APBD Program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat Kabupaten Sidoarjo 2022

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan pada tahun 2022 pemerintah daerah menganggarkan dana untuk urusan pemerintahan bidang pangan sebesar Rp 32.582.268.726 (Tiga puluh dua miliar lima ratus delapan puluh dua juta dua ratus enam puluh delapan ribu tujuh ratus dua puluh enam rupiah). Untuk program peningkatan diversifikasi dan ketahan pangan masyarakat, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 776.466.557 (Tujuh ratus tujuh puluh enam juta empat ratus enam puluh enam ribu lima ratus lima puluh tujuh rupiah) anggaran dana tersebut dialokasikan untuk penyediaan dan penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah kabupaten/kota dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan serta pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan perkapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi sehingga dapat dismpulkan dari sumber daya berupa anggaran yang digunakan dalam kegiatan terkhusus pada program disverifikasi pangan dan ketahanan sudah mendapatkan ploting dana sejumlah Rp 776.466.557 terlepas dana itu nanti akan digunakan untuk keperluan apa saja, dan tersebut dikembalikan kepada program masing-masing bidang dan jelas dalam penggunaan dananya.

Ketiga, sumber daya peralatan menurut Edward III dalam Widodo (2010:102) menegaskan bahwa sebagai sarana operasionalisasi pelaksana kebijakan berupa Gedung, tanah, dan sarana semuanya memberikan kemudahan dalam hal pelayanan dan implementasi kebijakan. fasilitas atau sarana dan prasarana juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan. Sarana dan prasarana dalam sumber daya adalah semua sarana dan prasarana yang tersedia demi terselenggaranya pelaksanaan suatu kebijakan dan dipergunakan untuk mendukung secara langsung dan terkait dengan tugas-tugas yang ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo untuk program diversifikasi pangan, dinas pangan dan pertanian memfasilitasi kegiatan P2KP dalam bentuk penanaman hidroponik di masing-masing pekarangan rumah warga Hidroponik adalah menanam tanaman tanpa menggunakan media tanah, dan dapat dilakukan di lahan yang terbatas. Khususnya di kabupaten Sidoarjo, karena keterbatasan lahan yang disebabkan alih fungsi lahan. Pemerintah Dinas Pangan dan Pertanian gencar melakukan pelatihan penanaman hidroponik. Sejumlah 14 kecamatan telah mengimplementasikan pelatihan penanaman hidroponik dengan diikuti masyarakat seperti pkk dan karang taruna.

Pemanfaatan lahan pekarangan sebagai tempat tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman buah, tanaman biofarmaka, serta ternak dan ikan, hasilnya dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga, selain itu juga bernialai ekonomis yang mana dapat membantu menambah penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik. Pemanfaatan lahan pekarangan dirancang untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal dengan prinsip bergizi, berimbang, dan beragam, sehingga berdampak menurunkan konsumsi beras. Berikut KWT/UMKM yang difasilitasi oleh Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada Tabel 5. Berikut.

No. Program Peserta Tahun Peralata Perlengkapan
1 Kawasan Rumah Pangan lestari (KRPL)
Stimulan perlengkapan Penanaman hidroponik Kelompok wanita tani 10-20 anggota APBD 2022 Instalasi hidropnik
Fasilitas alat dan bahan pengolahan hidroponik APBD 2022 Bak benih, nampan, papan penutup, rockwool, net pot, penyemprot flanel, gelas ukur, TSD / EC meter, dan pH meter, air, pupuk AB Mix, dan bibit tanaman pakcoy.
2 Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)
Stimulan alat pengolahan pangan pendukung pengembangan pangan lokal Kelompok wanita tani 10-20 anggota, PKK dan UMKM APBD 2022 Mesin penepung (1 unit)
Fasilitas alat pengolahan pangan lokal dengan menambah zat gizi APBD 2022 Blender (2 unit),Tanki pengukus (2 unit), Timbangan digital kapasitas 15 kg, Mixer
Table 5.KWT/UMKM yang Difasilitasi oleh Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo

Pada tabel 5 menunjukkan fasilitas yang diperoleh kelompok masyarakat sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam merealisasikan kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP).

Figure 6.Fasilitas peralatan dan perlengkapan kegiatan KRPL

Pada gambar 5 terdapat instalasi hidroponik sebagai wadah tanaman yang terbuat dari pipa pvc , kemudian Bak benih, nampan, papan penutup, rockwool, net pot, penyemprot flanel, gelas ukur, TSD / EC meter, dan pH meter, air, pupuk AB Mix, dan bibit tanaman pakcoy.

Figure 7.Fasilitas peralatan dan perlengkapan kegiatan (MP3L)

Pada gambar 6 menunjukkan berbagai fasilitas untuk kegiatan model pengembangan pangan pokok lokal yang diberikan pemerintah kepada kelompok wanita tani sebagai dukungan dalam kegiatan pengolahan pangan non beras dan non tepung.

Penelitian pada indikator sumber daya memiliki 3 sub variabel diantaranya sumber daya manusia, fasilitas dan keuangan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukam oleh Riantika Putri (2021) berjudul “Implementasi Program Diversifikasi Produk Pangan Lokal Di Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah” pada bagian sumber daya yang dilakukan oleh penelitian terdahulu dan penelitian ini melibatkan Kelompok Wanita Tani sebagai pelaksana kegiatan kawasan rumah pangan lestari dan model pengembangan pangan pokok lokal yang mendapatkan dukungan fasilitas peralatan menanam hidroponik dan alat pengelolahan pangan dari pemerintah.

C.Disposisi

Disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2010:104) mengatakan bahwa segala kemauan atau keinginan yang memiliki kecenderungan para pelaku sebuah kebijakan dalam melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh ingin mewujudkannya. Faktor yang menjadi sebuah perhatian mengenai disposisi pada pengimplementasiannya terdiri atas pengangkatan birokrasi, yang mana hal itu mempengaruhi keberhasilan implementasi. Disposisi dipengaruhi oleh tiga unsur, yaitu pemahaman tentang kebijakan, respon terhadap kebijakan, dan komitmen dalam menjalankan kebijakan tersebut. Hal ini bermakna bahwa pelaksana tidak hanya memahami dan mengetahui apa saja tupoksinya namun juga mempunyai kemauan dan komitmen dalam melaksanakan program atau kebijakan. Pertama, Pemahaman yang baik mengenai program atau kebijakan perlu dimiliki seluruh pelaksana. Sejalan dengan hasil wawancara dengan Bu Tatik selaku kepala bidang penganekaraman pangan sebagai berikut.

“Banyak kelompok wanita tani (KWT) dalam menjalankan tugasnya sebagai implementor sudah cukup baik dalam pemahaman apa tujuan dari KRPL berserta manfaatnya, karena pada saat kami menyampaikan penyuluhan tidak hanya penyampaian lisan saja, kami juga menyampaikan secara tertulis dengan memberikan petunjuk kegiatan sehingga mereka tidak kebingungan. Sampai pada para anggotanya tertarik melakukan pengadopsian terhadap KRPL. Namun kami masih seringkali menemui hambatan yang mana sebagian masyarakat sulit memahami tata cara dalam melaksanakan budidaya KRPL ini, karena dalam kegiatan ini kita menggunakan teknologi baru sehingga masyarakat butuh adaptasi tentang bagaimana cara penggunaannya dan perawatannya. Kalua kegiatan MP3L saya rasa semua peserta paham karena dikegiatan ini peserta diajak memasak, jadi sudah paham alur-alurnya”

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa gaya dalam menyampaikan infomasi sangat berpengaruh pada hasil akhir. Yang mana informasi yang disampaikan secara jelas yaitu berupa lisan dan tulisan, audio dan visual dapat dengan mudah diterima oleh audiens. Sehingga pada saat praktik untuk melakukan kegiatan masyarakat mampu mengaplikasikan dengan tepat. Akan tetapi masih sering terjadi kesalahan karena sebagian masyarakat lupa atau bahkan kurang tepat dalam melakukan tata cara atau urutan dalam budidaya KRPL, hal demikian menjadi wajar karena pengembangan model menanam hidroponik merupakan teknologi menanam yang baru sehingga butuh adaptasi bagi masyarakat.

Kedua terkait indikator sebagai penentu keberhasilan implementasi kebijakan yaitu adanya respon yang baik dari para pelaksana untuk bersedia melaksanakan kebijakan. Kebijakan tidak akan berhasil apabila para pelaksana memiliki perbedaan pendapat dan kurang mendukung untuk melaksanakan kebijakan. Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Tatik selaku kepala bidang penganekaragaman dan konsumsi pangan sebagai berikut.

“sebagian dari mereka tertarik dengan program ini, karena di program ini kita menggunakan teknologi baru mbak jadi masyarakat itu tertarik dan punya tantangan tersendiri. Selain itu kelompok masyarakat juga mendapat dukungan dana dari pemerintah, sehingga banyak masyarakat yang turut berpartisipasi. Kegiatan ini juga kan bermanfaat buat ibu-ibu jadi bisa menambah wawasan mereka tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan prinsip (Beragam, Bergizi, Sehat dan Aman) B2SA”

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa respon yang diberikan masyarakat berkaitan dengan partisipasi yang terjadi dalam lingkup masyarakat untuk menyukseskan program-program ini memiliki ketertarikan tersendiri, masyarakat yang mengikuti program tersebut merasa mendapatkan informasi yang penting dan memberikan kebermanfaat bagi mereka. Menurut Mardikanto (2007), partisipasi ini dipicu pada keikutsertaan seseorang sebagai tindakan dalam mengambil bagian pada kegiatan yang memberikan manfaat. Manfaat yang mampu diperoleh diantaranya: meningkatkan konsumsi pada energi dan protein pada rumah tangga secara nyata yang mampu meningkatkan PPH kabupaten Sidoarjo, memberikan pengurangan pada konsumsi pangan, memberikan peningkatan pada rumah tangga melalui pengintroduksian komoditas yang bernilai ekonomis tinggi, dan memberikan stimulus pada ekonomi produktif di desa.

Ketiga, Selain respon yang baik, perlu adanya komitmen dari para pelaksana yang terlibat untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Tatik selaku kepala bidang penganekaragaman dan konsumsi pangan sebagai berikut.

“Sejauh ini komitmen dari ketua kelompok untuk tetap menjaga anggotanya agar mereka dapat terus menerus secara berkelanjutan dalam membudidayakan KRPL tetap terjaga. Karena semakin sadarnya masyarakat tentang program ini mereka semakin serius dan giat lagi apalagi hasilnya yang bernilai ekonomis bisa menambah pengahsilan mereka. Sampai puncaknya panen, kita pernah mengikuti kegiatan panen hasil kegiatan Kawasan rumah pangan lestari di daerah trosobo waktu itu mbak, selain itu juga di kecamatan Tarik dari sini dapat dilihat bahwa masyarakat bersunguh-sungguh dan berkomitmen untuk terus budidaya menanam di lahan yang ada dirumah”

Komitmen yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik, karena setiap anggota masyarakat tim KWT dan Dinas Pangan memiliki keterkaitan dan perjanjian dalam pelaksanaan program kerja sehingga dengan adanya komitmen antara kedua belah pihak mampu menimbulkan kesadaran terhadap kepentingan kegiatan dilaksanakan dan diikuti dengan tertib antara keduanya. Meskipun terkadang ada beberapa hambatan yang dialami tiap-tiap individu terkait komitmen, kedua pihak antara masyarakat dan dinas saling menguatkan untuk menciptakan animo keduanya.

Penelitian pada indikator disposisi memiliki 3 sub variabel yaitu pemahaman, respon dan komitmen dalam penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu yang dilakukam oleh Harnanda (2020) berjudul “Implementasi Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat di Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru” (Studi kegiatan Kawasan pangan lestari 2019 menejelaskan bahwa tidak adanya keberpihakan terhadap kebijakan yang dibuat sehingga pemahaman secara kognisi berjalan dengan baik dan efektif. Namun terdapat beberapa perbedaan yang tidak terlalu signifikan di bagian komitmen dalam penelitian ini yang mengatakan bahwa beberapa hambatan komitmen yang kurang tertib di beberapa momen antara KWT dan Dinas Pangan, alas an tersenut tidak berarti ketika keduanya salin g menguatkan dalam menjalankan program.

D.Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi sangat memengaruhi keberhasilan dalam melaksanakan program karena berkaitan dengan peran yang dijalankan pemerintah dalam implementasi kebijakan. Struktur birokrasi dapat diukur melalui fragmentasi dan Standar Operating Procedure (SOP). Pertama, fragmentasi atau pembagian tanggung jawab dalam implementasi program atau kebijakan sangat diperlukan agar pelaksanaannya lebih spesifik. fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab dibuat supaya penyelesaian tugas dalam suatu organisasi menjadi fokus. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Tatik selaku Kepala Bidang Penganekaragaman pangan sebagai berikut

“Struktur organisasi di kegiatan ini sudah terbentuk mbak petugas penyuluhannya kami ada timnya sendiri setiap kecamatan. Dan setiap kelompok itu pasti ada strukturnya juga dari ketua kelompok, bendahara, sekretaris dan lain-lain.” Setelah pembagian struktur sudah jelas mbak, berpengaruh juga pada pembagian tupoksi masing-masing bidang. Misalnya saja pada Dinas pangan sendiri memiliki tugas merumuskan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya,melaksanakan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya, melakukan evaluasi hingga adminitrasi.”

Sesuai hasil wawancara terkait fregmentasi atau pembagian tugas dapat disimpulkan bahwa Struktur organisasi sudah terbentuk dari Dinas pangan hingga kelompok masyarakat. Dalam pelaksanaan (PERGUB) Provinsi Jawa Timur Nomor 71 Tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal di Kabupaten Sidoarjo sangat terkait dengan struktur birokrasi, struktur birokrasi mengisyaratkan adanya pembagian kerja berdasarkan unit-unit, dimana setiap unit kerja memiliki tugasnya masing-masing guna mendukung tujuan organisasi secara keseluruhan. Struktur birokrasi dalam kegiatan ini terdiri dari: Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo, Camat, Kepala Desa/Lurah, Kelompok Wanita Tani/PKK/UMKM. Yang mana setiap tingaktan memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing dalam keberlangsungan kegiatan P2KP ini. Pada Struktur Birokrasi mencakup dua aspek penting yaitu standar prosedur pelaksanaan (standard operating procedur atau SOP), dan struktur organisasi atau pembagian kerja, untuk struktur birokrasi atau pembagian kerja seperti gambar dibawah ini.

Figure 8.Struktur Organisasi Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo

Kedua, Standard Operating Procedure (SOP) juga sangat dibutuhkan dalam implementasi karena digunakan sebagai pelaksanaan tupoksi. Standard Operating Procedure (SOP) menjadi bagian penting dalam implementasi kebijakan karena menjadi pedoman atau acuan dalam melakukan kegiatan. SOP berisi tahapan-tahapan sistematis yang harus dilakukan, dengan adanya SOP akan memudahkan pelaksana kebijakan. Berdarsakan hasil penelitian berikut struktur birokrasi dan tupoksi dalam kegiatan P2KP sebagai berikut.

No. Jabatan Tupoksi
1. Dinas Pangan & Pertanian Perumus kebijakan, Pelaksana kebijakan, pelaksana evaluasi kebijakan, pelaksana administrasi
2. Camat Mengorganisasi kegiatan, membina peserta kegiatan, mengelola dan melaksanakan kegiatan P2KP
3. Kepala Desa Pimpinan wilayah di Desa P2KP,mengorganisasi kegiatan P2KP
4. KWT/PKK/UMKM & Kelompok Tani Satuan unit produksi, penyedia, dan penyelenggara kegiatan P2KP.
Table 6.Tugas Pokok dan Fungsi

Pada tabel 6 terdapat birokrasi yang terlibat dalam kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang terdiri dari Dinas Pangan dan Pertanian memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai perumus kebijakan, pelaksana kebijakan, pelaksana evaluasi kebijkan, pelaksana administrasi kebijakan. Kemudian Camat yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai mengkoordinir kegiatan, membina masyarakat, mengelola dan melaksanakan kebijakan. Selanjutnya Kepala Desa memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pemimpin wilayah di Desa P2KP, mengorganisasi kegiatan P2KP. Dan terakhir Kelompok Wanita Tani(KWT) atau Kelompok PKK atau UMKM dan Kelompok Tani memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai satuan unit produksi, penyedia dan penyelenggara kegiatan P2KP.

Penelitian pada indikator disposisi memiliki 2 sub variabel yaitu fragmentasi dan SOP pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukam oleh Sri Utami (2018) Berjudul “Implementasi Kebijakan Diversifikasi Konsumsi Pangan Lokal Di Kabupaten Pati” karena peneliti terdahulu tidak menjabarkan terkait sistem birokrasi yang ada dan juga alur yang berpengaruh pada fragmentasi pada kegiatan. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti menjabarkan struktur birokrasi beserta fragmentasinya untuk memperjelas tupoksi setiap bidang.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang peneliti lakukan tentang implementasi program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Komunikasi berupa penyampaian informasi yang dilakukan Dinas Pangan dan Pertanian terkait implementasi pada program penganekaragaman konsumsi pangan menunjukkan bahwa telah dilaksanakan kegiatan berupa P2KP yang memberikan dampak baik dalam segi komunikasi, dibuktikan dengan keberhasilan kegiatan yang dilakukan pada 14 kecamatan memberikan antusias tinggi pada masyarakat, masyarakat bisa memahami apa yang disampaikan oleh kedinasan tersebut karena komunikasi dikemas secara tetulis dan lisan dengan menarik.

Sumber daya pada program penganekaragaman konsumsi pangan digolongkan menjadi tiga meliputi sumber daya manusia, keuangan, dan fasilitas. Melalui tiga aspek tersebut sumber daya ini berperan penting dan saling memiliki keterkaitan karena untuk menunjang implementasi suatu kebijakan. Dibuktikan melalui kegiatan pemanfaatan pekarangan rumah dengan penanaman hidroponik dan penyuluhan pengolahan pangan non beras dan non non tepung. Ketika manusia sudah ada, keuangan mencukupi, dan fasilitas memadai ditunjang dengan animo kecamatan yang menerapkan kegiatan ini yang memenuhi target maka bisa dipastikan kegiatan tersebut tercapai dan berhasil untuk dilakukan.

Disposisi pada program penganekaragaman konsumsi pangan berkaitan dengan keberhasilan implementasi yang didukung melalui kebijakan, respon dan komitmen. Ketika kebijakan tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat dan keduanya komitmen dengan program yang diselenggarakan maka bisa dipastikan program tersebut berhasil dilakukan di lingkup masing-masing kecamatan.

Struktur birokrasi berkaitan dengan peran pemerintah dan masyarakat. Pembagian tanggung jawab dan petunjuk pelaksanaan kegiatan mempermudah dalam hal administrasi sebuah kegiatan, masing-masing kecamatan yang telah menerapkan program penganekaragaman konsumsi pangan dan menerapkan struktur birokasi dengan baik, maka kegiatan yang merka jalankan dinyatakan berhasil.

Implementasi program penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal kabupaten sidoarjo dinyatakan optimal didukung dengan pesan kebijakan telah tersampaikan dan dipahami kelompok sasaran penerima kebijakan P2KP. Sehingga pada proses sosialisasi dan promosi P2KP tersebut mampu menyentuh sampai 14 kecamatan. Proses implementasi kawasan rumah pangan lestari yang memanfaatkan pekarangan rumah dengan cara penanaman hidroponik dinyatakan merata dari 18 kecamatan tersebar 14 kecamatan lebih dari separuh yang sudah menerapkan kegiatan tersebut. Faktor- faktor yang mempengaruhi implementasi program penganekaragaman konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman pada pekarangan di Kabupaten Sidoarjo dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia dan penguasaan teknologi. Hal ini menyebakan proses implementasi dan promosi P2KP berjalan optimal dalam mewujudkan sasaran dan tujuan kebijakan yang ditetapkan.

References

  1. U. N. 18 T. 2012, “Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012,” Undang. tentang Pangan, no. Perekonomian, p. 4, 2012.
  2. R. Oktari, “Sorgum, Pangan Alternatif Pengganti Beras,” Indonesiabaik.id, 2023. [Online]. Available: https://indonesiabaik.id/videografis/sorgum-pangan-alternatif-pengganti-beras. [Accessed: Jun. 23, 2023].
  3. M. A. Rizaty, “Indeks Ketahanan Pangan Indonesia Meningkat pada 2022,” Dataindonesia.id, 2022. [Online]. Available: https://dataindonesia.id/varia/detail/indeks-ketahanan-pangan-nasional-meningkat-pada-2022. [Accessed: Jun. 23, 2023].
  4. R. Nurjaman, H. Purnamasari, and M. F. Rizki, “Implementasi Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Di Desa Cilewo Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang,” J. Polit. Indones., vol. 4, no. 1, pp. 53–69, 2019. doi: 10.35706/jpi.v4i1.1990.
  5. R. Ronal, “Anggaran Untuk Ketahanan Pangan Tahun 2023 Capai Rp104,2 Triliun,” 2023. [Online]. Available: https://pasardana.id/news/2023/4/6/anggaran-untuk-ketahanan-pangan-tahun-2023-capai-rp104-2-triliun/#:~:text=Anggaran%20Untuk%20Ketahanan%20Pangan%20Tahun%202023%20Capai%20Rp104%2C2%20Triliun,-Ronal%20-%20Kamis%2C%2006&text=Pasardana.id%20-%20Pemerintah%20terus%20berkomitmen,perhatian. [Accessed: Jul. 14, 2023].
  6. S. Utami, “Implementasi Kebijakan Diversifikasi Konsumsi Pangan Lokal Di Kabupaten Pati,” J. Litbang Media Inf. Penelitian, Pengemb. dan IPTEK, vol. 14, no. 2, pp. 93–106, 2018. doi: 10.33658/jl.v14i2.112.
  7. K. Pangan et al., “Gubernur Jawa Timur,” pp. 1–13, 2009.
  8. Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo, “PANEN PADI NUSANTARA 1 JUTA HEKTAR,” 11 Maret 2023. [Online]. Available: https://panperta.sidoarjokab.go.id/?page=v-agenda&id=1678765747. [Accessed: Jul. 12, 2023].
  9. S. Regency, “Kabupaten Sidoarjo DALAM ANGKA 2023,” 2023.
  10. I. Arrizal, “Cek Fakta Konsumsi Beras Dalam Satu Tahun Warga Sidoarjo Lebih Banyak Daripada Jumlah Produksi Beras,” 2023. [Online]. Available: https://www.cakrawala.co/daerah/pr-7757648632/cek-fakta-konsumsi-beras-dalam-satu-tahun-warga-sidoarjo-lebih-banyak-daripada-jumlah-produksi-beras. [Accessed: Jul. 14, 2023].
  11. B. K. Pangan, Kementerian Pertanian, vol. 3, no. Tahun 2020. 2021.
  12. Alwiyah and D. Harilistyorini, “Kajian Diversifikasi Konsumsi Pangan Masyarakat dengan Tingkat Pendapatan Keluarga di Kabupaten Sumenep,” J. Cemara, vol. 7, no. 1, pp. 1–5, 2010.
  13. J. A. Reform, “Implementasi Program Percepatan Penganekaraman Konsumsi Pangan (P2KP) pada Kelompok Wanita Tani Di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara,” vol. 7, no. 1, pp. 1–7, 2019.
  14. T. Suparwanti, “Pengelolaan Anggaran Pembiayaan Dinas Kesehatan Kota Surakarta Dalam Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PMKS) tahun 2011,” 2012.
  15. D. D. T. U, “Pembangunan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM Berbasis Ekonomi Kreatif Di Kota Semarang,” vol. 2, pp. 1–13, 2013.
  16. B. A. B. Ii and A. D. Teori, “Implementasi Kebijkan Van Meter,” Angew. Chemie Int. Ed. 6(11), 951–952., pp. 5–24, 1967. [Online]. Available: http://eprints.umm.ac.id/35898/3/jiptummpp-gdl-aanwidiast-47496-3-babii.pdf.