Fadila Putri Arydianti (1), Lailu Mursyidah (2)
General Background Land and Building Tax (PBB) is a primary revenue source vital for local development, making taxpayer compliance essential for municipal financing. Specific Background Despite the strategic importance of PBB, compliance rates in Sidoarjo Regency remain variable , particularly in Keper Village, where PBB realization consistently hovers between 50% to 60%. Knowledge Gap This persistent underperformance suggests a suboptimal role of the local village government in mobilizing and motivating its taxpayers. Aims This qualitative descriptive study aims to analyze and describe the implementation of the Keper Village Government's role based on Bintoro Tjokroamidjojo’s (2000) framework: motivator, facilitator, and mobilizer. Results Findings indicate the motivator role is suboptimal due to the lack of formal socialization and absence of legal sanctions. The facilitator role is constrained as payment services at the village hall are strictly limited to working days and hours. Although the mobilizer role employs direct SPPT distribution and social media, these efforts have not succeeded in raising public awareness or collection rates. Novelty The study provides an indicator-based diagnostic of local governance deficits that impede tax compliance in rural settings. Implications The findings imply that a systematic shift towards mandatory socialization, clear incentive structures, and flexible service facilitation is required to boost tax collection and support local development.
Highlights:
Lack of formal socialization weakens the village government's role as a tax motivator.
PBB payment services at the village hall are restricted to working days and business hours.
Despite various mobilization efforts, public awareness and tax collection rates remain consistently low.
Keywords: Role of Village Government, Community Awareness, Land and Building Tax, Tax Compliance, Local Governance
Desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah dan nasional [1]. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat [2]. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tujuan dari pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Sebagai tempat tinggal sebagian besar masyarakat Indonesia, desa memiliki potensi besar dalam berbagai aspek, seperti sumber daya alam, sosial, dan ekonomi. Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional ini, aspek yang menjadi penunjang mencakup sumber daya manusia, sumber daya alam, dan ketersediaan dana pembangunan [3]. Salah satu sumber utama pendanaan pembangunan berasal dari pajak. Dalam konteks pembangunan desa, keberhasilan pembangunan desa sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat dalam mendukung berbagai program pemerintah, termasuk dalam hal pembayaran pajak [4]. Sebagai unit pemerintahan terkecil, pemerintah desa memiliki tanggung jawab untuk mengawasi sumber sumber daya yang ada dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan terkait pembangunan. Selain itu, desa menjadi tempat utama dalam praktik kehidupan sosial yang beragam, mencerminkan budaya dan adat istiadat yang turut mempengaruhi pola pikir masyarakat terkait kewajiban mereka terhadap negara. Dengan optimalisasi peran pemerintah desa, kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, dan pembangunan desa menjadi lebih berkelanjutan.
Menurut Undang-Undang Nomer 16 Tahun 2009 tentang perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib yang dibayarkan oleh wajib pajak ke kas negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang [5]. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional dengan tujuan untuk peningkatan kemakmuran untuk negara terutama masyarakat [6]. Berdasarkan fungsinya, pajak merupakan penerimaan negara yang memiliki dua fungsi, yakni fungsi budgetair (anggaran) dan fungsi regularend (pengatur). Adapun yang dimaksud dari kedua fungsi tersebut ialah pajak memiliki fungsi untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan sebagai distribusi kesejahteraan yang memungkinkan pemerintah menyediakan fasilitas umum yang memadai bagi seluruh warga negara dan memiliki fungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi [7].
Berdasarkan tabel 1 diatas yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang disusun oleh Kementerian Keuangan dapat diketahui bahwa penerimaan perpajakan merupakan kontributor terbesar terhadap pendapatan negara dari tahun 2022 hingga 2024. Pendapatan negara pada tahun 2022 sebesar Rp2.635,8 triliun, yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar 77,1%, penerimaan bukan pajak sebesar 22,5%, dan hibah sebesar 0,2%. Pada tahun 2023, pendapatan negara sebesar Rp2.637,2 triliun dengan penerimaan pajak sebesar 80,3%, penerimaan bukan pajak sebesar 19,5%, dan hibah sebesar 0,1%. Sedangkan pada tahun 2024, pendapatan negara sebesar Rp2.802,2 triliun dengan penerimaan pajak sebesar 82,4%, penerimaan bukan pajak 17,5%, dan hibah sebesar 0,01%. Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa persentase penerimaan bukan pajak dan hibah mengalami penurunan setiap tahun. Salah satu sektor penerimaan pajak yang memberikan kontribusi besar pada pendapatan negara ini yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang sangat potensial dan strategis sebagai sumber penghasilan negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan [8]. Penerimaan pada sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini merupakan pendapatan negara yang paling besar jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya. Pajak ini bersifat wajib dan oleh karena itu pajak tersebut dikenakan pada seseorang atau badan yang memiliki hak, menguasai, ataupun memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan. Adapun dasar pengenaan besaran dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini ditentukan sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yakni bumi atau tanah atau bangunan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjelaskan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang nantinya akan dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang akan dinikmati oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah [9]. Dalam hal ini, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan seperti membangun infrastruktur, fasilitas kesehatan, dan pendidikan yang langsung berdampak pada masyarakat. Dari pemanfaatan hasil pajak tersebut, dapat dilihat bahwa dibutuhkan peranan dan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena masyarakat atau wajib pajak tersebut memiliki peranan yang cukup besar dalam menjalankan roda pemerintahan. Mengingat besarnya kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka pemerintah daerah perlu memberikan pertimbangan yang cermat terhadap sektor ini untuk dapat mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) [10].
Pemerintah pusat tidak dapat berjalan sendiri dalam tanggung jawabnya untuk mengumpulkan pendapatan negara, terutama dari sektor pajak yang terdiri dari pungutan kota dan federal [11]. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengelola segala pendapatan di daerahnya dari berbagai sektor terutama sektor perpajakan yang menjadi pendapatan dominan [12]. Pemungutan pajak, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah keduanya sama-sama ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum [13]. Ditinjau dari pemungutannya, pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang ditetapkan dan wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran dan pembangunan pemerintah pusat. Sebaliknya, pajak daerah merupakan pajak yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan dan pembangunan daerah. Pemungutan pajak melalui pemerintah daerah merupakan bentuk upaya dalam mengoptimalkan penerimaan pajak agar lebih maksimal dan merata sehingga dapat mencapai target ketetapan penerimaan pajak. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dan memungut pajak-pajak tertentu untuk meningkatkan pendapatan daerah [14]. Adanya undang – undang tersebut melatarbelakangi dimasukkannya pajak pusat seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai pajak daerah [15].
Tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih bervariasi di berbagai daerah salah satunya yaitu di Kabupaten Sidoarjo. Hingga saat ini masih banyak wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak karena kurangnya kesadaran mereka atas manfaat pajak yang mereka bayarkan. Kesadaran masyarakat dalam membayar pajak sangat dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap manfaat pajak bagi pembangunan daerah dan tingkat pendidikan [16]. Masyarakat yang memiliki pemahaman yang baik mengenai pajak cenderung lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Pada intinya, faktor yang berpengaruh pada kesadaran masyarakat untuk membayar pajak yaitu pemahaman wajib pajak terhadap perpajakan, manfaat yang diterima wajib pajak dari pajak, dan sikap optimis wajib pajak terhadap pajak.. Apabila kesadaran masyarakat dalam membayar pajak terutama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)kurang, hal ini akan menghambat pembangunan negara maupun pembangunan daerah [10]. Karena pada dasarnya sumber pendanaan yang digunakan dalam proses pembangunan salah satunya yaitu pajak.
Dalam menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengimplementasikan beberapa strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sehingga dapat menarik masyarakat terutama wajib pajak untuk mau membayarkan kewajibannya. Adapun beberapa strategi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yakni:
Pertama, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo rutin melakukan sosialisasi dan edukasi tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada masyarakat melalui berbagai media, seperti spanduk, brosur, dan media sosial. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga menyelenggarakan sosialisasi secara langsung ke kecamatan hingga desa di Kabupaten Sidoarjo, dalam kegiatan sosialisasi ini pemerintah daerah memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya membayar pajak serta manfaat dari pajak itu sendiri untuk pembangunan daerah. Tidak hanya itu, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penyerahan hadiah satu unit sepeda motor kepada desa-desa yang berhasil mencapai persentase penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tertinggi untuk desa dengan kategori SPPT PBB diatas 2000 lembar [17]. Kedua, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga memberlakukan program pembebasan denda keterlambatan atau yang sering disebut pemutihan pajak bagi wajib pajak yang memiliki tunggakan pembayaran pajak. Di tahun 2024, program ini berlangsung mulai dari 1 Juni hingga 27 September 2024. Hal ini dilakukan untuk meringankan beban wajib pajak yang terkena sanksi denda. Pembebasan denda ini diberikan kepada wajib pajak yang belum membayar pajak terutang sampai dengan masa pajak 2023 sampai April 2024 [18]. Dan yang ketiga yaitu menerapkan peningkatan layanan pembayaran pajak yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi melalui menyediakan layanan e-PBB untuk cek tagihan PBB. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga memberikan kemudahan pembayaran melalui platform pembayaran online untuk memudahkan wajib pajak yang tidak memiliki waktu untuk membayar pajak secara offline.
Berdasarkan tabel 2 diatas, menunjukkan bahwa realisasi pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Sidoarjo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan kurang lebih membawa dampak positif terhadap penerimaan PBB, walaupun masih ada juga sebagian wajib pajak yang belum patuh untuk membayar pajak. Dari tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa di tahun 2020 hanya 50% wajib pajak yang membayar PBB. Di tahun 2021 pajak terbayar sebanyak 49%. Kemudian menunjukkan peningkatan di tahun 2022 dan 2023 sebanyak 54% PBB yang terbayar. Dan pada tahun 2024 juga mengalami peningkatan sebesar 55%. Akan tetapi peningkatan ini tidak pernah mencapai target yang ditentukan karena sebagian wajib pajak belum sadar akan pentingnya membayar pajak, termasuk PBB. Oleh karena itu, dalam hal ini masih dibutuhkan strategi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diperlukan kerjasama yang menyeluruh baik dari pemerintah maupun masyarakat sebagai wajib pajak itu sendiri. Mengelola masalah pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayahnya merupakan salah satu dari sekian banyak peranan atau tanggung jawab penting pemerintah desa dalam pelaksanaan pemerintahan. Bintoro Tjokroamidjojo (2000) mengemukakan bahwa pemerintah memiliki tiga peran utama, yaitu sebagai (1) Motivator, dalam hal ini pemerintah berperan untuk memberikan pengarahan, membimbing, serta mampu mempengaruhi masyarakat untuk melaksanakan kebijakan tertentu. (2) Fasilitator, pada indikator ini peran pemerintah yaitu memfasilitasi suatu proses dalam pelaksanaan kebijakan. (3) Mobilisator, yaitu pemerintah berperan untuk mendorong, menggerakkan, dan memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan atau kebijakan. Oleh karena itu, teori ini dapat digunakan oleh pemerintah desa sebagai pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat memiliki beban tanggung jawab untuk mengingatkan dan mengkoordinir masyarakatnya agar patuh terhadap pembayaran pajak. Dalam pelaksanaannya, pemerintah desa diberikan ketatapan dalam penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber pendapatan daerah yang nantinya hasil penerimaan tersebut akan dikembalikan kepada pemerintah desa sebagai dana bagi hasil pajak dan retribusi yang besarannya disesuaikan dengan seberapa besar setoran pajak atau retribusi masyarakat di desa tersebut.
Desa Keper merupakan salah satu Desa yang berada wilayah Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo yang masyarakatnya bermata pencaharian di bidang pertanian, peternakan, perdagangan, jasa dan industri rumah. Desa merupakan salah satu desa yang realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) nya hanya mencapai 50% dan belum mencapai ketetapan target penerimaan yang ada. Dalam peranannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pemerintah Desa Keper hingga saat ini hanya melakukan sosialisasi yang bersifat himbauan saja kepada masyarakat terkait tenggat waktu pembayaran pajak tersebut. Selain itu, pemerintah desa keper juga mempermudah masyarakat dalam pembayaran PBB dengan menyediakan pelayanan di balai desa yang bekerjasama sebagai agen Payment Point Online Bank(PPOB) untuk pembayaran pajak.
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa realisasi penerimaan PBB di Desa Keper belum sepenuhnya tercapai. Dapat dilihat di tahun 2020 realisasi PBB berada di 60%. Lalu pada tahun 2021 mengalami penurunan dan realisasinya hanya mencapai di angka 53%. Di tahun 2022, realisasi penerimaan PBB mengalami sedikit peningkatan di angka 59%. Selanjutnya di tahun 2023 mengalami penurunan lagi dengan perolehan realisasi sebanyak 50%. Dan yang terakhir di tahun 2024 sedikit meningkat di angka 56%.
Berdasarkan observasi awal peneliti, permasalahan yang dialami Pemerintah Desa Keper adalah terkait peranan pemerintah desa nya yang belum optimal menggecarkan upayanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di wilayah pemerintahannya. Selama ini, pemerintah desa hanya mendorong masyarakat untuk membayar pajak tersebut melalui himbauan-himbauan saja tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat sebagai wajib pajak terkait pentingnya membayar pajak bumi dan bangunan. Di sisi lain yaitu pihak masyarakat, kesadaran mereka sebagai wajib pajak juga masih kurang. Hal ini terjadi karena pengetahuan masyarakat terkait pentingnya membayar pajak masih kurang, dibuktikan.dengan anggapan bahwa pembayaran pajak bumi dan bangunan ini tidak memberikan resiko manfaat ataupun kerugian bagi mereka. Selain itu, permasalahan lain yang terjadi di Desa Keper yaitu terkait masalah administratif dimana tanah atau bangunan yang bersertifikat kemudian ada peralihan hak (dijual atau dihibahkan) dari pihak pemilik lama ke pemilik baru, namun untuk administrasi pajaknya tidak dialihkan. Akibatnya, SPPT yang terbit tidak tersampaikan kepada wajib pajak atau pemilik tanah tersebut. Maka dengan adanya permasalahan ini, menunjukkan bahwa peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat dibutuhkan sebagai tanggungjawabnya dalam mengupayakan peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Keper.
Sejumlah penelitian terdahulu telah mengidentifikasi isu yang serupa terkait peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak bumi dan bangunan. Pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sipahutar, et al. (2024) dengan judul “Peranan Pemerintah Desa dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Pagaran Lambung III Kabupaten Tapanuli Utara” menunjukkan simpulan bahwa peran pemerintah Desa Pagaran Lambung III dalam meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum berjalan optimal, karena masih terdapat beberapa kendala yang menghambat tercapainya target penerimaan pajak yang telah ditetapkan, salah satunya yaitu Pemerintah Desa Pagaran Lambung III kurang efektif dalam pemberian sosialisasi terkait peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan. Adapun tantangan terbesar yang dihadapi yaitu tingkat ekonomi masyarakat yang masih rendah, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pajak, sistem pembayaran yang masih manual, dan belum adanya aturan yang tegas. Selain itu, tidak semua warga yang memenuhi syarat mendapatkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhitung (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sehingga mempersulit upaya peningkatan penerimaan pajak [19].
Penelitian kedua yaitu penelitian oleh Rohman dan Adiwidjaja (2023) dengan judul “Pendekatan Pemerintah Mendorong Kesadaran Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)” menunjukkan simpulan bahwa upaya pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu telah dilakukan melalui berbagai strategi, seperti sosialisasi secara rutin, kerja sama dengan tokoh masyarakat, serta pembukaan loket pembayaran pajak di kantor desa. Namun, masih terdapat beberapa kendala yang masih menghambat peningkatan kepatuhan pajak seperti rendahnya kesadaran wajib pajak, ketidaksesuaian data pajak dengan kondisi di lapangan, serta keterbatasan fasilitas pembayaran yang memadai. Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi tantangan utama di Desa Bumiaji, sebagian masyarakatnya merasa terbebani dengan kewajiban pajak karena keterbatasan pendapatan [20].
Selanjutnya penelitian ketiga oleh Andriani dan Mashuri (2023) dengan judul “Peran Pemerintah Desa Terhadap Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan di Desa Gumanti Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu” menunjukkan simpulan bahwa di desa tersebut pemerintah desa memainkan peran yang baik dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemeirntah desa secara aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak, baik melalui pertemuan langsung maupun sosialisasi dari rumah ke rumah. Namun, sejumlah masalah seperti egoisme, sikap apatis, dan situasi ekonomi yang buruk berkontribusi pada rendahnya kesadaran masyarakat dan menyebabkan beberapa warga negara enggan atau terlambat membayar pajak.
Berdasarkan pemaparan permasalahan dan kajian penelitian terdahulu ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan peran Pemerintah Desa Keper dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan objek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Penelitian ini berfokus pada peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang akan diukur berdasarkan indikator peran menurut Bintoro Tjokroamidjojo (2000), antara lain: peran pemerintah sebagai (1) Motivator, (2) Fasilitator, dan (3) Mobilisator. Peneliti akan mengumpulkan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data primer dalam penelitian ini didapat melalui observasi dan wawancara. Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari pada peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dan kemudian melakukan wawancara langsung dengan informan yang telah ditentukan dengan purposive sampling yakni Bapak Ardi Perdana Sukma selaku Sekertaris Desa Keper. Serta didukung data sekunder berupa data ketetapan dan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Desa Keper. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan model interaktif yaitu reduksi data, penyajian data dan langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan. Penelitian ini dilakukan di Desa Keper Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Lokasi ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain karena Desa Keper merupakan salah satu desa di Kabupaten Sidoarjo yang realisasi penerimaan PBB-P2 nya masih konsisten di angka 50%an dalam lima tahun terakhir.
Secara umum, peran merujuk pada rangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang atau kelompok pada situasi tertentu. Peran sendiri mencakup tugas, tanggungjawab, serta fungsi yang harus dijalankan. Jika dilihat dari konteks pemerintah desa, peran disini merujuk pada kewajiban serta wewenang yang dimiliki oleh aparatur desa dalam mengelola pemerintahan dan melayani masyarakatnya. Pemerintah desa juga memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat, terutama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan. Pemerintah desa sebagai barisan terdepan yang berinteraksi langsung dengan msayraakat memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan budaya setempat, sehingga memungkinkan mereka untuk dapat merancang strategi yang tepat dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak. Hal ini tidak hanya sebatas pada penyampaian informasi, tetapi juga mencakup upaya dalam membangun komunikasi, memberikan edukasi, serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kepatuhan pajak, dalam hal ini berarti membangun suatu kondisi untuk memotivasi, mendukung, dan mempermudah masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka.
Untuk menilai sejauh mana peran Pemerintah Desa Keper dalam meningkatkan kesadaran mayarakat membayar pajak bumi dan banguanan, peneliti akan menggunakan teori peran pemerintah yang dikemukakan Bintoro Tjokroamidiojo (2000) yaitu sebagai motivator, fasilitator, dan mobilisator, sebagai berikut:
Peran Pemerintah Desa Sebagai Motivator
Motivasi merupakan suatu dorongan yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan [21]. Motivasi dapat berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungan eksternal, sehingga orang yang diberikan motivasi tersebut melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh tanggung jawab [22]. Sebagai motivator, pemerintah memiliki peran untuk memberikan pengarahan serta memberikan pengaruh bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Seperti pernyataan Bintoro Tjokroamidjojo (2000), pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan, tetapi juga sebagai pihak yang mampu memotivasi masyarakat agar turut serta dalam upaya mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, Pemerintah Desa Keper berperan menjadi motivator bagi masyarakat untuk memiliki motivasi tinggi atau kesadaran dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Motivasi yang dimaksud disini dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat sebagai wajib pajak melalui sosialisasi atau edukasi mengenai peran pajak dalam pembangunan daerah serta dengan pemberian insentif atau hadiah, sehingga masyarakat menyadari bahwa kontribusi mereka sebagai wajib pajak sangat berdampak langsung pada peningkatan infrastruktur dan layanan publik di lingkungannya. Apabila Pemerintah Desa Keper dapat menjalankan perannya sebagai motivator dengan baik, maka masyarakat akan sadar bahwa kontribusi mereka dalam pembayaran pajak sangat penting, sehingga tergerak untuk patuh dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Ardi selaku sekertaris Desa Keper, beliau menjelasakan bahwa:
“Kalau sosialisasi memang belum ada, pemerintah desa sebenernya sih sifatnya lebih ke himbauan ya, jadi diminta ke masyarakat atau warga itu biar segera membayar pajaknya. Jadi sifatnya memang lebih ke himbauan. Terkait punishment memang belum ada sih di desa. Kalau insentif pengalaman yang kemarin memang belum ada, baru mau kita laksanakan di tahun 2025 ini. Jadi sebenernya mulai tahun 2024 kemarin itu baru ada aturan yang mensyaratkan desa untuk ikut menginsentifkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jadi kalau yang tahun-tahun sebelumnya itu desa hanya istilahnya tugasnya hanya menyerahkan SPPT-nya aja, kemudian nanti membayarnya diserahkan kepada warga. Sepertinya sih berkaca dari pelaksanaan yang kemarin-kemarin itu ternyata realisasinya ndak baik gitu, nah akhirnya mulai 2024 kemarin desa diwajibkan ada program untuk insentifikasi pajak, termasuk salah satunya yaitu tadi memberikan insentif atau hadiah. Tapi memang pihak pemerintah desa tahun kemarin memang belum melaksanakan hanya masih himbauan saja dan baru mau dilaksanakan di tahun ini. Rencananya nanti akan ada semacam bulan panutan pajak gitu, jadi di bulan-bulan tertentu itu akanada semacam hadiah untuk wajib pajak.Jadi sejauh ini sih bentuknya memang masih himbauan-himbauan aja, selanjutnya ya itu tadi kita kasih kemudahan pembayaran sama akan kami coba kasih semacam hadiah atau reward biar warga itu mau membayar pajaknya” (Wawancara, 17 Februari 2025).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak Amirul sebagai wajib pajak di Desa Keper, sebagai berikut:
“Pemerintah desa selalu mengingatkan kita untuk membayar pajak setiap tahunnya dan juga di ingatkan apabila pajak tersebut tidak dibayar maka beban untuk pajak selanjutnya semakin banyak. Bentuk himbauan kepada agar membayar pajak di sampaikan kepada kami selaku wajib pajak langsung pada saat membagi SPPT PBB tersebut dan selalu mengingatkan untuk segera dibayar biar tidak menjadi tunggakan. Pengaruhnya cukup lumayan sih sebenernya untuk meningkatkan kesadaran kita sebagai wajib pajak agar tidak mempunyai tunggakan setiap tahunnya karna apabila sudah punya tunggakan serasa berat untuk membayarnya karna nominalnya juga cukup besar apabila mempunyai tunggakan. Tapi ya gitu ya, kadang ada orang-orang yang taat pajak ada juga yang tetap nggak di bayar bertahun-tahunakibatnya tiap tahun tagihan pajaknya semakin banyak dan pastinya masyarakat juga semakin banyak untuk membayar pajaknya.” (Wawancara, 7 Maret 2025).
Berdasarkan hasil wawancara diatas yang disesuaikan dengan teori Bintoro Tjokroamidjojo, pada indikator motivator, diketahui bahwa Pemerintah Desa Keper belum pernah melakukan sosialisasi resmi terhadap wajib pajak untuk memberi pemahaman yang mendalam tentang pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk pembangunan desa. Tidak adanya sosialisasi yang dilakukan ini berdampak pada kurangnya pemahaman wajib pajak akan pentingnya pajak. Hingga saat ini, upaya yang dilakukan masih sebatas himbauan langsung secara lisan kepada wajib pajak agar segera membayar pajak sebelum jatuh tempo. Adanya himbauan ini memberi dampak tertentu bagi kesadaran masyarakat, seperti yang disampaikan oleh wajib pajak bahwa himbauan atau pengingat dari pemerintah desa cukup membantu dalam meningkatkan kesadaran mereka membayar pajak tepat waktu. Namun, efektivitas dari himbauan ini masih terbatas karena tidak semua masyarakat merespons dengan tingkat kepatuhan yang sama. Selain itu, pemerintah desa juga tidak memberikan sanksi atau bentuk hukuman bagi masyarakat yang tidak membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak sepenuhnya bergantung pada kesadaran tiap individu. Tidak adanya mekanisme sanksi pada tingkat pemerintah desa menjadi salah satu tantangan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat.
Sementara itu, program insentif bagi wajib pajak yang taat juga baru akan mulai dilaksanakan di tahun 2025. Sebelumnya tugas pemerintah desa hanya sebatas menyerahkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) kepada masyarakat sebagai wajib pajak, tanpa adanya upaya khusus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun, karena realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahun sebelumnya tidak mencapai target, maka mulai tahun 2024 desa diwajibkan untuk memiliki program insentifikasi pajak untuk wajib pajak di daerah pemerintahannya.
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari tahun 2020 hingga 2024, tidak semua wajib pajak di Desa Keper taat untuk membayarkan kewajibannya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa Keper dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih rendah dan berdampak pada realisasi penerimaan pajak tersebut di setiap tahunnya tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan. Dalam menanggapi hal tersebut, di tahun 2025 ini pemerintah desa berencana untuk menerapkan program “bulan panutan pajak” yang dimana nantinya pada periode tertentu akan ada pemberian hadiah bagi masyarakat yang patuh dan tepat waktu dalam membayar pajak. Program ini menjadi salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Desa Keper untuk memotivasi atau meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih disiplin dalam memenuhi kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemerintah Desa Keper menyadari bahwa kesadaran masyarakat adalah kendala utama, sehingga jika hanya melakukan himbauan saja tidak akan cukup untuk memotivasi masyarakat. Pemerintah Desa Keper merasa perlu menerapkan kombinasi antara sosialisasi dan pemberian hadiah agar masyarakat lebih termotivasi untuk membayarkan pajaknya.
Sebagai motivator, peran pemerintah desa dalam memberikan pemahaman melalui sosialisasi kepada wajib pajak sangat penting. Apabila sosiaialiasi terkait pentingnya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan secara rutin, maka tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat akan meningkat dan berpengaruh pada pasrtisipasinya dalam membayar pajak. Sebaliknya, apabila peran motivator tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak pada kepatuhan pajak masyarakat. Jika tidak ada motivasi atau dorongan dari pemerintah desa, masyarakat akan cenderung menunda atau justru mengabaikan kewajiban perpajakannya. Hal ini tentunya juga akan berdampak penerimaan pajak yang menurun, sehingga anggaran untuk pembangunan dan pelayanan publik menjadi terbatas. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Sipahutar dengan judul Peranan Pemerintah Desa dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Pagaran Lambung III Kabupaten Tapanuli Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya sosialisasi yang efektif merupakan salah satu penyebab utama belum optimalnya penerimaan pajak di desa tersebut. Masyarakat yang kurang teredukasi tentang urgensi penerimaan pajak dalam pembangunan cenderung kurang termotivasi untuk membayar pajak tepat waktu.
Peran Pemerintah Desa Sebagai Fasilitator
Fasilitas merupakan aspek pendukung yang dapat mempermudah dan memperlancar berbagai aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Fasilitator harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif untuk menjembatani kepentingan masyarakat [23]. Sebagai fasilitator, pemerintah memiliki peran untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, Pemerintah Desa Keper berperan untuk menyediakan sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada masyarakat sehingga dapat mempermudah masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, pemerintah desa juga dapat memastikan bahwa masyarakat memiliki kemudahan akses informasi perpajakan dengan dalam bentuk pusat informasi pajak di kantor desa atau mengadakan sosialisasi rutin. Dengan adanya kemudahan yang diberikan oleh pemerintah desa ini, diharapkan masyarakat lebih terdorong untuk dapat memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Ardi selaku sekertaris Desa Keper, beliau menjelasakan bahwa:
“Kalau dari pemerintah desa sih yang kita lakukan itu tadi, kita kerjasama sama pihak PPOB (Payment Point Online Bank) itu, jadi bisa bayar di balai desa biar ndak jauh-jauh ke desa tetangga atau ke toko indomaret atau apa karena desa bisa melayani. Tapi memang di hari dan jam kerja aja untuk pelayanan itu. Tentu saja teknologi sangat membantu mempermudah & mempercepat masyarakat dalam melakukan pembayaran PBB. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada beberapa warga terutama yang lanjut usia masih kesulitan memanfaatkan teknologi yang ada tersebut. Maka dari itu, kami di desa menyiapkan petugas di kantor desa pada hari dan jam kerja untuk melayani warga yang ingin melakukan pembayaran secara manual. Terus kalau sosialisasi ya di tahun ini memang baru kita lakukan. Jadi rencananya nanti ada tim khusus insentifikasi pajak, nanti tim itu yang akan jalan ke masyarakat ke masing-masing RT. Mekanismenya nanti warga dikumpulkan diberikan penjelasan terkait PBB plus nanti juga mungkin ada tambahan tapi diluar PBB sih. Kalau keluhan, selama ini se belum ada kalau terkait yang PBB. Mungkin kalau memang ada keluhan nggih biasanya kami konsultasikan ke pihak kecamatan sama pihak BPKAD. Yang ada itu se keluhannya terkaitkalau mau balik nama itu biasanya masyarakat gatau prosesnya gimana. Jadi ya kami mengarahkan se oh kesini kesini seperti itu. Lebih ke persyaratan kalau mau balik nama itu aja sebenernya kalau warga. Nah untuk pembayaran se sampai sekarang belum ada keluhan dari warga” (Wawancara, 17 Februari 2025).
Terkait pelayanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di balai desa juga disampaikan oleh Bapak Amirul sebagai wajib pajak di Desa Keper, sebagai berikut:
“Iya pemerintah desa menginformasikan ke kita apabila ingin membayar pajak di kantor desa ada loket pembayaran yang melayani pembayaran pajak, agar masyarakat ndak jauh2 untuk melakukan pembayaran. Jadi di balai desa memang disiapkan layanan untuk pembayaran pajak, karna di desa jg ada BUMDES yang menaungi untuk pembayaran pajak yang bekerja sama dengan Bank Jatim. Dengan adanya fasilitas seperti itu sangat mempermudah wajib pajak disini untuk melakukan pembayaran pajak setiap tahunnya, terutama mungkin buat yang sudah berumur ya, jadi memang sangat membantu sih” (Wawancara, 7 Maret 2025).
Berdasarkan hasil wawancara yang disesuaikan dengan teori Bintoro Tjokroamidjojo, pada indikator fasilitator, diketahui Pemerintah Desa Keper telah bekerja sama sebagai agen Payment Point Online Bank (PPOB) milik Bank Jatim untuk memudahkan masyarakat sebagai wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Payment Point Online Bank (PPOB) merupakan sistem pembayaran digital yang memiliki beragam layanan dan dapat digunakan untuk membayar berbagai tagihan dalam satu tempat, salah satunya yaitu untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) [24]. Payment Point Online Bank (PPOB) ini merupakan bentuk kerjasama antar Pemerintah Jawa Timur dengan Bank Jatim. Pemerintah Desa Keper menyadari adanya kesenjangan dalam penggunaan teknologi, terutama untuk warga atau wajib pajak yang lanjut usia dan tidak bisa atau gaptek dalam membayar pajak secara online. Oleh karena itu, dengan adanya kerjasama ini, warga yang mengalami kesulitan dalam penggunaan pembayaran digitalbisa langsung membayarkan pajaknya di balai desa tanpa perlu pergi ke desa tetangga ataupun ke tempat lain seperti minimarket yang menyediakan layanan pembayaran pajak. Jadi pemerintah desa menyiapkan petugas khusus di balai desa yang akan melayani dan membantu warga dalam membayar pajak secara manual dan warga tersebut tetap akan diberikan bukti pembayaran yang valid. Dengan adanya fasilitas pembayaran di balai desa ini merubah proses pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi lebih efektif dan efisien. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat, terutama yang memiliki keterbatasan tempat dan waktu untuk mengurus pembayaran pajak di luar desa. Hal tersebut juga disampaikan oleh wajib pajak bahwa adanya pelayanan pelayanan pembayaran pajak di balai desa sangat membantu mereka, terutama bagi warga yang lanjut usia. Dengan adanya fasilitas tersebut, pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan praktis tanpa harus ke tempat yang lebih jauh. Dengan memberikan pelayanan pembayaran pada tingkat desa, Pemerintah Desa Keper berharap masyarakat dapat lebih patuh dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena tidak lagi terkendala jarak dan keterbatasan akses ke tempat pembayaran pajak. Namun, pelayanan pembayaran pajak di balai desa ini masih terbatas pada hari dan jam kerja saja, sehingga belum sepenuhnya terjangkau oleh seluruh wajib pajak yang mungkin memiliki keterbatasan waktu.
Pemerintah Desa Keper tidak hanya mempermudah pembayaran pajak, tetapi juga akan memulai mengambil perannya sebagai fasilitator dalam mengedukasi warga melalui sosialisasi. Di tahun ini, Pemerintah Desa Keper baru akan memulai program sosialiasi yang dilakukan dengan membentuk tim khusus untuk mensosialisasikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sebelumnya, sosialisasi di Desa Keper hanya dilakukan melalui himbauan secara lisan dari perangkat desa atau melalui ketua RT, tanpa adanya pendekatan yang lebih sistematis. Nantinya tim tersebut akan datang langsung ke setiap RT dengan mengumpulkan semua wajib pajak untuk menjelaskan secara detail terkait manfaat penting dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk pembangunan desa, konsekuensi yang akan diterima apabila tidak membayar pajak, serta kemudahan yang disediakan oleh pemerintah desa dalam proses pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada sosialisasi ini, pemerintah desa juga berencana menggambungkan pemberian edukasi pajak dengan informasi lainnya yang relevan agar warga lebih tertarik untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Kemudian terkait keluhan masyarakat, hingga saat ini Pemerintah Desa Keper belum menerima keluhan dari masyarakat terkait pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun, keluhan yang diterima justru terkait permasalahan administrasi seperti ketidaktahuan warga mengenai proses balik nama pajak. Banyak warga yang tidak mengetahui bagaimana prosedur yang harus dilakukan apabila ingin mengganti nama wajib pajak pada dokumen pajaknya. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah desa. Karena jika ada perlihan hak atas tanah atau bangunan yang tidak diikuti dengan proses balik nama pajak, maka akan berakibat pada penyerahan SPPT yang tidak sesuai dengan kepemilikan aslinya. Sebagai fasilitator, dalam menanggapi hal tersebut Pemerintah Desa Keper memberikan pengarahan kepada warga mengenai langkah-langkah apa yang harus dilakukan serta instansi apa yang perlu dihubungi dan dokumen apa yang diperlukan. Apabila terdapat masalah yang lebih kompleks, biasanya Pemerintah Desa Keper berkoordinasi dengan pihak kecamatan atau Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk meberikan solusi terbaik bagi warga.
Sebagai fasilitator, pemerintah desa memiliki tanggung jawab untuk memberikan kemudahan untuk masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam hal ini, pemerintah desa tidak hanya bertanggung jawab dalam menyediakan sarana dan prasarana saja, tetapi juga harus memastikan bahwa kemudahan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat sebagai wajib pajak. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohman dan Adiwidjaja dengan judul Pendekatan Pemerintah Mendorong Kesadaran Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Penelitian tersebut menekankan bahwa kemudahan akses dalam pembayaran pajak menjadi faktor pendukung dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Adapun salah satu strategi yang digunakan Pemerintah Desa Pandanrejo dalam memberikan kemudahan akses dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan dengan membuka loket pembayaran di kantor desa.
Peran Pemerintah Desa Sebagai Mobilisator
Mobilisasi merupakan suatu upaya yang dilakukan pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan [25]. Seperti yang disampaikan Bintoro Tjokroamidjojo (2000), bahwa sebagai mobilisator pemerintah juga berperan dalam menggerakkan masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam kebijakan publik. Pada indikator ini, peran pemerintah tidak hanya berfokus pada penyampaian informasi, namun juga berupaya untuk memastikan masyarakat turut mendukung dan menjalankan kebijakan yang telah di tetapkan. Dalam hal ini, Pemerintah Desa Keper berperan dalam menyebarkan informasi secara efektif, berkoordinasi dengan perangkat desa dan tokoh masyarakat untuk memberi pengingat kepada wajib pajak, serta membangun kerja sama dengan instansi terkait. Upaya ini dilakukan agar masyarakat dapat sadar dan memahami manfaat yang akan kembali kepada mereka dalam bentuk pembangunan, sehingga dapat mendorong keterlibatan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Apabila Pemerintah Desa Keper dapat menjalankan perannya sebagai mobilisator dengan baik, maka yang akan didapat tidak hanya peningakatan kepatuhan pajak dan realisasi penerimaan pajak saja, namun juga akan berdampak pada keberhasilan pembangunan desa. Berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Ardi selaku sekertaris Desa Keper, beliau menjelasakan bahwa:
“Kami disini kan ada perangkat desa yang bertugas untuk menyampaikan SPPT secara langsung ke wajib pajak, disitu sekalian kami beri himbauan. Diluar itu,perangkat desa istilahnya juga memfasilitasi masing-masing lingkungan, jadidari perangkat desa di wilayah lingkungan ini nginfokan ke pak RTnya nanti dari RT diteruskan ke warga terkait deadlinenya ini sudah bulan segini lo ya nanti habis ini mau tutup nanti kena denda dan sebagainya. Pun juga nanti kalau ada program keringanan pajk atau pembebasan denda itu juga disampaikan. Kalau warga kan gampangnya bahasanya pemutihan, jadi mengingatkan mumpung ada pemutihan ndang bayar lo biar nggak kena denda. Biasanya juga kami sebagai pemerintah desa memberitahu bahwa ada pemutihan melalui status di whatsapp ya, jadi ada warga yang tau informasi tersebut dari status whatsapp itu tadi. Pemerintah Desa juga bekerja sama dengan pihak lain, jadi dengan instansi terkait, desa diberikan akses untuk melihat wajib pajak yg sudah dan belum membayar pajak pada tahun berjalan. Bila dengan bank, bank membuka jalur kerjasama sebagai agen (PPOB) pembayaran pajak. Dalam hal ini, Bank Jatim”. (Wawancara, 17 Februari 2025).
“Iya, pemerintah desa jg melibatkan RT/RW dalam melakukan himbauan kepada masyarakat contohnya pada saat ada rapat RT/RW atau pada saat acara tahlil rutin di lingkungan RT/RW”(Wawancara, 7 Maret 2025).
Berdasarkan hasil wawancara yang disesuaikan dengan teori Bintoro Tjokroamidjojo, pada indikator mobilisator, diketahui bahwa Pemerintah Desa Keper menjalankan peran mobilisator ini melalui berbagai cara, salah satunya yakni dengan menyerahkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) secara langsung kepada wajib pajak sesuai dengan wilayah tanggungjawabnya. Dalam proses tersebut, perangkat desa tidak hanya bertugas untuk menyerahkan SPPT saja, tetapi juga secara langsung memberikan himbauan kepada warga sebagai wajib pajak untuk melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo. Pada pelaksanaannya, aparatur desa akan mendatangi rumah-rumah warga untuk menyampaikan dan memastikan SPPT tersebut diserahkan langsung pada wajib pajak yang bersangkutan. Hal ini dilakukan agar tidak ada kesalahan atau kelalaian pada proses penyerahan SPPT sehingga menyebabkan keterlambatan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, perangkat desa juga bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi dengan ketua RT pada wilayah masing-masing terkait pemberian informasi pembayaran pajak. Nantinya, informasi yang diberikan oleh perangkat desa akan diteruskan oleh ketua RT ke warga. Melalui cara ini, informasi terkait jatuh tempo pembayaran pajak dapat lebih cepat tersebar luas dan lebih cepat diterima oleh masyarakat. Ketika mendekati tenggat waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), perangkat desa dan ketua RT akan lebih aktif mengingatkan warga bahwa pajak harus segera dibayarkan agar terhindar dari denda. Dari perspektif wajib pajak, keterlibatan RT/RW dalam menyampaikan infromasi terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui rapat ataupun acara sosial seperti tahlilan rutin juga dapat membantu meningkatkan kesadaran mayarakat.
Selain itu, dalam upayanya untuk menggerakkan masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pemerintah Desa Keper juga memperkuat mobilisasi ini dengan memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan informasi kepada warga. Salah satu media yang digunakan dalam penyebaran informasi tersebut yakni melalui WhatsApp. Cara ini dilakukan oleh perangkat desa dengan mengunggah pengumuman tentang pemutihan pajak pada status WhatsApp. Karena mayoritas warga menggunakan WhatsApp sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka mengunggah informasi pada aplikasi tersebut dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses dan menerima informasi tersebut. Penyampaian informasi melalui WhatsApp juga lebih fleksibel karena warga bisa membaca ulang informasi dan bisa bertanya terkait informasi yang disampaikan tanpa harus datang ke balai desa.
Selain menggerakkan wajib pajak melalui berbagai cara penyampaian informasi, sebagai mobilisator pemerinah desa juga menjalin kerjasama dengan instansi terkait dan perbankan untuk efisiensi pembayaran pajak. Melalui kerjasama dengan instansi terkait, pemerintah desa memiliki akses untuk dapat melihat daftar wajib pajak yang sudah ataupun belum membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sehingga pemerintah desa dapat menindaklanjuti wajib pajak tersebut. Selain itu, kerjasama dengan Bank Jatim juga dilakukan untuk menyediakan sistem pembayaran yang lebih mudah. Kemudahan ini diberikan untuk menggerakkan dan meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jika disesuaikan dengan teori Bintoro Tjokroamidjojo, pemerintah desa sebagai mobilisator tidak hanya berperan dalam penyampaian informasi terkait tenggat pembayaran pajak saja tetapi juga melakukan upaya-upaya yang dapat menggerakkan warga sebagai wajib pajak untuk turut berpartisipasi dalam memenuhi kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal serupa juga telah dilakukan pada penelitian yang dilakukan oleh Andriani dan Mashuri dengan judul Peran Pemerintah Desa Terhadap Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan di Desa Gumanti Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Pada peranannya sebagai mobilisator, Pemerintah Desa Gumanti menggerakkan masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan menyampaikan SPPT dan melakukan penagihan secara langsung. Hal ini dilakukan dengan mendatangi rumah ke rumah (door to door) masyarakat selaku wajib pajak.
Tantangan Peran Pemerintah Desa Keper Dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan analisis peran pemerintah desa keper terhadap beberapa indikator diatas, ditemukan beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh Pemerintah Desa Keper dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Meskipun Pemerintah Desa Keper telah melakukan upaya dalam perannya sebagai motivator, fasilitator, dan mobilisator, namun masih terdapat tantangan yang dihadapi. Secara umum, tantangan yang dihadapi Pemerintah Desa Keper ini terdiri tiga aspek utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat, tidak adanya mekanisme sanksi yang tegas, serta kendala administratif terkait kepemilikan hak atas tanah atau bangunan. Beberapa tantangan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan pajak di Desa Keper. Adapun beberapa tantangan yang dihadapi yaitu sebagai berikut:
1. Rendahnya Kesadaran Masyarakat
Kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan sebuah faktor kunci dalam keberhasilan kebijakan pajak daerah. Namun dalam praktiknya, tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih rendah, sehingga berdampak pada kurangnya optimalisasi penerimaan tersebut. Salah satu penyebab terjadinya hal ini yaitu karena kurangnya pemahaman masyarakat terkait seberapa penting pembayaran pajak dan manfaat membayar pajak [26]. Banyak wajib pajak yang tidak menyadari bahwa pajak yang dibayarkan nantinya akan digunakan untuk pembangunan yang memberikan manfaat bagi diri mereka sendiri, seperti pembangunan infrastuktur, peningkatan pelayanan publik, serta penyediaan fasilitas sosial. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya sosialisasi yang diberikan pemerintah desa kepada masyarakat. Selain itu, kendala lain yang turut berpengaruh pada rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ialah faktor ekonomi. Walaupun tidak selalu menjadi faktor utama, namun bagi wajib pajak dengan kondisi ekonomi yang kurang stabil cenderung memprioritaskan kebutuhan lain yang lebih penting dibandingkan harus membayar pajak. Tantangan ini telah disampaikan oleh Bapak Ardi selaku sekertaris Desa Keper sebagai berikut:
“Mangkannya itu susah ya karena masalahnya kan di kesadarannya warga sendiri, kan warga merasa gaada resikonya di dia maksdunya tu kaya gini aku mbayar ga bayar pun gaada resikonya di aku. Kecuali kalau aku gabayar aku ga dapat pelayanan mungkin akan berpengaruh sih. Kalau kendala ekonomi ya mungkin ada sih, tapi kalau menurut kami sih ya hanya tertentu saja nggih yang ekonomi nya bener bener dibawah nggih. Karena kalau kita lihat sebenernya nilainya pun ndak banyak sih hanya 20.000 10.000. Jadi memang murni karena kesadarannya masing-masing”(Wawancara, 17 Februari 2025).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini disebabkan oleh adanya persepsi bahwa membayar pajak ataupun tidak membayar sama-sama tidak memberi dampak langsung pada mereka sebagai wajib pajak. Hal ini terjadi karena tidak adanya konsekuensi yang diterima oleh wajib pajak apabila mereka tidak membayarkan pajaknya. Menurut pemerintah desa keper, ada juga wajib pajak yang beranggapan bahwa jika tidak ada sanksi yang berpengaruh pada akses layanan yang mereka butuhkan, maka mereka juga tidak akan terdorong untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi hambatan. Meskipun pemerintah desa menganggap bahwa nominal pajak yang harus dibayarkan wajib pajak relatif kecil, yakni sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000, namun masih ada sebagian wajib pajak yang benar-benar tidak mampu dalam segi ekonomi sehingga sulit untuk memenuhi kewajibannya. Akan tetapi, hal paling utama yang menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lebih disebabkan oleh kesadaran masyarakat itu sendiri daripada kendala finansial. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pajak bukanlah suatu kewajiban yang harus segera dipenuhi, sehingga mereka memilih untuk menunda pembayaran hingga jatuh tempo atau bahkan menunggak bertahun-tahun.
Masih kurangnya pemahaman masyarakat di Desa Keper mengenai manfaat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga menjadi faktor rendahnya kesadaran masyarakat. Hal ini berdampak pada penerimaan pajak Desa Keper dan turut berdampak pula pada keterbatasan pembangunan desa. Pajak sering dianggap sebagai beban tanpa memahami bahwa dana pajak yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa, perbaikan fasilitas umum, dan peningkatan plelayanan publik lainnya. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan di Desa Keper terkait pentingnya pajak bagi Kesejahteraan mereka sendiri menyebabkan kurangnya motivasi ajib pajak untuk membayarkan pajaknya tepat waktu.
2. Tidak Adanya Mekanisme Sanksi
Pada sistem perpajakan, sanksi merupakan peran yang penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. Sanksi dalam perpajakan merupakan suatau cara untuk mengontrol dan memberikan efek jera bagi wajib pajak yang menghindari atau tidak memenuhi kewajiban perpajakan [27]. Tidak adanya mekanisme sanksi yang jelas pada sistem perpajakan dapat berpengaruh pada rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini disebabkan karena banyak masyarakat yang mengabaikan pembayaran pajak khusunya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena merasa tidak ada risiko berat yang harus ditanggung. Apabila mekanisme sanksi dapat diterapkan maka akan berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak karena mereka akan memandang bahwa pengenaan sanksi akan lebih menambah biaya. Namun, Pemerintah Desa Keper belum menerapkan mekanisme sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini disampaikan oleh Bapak Ardi selaku sekertaris Desa Keper, sebagai berikut:
“Iya memang kalau disini balik lagi masalah kesadaran masyarakatnya sendiri. Sanksi atau punishment dari kita memang belum ada, karena kami pun sendiri kalau mau menolak melayani warga yang kemudian kami cek belum bayar pajak kami tolak ya salah. Karena tugas kami kan melayani warga itu sendiri. Jadi sambal melayani, kami juga mengingatkan ini pajaknya belum dibayar tolong segara dibayar gitu aja sih” (Wawancara, 17 Februari 2025).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat dilihat bahwa tantangan lain yang dialami Pemerintah Desa Keper dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu tidak adanya mekanisme sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang tidak membayar pajak. Saat ini Pemerintah Desa Keper masih mengandalkan pendekatan persuasif dengan memberikan pengingat kepada wajib pajak untuk segera membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pemerintah Desa Keper belum menerapkan atau memberikan sanksi atau punishment bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Meskipun pemerintah desa menyadari bahwa pemberian sanksi bagi wajib pajak merupakan hal yang penting sebagai alat pengendalian, namun mereka juga memiliki keterbatasan dalam penerapannya karena tugas utama pemerintah desa adalah melayani masyarakat. Pemerintah desa merasa bahwa apabila harus menolak memberikan pelayanan pada masyarakat yang menunggak pajak akan bertentangan dengan prinsip pelayanan publik. Namun, apabila ada sanksi nyata yang diterapkan, akan banyak warga yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal tersebut tentunya juga akan mendukung optimalisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Desa Keper.
3. Adanya Kendala Administratif
Masalah administrasi dalam kepemilikan hak atas tanah atau bangunan sering kali menjadi tantangan dalam sistem perpajakan. Dalam kaitannya dengan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adanya proses peralihan hak atas tanah atau bangunan yang tidak diikuti dengan peralihan secara administratiif akan menyebabkan ketidaksesuaian dan ketidakpastian data pemungutan pajak [6]. Apabila hal ini terjadi, maka akan menimbulkan ketidakpastian subjek pajak. Dimana pemilik atau subjek pajak yang lama merasa tidak bertanggungjawab atas objek pajak tersebut, namun di sisi lain pemilik atau subjek pajak yang baru belum terdaftar sebagai wajib pajak. Permasalahan administrasi yang ada umumnya terjadi karena keterlambatan proses balik nama kepemilikan setelah adanya transaksi jual beli, hibah, maupun warisan. Hal ini terjadi karena pemilik baru menunda melakukan pengurusan perubahan data kepemilikan, sehingga dokumen pajaknya tetap tercatat atas nama pemilik lama. Minimnya pemahamahan masyarakat terkait prosedur balik nama juga menjadi penghambat kelancaran proses tersebut. Transaksi jual beli, hibah, atau warisan yang dilakukan tanpa pencatatan resmi juga dapat mengakibatkan tumpeng tindih data kepemilikan yang nantinya akan memicu sengketa di masa yang akan datang. Beberapa permasalahan administratif yang ada ini juga terjadi di Desa Keper, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bapak Ardi selaku sekertaris Desa Keper, sebagai berikut:
“Kalau kendala administratif yang kami lihat dari masyarakat sendiri sih kami rasa ngga ada, karena kan desa sudah melayani bisa bayar ke desa dan dari pihak Kabupaten sendiri kerjasama dengan channelnya banyak bisa di Bank Jatim bisa di Indomaret. Kalau kami rasa kendalanya lebih ke pemerintah desanya sih, terutama yang tanah atau bangunan yang sdh bersertifikat itu kan kalau ada peralihan hak entah itu dijual beli atau dihibahkan itu kan sudah nggak prlu ke desa jadi langsung ke notaris atau ke BPN. Nah itu kadang sudah peralihan hak tapi pajaknya sama yang bersangkutan itu tdk dialihkan juga. Kebanyakan sih yang terjadi disini itu di tnah basah atau sawah. Jadi sama pemilik lama sdh dijual, tapi pajak PBBnya ndak diurus balik nama. Kemudian kami pihak pemdes kan tugasnya kan menyerahkan SPPTnya itu, lhaa kami serahkan ke pemilik lama bilangnya sudah dijual, kami tanyakan siapa yang beli? wah gangerti pak saya pakai makelar, nah susahnya disitu. Jadi kalau ada peralihan hak ganti nama kami gatau ini menyerahkannya ke siapa, disitu se sebenernya masalahnya. Kalau ada kasus seperti itu, SPPTnya kita simpan lagi di balai desa. Nanti kalau yang pemilik barunya datang ke desa baru kami berikan. Bila ada kendala legalitas, desa mengarahkan yang bersangkutan untuk berkonsultasi dengan instansi terkait, dalam hal ini adalah badan pelayanan pajak daerah (BPPD) bila berhubungan dengan SPPT PBB, dan BPN bila berhubungan dengan legalitas kepemilikan tanah”. (Wawancara, 17 Februari 2025).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa kendala administrasi yang terjadi di Desa Keper disebabkan oleh peralihan hak kepemilikan tanah yang tidak segera diikuti dengan perubahan wajib pajak. Dalam hal ini, tanah atau bangunan yang telah dijual oleh pemilik lama pajaknya masih tercatat atas nama mereka karena pemilik baru tidak segera mengurus perubahan data kepemilikan atas objek pajak yang sudah dibeli atau diterima. Masalah adminsitrasi ini sering terjadi pada tanah basah atau sawah, dimana transaksi jual belinya dilakukan melalui perantara atau makelar tanpa ada pencatatan resmi dari desa. Akibatnya ketika pemerintah desa membagikan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pemilik lama mengklaim bahwa objek pajak tersebut sudah dijual dan tidak mengetahui siapa pemilik barunya sehingga mereka menganggap bahwa sudah tidak bertanggungjawab atas objek pajak tersebut. Hal ini tentunya akan mempersulit pemerintah desa karena tidak dapat mengetahui siapa pemilik yang sebenarnya saat ini dan berpotensi menghambat proses pembayaran pajak.
Pada permasalahan seperti ini, pemerintah desa juga mengalami kesulitan karena proses peralihan hak atas tanah yang bersertifikat langsung di tangani oleh notaris atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanpa ada keterlibatan desa. Apabila pemilik baru tidak segera melaporkan perubahan kepemilikan atas suatu objek pajak, maka pemerintah desa tidak akan memiliki data akurat terkait penerima SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam situasi ini, SPPT yang tidak jelas kepemilikannya akan disimpan kembali di balai desa hingga ada pihak pemilik baru yang mengurusnya. Selain itu, sebagai pelayan publik di tingkat desa, apabila ada wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam mengurus legalitas kepemilikan atau peralihan hak pajak, Pemerintah Desa Keper akan mengarahkan wajib pajak tersebut untuk berkonsultasi dengan instansi terkait, seperti Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) untuk urusan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Badan Petanahan Nasional untuk legalitas kepemilikan tanah.
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Desa Keper Kecamatan Krembung belum sepenuhnya maksimal. Meskipun pemerintah desa telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan mempermudah prosedur pembayaran, namun masih terdapat kendala lainnya yang perlu segera ditingkatkan. Kendala tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur peranan pemerintah desa tersebut. Dari indikator motivator, dapat dilihat bahwa peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Desa Keper Kecamatan Krembung belum optimal. Hingga saat ini, sosialisasi resmi terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum pernah dilakukan. Upaya yang dilakukan masih sebatas himbauan secara lisan yang efektivitasnya terbatas karena tidak semua wajib pajak merespons dengan tingkat kepatuhan yang sama. Tingkat pemahaman masyarakat terkait pentingnya pajak terutama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta tidak adanya sanksi bagi wajib pajak yang tidak membayarkan kewajibannya turut menjadi sebuah kendala dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Data juga menunjukkan bahwa dari tahun 2020 hingga 2024, jumlah wajib pajak yang memenuhi kewajibannya tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan. Namun dengan menyadari adanya faktor rendahnya kesadaran masyarakat, Pemerintah Desa Keper berencana menerapkan program “bulan panutan pajak” mulai tahun 2025 ini yang mengombinasikan sosialisasi dan pemberian insentif bagi wajib pajak yang taat memenuhi kewajibannya. Program tersebut diterapkan sebagai bentuk motivasi tambahan bagi wajib pajak dengan harapan dapat meningkatkan kepatuhan dan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dari indikator fasilitator, Pemerintah Desa Keper telah berupaya untuk mempermudah masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan bekerjasama sebagai agen Payment Point Online Bank (PPOB) milik Bank Jatim, sehingga masyarakat sebagai wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak secara langsung di balai desa tanpa harus ke lokasi lain. Upaya ini sangat membantu masyarakat, terutama bagi yang sudah lanjut usia dan kesulitan menggunakan sistem pembayaran digital. Namun, upaya yang dilakukan ini juga belum sepenuhnya optimal. Hal ini dikarenakan pelayanan pembayaran di balai desa masih terbatas pada hari dan jam kerja, sehingga belum bisa sepenuhnya menjangkau seluruh wajib pajak. Selain itu, pemerintah akan mulai berperan dalam edukasi pajak dengan membentuk tim sosialisasi yang akan bertugas dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat sebagai wajib pajak mengenai pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta kemudahan dalam proses pembayarannya. Namun, program ini masih dalam tahap awal dan masih perlu evaluasi lebih lanjut untuk memastikan efektivasnya. Selain itu, pemerintah desa juga menghadapi tantangan lain yakni minimnya pemahaman masyarakat terkait prosedur administratif seperti proses balik nama pajak. Dalam mengatasi hal ini, pemerintah desa memberi arahan kepada masyarakat sebagai wajib pajak untuk berkoordinasi dengan instansi terkait seperti BPPD atau BPN untuk menyelesaikan masalah administrasi pajak.
Dari indikator mobilisator, dapat dilihat bahwa peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Desa Keper Kecamatan Krembung juga masih belum optimal. Meskipun pemerintah desa telah melakukan beberapa upaya untuk menggerakkan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), seperti penyerahan langsung SPPT oleh perangkat desa, koordinasi dengan RT/RW, pemanfaatan media sosial, serta kerja sama dengan beberapa instansi terkait, namun upaya tersebut belum menunjukkan adanya peningkatan atau perubahan. Ada sebagian warga yang dapat menerima himbauan dengan memenuhi kewajibannya membayar pajak, namun ada juga yang tidak menunjukkan respon serupa. Jika dilihat dari data yang ada, tingkat kepatuhan wajib pajak di Desa Keper masih tergolong fluktuatif atau naik turun dan belum mencapai target di setiap tahunnya. Salah satu tantangan yang dihadapi yakni kesadaran masyarakat yang masih rendah, sehingga upaya mobilisasi yang telah dilakukan belum cukup untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara signifikan.
Dalam praktiknya, tantangan yang dihadapi pemerintah Desa Keper dalam meningkatkan kesadaran masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meliputi rendahnya kesadaran masyarakat, tidak adanya sanksi bagi wajib pajak, serta adanya kendala administratif. Oleh karena itu, berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis terhadap tiga indikator peran menurut Bintoro Tjokroamidjojo (2000) diatas, untuk mengatasi beberapa permasalahan dan tantangan yang ada, perlu dilakukan beberapa langkah strategis seperti mengadakan sosialisasi resmi secara rutin melalui pertemuan warga ataupun media sosial, tidak hanya sebatas himbauan lisan. Selain itu, diperlukan pemberian insentif dan sanksi sebagai bentuk motivasi masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak tepat waktu. Pemerintah Desa Keper juga perlu memperluas jam pelayanan pembayaran pajak di balai desa untuk menjangkau masyarakat yang memiliki keterbatasan waktu, sehingga dapat mengoptimalisasikan penerimaan pajaknya. Peningkatan koordinasi dengan pihak RT/RW dan pemanfaatan media sosial juga perlu dilakukan agar informasi terkait perpajakan terutama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat tersampaikan dengan baik. Dengan melakukan langkah-langkah ini, diharapkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat meningkat secara signifikan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan bagi para stakeholder yang terlibat dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat, terutama pihak pemerintah desa dan instansi pelayanan pajak. Sehingga tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dapat tercapai dan dapat mengoptimalisasikan penerimaan pajak terutama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti topik serupa, sehingga dapat menjadi bentuk pengembangan penelitian di desa atau daerah lain yang juga mengalami permasalahan yang serupa.
Ucapan Terima Kasih
Yang pertama, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi penulis kemudahan dalam penulisan artikel ini. Kedua, penulis mengucapkan terima kasih pada semua keluarga dan semua orang terdekat yang telah memberi support penulis dalam menyelesaikan artikel ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada perangkat desa Keper dan masyarakat sebagai wajib pajak yang telah berkenan menjadi informan pada penelitian ini sehingga penulis dapat terbantu dalam melakukan proses penelitian, sehingga dapat tercipta dalam bentuk artikel ini.
[1] L. P. Sakti, “Logika Elite Desa Dalam Praktik Pembangunan Desa Wisata Pujon Kidul,” Jurnal Pariwisata, vol. 8, no. 1, pp. 32–42, 2021. doi: 10.31294/par.v8i1.8943.
[2] R. Rinti and E. D. Setiamandani, “Peran Pemerintah Desa dalam Meningkatkan Kesadaran Masyrakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),” JISIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 5, no. 2, pp. 71–75, 2016.
[3] D. Sukmayana, T. Anggraeni, and A. M. Purbasari, “Implementasi Manajemen Pemerintah Desa Dalam Meningkatkan Capaian PBB (Pajak Bumi Dan Bangunan) Melalui Program Kadarkum (Keluarga Sadar Hukum) Di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi,” Komitmen Jurnal Ilmiah Manajemen, vol. 4, no. 2, pp. 106–114, 2023. doi: 10.15575/jim.v4i2.27877.
[4] A. R. Fajar, K. Khalimi, and H. A. Mau, “Kepastian Hukum Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak Atas Surat Keterangan Batal Demi Hukum,” SALAM Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, vol. 9, no. 4, pp. 1139–1150, 2022. doi: 10.15408/sjsbs.v9i4.27275.
[5] Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,” Kementeri. Sekr. Negara, 2009.
[6] C. Suryani, T. Wawointana, D. Siwij, and I. D. Saefa, “Kepatuhan Masyarakat Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Maesa Unima Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten Minahasa,” Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah, vol. 15, no. 1, pp. 110–121, 2023. doi: 10.33701/jiapd.v15i1.3517.
[7] Y. Kharuniawati, “Peranan Pemerintah Desa Dalam Meningkatkan Perolehan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Desa Umbul Sari,” Skripsi, Jember Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam. Inst. Agama Islam Negeri Jember, 2020.
[8] Y. A. and I. D. Kurniawan, “Membangun Kesadaran Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Untuk Membentuk Karakter Warga Negara (Studi Kasus Desa Bakungan, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten),” Jurnal Global Citizen Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 6, no. 2, 2019. doi: 10.33061/glcz.v6i2.2548.
[9] Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, vol. 1994. 1994.
[10] Dotor and D. Hambali, “Peran pemerintah desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan di desa labuhan kuris,” JAFA Jurnal Accounting, Finance, Auditing, vol. 4, no. 1, pp. 67–79, 2022.
[11] M. K. Yanuardi and F. Niswah, “Strategi Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan (Pbb-P2) Oleh Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo,” Jurnal Publika, vol. 6, no. 5, pp. 1–8, 2018. doi: https://doi.org/10.26740/publika.v6n5.p%25p.
[12] Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004.
[13] O. Ningsih, H. Cipta, and H. Ulyah, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (Studi Pada Desa Jeriji Kecamatan Toboali),” IJAB Indonesian Journal of Accounting Business, vol. 4, no. 2, pp. 38–51, 2023. doi: 10.33019/ijab.v4i2.48.
[14] Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2009.
[15] Musta’ana, “Upaya Pemerintah Desa Dalam Peningkatan Pemasukan Pajak Bumi Dan Bangunan Tahun 2017 (Studi di Desa Ngujung Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro),” Jurnal Ilmiah Administrasi Negara, vol. 2, 2018. doi: doi.org/10.56071/jian.v2i2.77.
[16] N. Andriani and Mashuri, “Peran Pemerintah Desa Terhadap Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan di Desa Gumanti Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu,” Jurnal Ekonomi dan Ilmu Sosial, vol. 02, no. 01, pp. 110–124, 2023.
[17] BPPD Kabupaten Sidoarjo, “Sosialisasi PBB-P2 dengan tema ‘Peran Desa/Kelurahan dalam Optimalisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2024’ di Kecamatan Taman.” [Online]. Available: https://sie.pajakdaerah.sidoarjokab.go.id:402/berita/312/kegiatan-sosialisasi-pbb-p2-di-kecamatan-taman
[18] J. Fahmi, “Pemkab Sidoarjo Bebaskan Denda PBB Hingga September,” Radio Republik Indonesia. Accessed: Feb. 23, 2025. [Online]. Available: https://www.rri.co.id/daerah/754246/pemkab-sidoarjo-bebaskan-denda-pbb-hingga-september
[19] N. Sipahutar, N. Wulandari, and Y. A. Lubis, “Peranan Pemerintah Desa dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Pagaran Lambung III Kabupaten Tapanuli Utara,” Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pemerintahan, vol. 3, no. 1, pp. 27–35, 2024. doi: 10.31289/jiaap.v3i1.3030.
[20] A. Rohman and I. Adiwidjaja, “Pendekatan Pemerintah Mendorong Kesadaran Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),” Jurnal Ilmiah Politik Kebijakan, dan Sosial, vol. 4, no. 2, 2022. doi: doi.org/10.51747/publicio.v4i2.1177.
[21] Susilawati, R. Hayati, and S. Rijali, “Peran Kepala Desa Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) di Desa Masukau Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong,” Jurnal Administrasi Publik dan Administrasi Bisnis, vol. 3, pp. 1091–1102, 2021. [Online]. Available: http://stiatabalong.ac.id/ojs3/index.php/JAPB/article/view/497%0Ahttp://stiatabalong.ac.id/ojs3/index.php/JAPB/article/download/497/404
[22] Firda, H. A. Eka, and B. Sujendra, “Peran Kepala Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di Desa Jeruju Besar Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya,” Governance Jurnal Ilmu Pemerintahan, vol. 10, no. 1, pp. 1–17, 2021. [Online]. Available: http://jurmafis.untan.ac.id
[23] R. Wahyudi, “Hubungan Peran Pemerintah Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat Dengan Perbaikan Lingkungan,” Undergraduate thesis, Univ. Muhammadiyah Jember., 2017.
[24] E. Kurniawati and I. F. Agustina, “Online Bank Payment Point (PPOB) Innovation to Ease Payment of Land and Building Tax (PBB) Through BUMDes [Inovasi Payment Point Online Bank (PPOB) Sebagai Kemudahan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Melalui BUMDes],” UMSIDA Prepr. Serv., 2024. doi: 10.21070/ups.5900.
[25] A. K. Mau and E. Dwinanarhati, “Upaya Pemerintah Memobilisasi Partisipasi Pembangunan Melalui Pendekatan Organosasi (Studi di Desa Pendem Kecamatan Junrejo Kota Baru),” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 8, no. 1, pp. 85–92, 2019.
[26] S. B. Aji, B. P. Jati, and B. Asmarawati, “Pengaruh Pengetahuan Pajak, Pelayanan Pajak, Sanksi Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sosialisasi Pajak Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan,” Measurement Jurnal Akuntansi, vol. 18, no. 1, pp. 33–56, 2024.
[27] M. Rusyidi and Nurhikmah, “Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dimoderasi Budaya Bugis Makassar Pada Kantor Pelayanan Pajak Makassar Selatan,” Amnesty Jurnal Riset Perpajakan, vol. 1, no. November, pp. 78–93, 2018.