Login
Section Articles

Integrated Strategy Performance: Waste Management Findings at Griyo Mulyo Sidoarjo

Strategi Terpadu dalam Pengelolaan Limbah: Temuan di Griyo Mulyo Sidoarjo
Vol. 26 No. 1 (2025): January:

Muhammad Rizal Habibi (1), Isnaini Rodiyah (2)

(1) Program Studi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia, Indonesia
(2) Program Studi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia, Indonesia

Abstract:

General Background: Rapid population growth and urbanization in Sidoarjo Regency, East Java, are increasing waste generation, straining the capacity of the Griyo Mulyo Final Processing Site (TPA). Specific Background: Despite efforts, the TPA experienced overload in 2021, necessitating an immediate and comprehensive strategic overhaul to ensure sustainable waste management. Knowledge Gap: Previous studies often lack a comprehensive strategic framework, while existing management suffers from challenges like low HR competence and technology mismatch. Aims: This study analyzes the strategy of the Environmental and Sanitation Agency (DLHK) in waste management at TPA Griyo Mulyo, based on Jack Kooten's four strategic dimensions. Results: The strategies are integrated: Institutional (TPA-BLUD transformation), Organizational (participatory leadership), Program (TPS3R, volume-based tariffs), and Resource Support (HR training, SIPPAS system), resulting in a 28.2% waste volume reduction (2019-2023). However, limitations persist regarding technology compatibility and staff competency. Novelty: The use of Jack Kooten's four strategic dimensions provides a new, comprehensive framework for evaluating integrated waste management performance in a local government context. Implications: The findings offer a model for local governments to build resilient waste management systems through institutional and technological adaptation, prioritizing human resource development to overcome operational constraints.


 Highlights:




  1. TPA Griyo Mulyo transitioned to a BLUD model to enhance operational flexibility and accountability.




  2. Integrated strategies led to a 28.2% reduction in Sidoarjo's annual waste volume from 2019 to 2023.




  3. Management remains constrained by HR competency gaps and technology mismatch with local wet waste characteristics.




Keywords: Strategy, Waste Management, TPA Griyo Mulyo, Organizational Performance, Resource Support.

Pendahuluan

Salah satu negara dengan pertumbuhan populasi tercepat adalah Indonesia, sehingga menempati peringkat keempat di dunia. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat merupakan fenomena global yang memberikan berdampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk lingkungan hidup. Permintaan akan energi, sumber daya alam, perumahan, dan tempat kerja meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi. Meskipun hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi, namun dampak negatif yang ditimbulkan tidak bisa diabaikan. Salah satu dampak yang paling mencolok adalah peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Peningkatan konsumsi, urbanisasi yang cepat, serta pola hidup yang cenderung mengarah pada budaya sekali pakai (throw-away culture) berkontribusi besar terhadap masalah sampah. Selain itu, akumulasi Sampah yang tidak terkelola meningkatkan bahaya bagi kesehatan manusia, merusak ekosistem, dan mencemari lingkungan.

Material yang telah dibuang karena tidak lagi berharga dan perlu ditangani untuk menghindari membahayakan lingkungan atau kesehatan masyarakat disebut sebagai limbah[1]. Salah satu masalah paling mendesak di Indonesia adalah sampah, terutama di daerah perkotaan di mana produksi limbah sangat besar. Pengelolaan sampah diperlukan sebagai akibat dari pertumbuhan populasi, perubahan gaya hidup dan pola konsumsi, serta perkembangan teknologi yang menghasilkan lebih banyak sampah. Untuk melindungi lingkungan dan masyarakat, pengelolaan limbah di Indonesia diatur oleh sejumlah undang-undang dan peraturan. Dasar hukum dalam pengelolaan sampah di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 yang mengatur Pengelolaan Sampah. Pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah semuanya diatur oleh undang-undang ini. Undang-undang ini menempatkan pengelolaan sampah sebagai tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha, serta mengatur pengelolaan sampah secara sistematis mulai dari pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, hingga pemrosesan akhir. Pengelolaan sampah berbasis sumber menjadi poin penting, di mana sampah harus dipilah sejak dari sumbernya agar mempermudah daur ulang dan mengurangi beban tempat pemrosesan akhir (TPA). Prinsip pengurangan tumpukan sampah melalui pembatasan timbulan, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali menjadi prioritas dalam upaya menekan dampak sampah terhadap lingkungan.

Figure 1. Gambar 1. Timbulan Sampah Nasional Tahun 2024 Sumber : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2024

Menggunakan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024, volume sampah nasional pada tahun 2024 rata rata masih di wilayah pulau Jawa. Provinsi Jawa timur tercatat sebagai penyumbang sampah terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat yaitu sejumlah 4,335,798 ton per tahun, dengan Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyumbang terbesar. kabupaten Sidoarjo yang merupakan kabupaten berbatasan langsung dengan Kota Surabaya yakni ibukota jawa timur. Menghasilkan sampah sebanyak 313,401.68 ton per tahun menurut SIPSN 2024. Salah satu daerah di negara Indonesia yang memiliki tingkat urbanisasi yang relatif tinggi adalah Kabupaten Sidoarjo, yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat, seiring dengan berkembangnya sektor industri, perdagangan, serta perumahan, telah memberikan dampak langsung terhadap pola konsumsi dan peningkatan volume timbulan sampah di daerah ini. Masalah sampah menjadi salah satu isu krusial yang dihadapi oleh Kabupaten Sidoarjo, terutama dalam menghadapi tantangan pengelolaan sampah yang efisien dan berkelanjutan. Jumlah sampah di tempat pembuangan Griyo Mulyo terus meningkat meskipun telah ada banyak upaya dari masyarakat dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) untuk mengelola, mendaur ulang, dan meminimalkan limbah.

Di Kabupaten Sidoarjo, TPA Griyo Mulyo adalah fasilitas pembuangan sampah. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah dibuang di tempat pembuangan akhir. Tempat pembuangan akhir adalah bagian terpenting dari sistem pengelolaan sampah karena disinilah sampah diproses dan dipulangkan kembali ke lingkungan dengan aman. Adanya tempat pembuangan akhir memungkinkan penanganan dan pembuangan sampah yang aman, efektif, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dari pasar, rumah, dan kota, Pada tahun 2021, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Griyo Mulyo, Sidoarjo mengalami overload atau kelebihan kapasitas, hal menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara jumlah timbulan sampah yang terus meningkat dan kapasitas pengelolaan sampah yang tersedia sehingga mengakibatkan puluhan truk tidak dapat membongkar muatan sampah karena keterbatasan kapasitas TPA Griyo Mulyo. Hal ini mencerminkan masalah yang lebih besar dalam sistem pengelolaan sampah di TPA Griyo Mulyo Sidoarjo. Setiap hari, Antara 450 dan 500 ton sampah dikirim oleh 120 armada truk ke tempat pembuangan Griyo Mulyo di Sidoarjo dari seluruh wilayah Sidoarjo. Namun saat ini, lahan pembuangan seluas 9 hektar ini telah melebihi kapasitas, mengindikasikan bahwa volume sampah yang diterima melebihi kemampuan pengelolaan yang ada.[2]

Permasalahan bau tak sedap di TPA Griyo Mulyo juga sangat berdampak di warga sekitar, hal ini disebabkan dari proses dekomposisi sampah organik yang berlangsung di tempat pembuangan akhir tersebut. Bau tidak sedap yang timbul di sekitar lokasi pembuangan sampah terutama disebabkan oleh produksi gas berbahaya yang dihasilkan oleh pemecahan anaerobik limbah organik, termasuk hidrogen sulfida (H2S) dan metana (CH4). Proses dekomposisi tersebut terjadi ketika sampah organik, seperti sisa makanan dan limbah rumah tangga lainnya, terurai oleh mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen, menghasilkan gas-gas yang berbau busuk dan berpotensi mencemari udara. Selain itu, kondisi kelebihan kapasitas atau overload yang terjadi di TPA Griyo Mulyo, akibat volume sampah yang diterima setiap harinya sekitar 450 hingga 500 ton, semakin memperburuk permasalahan sampah ini. Penumpukan sampah yang terus menerus memperlambat proses dekomposisi dan membatasi ventilasi udara, yang seharusnya membantu penguraian sampah dengan lebih efisien dan mengurangi bau tak sedap. Akibatnya, bau yang ditimbulkan semakin intensif dan menyebar ke lingkungan sekitar, mengganggu kenyamanan penduduk di sekitarnya.Proses pembusukan sampah juga menghasilkan lindi, cairan beracun yang dapat menambah pencemaran bau. Lindi mengandung senyawa organik dan mikroorganisme patogen yang berpotensi mencemari tanah dan sumber air jika tidak dikelola dengan baik. Keterbatasan dalam sistem pengelolaan sampah, khususnya dalam aspek pemisahan sampah organik dan non-organik serta belum optimalnya penerapan teknologi pengolahan sampah yang lebih modern, menjadi faktor utama dalam memperburuk masalah bau tak sedap di TPA Griyo Mulyo.

Permasalahan tumpukan sampah semakin meningkat pada tahun-berikutnya, hal ini disebabkan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas masyarakat sehingga mengharuskan pemerintah untuk mengatasi secepatnya. Pemerintahan kabupaten Sidoarjo telah melakukan beberapa cara untuk menekan volume tumpukan sampah di TPA Griyo Mulyo, Seperti pengoptimalan pengelolaan sampah melalui TPS3R dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mendorong pengurangan produksi sampah dari sumbernya serta memaksimalkan pengelolaan sampah di TPA Griyo Mulyo. Tempat pembuangan sampah Griyo Mulyo juga menggunakan pengelolaan limbah tertutup, atau tempat pembuangan akhir yang sanitari, untuk pengelolaan limbah. Untuk menghilangkan bau tempat pembuangan sampah, petugas juga menyemprotkan larutan leachate ramah lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Griyo Mulyo[3]. Pada tahun 2023 TPA Griyo Mulyo UPTD menerima 17.860 ton sampah pada Januari 2023, menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo. Hingga bulan Juni, jumlahnya terus menurun, mencapai hanya 14.740 ton setiap bulan. Angka ini menunjukkan penurunan rata-rata harian sebesar 60 ton, Sekarang hanya ada tiga hingga empat truk pengangkut sampah per hari, dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya lima hingga enam truk. Konversi limbah makanan menjadi kompos atau pakan ternak adalah salah satu inisiatif pemerintah. Sementara itu, RDF atau biomassa diproduksi dari limbah anorganik[4]. Selain itu pemerintah kabupaten Sidoarjo juga berusaha untuk mengatasi masalah bau tidak sedap di area TPA Griyo Mulyo karena untuk menghilangkan bau sampah di dekat TPA Griyo Mulyo, petugas sering menyemprotkan larutan leachate ramah lingkungan di TPA Griyo Mulyo. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan di kabupaten Sidoarjo khususnya di TPA Griyo Mulyo dan Memberikan wawasan mengenai pentingnya membuang sampah di tempatnya serta cara pemakaian Eco Lindi agar sampah tidak bau. Penggunaan Eco Lindi ini menjadi solusi ekologis karena tidak hanya mengurangi polusi udara, tetapi juga aman bagi lingkungan sekitar. Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo memegang peranan penting dalam memastikan kebersihan dan kelestarian lingkungan, khususnya dalam pengelolaan dan pengawasan TPA Griyo Mulyo.

Figure 2. Gambar 2.Timbulan Sampah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2023 Sumber : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2023

Menurut data tersebut timbulan sampah harian dan tahunan di Kabupaten Sidoarjo terlihat adanya penurunan signifikan pada timbulan sampah harian dari tahun 2019 hingga 2023. Pada tahun 2019, timbulan sampah tahunan tercatat sebesar 446.733,65 ton, yang menurun menjadi 396.476,90 ton pada tahun 2020, dan kembali menurun menjadi 320.690,10 ton pada tahun 2023. Penurunan sebesar 28,2% ini mencerminkan adanya perbaikan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Sidoarjo dengan melakukan beberapa strategi dalam pengelolaan sampah. Meskipun mengalami penurunan jumlah timbunan sampah namun, penurunan belum bisa dikatakan maksimal karena masih terdapat beberapa kendala, pertama sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan dikarenakan sebagian besar sumber daya manusia perlu pengarahan khusus. Hal ini dikarenakan sebagian sumber daya manusia diambil dari warga sekitar TPA dan beberapa memiliki keterbelakangan pendidikan, sumber daya manusia juga merupakan point penting dalam keberhasilan suatu program. Kedua kendala teknologi yang tidak maksimal dikarenakan ketidaksesuaian teknologi impor dengan jenis sampah Indonesia yang cenderung basah. Tempat pembuangan akhir Griyo Mulyo juga dapat menawarkan konsep dan teknologi untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan sampah, seperti menggunakan limbah cair sebagai pupuk dan biogas yang dikumpulkan dari tempat pembuangan akhir sebagai sumber bahan bakar gas metana[5].

Menurut Chandler dalam Kuncoro (2016:1), strategi dapat dipahami sebagai proses penetapan tujuan serta sasaran jangka panjang suatu organisasi, yang kemudian diikuti oleh pelaksanaan tindakan dan pengalokasian sumber daya secara tepat guna mencapai target yang telah ditentukan. Sementara itu, Menurut Iman Mulyana (2010:45), strategi adalah seni dan ilmu dalam memanfaatkan sumber daya, potensi, dan faktor lingkungan yang tersedia. Menurutnya, konsep strategi terdiri dari empat komponen utama: tujuan, lingkungan, kapabilitas, dan sumber daya. Keempat elemen tersebut diselaraskan secara logis dan estetik sehingga menghasilkan sejumlah alternatif yang kemudian dianalisis dan dipilih yang paling efektif. Strategi yang telah ditentukan ini selanjutnya dikomunikasikan secara eksplisit sebagai pedoman pelaksanaan taktis di tingkat operasional[6].

Dalam konteks pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), strategi menjadi landasan penting untuk memastikan sistem pengelolaan sampah dapat berjalan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Namun permasalahan masih berkutat pada peningkatan volume sampah serta risiko pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. Beberapa penelitian terdahulu telah membahas permasalahan strategis yang terjadi di TPA Griyo Mulyo, Sidoarjo, menjelaskan bahwa meskipun pengelolaan TPA Griyo Mulyo telah dilakukan dengan cukup baik, peningkatan jumlah timbulan sampah yang terus-menerus seiring pertumbuhan penduduk dan aktivitas masyarakat menuntut adanya peningkatan kapasitas dan efisiensi sistem pengelolaan. Kondisi ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk merancang strategi baru yang tidak hanya berorientasi pada operasional jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan aspek jangka panjang berbasis integrasi antara kemampuan manajerial, sumber daya teknologi, dan keberlanjutan lingkungan.

Selanjutnya, penelitian terdahulu yang membahas permasalahan di TPA Bantargebang. Studi tersebut dijelaskan bahwa meskipun pada tahap awal pembangunan direncanakan akan menggunakan teknologi sanitary landfill, dalam praktiknya justru bergeser menjadi open dumping[7]. Kondisi ini mencerminkan lemahnya implementasi strategi pengelolaan, terutama pada aspek komitmen terhadap rencana awal serta keterbatasan dalam pengalokasian sumber daya. Hal serupa dapat menjadi perhatian dalam konteks TPA Griyo Mulyo, agar tidak mengalami degradasi kualitas pengelolaan seiring waktu.

Berikutnya penelitian terdahulu dari Muning Ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang telah beroperasi pada tingkat yang sangat tinggi[8]. Indikator keberhasilan tersebut dapat dilihat dari ketersediaan berbagai fasilitas pendukung, seperti saluran drainase berupa sungai, instalasi pengumpulan dan pengolahan air lindi dalam bentuk kolam lindi, pos kontrol operasional, serta sistem pengendalian gas metana yang dilengkapi dengan pipa pengukur tekanan. Selain itu, keberadaan alat berat yang digunakan dalam proses pengolahan sampah juga turut memperkuat bukti efektivitas pengelolaan di lokasi ini. Lebih lanjut, TPA Jatibarang juga telah mengembangkan sistem pengolahan sampah yang bersifat produktif dan dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa di antaranya meliputi pengomposan sampah menjadi pupuk, pemanfaatan gas metana sebagai bahan bakar untuk memasak, pengurangan volume sampah melalui sistem penggembalaan, serta inovasi kantin gas metana yang menerapkan sistem pembayaran menggunakan sampah plastik.

Dari ketiga penelitian tersebut sepertinya tantangan strategis dalam pengelolaan lokasi pembuangan sampah melampaui pertimbangan teknis dan memerlukan pengembangan rencana yang komprehensif. yang mengintegrasikan dimensi kebijakan, teknologi, lingkungan, serta partisipasi pemangku kepentingan. Oleh karena itu, dalam merumuskan strategi pengelolaan TPA Griyo Mulyo ke depan, perlu mempertimbangkan keempat indikator Menurut Jack Kooten, strategi-strategi tersebut adalah Strategi Kelembagaan, Strategi Organisasi, Strategi Program, dan Strategi Dukungan Sumber Daya, guna memberikan kerangka analisis yang komprehensif dalam mengkaji strategi pengelolaan, termasuk dalam konteks pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Studi ini bertujuan untuk menilai dan menggambarkan strategi pengelolaan sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan di TPA Griyo Mulyo Sidoarjo berdasarkan masalah yang dijelaskan.

Metode

Untuk memeriksa secara menyeluruh suatu fenomena berdasarkan rincian setiap kasus yang sedang diteliti, studi ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami konteks permasalahan secara komprehensif, mengingat setiap permasalahan memiliki sifat dan latar belakang yang berbeda. Penelitian ini berlokasi di TPA Griyo Mulyo Desa Kalisogo, Kec Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Sampel purposif digunakan untuk mengidentifikasi informan dengan memilih mereka yang dianggap memahami topik yang diangkat. Kepala UPT TPA Griyo Mulyo, Pegawai Administrasi dan Operator adalah informan dalam studi ini, Observasi langsung, wawancara mendalam, dan pencatatan adalah di antara metode yang digunakan untuk mengumpulkan data; data sumber terdiri dari data primer dan sekunder yang dikumpulkan dari kegiatan lapangan ini. Teknik analisis menurut Miles dan Huberman (1992;16) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung. Tahapan analisis data terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam model ini, proses analisis dilakukan secara bersamaan dan terus-menerus hingga hasil akhir yang komprehensif tercapai [9]. Teknik pengumpulan data merupakan teknik mengumpulkan data yang dilakukan peneliti berupa hasil observasi, wawancara serta dokumentasi. Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan merangkum atau memilih hal-hal pokok serta fokus pada hal-hal yang penting yang sudah didapat saat proses pengumpulan data dilapangan. Penyajian data pada penelitian ini dengan cara mendeskripsikan data-data yang telah diseleksi baik dalam bentuk narasi, bagan atau sejenisnya. Menarik kesimpulan dari data yang dapat dipercaya dan konsisten yang dikumpulkan sepanjang proses penelitian adalah tahap terakhir.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini mengkaji Strategi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan dalam pengelolaan sampah di Tpa Griyo Mulyo dengan menggunakan teori strategi menurut Menurut Jack Kooten untuk mengetahui untuk menilai dan menggambarkan strategi pengelolaan sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan di TPA Griyo Mulyo Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini sangat berguna untuk menilai tingkat keberhasilan suatu program maupun kebijakan dan menjadi contoh untuk TPA lain. Berdasarkan data dan informasi yang didapat dari lokasi penelitian, maka dilakukan pembahasan terkait Strategi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan dalam pengelolaan sampah di TPA Griyo Mulyo.

A. Strategi Organisasi (Corporate Strategy)

Strategi organisasi merupakan rangkaian upaya yang meliputi perumusan visi dan misi organisasi dengan menetapkan tujuan dan nilai-nilai untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh sebuah organisasi[10] .Strategi ini tidak hanya mencerminkan arah jangka panjang organisasi, tetapi juga merupakan pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama, kebijakan, serta prinsip-prinsip umum organisasi ke dalam serangkaian tindakan yang saling berkaitan dan mengikat. Strategi organisasi sangat penting diterapkan dalam instansi pemerintah, termasuk dalam pengelolaan lingkungan hidup, agar arah pembangunan selaras dengan visi daerah dan mampu menjawab tantangan nyata di lapangan.

Konsep strategi organisasi ini tampak jelas dalam pengelolaan sampah di TPA Griyo Mulyo oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo, yang menerapkan perencanaan strategis berdasarkan visi dan misi kepala daerah. Berikut Visi dan Misi,

Visi Misi
Pengelolaan Sampah Berbasis Sanitary Landfill Yang Optimum Guna Meningkatkan Pelayanan dan Retribusi Berdasarkan Misi yang ada dalam RPJMD Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, misi yang terkait dengan program di BLUD Pengelolaan Sampah TPA Jabon untuk mencapai visi BLUD Pengelolaan Sampah TPA Jabon adalah dengan:1. Pengelolaan Sarana Prasarana Persampahan.2. Pengelolaan teknologi Persampahan. 3.Pengelolaan Kerjasama Persampahan
Table 1. Tabel 1. Visi Misi di Tpa Griyo Mulyo Sumber : Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 95 Tahun 2022

Dokumen Rencana Strategis (Renstra) lima tahunan menjadi pedoman utama dalam menyusun arah, tujuan, serta indikator kinerja organisasi. Renstra tersebut dijadikan dasar dalam penetapan program prioritas tahunan, yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi berbasis pada kebutuhan riil seperti data timbulan sampah, cakupan layanan, serta kapasitas infrastruktur pengelolaan. Strategi ini menunjukkan pendekatan yang sejalan dengan teori perencanaan strategis publik, yakni organisasi berperan sebagai entitas pembelajar (learning organization) yang responsif terhadap dinamika lingkungan.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua UPT Griyo Mulyo dalam wawancara:

“Dalam proses kerja di dinas diambil dari visi misi kepala daerah kemudian ditetapkan dalam visi misi dinas melalui dokumen renstra yang itu 5 tahunan. Nanti dari masing-masing visi misi itu akan di breakdown jadi program kegiatan tahunan. Proses setiap tahun dari visi misi akan ada proses perencanaan tahunan mengacu di Renstra yang 5 tahunan tadi. Jadi penetapan rencana kegiatannya berbasis dengan data, misalkan layanan, kemudian potensi timbulan, dll itu nanti akan ditetapkan menjadi sebuah program kerja.” (Wawancara 3 Juli 2025)

Pernyataan informan tersebut menggambarkan bahwa strategi organisasi tidak hanya berhenti pada perumusan rencana, tetapi juga menyatu dalam sistem kerja tahunan.

Sebagai implementasi dari strategi organisasi, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo menetapkan dua program utama, yaitu pengangkutan sampah dari TPS3R ke TPA dan kegiatan pemrosesan sampah di dalam TPA seperti landfilling, sorting, pengelolaan air lindi, serta pengomposan. Keberadaan dua program inti ini menggambarkan hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan program dalam indikator strategi program. Pelaksanaan program teknis lapangan sangat bergantung pada pembagian peran dan fungsi dalam organisasi DLHK, sehingga menunjukkan pentingnya penataan struktur yang efektif dan efisien agar pelaksanaan program berjalan optimal, Meski demikian, dalam pelaksanaannya DLHK menghadapi berbagai kendala. Salah satunya adalah keterbatasan sumber daya, baik dari segi anggaran, partisipasi, maupun teknis.

Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua UPT Griyo Mulyo:

“Kita berusaha untuk mencapai visi misi itu meskipun dengan berbagai kendala, misalnya terkait dengan sumber daya, dari faktor budgeting, participatory, tetapi dalam melaksanakannya kita tetap mengacu pada visi misi itu.” (Wawancara 3 Juli 2025)

Dalam konteks ini, DLHK menerapkan prinsip skala prioritas program, karena kebutuhan di lapangan sering kali melebihi kapasitas sumber daya yang tersedia. Strategi ini sesuai dengan pendekatan adaptive organization, yakni kemampuan organisasi untuk menyelaraskan tujuan dan strategi melalui evaluasi real-time dan penyesuaian berdasarkan situasi nyata. Ini tercermin dari sistem evaluasi yang diterapkan DLHK, yang tidak hanya bersifat administratif dan bulanan, tetapi juga informal dan harian, melalui pelaporan langsung kepada pimpinan.

Kendala yang dihadapi DLHK dalam pengelolaan TPA Griyo Mulyo juga menunjukkan kompleksitas hubungan antara strategi organisasi dan pelaksanaan program, yaitu kendala teknis dan non-teknis. Kendala teknis seperti kerusakan alat berat, armada tua, dan keterbatasan infrastruktur dinilai masih dapat diatasi melalui perencanaan jangka pendek dan penambahan unit secara bertahap. Namun, kendala non-teknis seperti menurunnya etos kerja pegawai dinilai lebih kompleks, dan memerlukan pendekatan yang menyentuh aspek motivasi dan budaya kerja. Dalam hal ini, DLHK menerapkan prinsip 3M (Man, Machine, Method), yang menekankan bahwa keberhasilan program tidak cukup bergantung pada alat dan metode kerja, tetapi terutama pada kualitas sumber daya manusia.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ketua UPT Griyo Mulyo:

“Kalau dibuat peringkat terkait 3M itu, sumber daya manusialah peringkat satu yang harus berkualitas. Karena meskipun dari mesinnya dan metodenya bagus, tapi SDM-nya tidak kompeten, maka tidak ada berhasil. Jadi kunci utamanya di SDM.”

Dari sisi evaluasi, DLHK menggunakan dua indikator utama dalam mengukur kinerja: indikator teknis dan indikator keuangan. Indikator teknis seperti jumlah sampah yang terkelola dan keberhasilan pengendalian dampak lingkungan menjadi fokus utama, sementara indikator keuangan meliputi penyerapan anggaran dan penerimaan retribusi. Menariknya, meskipun tidak semua anggaran terserap secara penuh, DLHK menganggap hal ini sebagai indikator efisiensi, karena banyak program berhasil dijalankan dengan pendekatan hemat anggaran dan hasil maksimal. Prinsip ini selaras dengan strategi organisasi berbasis value for money, di mana yang dihitung bukan seberapa besar anggaran terserap, melainkan seberapa besar dampak yang dihasilkan.

Hal ini sesuai dengan teori Strategi menurut Jack Kooten (1991:81), strategi organisasi adalah rencana meliputi perumusan visi - misi organisasi dengan menetapkan tujuan dan nilai-nilai untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh sebuah organisasi [10], yakni program kerja yang telah dilakukan sudah sesuai dengan visi misi yang ada. Permasalahan di atas juga terdapat pada penelitian terdahulu tahun 2023 dengan judul “Pengelolaan Sampah di Tempat Pemrosesan Akhir Griyo Mulyo”. Dari hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa rencana program pengelolaan sampah di TPA Griyo Mulyo pada tahun itu telah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari tersedianya tempat Komposting, Sorting Plant, Landfill. Namun belum bisa dikatakan maksimal terutama dalam hal sumber daya seperti halnya permasalahan pada penelitian ini yaitu masalah finansial, partisipasi dan sumber daya manusia[5].

B . Strategi Kelembagaan (Institusional Strategy)

Strategi kelembagaan merupakan pondasi utama dalam pengelolaan sampah yang efektif dan berkelanjutan, karena menyangkut struktur organisasi, pembagian tugas, peran kelembagaan, dan sistem pengawasan yang terintegrasi. Dalam konteks Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo, strategi kelembagaan telah dirancang secara sistematis dan adaptif, sesuai dengan dinamika peraturan daerah serta kebutuhan pelayanan publik di sektor persampahan. Secara struktural, DLHK dipimpin oleh Kepala Dinas yang membawahi sejumlah bidang strategis seperti Bidang Pengelolaan Sampah, Tata Lingkungan dan Pengendalian Lingkungan, Penegakan dan Pengawasan Hukum Lingkungan Hidup (PPKLH), serta Bidang Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau. Setiap bidang memiliki tanggung jawab yang saling melengkapi dalam mendukung pengelolaan lingkungan hidup, khususnya dalam sektor persampahan. Hal ini disampaikan langsung Ketua UPT Griyo Mulyo ::

“DLHK dipimpin oleh Kepala Dinas, membawahi bidang Pengelolaan Sampah, Tata Lingkungan dan Pengendalian Lingkungan, PPKLH, Kebersihan Ruang Terbuka Hijau. UPT TPA melayani pengangkutan dan pemrosesan akhir sampah.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Salah satu unit pelaksana teknis (UPT) yang menjadi ujung tombak dalam pengelolaan sampah adalah UPT Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Unit ini bertanggung jawab atas proses pengangkutan dan pemrosesan akhir sampah. Sebelumnya, TPA beroperasi dalam bentuk UPT konvensional, namun pada tahun 2022 mengalami perubahan kelembagaan melalui penetapan Peraturan Bupati, sehingga bertransformasi menjadi unit dengan pola Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Transformasi ini memungkinkan TPA untuk memiliki fleksibilitas keuangan dan kewenangan teknis yang lebih luas. Fungsi-fungsi teknis seperti pengangkutan dan pembongkaran sampah yang sebelumnya menjadi kewenangan Bidang Pengelolaan Sampah kini dialihkan ke UPT Tpa Griyo Mulyo. DLHK dalam hal ini berperan sebagai regulator, sedangkan TPA bertindak sebagai operator teknis, sehingga terjadi pemisahan peran yang lebih efisien dan menghindari tumpang tindih wewenang.

“Tadinya TPA hanya menangani pemrosesan, sekarang karena perubahan regulasi, pengangkutan juga ditangani oleh TPA. Jadi di Dinas tidak ada pekerjaan teknis, semua dihandle oleh TPA.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Strategi kelembagaan ini juga diwujudkan melalui sistem pembinaan dan koordinasi internal yang kuat. Bidang Pengelolaan Sampah, misalnya, tidak hanya menangani persoalan teknis, tetapi juga bertugas melakukan pembinaan terhadap masyarakat, khususnya pada pengelolaan sampah skala komunitas seperti di TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah (Reduce-Reuse-Recycle). Pendekatan kelembagaan semacam ini menekankan bahwa pengelolaan sampah tidak sekadar sebatas kegiatan pengangkutan dan pemrosesan, tetapi juga melibatkan dimensi sosial berupa edukasi, pemberdayaan, serta fasilitasi kepada masyarakat agar mampu mengelola sampah secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam aspek pengawasan kelembagaan, DLHK menerapkan mekanisme berlapis. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua UPT Tpa Griyo Mulyo dalam wawancara:

“Kalau pengawasan tentunya ada dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), ada Inspektorat. Kemudian setiap tahun, kami menyusun laporan keuangan yang diaudit oleh audit internal dan eksternal dari kantor jasa konsultasi publik.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Pernyataan informan tersebut memperlihatkan bahwa DLHK Kabupaten Sidoarjo menerapkan sistem pengawasan berlapis, serta melakukan audit laporan keuangan tahunan oleh auditor internal dan eksternal. Hal ini mencerminkan komitmen lembaga terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pengelolaan sampah. Kepala UPT TPA diberi mandat langsung oleh Kepala Dinas untuk menjalankan fungsi pengawasan lapangan secara intensif dan operasional.

Figure 3. Gambar 3.Proses TPA Griyo Mulyo Sumber : diolah oleh penulis (2025)

Dari sisi kepemimpinan kelembagaan, Kepala DLHK menunjukkan keterlibatan langsung dalam pengelolaan sampah. Beliau secara rutin mengunjungi TPA setidaknya sekali dalam seminggu untuk memantau pelaksanaan program dan melakukan evaluasi langsung. Keterlibatan aktif ini tidak hanya mencerminkan komitmen, tetapi juga memperkuat koordinasi lintas unit serta menjadi bagian dari strategi pengawasan berbasis kepemimpinan transformatif. Sementara itu, Kepala UPT TPA menerapkan gaya kepemimpinan situasional, yaitu model kepemimpinan yang adaptif terhadap kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia. Pendekatan ini menyesuaikan gaya memimpin dengan kebutuhan dan kesiapan pegawai. Pegawai dengan kompetensi dasar dibimbing secara intensif, pegawai menengah diberikan arahan, sementara pegawai yang kompeten diberi ruang inisiatif untuk berinovasi. Model ini menyerupai pendekatan pedagogis ala Ki Hajar Dewantara: "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani," yang menempatkan pemimpin sebagai panutan, fasilitator, sekaligus pendukung. Strategi kelembagaan DLHK juga didukung oleh pendekatan komunikasi dan koordinasi non-formal yang dinilai lebih sesuai dengan budaya lokal masyarakat Sidoarjo. Pendekatan informal seperti "cangkrukan" atau diskusi santai sambil ngopi menjadi metode efektif dalam membangun hubungan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan. Strategi ini menciptakan suasana dialog yang lebih terbuka, fleksibel, dan bersifat dua arah, yang pada akhirnya memperkuat legitimasi kelembagaan DLHK di mata masyarakat.

Sebagai bagian dari upaya penguatan transparansi dan tata kelola, DLHK juga mengembangkan Sistem Informasi Pengangkutan dan Pemrosesan Akhir Sampah (SIPPAS). Sistem ini merupakan inovasi digital yang dikembangkan oleh UPTD TPA Griyo Mulyo untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi dalam seluruh proses pengelolaan sampah. Dalam skema sistem SIPPAS yang ditampilkan, tampak adanya alur yang menggambarkan integrasi antara proses operasional teknis dan sistem keuangan berbasis digital. Proses dimulai dari masuknya kendaraan pengangkut sampah ke TPA yang terlebih dahulu melalui jembatan timbang masuk. Data yang terekam mencakup asal sampah, jenis sampah, dan berat total sampah, yang kemudian secara otomatis dikirimkan ke server SIPPAS. Proses ini berlangsung secara real-time dan menjadi dasar bagi verifikator untuk mencocokkan antara data timbangan dengan klasifikasi jenis sampah: apakah akan masuk ke Sorting Plant, Composting Plant, atau Sanitary Landfill.Sistem ini juga secara langsung terintegrasi dengan Bank Jatim, di mana seluruh transaksi pembayaran dari TPS3R ke BLUD UPTD TPA dilakukan melalui virtual account, dan tercatat dalam rekening penerimaan BLUD. Bukti pembayaran atau receipt akan dicetak berdasarkan data digital dari sistem yang juga digunakan untuk kebutuhan audit dan pelaporan keuangan. Proses ini memastikan bahwa tidak ada transaksi tunai langsung di lapangan, yang berpotensi menimbulkan praktik manipulatif.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala UPT TPA yang menyebutkan bahwa:

“Di SIPAS itu nanti setiap truk masuk melewati jembatan timbang. Semua terekam, dari mana, berat berapa, jenis apa. TPS3R bisa pantau dari HP, jadi kami terbuka banget.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Figure 4. Gambar 4. Alur Pemrosesan Sampah di Tpa Griyo Mulyo Sumber : Sistem Informasi Pengangkutan dan Pemrosesan Akhir Sampah (SIPPAS)

Selain itu, dokumen penting seperti Rencana Strategis (Renstra), laporan pertanggungjawaban, dan laporan kinerja tahunan tersedia di laman resmi DLHK dan dapat diakses publik. Hal ini mencerminkan prinsip good governance dan akuntabilitas publik yang menjadi dasar dari strategi kelembagaan DLHK Sidoarjo. Strategi kelembagaan DLHK Sidoarjo menunjukkan sinergi antara struktur formal, kepemimpinan adaptif, sistem pengawasan berlapis, dan pendekatan komunikasi yang kontekstual. Keseluruhan strategi ini dirancang untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam menjawab tantangan pengelolaan sampah di tingkat lokal secara berkelanjutan, responsif, dan partisipatif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang berjudul Analisis Pengelolaan Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara yang mengungkapkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan sudah berperan dengan baik dengan ikut terlibat langsung dalam pengelolaan sampah[11]. Namun dalam aspek tata kelola penelitian tersebut belum jelas sedangkan di Tpa Griyo Mulyo tata kelola sangat diperhatikan dan tersistem alur pengelolaannya serta sangat transparansi. Hal ini sesuai dengan teori Strategi menurut Jack Kooten (1991:81), yaitu strategi kelembagaan adalah Strategi yang berfokus pada pengembangan kemampuan organisasi seperti pembagian tugas, peran kelembagaan, dan sistem pengawasan yang terintegrasi, dengan didukung adanya SIPPAS. Strategi kelembagaan DLHK Sidoarjo telah dirancang secara sistematis melalui pemisahan fungsi antara dinas sebagai regulator dan UPT TPA sebagai pelaksana teknis. Perubahan kelembagaan menjadi BLUD memberi fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dan tugas operasional. Dukungan teknologi seperti SIPPAS membantu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas layanan. Pendekatan kepemimpinan yang adaptif dan komunikasi informal juga memperkuat koordinasi dengan masyarakat.

C. Strategi Program (Program Strategy)

Strategi program merupakan elemen penting dalam perwujudan kebijakan pengelolaan sampah yang berkelanjutan, karena berkaitan langsung dengan implementasi kegiatan teknis, perencanaan berbasis data, efisiensi sumber daya, dan dampak terhadap timbulan sampah. Dalam konteks Kabupaten Sidoarjo, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) telah mengembangkan serangkaian program strategis yang bertujuan untuk menanggulangi persoalan sampah melalui pendekatan partisipatif, inovatif, dan efisien, khususnya dengan menempatkan Tempat Pemrosesan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) sebagai ujung tombak pengelolaan di tingkat komunitas dan masyarakat.

Salah satu implementasi nyata strategi program ini adalah perubahan sistem retribusi sampah pada tahun 2023 yang bertujuan untuk mengendalikan timbulan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sebelumnya, sistem retribusi dilakukan dengan pembayaran tetap per kepala keluarga sebesar Rp20.000 per bulan, tanpa mempertimbangkan jumlah sampah yang dihasilkan. Skema ini dianggap tidak memberikan kontrol terhadap jumlah sampah dan tidak mendorong perilaku pengurangan sampah dari sumbernya.

Perubahan signifikan terjadi dengan diberlakukannya skema tarif berbasis volume melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. Dalam kebijakan ini, setiap sampah yang masuk ke TPA akan ditimbang secara elektronik dan dikenakan tarif retribusi berdasarkan berat[12]. Informan menyatakan:

"Di tahun 2023 itu dibuatkan skema tarif baru dengan prinsip 'bayarlah sesuai yang dibuang', jadi disana setiap sampah masuk itu akan dihitung per ton... tujuan pentarifan itu supaya pengelola sampah itu giat melakukan pengelolaan sampah, jadi di TPS3R itu bukan hanya menjadi tempat transit tetapi mereka melakukan aktivitas pengelolaan, karena semakin banyak sampah yang mereka kirim ke TPA itu semakin besar retribusi yang dibayarkan.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Kebijakan tersebut memposisikan pengelola TPS3R sebagai garda terdepan dalam pemilahan dan pengurangan sampah. Sistem ini juga mengubah pola tanggung jawab pengelolaan dari pemerintah semata menjadi tanggung jawab ekonomi dan sosial pengelola dan masyarakat. Untuk menunjang skema tarif tersebut, diterbitkan pula Peraturan Bupati Nomor 116 Tahun 2022 tentang pedoman kelayakan iuran di TPS3R, dengan rentang Rp25.000–Rp35.000 per rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa strategi program DLHK tidak hanya berorientasi pada pengendalian teknis, tetapi juga pada pembiayaan berbasis komunitas. Strategi ini memperkuat prinsip keberlanjutan karena tidak sepenuhnya menggantungkan pada APBD, namun mengaktivasi peran serta masyarakat sebagai penyokong sistem pengelolaan. Dari sisi efisiensi anggaran, strategi program DLHK juga menunjukkan hasil yang signifikan. Pada tahun 2024, DLHK menganggarkan Rp 51 miliar untuk operasional pengangkutan dan pengolahan sampah. Namun, melalui optimalisasi dan efisiensi program seperti evaluasi ulang alokasi BBM dan pengurangan kegiatan non-prioritas, realisasi anggaran hanya mencapai Rp41 miliar. Informan menyampaikan:

“Dengan berbagai efisiensi... realisasi anggaran itu 41 miliar saja. Itu sudah sangat jauh berbeda sehingga anggaran itu bisa dialokasikan ke belanja modal. Makanya di tahun 2024 kami bisa nambah 12 unit truk, 1 bulldozer...” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Penghematan ini merupakan cerminan keberhasilan strategi program dalam mengelola sumber daya secara terukur dan berdampak nyata terhadap penguatan infrastruktur.

Dari sisi teknis, strategi penguatan hulu dan pembatasan hilir juga dijalankan secara maksimal untuk mengatasi penumpukan sampah seiring pesatnya pertumbuhan penduduk.. DLHK meningkatkan kapasitas TPS3R agar dapat mengolah secara mandiri hingga 10–20% dari total timbulan sampah di wilayahnya. Sementara pembatasan di hilir dilakukan dengan penerapan tarif berbasis volume yang memberi insentif kepada pengelola untuk mengurangi sampah sebelum dibuang ke TPA. Hal ini dijelaskan langsung oleh Informan:

“Timbulan sampah itu grafiknya cepat naik mas, makanya ada strategi penguatan di hulu, pembatasan di hilir... penguatan di TPS3R supaya sampah tidak usah ke TPA tetapi bisa dikelola, dan bisa mengurangi 10–20%.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Figure 5. Gambar 5. Grafik Volume Sampah Masuk di UPTD TPA Tahun 2025 Sumber : Sistem Informasi Pengangkutan dan Pemrosesan Akhir Sampah (SIPPAS)

dari hasil wawancara diatas serta didukung data pada gambar 4 dapat disimpulkan bahwa timbulan sampah masih mengalami grafik naik turun, maka dari itu DLHK melakukan perkuatan di hulu dan pembatasan di hilir dengan tujuan untuk memaksimalkan pengelolaan sampah.

Dari aspek teknologi dan inovasi, DLHK juga sedang mengembangkan Refused Derived Fuel (RDF), yaitu teknologi pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif. RDF ditujukan untuk menangani sampah-sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi, seperti aluminium foil, styrofoam, dan plastik metalizing, yang selama ini menjadi beban TPA. Pengelolaan residu ini dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip ramah lingkungan, seperti pembakaran yang tidak menghasilkan emisi berbahaya. Inovasi ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk mempersiapkan sistem pengelolaan tanpa ketergantungan terhadap TPA, sejalan dengan kebijakan nasional yang menargetkan pelarangan pembangunan TPA baru pada tahun 2030. Upaya untuk menjamin keberlanjutan dan efektivitas program juga dilakukan DLHK melalui inovasi pengelolaan seperti eco-lindi, yakni larutan air lindi hasil treatment yang digunakan untuk mengendalikan bau dan gas rumah kaca di lokasi TPA. Inovasi ini mencerminkan penerapan strategi program yang tidak hanya fokus pada output operasional (jumlah sampah yang ditangani), tetapi juga outcome berupa pengurangan dampak lingkungan. Ini merupakan bentuk pencapaian indikator dampak program, salah satu bagian dari indikator strategi program menurut Jack Kooten. Inovasi semacam ini juga memperlihatkan bahwa organisasi telah bergerak menuju model organisasi belajar yang berani mencoba pendekatan baru untuk menjawab persoalan teknis dan sosial secara bersamaan.

Strategi program DLHK juga mencakup penguatan aspek edukasi dan partisipasi publik. Edukasi dilakukan secara masif melalui pendekatan formal dan nonformal, seperti pelatihan kepada guru TK, kader lingkungan, kelompok Muslimat, serta kegiatan lingkungan di media sosial. Selain itu, fasilitas edukasi lingkungan dibangun di kantor DLHK dan di TPA, yang secara rutin menerima kunjungan dari siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum. Upaya ini bertujuan untuk membangun kesadaran ekologis sejak dini, serta mendorong perubahan pola konsumsi dan kebiasaan membuang sampah. Edukasi ini juga menjadi jembatan dalam mengimplementasikan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, yang menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat[13]. Kinerja program DLHK juga didukung oleh kebijakan perencanaan yang berbasis data dan aspirasi publik. Permohonan bantuan sarana prasarana dari desa, misalnya, harus disertai dengan data teknis seperti ketersediaan sopir, operator mesin pemilah, dan kesiapan anggaran operasional. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar sesuai kebutuhan, bukan sekadar keinginan. Proses ini juga melibatkan koordinasi dengan pemerintah pusat, terutama dalam menindaklanjuti arahan dan prioritas nasional.

Evaluasi program juga menjadi bagian penting dari strategi program DLHK. Evaluasi dilakukan melalui audit tahunan oleh Inspektorat terhadap aspek keuangan, operasional, dan perawatan aset. Hasil audit ini menjadi dasar perbaikan dan penguatan program pada tahun berikutnya.

“Dari Inspektorat itu memberikan saran dan rekomendasi terkait dengan kinerja serta pertanggungjawaban anggaran... misal truk bak bolong, pencatatan rutin perawatan armada, ganti oli, dll.” (Wawancara, 03 Juli 2025)

Dengan demikian, strategi program DLHK Kabupaten Sidoarjo merupakan perwujudan dari pendekatan sistematis, adaptif, dan berbasis hasil. Melalui kebijakan tarif berbasis volume, efisiensi anggaran, inovasi teknologi, edukasi publik, dan evaluasi berkelanjutan, DLHK mampu merancang program-program yang tidak hanya menjawab tantangan teknis pengelolaan sampah, tetapi juga membangun kesadaran kolektif dan infrastruktur kelembagaan yang kokoh di tingkat lokal. Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan teori Strategi menurut Jack Kooten (1991:81), yaitu strategi program adalah Strategi yang berfokus pada program-program yang dilakukan, perencanaan berbasis data, efisiensi sumber daya, dan dampak terhadap timbulan sampah bagi masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang berjudul pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir Jatibarang, Kota Semarang yang menyebutkan bahwa pengelolaan sampah sudah cukup baik dengan tersedianya fasilitas sampah sehingga berdampak langsung kepada masyarakat, namun hal ini perlu dikembangkan kembali baik dari aspek sarpras maupun pengelolanya. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya penduduk dari tahun ke tahun[8].

D. Strategi Dukungan Sumber Daya (Resource Support Strategy)

Strategi dukungan sumber daya adalah strategi dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada seperti SDM(tenaga kerja) dan Sarpras, hal ini merupakan komponen penting dalam keberhasilan pengelolaan sampah di tingkat daerah[14]. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo telah mengembangkan pendekatan terintegrasi yang mencakup penguatan sumber daya manusia (SDM), efisiensi dan efektivitas anggaran, pemeliharaan dan pengembangan sarana-prasarana (sarpras), serta pemanfaatan teknologi modern. Keempat aspek ini tidak berjalan secara terpisah, melainkan saling mendukung dan membentuk satu sistem kelembagaan yang kohesif dalam mendukung operasional Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Griyo Mulyo.

Dimulai dari aspek sumber daya manusia, DLHK menyadari bahwa sebagian besar tenaga kerja berasal dari tenaga harian lepas (THL) dan PNS yang diangkat dari PHL. Kondisi ini menyebabkan kompetensi dasar pegawai masih tergolong rendah, namun tidak menjadi hambatan. Sebaliknya, hal tersebut dianggap sebagai peluang untuk membina dan meningkatkan kualitas SDM. Sebagaimana disampaikan oleh salah satu informan,

“Pegawai di sini ini rata-rata tenaga harian lepas atau PNS yang diangkat dari PHL, memang soal kompetensi sangat basic, tetapi kita dalam mengelola SDM sebagai sebuah aset, harus melakukan banyak hal seperti mentoring dan pengarahan mas.” (Wawancara, 03 Juli 2025).

Strategi peningkatan kapasitas dilakukan melalui pelatihan formal dua kali dalam setahun bekerja sama dengan Hino dan Trakindo, serta mentoring dan diskusi informal yang berlangsung secara rutin di lapangan. DLHK juga menerapkan pendekatan reward and punishment, seperti insentif lembur bagi yang berprestasi dan sanksi bagi pelanggar disiplin, termasuk tindakan tegas berupa pemutusan kerja jika ditemukan pelanggaran berat. Hal ini penting untuk membangun etos kerja yang tinggi, terutama karena tenaga kerja yang tersedia tidak dapat dipilih secara selektif. Penguatan SDM ini memiliki kaitan langsung dengan efektivitas pengelolaan sarpras. Tenaga kerja yang terlatih mampu mengoperasikan peralatan berat seperti wheel loader, shredder, dan mesin komposting dengan tepat dan efisien. Berikut Data Sumber Daya di Tpa Griyo Mulyo[15],

Figure 6. Gambar 6. Data Sumber Daya di Tpa Griyo Mulyo 2025 Sumber : Paparan STBM dari Badan Layanan Umum Daerah Tpa Griyo Mulyo

DLHK menerapkan sistem pemeliharaan preventif yang terjadwal, termasuk penggantian oli, filter, dan komponen vital lainnya setiap 5.000 km, guna mencegah kerusakan besar pada armada maupun alat berat. sebagaimana yang dikatakan oleh informan dalam wawancara,

“Kalau truk itu ganti oli per 5000 km, penggantian filter, dll kami jadwalkan. Jadi sebelum rusak itu dipelihara supaya tidak rusak parah.” (Wawancara, 03 Juli 2025).

Ketika terjadi kerusakan besar, perbaikan dilakukan melalui kerja sama dengan vendor seperti Hino dan penyedia alat berat lainnya. Kesiapan sarpras juga terus ditingkatkan melalui pengadaan secara bertahap, seperti penambahan truk baru setiap tahun berdasarkan umur teknis kendaraan.

Efektivitas dalam pengelolaan SDM dan sarpras tersebut berjalan seiring dengan strategi pengelolaan anggaran yang efisien dan transparan. DLHK Kabupaten Sidoarjo mengelola kebutuhan anggaran tahunan sekitar Rp 51 miliar, namun melalui evaluasi program dan rasionalisasi kebutuhan, realisasi pengeluaran hanya mencapai sekitar Rp40 miliar. Efisiensi tersebut dimanfaatkan untuk belanja modal seperti penambahan truk dan alat berat, yang merupakan elemen pendukung utama dalam sistem pengelolaan sampah. Hal ini dikatakan Ketua UPT dalam wawancara,

“Anggaran Rp 51 miliar tiap tahun, kami bisa memaksimalkan jadi Rp 40 miliar saja per tahun, jadi sisanya bisa dialokasikan ke sarpras.” (Wawancara, 03 Juli 2025).

Pendanaan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta penerimaan retribusi melalui skema Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang mulai diterapkan sejak tahun 2023. BLUD memberikan fleksibilitas bagi DLHK dalam mengelola keuangan dan belanja operasional TPA secara mandiri. Rata-rata target retribusi TPA mencapai Rp13 miliar per tahun, dan sisanya ditutupi oleh subsidi dari pemerintah daerah. Berikut data rincian anggaran pada tahun 2025,

Figure 7. Gambar 7. Rincian Belanja Pada Tahun 2025 Sumber : Paparan STBM dari Badan Layanan Umum Daerah Tpa Griyo Mulyo

Dukungan dari aspek SDM, anggaran, dan sarpras kemudian berpuncak pada pemanfaatan teknologi modern sebagai instrumen efisiensi kerja. TPA Griyo Mulyo telah dilengkapi dengan teknologi pemrosesan seperti wheel loader, decomposer, magnet separator, serta mesin shredder dan windrow turner untuk komposting. Selain itu, sistem pengelolaan air lindi juga diterapkan untuk mencegah pencemaran lingkungan sekitar. Meskipun demikian, terdapat tantangan dalam adaptasi teknologi, terutama karena karakteristik sampah di Indonesia yang berbeda dengan desain teknologi dari luar negeri, terutama karena sampah domestik di Indonesia cenderung basah dan tercampur, hal ini disampaikan langsung oleh informan,

“Sampah di Indonesia itu campur-campur dan basah mas, beda kayak sampah luar negeri yang kering, jadi hal ini menjadi kendala kami mas.” (Wawancara, 03 Juli 2025).

Pernyataan informan diatas menjelaskan bahwa walaupun fasilitas sudah canggih dan memadai tetapi belum bisa digunakan dengan maksimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, di Tpa Griyo Mulyo terdapat jembatan timbang yang berfungsi untuk mengidentifikasi jenis sampah ,asal sampah, berat sampah sebelum memasuki tahap pengelolaan selanjutnya.

Permasalahan pada penelitian ini belum sesuai dengan teori strategi Jack Kooten (1991:81), yaitu strategi dukungan sumber daya adalah Strategi yang berfokus untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia seperti teknologi dan sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan masih terdapat kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia terhadap pemahaman teknologi yang ada dan kurang maksimalnya mesin teknologi terhadap jenis karakteristik sampah di Indonesia yang sebagian besar adalah sampah basah. Permasalahan ini juga terdapat pada penelitian terdahulu yang berjudul “Pengelolaan Tempat Akhir Sampah Sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Air di Kota Balikpapan”. Hasil penelitian menjelaskan bahwa masih belum optimal dalam pengelolaan sampah di tpa Mangar karena disebabkan adanya beberapa kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia(SDM) dan kurangnya kesadaran masyarakat terkait sampah[16].

Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang strategi Dinas lingkungan hidup dan kebersihan dalam pengelolaan sampah di Tpa Griyo Mulyo, Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan, bahwa Strategi pengelolaan sampah oleh DLHK Kabupaten Sidoarjo mencerminkan pendekatan terintegrasi berbasis kelembagaan, organisasi, program, dan dukungan sumber daya. Pertama, strategi organisasi, kepemimpinan partisipatif dan situasional mendorong koordinasi lintas unit, namun tantangan masih muncul dalam konsistensi disiplin kerja dan keterbatasan kaderisasi pegawai. Kedua, Strategi kelembagaan, perubahan UPT TPA menjadi BLUD memperkuat fungsi regulatif dan fleksibilitas pembiayaan, meskipun pelaksanaannya memerlukan waktu adaptasi dan penyusunan regulasi pendukung yang kompleks. Ketiga, strategi program menunjukkan efektivitas melalui kebijakan tarif berbasis timbulan dan penguatan TPS3R, tetapi pelaksanaannya masih terkendala pada kapasitas masyarakat dan keterbatasan lahan. Keempat, strategi dukungan sumber daya telah berjalan melalui pelatihan SDM, efisiensi anggaran, dan penerapan teknologi, namun kesenjangan kompetensi serta ketidaksesuaian teknologi impor dengan karakteristik sampah lokal menjadi hambatan. Dengan demikian, meskipun strategi DLHK telah menunjukkan arah kebijakan yang adaptif dan progresif, penguatan kapasitas kelembagaan dan keberlanjutan teknis masih menjadi tantangan penting dalam mewujudkan pengelolaan sampah yang optimal dan berkelanjutan.

Ucapan Terima Kasih

Dengan penuh rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir yang berjudul "Strategi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo dalam Pengelolaan Sampah di TPA Griyo Mulyo". Penelitian ini tidak akan tersusun tanpa kontribusi dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih yang mendalam kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo, khususnya kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Kepala UPT TPA Griyo Mulyo, dan seluruh staf yang telah bersedia memberikan data, wawancara, dan informasi yang sangat berharga. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan sahabat yang senantiasa memberikan semangat dan dorongan selama proses penyusunan tugas akhir ini berlangsung. Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki keterbatasan, baik dalam ruang lingkup maupun analisis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan sebagai bahan perbaikan ke depan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi penguatan kebijakan pengelolaan sampah di Kabupaten Sidoarjo serta menjadi rujukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

References

[1] D. E. Rahayu and Y. Sukmono, "Study of Potential Utilization of Market Organic Waste Based on its Characteristics (Case Study of Segiri Market, Samarinda City)," Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, vol. 5, no. 2, pp. 77–90, 2013.

[2] S. Suparno, "TPA Sampah di Jabon Sidoarjo Overload, Puluhan Truk Tak Bisa Bongkar Muatan," detikNews, Oct. 28, 2021.

[3] M. Rohman, "Dulu Hampir Ditutup, Kini TPA Jabon Sidoarjo Jadi Percontohan Nasional," Radar Sidoarjo, Jun. 09, 2024.

[4] D. Aprianto, "Hebat, Volume Sampah TPA Jabon Sidoarjo Berkurang," Jawapos.com, Aug. 01, 2023.

[5] R. Ichdatunnisa and P. S. A. Sitogasa, "Pengelolaan Sampah Di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Griyo Mulyo, Desa Kalisogo, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo," Environmental Engineering Journal ITATS EnvitatS, vol. 3, no. 2, 2023.

[6] E. T. V. Timpal, A. B. Pati, and F. Pangemanan, "Strategi Camat Dalam Meningkatkan Perangkat Desa Di Bidang Teknologi Informasi Di Kecamatan Ratahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara," Jurnal Governance, vol. 1, no. 2, 2021.

[7] D. Winahyu, S. Hartoyo, and Y. Syaukat, "Strategi Pengelolaan Sampah Pada Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang, Bekasi," 2013.

[8] I. M. Harjanti and P. Anggraini, "Pengelolaan Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Kota Semarang," 2020.

[9] U. Khasanah and I. Rodiyah, "BUMDes Strategy In Developing Starfruit Agrotourism Watesari Village Balongbendo District," 2024.

[10] M. S. Sihombing, Y. S. Adiputra, and U. Sophia, "Strategi Promosi Dan Pemasaran Dinas Pariwisata Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Kabupaten Karimun," Terang Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum, vol. 1, no. 4, pp. 163–176, 2024. doi: 10.62383/terang.v1i4.632.

[11] K. Agung, E. Juita, and E. Zuriyani, "Analisis Pengelolaan Sampah Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara," Jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi, 2023.

[12] Bupati Sidoarjo, "Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 95 Tahun 2022 Tentang Rencana Strategis Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pemrosesan Akhir Griyo Mulyo Kabupaten Sidoarjo," 2022.

[13] Republik Indonesia, "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah," 2008.

[14] T. Riawan, J. Poti, and R. Setiawan, "Strategi Dinas Sosial Dalam Penanganan Anak Jalanan Di Kota Tanjungpinang," WISSEN Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, vol. 2, no. 1, pp. 01–10, 2024. doi: 10.62383/wissen.v2i1.38.

[15] A. I. Yusmaniarti, Husaini, and Duffin, "Pelatihan Vokasi Pengelolaan Sampah Dan," Jurnal Pengabdian, Kolaborasi dan Inovasi IPTEKS, vol. 2, no. 2, pp. 693–703, 2024.

[16] M. Y. Herdion and Wong, "Pengelolaan Tempat Akhir Sampah Sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Air Di Kota Balikpapan," Jurnal Teknik Lingkungan, 2019.